Jumat, 29 Januari 2016

makalah: Menanamkan Konsep Dasar Operasi Hitung Pada Bilangan Bulat dengan Pendekatan Teori Bruner



BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
            Kenyataan menunjukkan bahwa ada beberapa kendala dan kesulitan yang dialami oleh guru dalam pembelajaran matematika di tingkat lanjut (SMP dan SMA/SMK) oleh karena beberapa konsep dasar matematika yang kurang dipahami oleh siswa. Dimana konsep dasar tersebut sudah seharusnya dipahami di SD.
            Melakukan operasi bilangan bulat, merupakan salah satu kendala serius yang sering menghambat pembelajaran matematika di tingkat SMP dan SMA/SMK. Guru yang mengajar matematika di SMP atau SMA/SMK seharusnya mengajarkan suatu konsep matematika lanjut (misalnya, persamaan garis lurus) tetapi karena konsep matematika lanjut tersebut menggunakan operasi bilangan bulat maka dengan terpaksa guru tersebut harus membenahi dahulu pemahaman siswa tentang bilangan bulat agar dapat memahami materi matematika lanjut yang diajarkannya.
Secara hirarkis dalam kurikulum pendidikan matematika, terlihat bahwa operasi bilangan bulat diajarkan di kelas V SD. Ini berarti, idelanya persoalan bilangan bulat dan operasinya sudah tuntas di SD. Apalagi jika prinsip pembelajaran yang kita anut adalah ”belajar tuntas”. Namun kita tidak harus menutup mata terhadap kenyataan-kenyataan yang kita alami dalam pembelajaran matematika di SD, bahwa banyak persoalan-persoalan mendasar yang terdapat didalamnya.
Persoalan tersebut diantaranya tenaga pengajar yang kualifikasi dan kompetensinya masih beragam, Model pembelajaran yang belum menerapkan prinsip-prinsip teori belajar, bahan belajar yang disusun tanpa memperhatikan struktur berfikir anak SD dan sebagainya.
Menyadari hal tersebut, maka penulis akan mengkaji melalui makalah ini persoalan yang terkait dengan beberapa cara mengajarkan operasi bilangan bulat di SD. Cara-cara tersebut disesuaikan dengan teori-teori belajar yang relavan, khususnya teori belajar Jerome S. Bruner.

B.  Identifikasi Masalah
            Berdasarkan pengamatan penulis, beberapa masalah yang teridentifikasi dalam pembelajaran matematika di SD
, khususnya operasi bilangan bulat adalah:
 1.  Pengunaan garis bilangan dengan prinsip yang tidak konsisten.
Ada guru yang mengajarkan garis bilangan dengan tidak konsisten, misalnnya 2-5 =-3 digambarkan sebagai berikut:
Ada dua hal yang tidak konsisten dengan penggambaran diatas, yaitu:
a.       Konsep perkalian bilangan bulat belum diajarkan, kenapa sudah digunakan?.
b.      Ada kesan, bahwa garis bilangan diarahkan agar jawabannya cocok. Ini terjadi karena ada anggapan bahwa jawaban berada di ujung anak panah. Haruskah begini?.
2.  Kurang tepat dalam memberikan pengertian bilangan bulat.
Beberapa pengertian yang kurang tepat tentang bilangan bulat, adalah:
Berjalan maju untuk bilangan positif dan mundur untuk bilangan negatif, atau berjalan ke kanan untuk bilangan-bilangan positif dan berjalan ke kiri untuk bilangan negatif, tanpa adanya penjelasan kenapa harus ada bilangan negatif.
Seharusnya, bilangan bulat diperkenalkan melalui bilangan asli. Artinya bilangan bulat dibutuhkan karena adanya keterbatasan bilangan asli dalam memecahkan operasi bilangan, khususnya bentuk ”a + .... = b  atau bentuk a – b = .... jika a > b. Pembelajaran seperti ini mengikuti hirarki bilangan.

