Senin, 25 Januari 2016

psikologi matematika: Intelegensi Intuitif dan intelegensi reflektif



Ada suatu anekdot tentang seorang profesor matematika yang sangat terkenal, jika sesuatu tidak benar, maka sepantasnya begitu. Diceritakan bahwa pada waktu berbicara didepan para audiens, ia menulis sebuah pernyataan matematik, lalu mengatakan “Tentu, ini adalah jelas”. Melihat tulisan itu lalu ia berkata lagi “Paling tidak, saya pikir ini jelas”. Ia kemudian bertambah ragu-ragu, lalu berkata “Maafkan saya”, kemudian ia mengambil pensil serta kertas dan meninggalkan ruangan selama kurang lebih dua puluh menit. Setelah itu ia datang kembali dengan wajah berseri-seri dan berkata dengan lantang “Ya, saudara-saudara, ini. memang benar-benar jelas.”
Secara psikologis, makna dari cerita ini menunjukkan bahwa tidak adanya ketidakselarasan antara pernyataan pertama yang penuh keyakinan dengan pernyataan berikutnya dalam tenggang  waktu yang relatif lama, yang diperlukan untuk mempertimbangkannya. Dengan pernyataan pertama, pembicara bermaksud bahwa “Kita dapat menerima secara intuitif kebenaran pernyataan itu”. Sedangkan pernyataan ke dua,  dia mengartikan bahwa, setelah menganalisis secara logis, ia menguatkan bahwa intuisi penerimaan itu benar. Meyakini sesuatu adalah satu hal untuk mengartikan pembenaran hal yang lainnya.
Suatu  contoh  yang sama. Perkalian 16  dengan  25, (i) Apakah jawabannya? (ii) Jelaskan bagaimana anda mengerjakan itu?. Untuk menjawab pertanyaan kedua melibatkan proses mental dalam melakukannya (meliputi pemindahan perhatian anda dari tugas itu sendiri ke proses-proses pikiran anda yang terlibat dalam mengerjakan tugas itu.)
Dari dua contoh ini, perbedaannya terletak pada dua cara berfungsinya intelegensi: intuitif dan reflektif. Pada tingkat intuitif, kita mengetahui akan data-data dari lingkungan luar melalui alat-alat penerima kita (contohnya penglihatan dan pendengaran); Data-data ini secara otomatis digolongkan dan dihubungkan dengan data-data lain, oleh struktur-struktur konseptual sebagaimana diuraikan di bab 2 dan 3. Kita juga bisa tanggap terhadap lingkungan luar dengan menggunakan otot-otot saraf kita yang bekerja secara otomatis terhadap kerangka tubuh kita (suatu uraian yang meliputi: bicara dan menulis). Kegiatan ini sebagian besar dikontrol dan diarahkan oleh umpan balik keterangan-keterangan lebih lanjut tentang kemajuan dan hasilnya, juga lewat penerima-penerima luar kita. Dalam banyak hal ini dapat sepenuhnya berhasil tanpa kesadaran apapun dari proses- proses pikiran perantara yang bersangkutan; misalnya pada waktu membaca keras-keras, mengemudikan mobil, atau menjawab pertanyaan “16 x 25”
Seorang penumpang yang masih belajar bertanya kepada kita mengapa kita memindahkan versnelling sebelum mencapai belokan tajam di jalan. Biarpun kita telah berbuat begitu “tanpa berpikir”, kita tidak kesulitan untuk menjelaskan alasan tersebut. Atau menjawab sesingkat “400” pada pertanyaan “16 x 25” yang mungkin ditanyakan kepada kita “Bagaimana anda melakukan hal itu begitu cepat?” Dan setelah kita menguraikan cara kita (banyak pilihan) kita mungkin juga diminta untuk membenarkan sebuah pertanyaan yang dicari, meliputi sifat assosiatif dari perkalian.
Data diperlukan untuk menjawab semua dari per­tanyaan yang akan datang, tidak dari lingkungan tetapi dari sistem-sistem konsep kita sendiri.
             Kita mengarahkan perhatian kita kepada sumber data ini dengan begitu mudah dan biasa sehingga kita menganggap biasa saja kemampuan kita menimbang-nimbang dengan proses-prases berpikir kita sendiri. Namun seharusnya kita lebih heran terhadap hal ini.  Kesadaran kita akan dunia luar dapat disebabkan oleh alat-alat indera kita yang nyata (seperti mata, telinga, dan lain-lain), dan jalan syaraf dari kegiatan ini dapat dideteksi. Tetapi tidak seorangpun ahli anatomi syaraf pernah mengungkapkan ekuivalen internalnya sehingga kita dapat “melihat” gambaran penglihatan kita sendiri, atau “mendengar” pembicaraan kita dari dalam.

Sekali kita mampu berpikir untuk merefleksikan kesuatu tingkatan tertentu dengan skema-skema kita sendiri, langkah-langkah penting lebih lanjut dapat dilakukan. Kita dapat mengkomunikasikannya seperti dalam contoh sebelumnya. Kita dapat menyusun skema-skema baru. Seseorang yang sebelumnya tidak dapat mengerjakan  16 x 25, setelah dijelaskan bahwa empat kali duapuluh lima adalah seratus, tidak hanya akan dapat mengerjakan 16 x 25 dengan memikirkannya sebagai 4 x (4 x 25) yang sama dengan 4 x 100,  tapi juga mengerjakan lain-lain perkalian seperti 24 x 25 dan bahkan 25 x 25. Jika ia dapat mengerjakan ini semua, itu menunjukkan bahwa dia telah mendapatkan sebuah skema sederhana dan tidak semata-mata hanya suatu jawaban atas pertanyaan tertentu.
Kita dapat mengganti skema-skema lama dengan skema-skema baru. Kita dapat membetulkan kesalahan-kesalahan di skema-skema yang ada. Jika kita bilang “saya tahu apa yang saya lakukan salah“. Ini  tidak hanya berarti membayangkan cara kita yang ada tetapi juga penemuan bagian-bagian tertentu didalamnya yang menyebabkan kegagalan, diikuti perubahan yang mempertimbangkan pada bagian-bagian ini.
Kita hanya mampu membuat perubahan-perubahan yang mempertimbangkan skema-skema kita sebagai keseluruhan atau secara detail, masih belum diketahui. Namun karena kita nyata-nyata bisa berbuat begitu, maka diagram kita memerlukan penambahan lebih lanjut.
Di bawah ini beberapa contoh lehih lanjut yang meliputi aktivitas reflektif .
Seseorang  ingin tahu bagaimana mengalikan dua pecahan desimal, yaitu 1,2 dengan 0,57. Maka kita jelaskan kepadanya bagaimana koma desimal dapat diabaikan, perkalian dikerjakan seperti biasa, kemudian baru koma desimalnya  dimasukkan  kembali  dengan  menghitung jumlah  seluruh angka di belakang  koma desimal (12 x 57 = 684 . 1,2 punya  satu  angka dibelakang  koma  desimal. 0,57 punya dua; jumlah  tiga.  Jadi kita masukkan kembali koma desimal pada hasilnya dan mendapat tiga angka di belakang koma desimal. Hasil 0,684). Aturan ini akan  memungkinkan mendapatkan jawaban yang  benar.  Tetapi hal  ini  tidak berkaitan dengan  pengertian  yang ada  padanya tentang arti cara menulis desimal. Untuk menjelaskan cara  ini kita dapat menulis kembali desimal-desimal itu sebagai pecahan biasa:

Pangkat dari 10 di penyebut = banyaknya angka 0 di penyebut itu = banyaknya tempat di  belakang  koma  desimal. Mengalikan penyebut-penyebut, sama dengan menjumlah banyaknya tempat di belakang koma desimal.
Setelah semua itu dilakukan, kita dapat berbuat lebih lanjut dan memikirkan, cara mengkomunikasikannya. Kita dapat memutuskan yang lebih baik, di lain waktu, untuk menunjukkan lebih dahulu metode yang berarti sebelum menunjukkan (atau mendorong si pelajar untuk mencari) jalan pintas yang singkat. Demikianlah kita akan mereorganisasi skema kita guna mengkomunikasikan skema-skema untuk mengalikan desimal-desima1.
Suatu jenis yang mempunyai jangkauan yang panjang beserta kegiatan yang dipikirkan adalah menuju kearah penggeneralisasian matematis. Pada proses belajar pemakaian indeks, sebagai contoh secara jelas dapat kita bedakan dalam dua tahap. Sesudah menentukan cara penulisannya dengan contoh-contoh seperti:
a2 = a x a                     (dimana a adalah sebarang bilangan)
a3 = a x a x a
a4 = a x a x a x a,         dan seterusnya
mudah dilihat bahwa
a2 x a3 = a x a    x    a x a x a
           = a5
 

Dari sini dan dengan contoh-contoh yang sama, si pelajar secara intuisi dapat membentuk skema umumnya sehingga  ia dapat segera menulis:
a5 x a= a12,     dan seterusnya
Dengan menggunakan cara-cara memanipulasi pecahan-pecahan aljabar yang sudah diketahuinya ia juga dapat membentuk  skema untuk pembagian yang disimpulkan dari contoh-contoh seperti:     


Demikian pula ia dapat segera menulis:
a15 ¸ a6  =  a9     dan seterusnya
Sesudah membentuk dua skema yang bertalian ini. ia juga dapat merumuskannya yaitu dengan menyatakannya secara simbolik yang membentuk: 
am x a= am+n
am ¸ an  =  am – n


Untuk m dan n mewakili dua bilangan cacah selain nol, dan di kasus kedua m lebih besar dari n. Perumusan-perumusaan ini melepaskan cara-caranya sebagai kesatuan-kesatuan tersendiri.  Pembatasannya adalah m dan n harus bi1angan-bilangan cacah, dan m lebih besar dari n, yang diharuskan oleh definisi dari a2, a3, ...;  Hal ini   karena   lambang-lambang seperti a0, a-2, a1/2  dalam hubungan dengan definisi ini tidak mempunyai arti. Namun cara-caranya sekarang untuk   sebagian sudah dilepaskan dari aslinya, dan pembatasannya yang mula-mula kelihatan benar dan pantas, sekarang jadi terbuka untuk bertanya. Dalam keadaan-keadaan bagaimanakah (1) diperbolehkan (2) menguntungkan, untuk membuang pembatasan-pembatasan ini?
Sebuah ukuran yang masuk akal untuk yang pertama ialah bahwa cara baru ini tidak akan menimbulkan ketidak selarasan denqan cara-cara yang telah dikenal; dan untuk yang kedua, bahwa membuang pembatasan-pembatasan aslinya, keuntungan-keuntungan cara menulis indeks-indeks dapat diperluas dengan bermanfaat dan berarti.
Banyak pembaca kenal dengan perluasan cara penulisa indeks, yakni:
a0 diberi arti 1
a-2 diberi arti
a1/2 diberi arti
dan lain-lain. Dengan ini akan berarti sama untuk indeks negatif dan pecahan, serta pembatasan-pembatasan aslinya dapat dibuang.  Kita katakan bahwa penulisannya serta cara kerjanya telah digeneralisasikan.
Proses generalisasi matematika yang telah diuraikan adalah suatu aktivitas yang kuat dan canggih. Canggih, karena melibatkan  refleksi dalam bentuk metoda, sementara mengabaikan isinya. Kuat, karena membuat kemungkinan yang terkendali, terkontrol, dan akomodasi yang akurat dari skema yang telah ada, tidak hanya sebagai jawaban atas permintaan untuk asimilasi dari situasi baru sebagaimana mereka temukan, tetapi garis besar permintaan ini, mencari atau menciptakan yang baru untuk kecocokan perluasan konsep. Penggunaan kemampuan intuitif itu sebenarnya hanya permasalahan datang dan pergi yang sifatnya sementara dan tidak berupa susunan-susunan yang teratur.
Ini harus diakui bahwa lompatan intuitif adalah suatu pertanda dari generalisasi yang sengaja, mengusulkan secara langsung yang mungkin jika belum diselidiki. Kadang-kadang kemampuan intuitif ini bisa mengakibatkan seseorang jatuh/kepleset dalam melakukan analisis yang kritis. Kelemahan yang ditemukan adalah menggunakan intuitif akan mengalami gagasan-gagasan yang tidak konsisten sehingga membuat asimilasi yang benar untuk memunculkan prinsip yang mustahil. Profesor yang terpelajar menyebutkan pada awal bab adalah benar untuk berhati-hati dalam  membuat keputusan intuitif nya sampai ia telah mengujinya secara analitis.
Contoh yang nyata tentang bilangan. Bilangan yang ada pertama kali adalah bilangan asli. Sifat-sifat himpunan dari obyek diskrit ( dan juga terbilang)  dan metode untuk menjumlahkan dan mengurangi, mengalikan, membagi, dikembangkan selama berabad-abad, diajarkan pada dekade pertama demikian juga untuk anak-anak sesuai budaya mereka sendiri. Kemudian berkembang 'pecahan', 'bilangan negatif’, dan aturan yang diberikan sebagai cara yang benar untuk menambahkan dan mengurangi, mengalikan dan membagi.
Bagaimana gagasan tentang bilangan dapat digeneralisasikan dengan baik melalui langkah-langkah dari bilangan pecah, bilangan bulat, bilangan rasional dan seterusnya? Suatu jawaban terperinci disampaikan sebelumnya tetapi patutlah kiranya diadakan peninjaun pendahuluan. kita harus merumuskan sifat-sifat formal dari sistem bilangan asli. Dengan sistem bilangan asli kita mengartikan himpunan bilangan asli (terbilang), bersama-sama dengan operasi penambahan dan perkalian, sehingga setiap dua anggota dari himpunan dapat dikombinasikan (dalam satu cara atau cara lain) untuk mendapatkan anggota lain dalam himpunan. Dengan sifat-sifat formal maksudnya sifat-sifat yang tidak tergantung pada contoh yang kita pilih. Maka 12 + 9 = 21 dan 12 x 9 = 108 bukanlah sifat-sifat formal; tetapi 12 + 9 = 9 +12 dan 12 x 9= 9 x 12, meskipun tidak dinyatakan secara umum. Lima sifat formal dari sistem bilangan adalah:
                        a + b = b + a
a x b = b x a
a + (b + c) = (a + b) + c
a x (b x c) = (a x b) x c
a x (b + c) = (a x b) + (a x c)
di mana a, b dan c adalah bilangan asli
Meskipun demikian sistem bilangan terbilang (bilangan asli) kita adalah terbatas. Dengan bantuan unit-unit sistem ini dapat diperluas sehingga memungkinkan pengukuran objek selanjutnya; tetapi bilangan-bilangan yang ada tidak termasuk semua yang kita butuhkan dengan ukuran kurang dari satu unit. Sehingga diperkenalkan bilangan yang baru, berhubungan dengan satuan yang pecah. Tetapi terlalu dini untuk menyebut bilangan-bilangan sebelum kita menggeneralisasikan skema 'sistem bilangan', kita harus memenuhi syarat kegunaan dan konsistensi.
Yang dimaksud  dengan konsistensi adalah kita harus menciptakan cara-cara : menambah dan mengalikan entity baru yang  mempunyai 5 sifat formal yang sudah ditulis. Kegunaan berati bahwa hasil-hasil dari manipulasi tadi harus memberi tahu kita sesuatu yang kita perlu tahu sehubungan dengan obyek-obyek yang ditunjukkan dengan entities. Semua kebutuhan ini dipenuhi dengan membuat  asimilasi dari sistem bilangan baru untuk keberadaan dan menggunakan skema yang bagus.
Penggunaan yang sama untuk pengembangan dari bilangan bulat positif dan negatif, bilangan rasional (yang biasanya diidentifikasikan dengan bilangan pecah), bilangan riil ( meliputi irrasional seperti √2, π). Sampai di sini kita terkait dengan prosesnya bukan  hasilnya,
dan aktivitas refleksi pada sifat formal dari skema yang merupakan bagian dari proses generalisasi matematis, yang merupakan aktivitas paling maju dari kecerdasan/inteligensi reflektif.
Jika intelegensi yang nomor 2 yaitu reflektif merupakan sesuatu yang sangat penting dalam level pemikiran matematis maka yang menjadi pertanyaan pada usia berapa kemampuan itu muncul. Untuk menjawab pertanyaan ini kita merujuk pada pendapat Piaget yang mengatakan bahwa anak mampu mengembangkan kemampuan refleksi atas isi pada umur 7 – 11. Pada usia itu mereka mampu mengkrongkritkan gagasan-gagasan dalam bebagai cara seperti misalnya memutar balik sebuah pekerjaan meski dalam imajinasi, kemudian kembali pada awal pekerjaan, merunut lagi ke rantai yang paling awal. Pada usia itu mereka bisa mengetahui bentuk dari sebuah argumen secara independen terhadap sebuah pekerjaan hingga dia dewasa. Demikian pula mereka akan mendapati bahwa anak yang lebih muda tidak mampu membuat argumentasi terhadap hipotesis apabila hipotesis bertolak belakang dengan pengalamannya selama ini.
Suatu hipotesis yang masuk akal pada saat ini adalah bahwa pada situasi yang manapun yang penting, seorang pelajar dapat merumuskan gagasannya secara tegas, dan meyakinkannya dengan menunjukkan penurunannya secara logis dari  lainnya  dan gagasan yang berlaku umum, akan berlatih sehingga mengembangkan kemampuan refleksi pada schemata seseorang. Dengan kata lain, diskusi dan argumentasi bermanfaat untuk belajar.
Mereka yang sudah mencoba pada umumnya setuju bahwa berusaha untuk mengajar suatu topik menggunakan tekanan kuat untuk memperjelas cara berpikir. Suatu eksperimen sederhana telah memberikan dukungan pada  pandangan ini . Dua kelas paralel anak-anak lelaki sekolah menengah yang usianya sekitar 14, mempelajari topik berbeda dari para guru matematika tetap mereka masing-masing kelas diberi suatu test pada topik yang telah diajarkan, dan dibagi menjadi dua yang sama. Yang satu bagian mempelajari yang mereka ketahui kemudian mengajarkannya pada temannya di kelas yang lain, sementara bagian yang lain mempergunakan waktu yang sama untuk praktek di topik yang sama lebih lanjut. Anak anak laki-laki yang beraksi sebagai guru berpikir bahwa para murid mereka akan diuji pada yang telah mereka pelajari. Pada akhir eksperimen mereka semua diuji ulang pada topik yang telah mereka pelajari selama eksperimen. Hasilnya dengan jelas menunjukkan keunggulan kelas yang pertama.
Komunikasi muncul sebagai salah satu dari pengaruh yang menyenangkan pada perkembangan intelegensi reflektif. Salah satunya adalah untuk menghubungkan gagasan dengan lambang; ini akan dipertimbangkan lebih jauh pada bab yang berikutnya. Yang lain adalah interaksi dari gagasan seseorang dengan orang lain. Diskusi intelektual memaksa seseorang  untuk memperjelas gagasan dalam pikirannya sendiri, untuk menyatakan gagasannya tidak dalam keadaan salah mengerti, untuk menyatakan hubungan mereka dengan gagasan lain; dan juga, untuk memodifikasi mereka yang disisi lain kelemahannya ditemukan, berakhir dengan suatu struktur lebih kompak daripada sebelumnya. Tidak merasakan diserang pribadinya, terluka, atau dikalahkan ketika skema seseorang ditunjukkan  mempunyai ketidaktepatan atau ketidak ajegan. Ini merupakan aspek lain dari status reflektif. Ini juga sangat bergantung pada situasi hubungan antar pribadi; suatu aspek yang akan dibahas di Bab 7. Pertimbangan yang terakhir menyatakan bahwa hubungan dengan para guru mungkin merupakan ingatan jangka panjang yang penting (great long-term importance) dalam pengembangan inteligensi reflektif.
Suatu keberatan di sini. Diskusi yang terdahulu harus cukup luas membawa implikasi perseorangan ada ' pada taraf intuitif', ' mampu berpikir reflektif pada mengkombinasikan isi dan format ', ' mampu untuk berfikir formal', secara umum, jika ia ada di langkah sehubungan dengan topik A, ia ada di langkah yang sama sehubungan dengan topik B. Tetapi mungkin seperti kasus kita semua, barangkali lebih cepat dibanding pertumbuhan anak, melalui langkah-langkah yang sama dalam setiap topik baru yang kita hadapi yaitu gaya berfikir yang tersedia sebagian fungsi dari derajat tingkat yang konsepnya  telah dikembangkan dalam sistem yang utama. Seseorang dapat dengan susah diharapkan untuk menrefleksikan pada konsep yang belum dibentuk, bagaimanapun sistem reflektif seseorang  dibangun dengan baik. Sehingga 'intuitif sebelum reflektif'  mungkin secara parsial benar untuk bidang studi matematika. Riset lebih lanjut   diperlukan di sini.
Walaupun kita mengetahui relatif sedikit tentang faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kecerdasan/inteligensi reflektif secara umum, dari sesuatu kita dapat yakin : bahwa hal ini relatif terlambat datang. Kita dapat mempelajari matematika di tingkat intuitif sebelum kita mendapat fungsi pada tingkat reflektif. Dan ini sendiri berakibat penting untuk mempelajari matematika. Sementara seorang pelajar masih di tingkat intuitif  dia lebih tergantung pada materi yang diperkenalkan kepadanya. Jika konsep baru ditemui terlalu jauh dari skemanya yang ada mungkin ia tidak mampu untuk menerima; terutama sekali karena derajat tingkat akomodasi yang mungkin pada tingkatan yang intuitif adalah lebih kecil daripada yang dapat dicapai dengan reflektif.
Maka di dalam langkah-langkah yang lebih awal, analisa konseptual oleh guru harus digunakan sebagai suatu dasar untuk membuat suatu rencana yang cermat, yaitu pelajar dapat mempersatukan kembali struktur di dalam pikirannya. Ini adalah kasus apakah pelajaran secara langsung diambil dari seorang guru, atau secara tidak langsung dari sebuah buku. Situasi yang lebih menguntungkan yaitu pertanyaan-pertanyaan dapat diajukan, penjelasan diberikan; dan memberi keuntungan yang lebih besar, bahwa seorang guru yang peka dapat mengetahui titik-titik pertumbuhan skema para pelajar, dan memberi materi pada saat yang tepat. Fleksibilitas pendekatan ini memerlukan juga suatu penguasaan materi yang lebih baik yang kemudian membuat persiapan perencanaan yang baik.
Sumbangan terakhir dari guru yang baik adalah mengurangi ketergantungan pelajar padanya. Sebagai guru matematika yang baik, harus memberi kebebasan. Seseorang mampu menganalisa sendiri materi baru, dia dapat mencocokkannya dengan  skemanya sendiri; dengan jalan yang paling berarti untuknya; mungkin atau tidak mungkin menjadi jalan yang seharusnya.
Maka guru matematika mempunyai tiga tugas ganda. Dia harus  menguasai materi matematika untuk mengembangkan skema matematika para pelajar, dia juga harus menguasai cara menyajikan untuk mengarahkan cara berpikir (intuitif dan penalaran kongkrit saja, atau intuitif, penalaran kongkrit dan juga cara berfikir formal) sehingga muridnya mampu; dan akhirnya dia harus meningkatkan secara bertahap kemampuan analitik mereka pada tingkatan dimana mereka tidak tergantung pada guru untuk mencerna materi yang diberikan.
Meskipun kita mempunyai beberapa alasan mengenai bagaimana perkembangan terakhir yang mungkin dianjurkan, pengetahuan kita pada daerah ini jauh dari lengkap. Keistimewaannya, sebagaimana yang lain, guru terbaik adalah yang selalu membuat pelajarnya aktif.
 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar