Kamis, 17 Maret 2016

Meningkatkan Kemampuan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Cerita Pada Materi Pecahan”



SOAL
1.      Nyatakan suatu problem matematika tentukan solusi dari problem itu?
2.      Tentukan implikasi dari solusi yang telah diberikan
3.      Rancang sebuah desain pembelajaran di pendidikan dasar untuk suatu sub pokok bahasan tertentu?

JAWABAN
1.      Problem matematika serta solusi dari problem tersebut adalah
        Pada pembelajaran matematika siswa masih sering mengalami kesulitan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pemahaman dan penguasaan siswa terhadap pelajaran matematika masih sangat rendah, khususnya dalam menyelesaikan soal cerita pada materi pecahan. Sebagaimana hasil penelitian Suryanto dan Somerset (Zulkardi:2001)  bahwa penelitian tersebut diantaranya adalah terhadap 16 Sekolah lanjutan tingkat pertama pada beberapa propinsi di Indonesia menemukan bahwa hasil tes mata pelajaran matematika siswa sangat rendah utamanya pada soal cerita.Kesulitan yang paling sering dihadapi banyak siswa adalah menyelesaikan soal cerita pada materi pecahan.
        Pada materi ini pada umumnya siswa kurang tepat dalam menerjemahkan soal cerita kebentuk matematikanya. Mereka cenderung melakukan kesalahan ketika diberikan soal cerita dalam bentuk pecahan selain kurang tepat dalam menejrmahkan atau menuliskan ke bahasa matematika, mereka juga sering melakukan kesalahan dalam mengoprasikan pecahan sehingga hasil akhir yang diperoleh sangat tidak tepat.
                  Pada Yenny(2007) dalam penelitiannya juga mengemukakan bahwa kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita matematika antara lain disebabkan oleh kesalahan siswa dalam menuliskan kalimat matematikanya yaitu sebesar 51,43 %. Ditambah lagi banyak siswa yang melakukan kesalahan dalam bentuk pecahan juga cukup banyak. Faktor penyebab pada umumnya soal cerita yang diberikan terlalu panjang, kekeliruan bahasa yang maknanya tidak dapat dipahami oleh siswa, ilustrasi cerita yang tidak mampu ditangkap oleh siswa., masalah pada soal cerita susah memahami konteks akibat ilustrasi yang terlalu berbelit-belit.
Penyebab lain rendahnya kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita pada materi pecahan tidak secara keseluruhan dari siswa saja, melainkan faktor pengajaran guru pun sangat berpengaruh. Sehingga tentunya perlu pembenahan atau evaluasi  model pembelajaran yang digunakan sudah tepat atau belum.
Menurut seorang pakar matematika terkenal, George Polya (Upu, 2003), untuk menyelesaikan masalah yang biasanya disajikan dalam bentuk cerita, ada beberapa langkah yang harus dilakukan, yakni: (1) memahami masalah, (2) merencanakan penyelesaian, (3) melaksanakan rencana, dan (4) memeriksa kembali. Di sini tampak jelas bahwa kemampuan memahami masalah merupakan kemampuan yang cukup penting atau menentukan dalam menyelesaikan soal cerita.  Apabila pada langkah ini gagal sudah bisa dipastikan ia tidak akan mampu menyelesaikan soal dengan benar. Sebaliknya, apabila seorang siswa berhasil pada langkah ini maka akan mempermudah dia dalam  menyelesaikan soal. Seorang guru biasanya menjelaskan kepada siswanya bagaimana menjawab suatu  soal cerita. Dimulai dengan menuliskan: apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan. Setelah itu dilanjutkan dengan proses penyelesaian soal. Asumsi yang berkembang dilapangan, adalah apabila siswa sudah dapat menuliskan atau menentukan apa yang ditanyakan maka siswa sudah dianggap menguasai tahap yang pertama menurut Polya, yakni" memahami masalah". Apakah benar demikian? Apakah dapat dijamin apabila seorang siswa yang  mampu  menuliskan apa yang diketahui serta apa yang ditanyakan juga akan mampu menyelesaikan soal cerita tersebut dengan benar? Adalah suatu kekeliruan apabila seorang siswa yang mampu menuliskan apa yang diketahui serta apa yang ditanyakan maka siswa tersebut sudah dianggap dapat memahami masalah.
Tidak sedikit siswa yang hanya mampu menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan, namun setelah itu tidak mampu berbuat apa-apa. Ini menunjukkan bahwa memahami masalah tidak cukup hanya dengan menuliskan kembali apa yang diketahui serta apa yang ditanyakan. Untuk dapat menyelesaikan soal cerita matematika dengan benar seorang siswa perlu memahami apa yang diketahui serta apa yang ditanyakan. Memahami apa yang diketahui berarti memahami informasi yang tersurat maupun yang tersirat di dalamnya. Sedangkan memahami apa yang ditanyakan berarti mengerti tentang istilah atau konsep-konsep yang berkaitan dengan yang ditanyakan. Setelah itu baru dilanjutkan dengan langkah atau proses penyelesaian.
Menurut tim Matematika Depdikbud(1983:27) setiap soal cerita dapat diselesaikan dengan rencana sebagai berikut :
1.      Membaca soal itu dan memikirkan hubungan antara bilangan-bilangan yang ada pada soal tersebut.
2.      Menuliskan kalimat-kalimat matematika yang menyatakan hubungan itu dalam bentuk operasi bilangan.
3.      Menyelesaikan kalimat matematika tersebut
4.      Mengguanakan penyelesaian itu untuk menjawab pertanyaan yang dikemukakan dalam soal.
Salah satu model pembelajaran yang dapat menjadi solusi bagi permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh siswa-siswa tersebut adalah model berbasis masalah (Problem Based Learning). Dengan model pembelajaran berbasis masalah. Model ini dapat digunakan untuk melatih dan meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan memecahkan masalah, serta mendapatkan pengetahuan konsep-konsep penting. Pendekatan pembelajaran ini mengutamakan proses belajar, dimana tugas guru harus memfokuskan diri untuk membantu peserta didik mencapai keterampilan mengarahkan diri. Pembelajaran berdasarkan masalah penggunaannya pada tingkat berpikir yang lebih tinggi, dalam situasi berorientasi pada masalah. siswa dapat berdiskusi satu sama lain, siswa dapat bertukar informasi dan siswa yang pintar dapat membantu siswa yang kurang pintar Trianto (2007:2).


2.      Implikasi dari solusi
              Pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis, sebab disini guru berperan sebagai penyaji masalah, penanya, mengadakan dialog, pemberi fasilitas penelitian, menyiapkan dukungan dan dorongan yang dapat meningkatkan pertumbuhan inkuiri dan intelektual peserta didik. Prinsip utama pendekatan konstruktivis adalah pengetahuan tidak diterima secara pasif, tetapi dibangun secara aktif oleh individu. Pembelajaran ini tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pembelajaran berbasis masalah bertujuan untuk, (a) membantu siswa mengembangkan keterampilan berfikir dan keterampilan pemecahan masalah, (b) belajar peranan orang dewasa yang autentik dan (c) menjadi pebelajar yang mandiri (Ismail, 2003:32)
              Implikasi yang timbul dalam menyelesaikan akar-akar permasalahan pada materi soal cerita pada pecahan tersebut dengan menggunakan model berbasis masalah dapat terlihat pada fase-fase model pembelajaran ini sebagai berikut :
Fase ke-
Indikator
Tingkah Laku Guru
1
Orientasi siswa kepada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa yang terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya.
2
Mengorganisasikan siswa untuk belajar
Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
3
Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok.
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
5
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
Yang mana dari pemaparan fase-fase tersebut, dapat diamati bahwa pada fase ke tiga siswa disorong mengumpulkan informasi yang sesuai dalam hal ini soal cerita pada materi pecahan sudah mulai diselesaikan oleh siswa. Dari men Membaca soal itu dan memikirkan hubungan antara bilangan-bilangan yang ada pada soal tersebut, menuliskan kalimat-kalimat matematika yang menyatakan hubungan itu dalam bentuk operasi bilangan, menyelesaikan kalimat matematika tersebut, dan mengguanakan penyelesaian itu untuk menjawab pertanyaan yang dikemukakan dalam soal. Untuk menyelesaikan keseluruhannya waktu sangat tidak mencukupi sehingga diperlukan 3 hingga 4 kali pertemuan untuk menyelesaikannya.
3.        Desain pembelajaran materi soal cerita pada pecahan adalah sebagai berikut :
ü    Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran berbasis masalah;
ü    Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan (pemecahan masalah);
ü    Metode yang digunakan adalah metode diskusi.
ü    Langkah pelaksanaan solusi: Sebagai berikut