      Ada guru dan siswa yang tidak tidak dapat membedakan tanda + dan – sebagai operasi hitung dan tanda + dan – sebagai jenis bilangan. Ini terlihat dari cara membacanya.
      5 + (-2) dibaca ”lima ditambah minus dua” atau ”lima ditambah min dua”
      -7 – (-3) dibaca ” min 7 kurang min tiga” atau ”min tujuh min min tiga”
      Yang seharusnya dibaca:
      ”lima ditambah negatif dua”   dan  ”negatif tujuh dikurang negatif tiga”.
 BAB II
PEMBAHASAN

A.  Hakekat Anak dalam Pembelajaran Matematika SD
Pembelajaran matematika SD perlu mendapat perhatian, karena terdapat karakteristik antara hakekat anak usia SD dan hakekat Matematika. Anak usia SD sedang mengalami perkembangan dalam tingkat berfikirnya, tahap berfikir mereka belum formal, bahkan di kelas-kelas rendah bukan tindak mungkin masih berada pada tahap pra-konkret.
Di sisi lain, matematika adalah ilmu deduktif, aksiomatik, formal, hirarkis, abstrak, bahasa simbol yang padat arti dan semacamnya, sehingga para ahli matematika dapat mengembangkan sebuah sistem matematika. Mengingat adanya perbedaan tersebut, maka diperlukan adanya kemampuan khusus seorang guru untuk mengembangkan model pembelajaran yang dapat menjembatani kedua perbedaan tersebut. Agar anak yang belum dapat berfikir secara deduktif dapat mengerti dunia matematika yang bersifat deduktif. 
Guru perlu menyadari bahwa anak bukanlah manusia dewasa yang kecil tatapi anak tumbuh dengan perkembangannya sendiri. Guru perlu menyadari bahwa apa yang menurutnya mudah dimengerti belum tentu mudah menurut anak bahkan mungkin susah dimengerti menurut anak. Sesuatu yang abstrak dapat saja sederhana menurut gurunya yang sudah formal dapat saja menjadi sesuatu yang sulit bagi anak yang belum formal. Oleh karena itu tugas utama sekolah adalah mengembangkan kemampuan berfikir intelektual anak.
Para ahli ilmu jiwa (Peaget, Bruner, Dienes, Brownell) dalam mengembangkan teori belajarnya percaya bahwa untuk memberikan sesuatu kepda anak didik maka harus memperhatikan tingkat perkembangan berfikir anak. Pada dasarnya agar pembelajaran matematika berhasil, dalam arti dapat dimengerti oleh siswa dengan baik, maka harus dipastikan bahwa apa yang akan diajarkan tersebut, anak sudah siap untuk menerimanya sesuai dengan tingkat perkembangan intelektualnya.

B.  Teori Belajar Bruner
            Jerome S. Bruner dari Universitas Harvard terkenal dalam dunia pendidikan dengan hasil studinya tentang ”perkembangan belajar”. Bruner menekankan bahwa setiap indivudu pada waktu mengalami atau mengenal peristiwa atau benda yang ada di lingkungannya, menemukan cara untuk menyatakan kembali peristiwa atau benda tersebut di dalam fikirannya, yaitu suatu model mental tentang peristiwa atau benda yang dialaminya atau dikenalnya.
            Menurut Bruner, proses belajar terbagi atas tiga tahapan, yaitu:
a.  Tahap Enaktif atau Tahap Kegiatan (Enactive)
            Tahap pertama anak belajar konsep adalah berhubungan dengan benda-benda real (nyata) atau mengalami peristiwa di dunia sekitarnya.
            Implikasi dalam pembelajaran matematika berarti bahwa apabila dilakukan pembelajaran tentang konsep, fakta, atau prosedur dalam matematika yang bersifat abstrak maka hendaknya dimulai dari persoalan sehari-hari yang sederhana.

b.  Tahap Ikonik atau Tahap Gambar Bayangan (Iconic)
            Pada tahap ini, anak telah mengubah, menandai, dan menyimpan peristiwa atau benda dalam bentuk bayangan mental. Dengan kata lain anak telah dapat membayangkan peristiwa yang dialaminya atau benda yang dikenalnya walaunpun peristiwa itu telah berlalu atau benda real itu tidak lagi berada dihadapannya.
            Implikasi dalam pembelajaran matematika, berarti bahwa setelah memanipulasi benda secara nyata melalui persoalan keseharian dari dunia sekitar anak, guru melanjutkan dengan membentuk modelnya sebagai bayangan mental dari benda atau peristiwa keseharian tersebut.
c.  Tahap Simbolik (Symbolic)
            Pada tahap terakhir ini, anak dapat mengutarakan bayangan mental tersebut dalam bentuk simbol dan bahasa. Dengan kata lain apabila anak berjumpa dengan suatu simbol maka bayangan mental yang ditandai oleh simbol tersebut dapat dipahaminya dan dijelaskan dengan bahasanya sendiri.
            Implikasi dalam pembelajaran matematika, berarti bahwa tahap akhir pembelajaran konsep, fakta, atau prosedur matematika yang abstrak itu  adalah penggunaan simbol-simbol yang bersifat abstrak sebagai wujud  dari bahasa matematika.
            Bruner dan kawan-kawanya melalui pengamata terhadap sejumlah besar kelas matematika, merumuskan empat teorema dalam pembelajaran matematika, yaitu sebagai berikut:
a.  Teorema Penyusunan (Teorema Konstruksi).
            Menurut teorema penyusunan, cara terbaik memulai belajar suatu konsep matematika, dalil, defenisi, dan semacamnya adalah dengan cara menyusun penyajiannya. Guru hendaknya memulai dengan penyajian konkret, kemudian anak menyusun sendiri pengertian mengenai ide tersebut. Dengan cara demikian anak lebih mudah mengingat ide tersebut dan lebih mampu dalam menerapkan pada situasi lain.
b.  Teorema Notasi
            Menurut teorema notasi, dalam pengajaran suatu konsep penggunaan notasi-notasi matematika harus diberikan secara bertahap, dimulai dari  yang sederhana yang secara kognitif dapat lebih dipahami sampai kepada yang makin kompleks notasinya. Ini tercermin dari hirarki pembelajaran matematika di sekolah, konsep yang sama diajarkan pada tingkatan yang berbeda (yang lebih tinggi) dengan tingkat abstraksi yang lebih tinggi dengan menggunakan notasi yang lebih abstrak, yang kurang di kenal.
c.  Teorema Pengkontrasan Keanekaragaman (Teorema Kontras dan Variasi)
            Teorema ini menyatakan bahwa prosedur penyajian suatu konsep dari yang konkret ke yang abstrak harus dilakukan dengan kegiatan pengkontrasan dan keanekaragaman. Konsep matematika akan semakin berarti setelah dipertentangkan (dikontraskan) dengan konsep lainnya.
            Ini berarti konsep bilangan positif semakin berarti setelah dikontraskan dengan   bilangan negatif, bilangan prima dengan bilangan komposit. Busur, jari-jari, garis tengah, tali busur, tembereng, dan juring suatu lingkaran akan semakin berarti jika dikontraskan satu dengan yang nilainnya.
            Disamping itu, penyajian pembelajaran perlu dilakukan dengan bervariasi. Ini berarti ada baiknya menyajikan konsep lingkaran melalui berbagai benda-benda berbentuk lingkaran, misalnya gelang, ban sepeda, roda, cincing dan sebagainya.
d.  Teorema Pengaitan (Teorema Konektivitas).
            Konsep, dalil, dan ketrampilan matematika saling berkaitan. Begitu pula antar cabang matematika (aljabar, geometri, aritmatika) juga saling berkaitan. Oleh karena itu pembelajaran matematika akan lebih berhasil jika siswa diberi lebih banyak kesempatan melihat kaitan-kaitan tersebut. Guru supaya dapat mengaitkan konsep yang satu dengan konsep lainnya dalam pembelajaran matematika.

C.  Konsep Bilangan Bulat dan Pembelajarannya.
            Pembelajaran bilangan bulat sebaiknya tidak dipisahkan dengan bilangan asli. Jadi sebelum membahas kajian bilangan bulatnya, terlebih dahulu disinggung tentang pembentuk bilangan bulat dari proses operasi hitung pada bilangan asli. Seperti diketahui bahwa bilangan asli seolah-olah terjadi secara alamiah. Ini ditandai dari proses pengenalan bilangan yang dimulai dari jari-jemari untuk satu, dua, tiga, dan seterusnya. Jadi yang diperkenalkan sebenarnya adalah bilangan asli.
            Perluasan dari bilangan asli dimulai dari pembahasan bahwa pada operasi bilangan asli didapatkan bilangan asli pula. Jadi kalimat-kalimat seperti 3 + 5 = .... dan 4 + 6 = ... selalu dapat dilengkapi dengan bilangan asli 8 dan 10. Perluasan bilangan asli dimulai dari melengkapi bentuk-bentuk a + ... = b atau a – b = ...... jika a > b. Tentunya pelengkap dari bentuk tersebut tidak akan ditemukan dari bilangan asli. Dari sinilah titik mulai pengenalan bilangan bulat.
            Pengenalan bilangan bulat, diakhiri dengan pembahasan penggunaan bilangan bulat dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya hutang Rp 100.000,00 dinyatakan dengan – 100.000, 6 derajat dibawah nol dinyatakan dengan -60, 150 meter dibawah permukaan laut ditulis -150 dan sebagainya.


D.  Operasi Hitung pada Bilangan Bulat dengan Pendekatan Teori  Bruner.
           
            Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa Bruner membagi tahapan belajar menjadi tiga, yaitu: enaktif, ikonik, dan simbolik. Terkait dengan hal tersebut dalam tulisan ini pengenalan konsep operasi hitung bilangan bulat dilakukan melalui 3 tahap, yaitu: tahap pengenalan konsep secara konkret, tahap pengenalan konsep secara semi konkret, dan tahap pengenalan konsep secara abstrak. 
1.  Tahap Pengenalan Konsep secara Konkret.
            Untuk tahap ini digunakan alat peraga buatan berbentuk kepingan. Alat peraga ini pendekatannya menggunakan konsep himpunan. Sebagai-mana dipahami bahwa pada himpunan kita dapat melakukan penggabungan dan pemisahan. Penggabungan diidentikkan dengan operasi penjumlahan dan pemisahan diidentikkan dengan operasi pengurangan.
 


Petunjuk penggunaan alat peraga adalah sebagai berikut:
1. Untuk operasi penjumlahan, dilakukan dengan cara menggabungkan kepingan, dengan ketentuan:
      a.  Jika a > 0 dan b > 0 atau a < 0 dan b < 0, maka gabungkan sejumlah kepingan kedalam kelompok kepingan lain yang warnanya sama.
      b.   Jika a > 0 dan b < 0 atau sebaliknya, maka gabungkan sejumlah kepingan warna tertentu ke kelompok kepingan warna lainnya. Selanjutnya lakukan ”penghimpitan” agar terbentuk sejumlah kepingan netral. Melalui proses ini akan menyisahkan sejumlah kepingan ber-warna tertentu yang tidak berpasangan yang sekaligus menjadi jawaban dari operasi hasil operasi penjumlahannya.
2. Untuk operasi pengurangan, dilakukan dengan cara pemisahan sejumlah kepingan dari kelompok kepingan, dengan ketentuan:
      a.  Jika a > 0 dan b > 0 tetapi a > b, maka pisahkan sejumlah b kepingan keluar dari kelompok kepingan berjumlah a sehingga kepingan yang tersisa merupakan jawaban.
      b. Jika a > 0 dan b > 0 tetapi a < b, maka sebelum memisahkan sejumlah b kepingan keluar dari kelompok kepingan berjumlah a maka terlebih dahulu masukkan kepingan netral ke dalam kelompok kepingan a. Banyaknya tergantung pada seberapa kurangnya kepingan yang akan dipisahkan. Kepingan yang tersisa merupakan jawaban.
      c.  Jika a < 0 dan b < 0 tetapi a < b, maka pisahkan sejumlah b kepingan keluar dari kelompok kepingan berjumlah a sehingga kepingan yang tersisa merupakan jawaban.
      d. Jika a < 0 dan b < 0 tetapi a > b, maka sebelum memisahkan sejumlah b kepingan keluar dari kelompok kepingan berjumlah a maka terlebih dahulu masukkan kepingan netral ke dalam kelompok kepingan a. Banyaknya tergantung pada seberapa kurangnya kepingan yang akan dipisahkan. Kepingan yang tersisa merupakan jawaban.
      e. Jika a > 0 dan b < 0, maka sebelum memisahkan sejumlah b kepingan yang bernilai negatif, terlebih dahulu masukkan sejumlah kepingan netral yang banyaknya tergantung dari besarnya bilangan pengurangnya (b), sehingga kepingan yang tersisa merupakan jawaban.
      f. Jika a < 0 dan b > 0, maka sebelum memisahkan sejumlah b kepingan yang bernilai positif dari kumpulan kepingan bernilai negetif, maka terlebih dahulu masukkan kepingan netral ke dalam kelompok kepingan a. Banyaknya tergantung pada seberapa besarnya bilangan Kepingan yang tersisa merupakan jawaban.
 Contoh Penggunaan Alat Peraga.
a.  2 + (-4) = ...?      (prosesnya lihat penjelasan 1.b di atas)
Pendemostrasian:
 b.  2 - 4 = ...?      (prosesnya lihat penjelasan 1.b di atas)

Pendemostrasian:



2.  Tahap Pengenalan Konsep secara Semi Konkret.
            Untuk tahap ini digunakan ”garis bilangan”. Cara kerja garis bilangan didasarkan pada beberapa prinsip yaitu:
a.   Langkah ”ke kanan” untuk menunjukkan bilangan positif dan langkah ”ke kiri” untuk menunjukkan bilangan negatif.
b. Langkah ”maju” untuk menunjukkan operasi penjumlahan dan langkah ”mundur” untuk menunjukkan operasi pengurangan.
c.  Dalam penjumlahan hasil akhir dilihat dari posisi akhir ujung anak panah sedangkan dalam pengurangan hasil akhir dilihat dari posisi akhir pangkal anak panah.
            Penjabaran pada penjumlahan dua bilangan bulat sebagai berikut:
a.  2 + 5 = .......
·         Dari angka 0, diarahkan ke kanan sampai angka 2. Ini menunjukkan bilangan positif 2
·         Karena operasinya penjumlahan dengan bilangan positif 5, maka anak panah diarahkan maju (karena penjumlahan) dan arah panah ke kanan (karena bilangan positif)
 ·         Hasil akhir adalah dari pangkal bilangan pertama ke ujung panah bilangan kedua, sehingga 2 + 5 = 7

b.  2 + (-5) = ......
·         Dari angka 0, diarahkan ke kanan sampai angka 2. Ini menunjukkan bilangan positif 2
·         Karena operasinya penjumlahan dengan bilangan negatif 5, maka anak panah diarahkan maju (karena penjumlahan) dan arah panah ke kiri (karena bilangan negatif)



·         Hasil akhir adalah dari pangkal bilangan pertama ke ujung panah bilangan kedua, sehingga 2 + (-5) = -3

c.  -2 + 5 = ....
·         Dari angka 0, diarahkan ke kiri sampai angka -2. Ini menunjukkan bilangan negatif 2
·         Karena operasinya penjumlahan dengan bilangan positif 5, maka anak panah diarahkan maju (karena penjumlahan) dan arah panah ke kanan (karena bilangan positif)


·         Hasil akhir adalah dari pangkal bilangan pertama ke ujung panah bilangan kedua, sehingga -2 + 5 = 3

d.  -2 + (-5) = ....
·         Dari angka 0, diarahkan ke kiri sampai angka -2. Ini menunjukkan bilangan negatif 2
·         Karena operasinya penjumlahan dengan bilangan negatif 5, maka anak panah diarahkan maju (karena penjumlahan) dan arah panah ke kiri (karena bilangan negatif)
·         Hasil akhir adalah dari pangkal bilangan pertama ke ujung panah bilangan kedua, sehingga -2 + (-5) = -7
      Penjabaran pada pengurangan dua bilangan bulat sebagai berikut:
a.  2 - 5 = .......
·         Dari angka 0, diarahkan ke kanan sampai angka 2. Ini menunjukkan bilangan positif 2
·         Karena operasinya pengurangan dengan bilangan positif 5, maka anak panah diarahkan mundur (karena pengurangan) dan arah panah ke kanan (karena bilangan positif)
 


 
 ·         Hasil akhir adalah dari pangkal bilangan pertama ke pangkal panah bilangan kedua, sehingga 2 - 5 = -3


b.  2 - (-5) = ......
·         Dari angka 0, diarahkan ke kanan sampai angka 2. Ini menunjukkan bilangan positif 2
·         Karena operasinya pengurangan dengan bilangan negatif 5, maka anak panah diarahkan mundur (karena pengurangan) dan arah panah ke kiri (karena bilangan negatif)

·         Hasil akhir adalah dari pangkal bilangan pertama ke pangkal panah bilangan kedua, sehingga 2 – (-5) = 7

c.  -2 - 5 = ....
·         Dari angka 0, diarahkan ke kiri sampai angka -2. Ini menunjukkan bilangan negatif 2
·         Karena operasinya pengurangan dengan bilangan positif 5, maka anak panah diarahkan mundur (karena pengurangan) dan arah panah ke kanan (karena bilangan positif)


·         Hasil akhir adalah dari pangkal bilangan pertama ke pangkal panah bilangan kedua, sehingga -2 - 5 = -7

d.  -2 - (-5) = ....
·         Dari angka 0, diarahkan ke kiri sampai angka -2. Ini menunjukkan bilangan negatif 2
·         Karena operasinya pengurangan dengan bilangan negatif 5, maka anak panah diarahkan mundur (karena pengurangan) dan arah panah ke kiri (karena bilangan negatif)
 


·         Hasil akhir adalah dari pangkal bilangan pertama ke pangkal panah bilangan kedua, sehingga -2 – (-5) = 3
           
3.  Tahap Pengenalan Konsep secara abstrak.
            Penggunaan alat bantu peraga kepingan dan garis bilangan tentu saja mempunyai keterbatasan karena tidak dapat menjangkau bilangan-bilangan yang cukup besar, disamping itu penggunaan alat bantu pada hakekatnyra adalah sarana untuk menjembatani anak menuju berfikir abstrak sebagaimana hakekat matematika itu sendiri.
            Dengan demikian, untuk memberikan pemahaman kepada anak, hasil-hasil penjumlahan dan pengurangan yang diperoleh melalui penggunaan alat bantu dapat menjadi ”jembatan”. Misalnya melalui contoh-contoh:
a.       2 + 5 = 7
b.      2 + (-5) = -3  dan  (-5) + 2 = -3
c.       -2 + 5 = 3  dan  5 + (-2) = 3
d.      -2 + (-5) = -7
Beberapa hal menarik yang dapat diimformasikan kepada siswa terkait dengan hasil-hasil penjumlahan di atas, diantaranya:
  1. Untuk soal butir a dapat disimpulkan bahwa ” jumlah dua bilangan bulat positif adalah bilangan positif juga dan besarnya sama dengan menjumlahkan kedua bilangan itu ”.
  2. Untuk soal butir d dapat disimpulkan bahwa ” jumlah dua bilangan bulat negatif adalah bilangan negatif juga dan besarnya sama dengan menjumlahkan kedua bilangan itu ”.
  3. Untuk soal butir b dan c dapat disimpulkan bahwa ” jumlah dua buah bilangan bulat, satu positif dan satunya lagi negatif besarnya sama dengan selisih bilangan terbesar dengan bilangan terkecil dari kedua bilangan itu dan hasilnya diberi tanda sama dengan tanda bilangan terbesar ”.
Sedangkan untuk operasi pengurangannya, dapat disampaikan dengan strategi dan pendekatan melalui contoh berpola dan pada akhirnya dapat digunakan untuk merumuskan kesimpulan, misalnya:
a.  2 – (-7) =  ...                 dibandingkan dengan 2 + 7 = ...
b.  2 – (-6) =  ...                 dibandingkan dengan 2 + 6 = ...
c.  2 – (-5) =  ...                 dibandingkan dengan 2 + 5 = ...
d.  2 – (-4) =  ...                 dibandingkan dengan 2 + 4 = ...
e.  2 – (-3) = ...                  dibandingkan dengan 2 + 3 = ...
Tentunya hasil-hasil dari operasi diatas adalah sama yaitu 9, 8, 7, 6 dan 5 Melalui beberapa contoh lain dan melihat hasil-hasil yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa “ mengurangi suatu bilangan bulat sama saja dengan menambah dengan lawan dari bilangan bulat yang mengurangi ”.
 BAB III
PENUTUP
 A.      Kesimpulan
1.      Ada perbedaan karakteristik anak usia SD dengan karakteritik matematika, Anak usia SD umumnya berfikir konkrit sedangkan konsep matematika abstrak oleh karena itu diperlukan model pembelajaran yang dapat ”menjembatani” perbedaan tersebut.
2.      Mengacu pada teori belajar Jerome S. Bruner yang membagi tahapan belajar menjadi tiga, tahapan enaktif, ikonik, dan simbolik maka dalam kaitannya dengan pembelajaran operasi bilangan bulat, sebaiknya dilakukan dalam tiga tahap pula, yaitu:
a.       Tahap pengenalan konsep secara konkret, dilakukan dengan menggu-   nakan alat bantu kepingan bertanda.
b.      Tahap pengenalan konsep secara semi konkret, dilakukan dengan menggunakan garis bilangan.
c.       Tahap pengenalan konsep secara abstrak, dengan menggunakan contoh berpola.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar