Rabu, 27 Januari 2016

Makalah : pendekatan problem posing berlatar cooperative learning dalam meningkatkan aktivitas belajar matematika




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan disiplin ilmu yang mempunyai sifat khas. Salah satu kekhasannya adalah bersifat abstrak, karena kekhasannya tersebut sering sekali matematika dikeluhkan sebagai materi yang sulit. Matematika juga merupakan ilmu pengetahuan yang memberikan andil yang sangat besar dalam kemajuan bangsa. Mengingat peranan matematika yang penting itu, maka siswa dituntut untuk menguasai pelajaran matematika secara tuntas disetiap satuan dan jenjang pendidikan.
Untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah, berbagai usaha dan upaya yang telah dilakukan seperti penambahan jumlah buku pelajaran, penyempurnaan kurikulum, penataran guru-guru bidang studi, penambahan sarana dan prasarana untuk kegiatan belajar mengajar dan pemantapan proses belajar mengajar. Kenyataan sekarang masih banyak guru di sekolah-sekolah yang masih menggunakan atau terpusat pada satu metode pembelajaran saja. Dalam proses belajar mengajar khususnya matematika, masih bersifat konvensional dengan hanya mendengar ceramah dari guru, serta dominasi guru dalam proses belajar mengajar sehingga sebagian siswa menjadi cepat bosan atau malas mengikuti materi pelajaran, serta siswa cenderung bersifat fasif.
Selain itu, permasalahan lain dalam kegiatan belajar mengajar menurut Arikunto (1990), anak yang memiliki rasa ingin tahu yang besar biasanya dipandang merepotkan guru karena selalu mengajukan pertanyaan yang dapat menyebabkan waktu untuk melaukan sesuatu  atau untuk melanjutkan pelajaran tersita, juga guru merasa takut jika tidak mmpu menjawab pertanyaan siswa, sehingga dapat menurunkan martabat guru tersebut. Akibatnya dalam mengikuti pembelajaran anak enggan atau malas bertanya, meskipun belum mengerti materi yang diberikan. Rasa ingin tahu siswa semakin menurun dan berdampak pada rendahnya motivasi dan prestasi belajar siswa.               
Agar siswa termotivasi untuk belajar mandiri, maka rasa ingin tahu siswa perlu dikembangkan dan dibangkitkan. Tugas seorang guru di sekolah hanyalah memberikan jalan kepada siswa agar mampu belajar mandiri (Sumardi : 1999) Pendekatan problem posing dalam pembelajaran dapat melatih siswa untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan atau soal-soal yang berkaitan dengan materi yang dipelajari.
Menurut Moses (1993), ketika siswa diminta menjawab pertanyaan atau soal yang diajukan oleh guru, akan ditemukan tingkat kecemasan yang tinggi dalam diri siswa. Ini disebabkan siswa meras takut salah atau menganggap idenya tidak cukup bagus. Dalam pembelajaran yang menerapkan pendekatan problem posing, perasaan tersebut dapat teratasi. Siswa dituntut untuk menajukan masalah atau pertanyaan sesuai minat mereka dan memikirkan cara penyelesaiannya. Perhatian dan komonikasi dalam pembelajaran, siswa melalui pendekatan problem posing akan lebih baik karena pertanyaan atau soal yang berkualitas hanya mungkin dapat diajukan dan diselesaikan oleh siswa yang mempunyai perhatian yang sungguh-sungguh terhadap pelajaran (Hamzah, 2002).
Belajar merupakan suatu kegiatan kreatif. Belajar bukan berarti hanya menyerap tetapi juga mengkonstruk pengetahuan. Belajar matematika akan optimal jika siswa terlibat secara aktif dan bukan hanya strategi penyelesaian, tetapi juga masalah yang membutuhkan strategi tersebut. National Council of Teacher of Matematics (NCTM) (dalam Silver, 1996) menganjurkan memberi kesempatan kepada siswa untuk menyelidiki dan membuat soal /pertanyaan berdasarkan suatu situasi yang diberikan.
Menurut Hamzah (2003), problem posing dapat dilakukan secara individu atau klasical (classical), berpasangan (in pairs), atau secara berkelompok (groups). Masalah atau soal yang diajukan oleh siswa secara individu tidak memuat intervensi dari siswa lain. Soal yang diajukan tanpa terlebih dahulu ditanggapi oleh siswa lain. Hal ini dapat mengakibatkan soal kurang berkembang atau kandungan informasinya kurang lengkap. Soal yang diajukan secara berpasangan dapat lebih berbobot dibanding soal yang diajukan secara individu, dengan syarat terjadi kolaborasi diantara kedua siswa yang berpasangan tersebut. Jika soal dirumuskan oleh suatu kelompok kecil (tim), maka kualitasnya akan lebih tinggi baik dari aspek tingkat keterselesaian maupun kandungan informasinya.
Kerja sama antar siswa dalam menyelesaikan soal dapat memacu kreativitas serta saling melengkapi kekurangan mereka. Kesulitan dalam menyelesaikan tugas pengajuan soal (problem posing) berdasarkan masalah, mereka akan bekerja sama dengan temannya. Ini mengidentifikasikan bahwa hasil pembelajaran dengan pendekatan problem possing dapat optimal jika siswa bekerja sama dalam suatu kelompok sebagai suatu tim.
Dari hasil penglihatan saya, disetiap satuan dan jenjang pendidikan bahwa “Pelajaran Matematika dirasakan sangat sulit dikerjakan oleh siswa dan menjadi pelajaran yang kurang menyenangkan bagi siswa. Dan siswa merasa ketakutan ketika menyampaikan ide, gagasan dan menyampaikan pertanyaan pada guru ketika kegiatan belajar mengajar berlangsung. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka penulis bermaksud untuk menerapkan suatu metode atau pendekatan yang dapat membuat siswa lebih senang belajar matematika dengan tidak membebani siswa maka pendekatan yang digunakan untuk itu adalah pendekatan problem posing berlatar cooperative learning.
B.  Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah pada tulisan ini adalah sebagai berikut:
  1. Bagaimana bentuk pendekatan problem posing berlatar cooperative learning dalam penerapannya di dalam kelas ?
  2. Bagaimana mengklasifikasi jawaban siswa dengan pendekatan problem posing berlatar  cooperative learning dalam pemebelajaran matematika ?
3.      Bagaimana pedoman penilaian problem posing berlatar cooperative learning dalam pembelajaran matematika ?


C.    Tujuan dan Manfaat Penulisan
Adapun tujuan dan manfaat penulisan pada tulisan ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui bentuk pendekatan problem posing berlatar cooperative learning dalam penerapannya dalam kelas.
2.      Untuk mengetahui klasifikasi jawaban siswa dengan pendekatan problem posing berlatar  cooperative learning dalam pembelajaran matematika.
3.      Untuk mengetahui pedoman penilaian problem posing berlatar cooperative learning  dalam pembelajaran matematika.

BAB II
KAJIAN TEORI


A.    Problem Posing
1.      Defenisi Problem Posing
Secara harfiah, problem posing bermakna mengajukan soal atau mengajukan masalah. Silver (1996) mengemukakan The term problem posing has been used to refer both to the generation of new problems and to the reformalution of given problems.
Menurut Suryanto (Siswono,1999) problem posing mempunyai beberapa arti yaitu :
  1. Problem posing adalah perumusan soal sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana dan dapat dikuasai atau dipahami. Hal ini terjadi dalam pemecahan soal-soal yang rumit, dengan pengertian bahwa problem posing merupaka salah satu langka dalam menyusun rencana pemecahan masalah.
  2. Problem posing adalah perumusan soal yang yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang telah dipecahkan dalam rangka pencarian alternatif pemecahan atau alternatif soal yang relevan.
  3. Problem posing adalah perumusan soal atau pembentukan soal dari suatu situasi yang tersedia, baik dilakukan sebelum, ketika atau setelah pemecahan soal atau masalah.

Silver (1996) mengemukakan istilah problem possing yang diaplikasikan pada tiga bentuk aktivitas kognitif matematika yang berbeda, yaitu :
  1. Presolution posing, yaitu seorang siswa menghasilkan soal yang berasal dari situasi atau stimulus yang disajikan atau diberikan.
  2. Within-solution posing, yaitu seorang siswa merumuskan kembali soal seperti yang sedang diselesaikan.
  3. Postsolution posing, yaitu seorang siswa memodifikasi tujuan atau kondisi soal yang sudah dipecahkan untuk menghasilkan soal baru.

Dalam proses pembelajaran matematika, problem posing dapat dipandang sebagai pendekatan atau tujuan (Hamzah ; 2003). Sebagai suatu pendekatan, problem posing berkaitan dengan kemampuan guru memotivasi siswa melalui perumusan situasi yang menantang sehingga siswa dapat mengajukan pertanyaan matematika yang dapat diselesaikan dan berakibat pada kemampuan mereka untuk memecahkan masalah. Sebagai suatu tujuan, problem posing berhubungan dengan kompleksitas dan kualitas masalah matematika yang diajukan siswa.
Problem posing yang dimaksud dalam tulisan ini adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan cara memberi tugas kepada siswa untuk menyusun atau membuat soal berdasarkan situasi yang tersedia dan mnyelesaikan soal itu. Situasi dapat berupa gambar, cerita, informasi lain yang berkaitan dengan materi pelajaran. Ketika membuat soal (problem posing) berdasarkan situasi yang tersedia, siswa terlibat secara aktif dalam belajar. Situasi yang diberikan dibuat sedemikian sehingga berkaitan dengan pengetahuan yang dimiliki siswa. Situasi diproses dalam benak siswa melalui proses asimilasi dan akomodasi sehingga dihasilkan suatu skemata baru yang didasarkan pada skemata lama. Selanjutnya siswa akan mebuat soal sesuai dengan pengetahuan dan pengalamannya. Pengetahuan tentang bagaimana memahami soal, secara tidak langsung, terinternalisasi dalam proses pembuatan soal yang dijalani siswa.
B.     Cooperative Learning
1.      Defenisi Cooperative Learning
Cooperative learning atau Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama, yakni kerjasama antar siswa dalam kelompok kecil untuk mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan.
Tujuan pembelajaran kooperatif adalah untuk membangkitkan interaksi yang efektif diantara anggota kelompok melalui diskusi. Dalam hal ini sebagian besar aktifitas pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran, berdiskusi untuk memecahkan masalah (tugas). Dengan interaksi yang efektif dimungkinkan semua anggota kelompok dapat menguasai materi pada tingkat yang relatif sejajar.
C.    Problem Posing Berlatar Cooperative  Learning
Pendekatan problem posing berlatar pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dengan menggunakan sintaks kooperatif yang disisipi dengan problem posing. Proses pembelajaran kooperatif yang disisipi dengan pendekatan problem posing dimulai dengan membagi siswa menjadi beberapa kelompok-kelompok kecil (3-5 siswa perkelompok). Setiap kelompok ditempatkan di dalam kelas sedemikian rupa sehingga antara anggota kelompok dapat belajar dan berdiskusi dengan baik tanpa mengganggu kelompok yang lain.
Guru membagi materi pelajaran, baik berupa lembar kerja siswa, buku maupun  penugasan. Selanjutnya guru menjelaskan tujuan belajar yang ingin dicapai dan memberikan pengarahan tentang materi yang harus dipelajari dan permasalahan-permasalahan yang harus diselesaikan. Siswa secara sendiri-sendiri mempelajari materi pelajaran, dan jika ada kesulitan mereka saling berinteraksi dan berdiskusi dengan teman-teman dalam kelompoknya.
Untuk penugasan materi pelajaran atau menyelesaikan tugas-tugas yang telah ditentukan yang ada kaitannya dengan materi yang dipelajari, setiap siswa dalam kelompok ikut bertanggung jawab secara bersama, yakni dengan cara berdiskusi, saling bertukar ide, pengetahuan dan pengalaman demi tercapainya tujuan pembelajaran secara bersama-sama.




BAB III
PEMBAHASAN

A.  Bentuk Pendekatan Problem Posing Berlatar Cooperative  Learning
Model pendekatan  problem posing berlatar cooperative learning terdiri atas enam langka utama/fase, yaitu dimulai dengan langka guru menyampaikan tujuan pelajaran dan diakhiri dengan langka memberi penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu. Adapun langka-langka atau fase pendekatan  problem posing berlatar cooperative learning adalah, sebagai berikut :
Tabel 1. Sintaks Pendekatan  Problem Posing Berlatar Cooperative Learning
Fase ke-
Indikator
Tingka Laku Guru
1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa dalam belajar.
2
Menyajikan informasi
Guru menyampaikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
3
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar (cooperative learning)
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya memembentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar dengan pendekatan  Problem Posing
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan  tugas dengan pendekatan Problem Posing.
5
Evaluasi
Guru mengevalusi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempersentasikan hasil kerjanya.
6
Memberikan penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai upaya atau hasil kerja siswa baik berkelompok maupun individu.
           
Siswa yang telah dibagi dalam setiap kelompok-kelompok kecil diharapkan agar saling membantu memahami dan menyelesaikan tugas. Problem posing disisipkan pada fase 4 dan fase 5 dari sintaks pembelajaran kooperatif, yaitu setelah siswa mempelajari materi. Problem posing belum diberikan pada fase 2, karena pada fase tersebut siswa hanya menerima informasi yang bersifat umum dari guru mengenai materi pelajaran. Informasi itu belum cukup memadai untuk mengkonstruk soal. Pada fase 4 siswa diberi tugas membuat soal berdasarkan situasi yang disediakan dalam menyelesaikan soal tersebut. Tugas tersebut diselesaikan dengan berkelompok.
Pada fase 5, hasil kerja kelompok dipersentasikan dan ditanggapi oleh kelompok lain, Selanjutnya siswa mengerjakan kuis secara individual. Setiap siswa diminta membuat satu soal berdasarkan situasi yang diberikan dan kemudian menyelesaikan soal tersebut. Pembatasan satu soal dilakukan untuk memudahkan guru dalam proses penilaian.
Pada fase 6, guru melakukan proses penilaian untuk menentukan jenis penghargaan yang diterima oleh kelompok yang paling bagus. Kuis yang dikerjakan siswa diberi skor oleh guru.
Dalam pembelajaran ini perlu adanya rencana pembelajaran. Rencana Pembelajaran adalah skenario mengajar berisi hal-hal yang perlu atau harus dilakukan oleh guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Komponen dalam Rencana Pembelajaran pada tulisan ini meliputi kompetensi dasar, hasil belajar yang diharapkan dicapai siswa setelah pembelajaran, indikator pencapaian hasil belajar, materi prasyarat, pengalaman belajar, dan skenario pembelajaran.
Standar kompetensi yang digunakan mengacu pada Kurikulum yang berlaku Indikator dalam Rencana Pembelajaran dijabarkan agar sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai dalam pembelajaran menggunakan pendekatan problem posing dengan latar pembelajaran kooperatif, yaitu siswa dapat membuat soal berdasarkan situasi yang disediakan dan menjawabnya.
Untuk menunjang proses pembelajaran, disusun pula kelengkapan pembelajaran berupa Buku Siswa, Lembar Kegiatan Siswa (LKS), dan Lembar Tes Individual (LTI). Buku siswa disusun sedemikian hingga dapat memotivasi siswa untuk aktif belajar dan berpikir, tidak hanya pasif menerima sajian yang tertera. Buku Siswa didominasi pertanyaan-pertanyaan, bukan penjelasan materi. Pola sajian ini bertujuan untuk mengarahkan siswa mengkonstruk sendiri pengetahuan mereka. Selain itu secara tidak langsung memberi contoh soal yang dapat diajukan siswa.
LKS dan LTI disusun dalam format problem posing yang terdiri atas 3 bagian, yaitu situasi, soal, dan jawaban. Pada bagian situasi disajikan gambar, cerita, atau informasi berkaitan dengan materi pelajaran. Berdasarkan situasi tersebut, siswa membuat soal dan menjawabnya.
1.         Kelebihan dan Kelemahan Problem Posing
Menurut Patahuddin (Siswono;1999) problem posing mempunyai beberapa kelebihan-kelebihan, antara lain :
  1. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencapai pemahaman yang lebih luas dan menganilisis secara lebih mendalam tentang suatu topik.
  2. Memotivasi siswa untuk belajar lebih lanjut.
  3. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan sikap kreatif, bertanggung jawab, dan mandiri.
  4. Pengetahuan akan lebih lama diingat siswa karena diperoleh dari hasil belajar atau hasil eksperimen yang berhubungan dengan minat mereka dan lebih terasa berguna untuk kehidupan mereka.
Sedangkan menurut Suharta (2000), problem posing merupakan salah satu cara untuk memperoleh kemajuan dan pembaharuan konsep atau pemecahan masalah. Selain itu, problem posing menjadi awal usaha intelektual yang berfungsi untuk merangsang pikiran, mendobrak wawasan yang kaku dan sempit, membuka cakrawala dan mencerdaskan.
Selain kelebihan-kelebihan tersebut, problem posing mempunyai kelemahan sebaimana diungkapkan Amerlin (1999), yaitu :
  1. Membutuhkan lebih banyak waktu bagi siswa untuk menyelesaikan tugas yang diberikan.
  2. Menyita lebih banyak waktu bagi pengajar, khususnya untuk mengoreksi tugas siswa.
  3. Siswa berkemampuan rendah tidak dapat menyelesaikan semua soal yang dibuatnya atau soal-soal yang dibuat oleh temannya yang memiliki kemampuan problem posing yang lebih tinggi.

2.      Petunjuk Pembelajaran Problem Posing terhadap Guru dan Siswa
Untuk lebih mengaktifkan siswa dalam pembelajaran matematika dengan problem posing, maka guru memiliki peran yang sangat penting dengan harus memikirkan dan membuat perencanaan secara seksama dalam meningkatkan aktivitas belajar siswa. Suryanto (1998) mengemukakan beberapa petunjuk pembelajaran dengan problem posing, yaitu :
a.       Petunjuk pembelajaran yang berkaitan dengan guru
1)      Guru hendaknya membiasakan merumuskan soal baru atau memperluas soal dari soal-soal yang ada dibuku pelajaran.
2)      Guru hendaknya menyediakan beberapa situasi yang berupa informasi tertulis, benda manipulatif, gambar, atau yang lainnya, kemudian guru melatih siswa merumuskan soal dengan situasi yang ada.
3)      Guru dapat menggunakan soal terbuka dalam tes.
4)      Guru memberikan contoh perumusan soal dengan beberapa taraf kesukaran baik kesulitan isi matematika maupun kesulitan bahasanya.
5)      Guru menyelenggarakan reciprocal teaching, yaitu pembelajaran yang berbentuk dialog antara guru dan siswa mengenai sebagian isi buku tes, yang dilaksanakan dengan mengglir siswa berperan sebagai guru.

b.      Petunjuk pembelajaran yang berkaitan dengan siswa
2)      Siswa dimotivasi untuk mengungkapkan pertanyaan sebanyak-banyaknya terhadap situasi yang diberikan.
3)      Siswa dibiasakan mengubah soal-soal yang ada menjadi  soal yang baru sebelum siswa menyelesaikan soal tersebut.
4)      Siswa dibiasakan untuk membuat soal-soal yang serupa atau sejenis setelah menyelesaikan soal tersebut.
5)      Siswa harus memberanikan diri dalam menyelesaikan soal-soal yang dirumuskan temannya sendiri
6)      Siswa dimotivasi menyelesaikan soal-soal non rutin.
3.      Contoh Aplikasi Problem Posing Berlatar Cooperative Learning
a.       Materi ajar Persegi Panjang pada Sekolah Menengah Pertama (SMP)
1)      Kegiatan Pembelajaran
a)      Pendahuluan
§  Apersepsi
Dengan tanya jawab peserta didik diajukan untuk mengingat pelajaran yang lalu
§  Memberikan motivasi peserta didik yang berkaitan dengan persegi panjang
§  Menyampaikan model pembelajaran yang akan digunakan yaitu pendekatan Problem posing berlatar cooperative learning
b)      Kegiatan Inti
§  Menunjukkan alat peraga berupa daerah persegi panjang dan menyampaikan informasi yang berkaitan dengan persegi panjang
§  Membagi peserta didik menjadi beberapa kelompok dengan beranggotakan 3 – 5 orang (cooperative learning)
§  Guru bersama peserta didik membahas tentang rumus keliling dan luas daerah persegi panjang
-          Jika bangun persegi panjang mempunyai panjang = p, lebar = l, dan keliling = K maka K = 2 (p + l)
-          Jika daerah persegi panjang mempunyai panjang = p, lebar = l dan luas = L maka L = p x l
§  Guru memberikan contoh soal yang dikembangkan dengan pembelajaran problem posing
Conto soal :
Lantai ruang tamu sebuah rumah berbentuk persegi panjang. Lantainya akan diberi karpet, ukuran lantai ruang tamu itu panjangnya 4 m dan lebar 3 m. Harga karpet 1 m2 adalah Rp. 25.000,- .
Ditanyakan :
1)      Berapa keliling lantai ruang tamu rumah tersebut ?
2)      Berapa luas lantai ruang tamu rumah tersebut ?
3)      Berapa luas karpet yang dibutuhkan untuk menutupi lantai ruang tamu tersebut ?
4)      Berapa jumlah uang yang akan dibayarkan untuk membeli karpet tersebut ?
Penyelesaian :
Diketahui        : Lantai ruang tamu berbentuk perseg panjang
                          Panjang         = 4 m
                          Lebar             = 3 m
                          Harga karpet = Rp. 25.000,-/1 m2
Jawab :
1)      K   = 2 (p + l)
= 2 (4 + 3)
= 2 x 4 + 2 x 3
= 14 m
                                    Jadi keliling lantai ruang tamu adalah 14 m
2)      L    = p x l
= 4 x 3
= 12 m2
Jadi luas lantai ruang tamu adalah 12 m2
3)      Luas karpet yang dibutuhkan sama dengan luas lantai ruang tamu yaitu 12 m2
4)      Uang yang harus dibayarkan
Luas karpet x harga karpet = 12 x Rp. 25.000,- = Rp. 300.000,-

§  Guru menyajikan soal yang berhubungan dengan persegi panjang dalam lembar masalah
Soal :
 

Gambar diatas adalah lantai suatu kamar yang berbentuk persegi panjang. Akan ditutup ubin persegi panjang, panjang kamar itu 18 ubin dan lebarnya adalah 14 ubin.
§  Peserta didik diminta untuk membuat soal yang mengarah pada penyelesaian (penerapan post solution posing)
§  Guru menunjuk salah satu kelompok untuk menunjukkan soal buatannya didepan kelas
§  Setiap kelompok mengerjakan soal yang telah dibuatnya
§  Guru memberi bantuan jika ada peserta didik yang mengalami kesulitan mengerjakan soal
§  Guru bersama peserta didik membahas soal
§  Guru meminta peserta didik untuk mengumpulkan soal yang telah dibuat
c)      Penutup
§  Guru memberikan penghargaan kepada kelompok berupa nilai, up loas atau hadiah yang memiliki pertanyaan dan penyelesain yang baik yang sesui dengan aturan klasifikasi problem posing berlatar cooperative learning
§  Guru memberikan PR
B.  Klasifikasi Jawaban Problem Posing Berlatar Cooperative  Learning
Jawaban yang diharapkan dari siswa pada pembelajaran kooperatif dengan menerapkan problem posing adalah jawaban yang terdiri atas soal yang dibuat oleh siswa berdasarkan situasi yang diberikan dan kemudian menyelesaikan soal-soal tersebut. Ditinjau dari aspek soal, Silver (1996) mengklasifikasikan soal yang dapat dibuat oleh siswa menjadi 3 jenis, yaitu pertanyaan matematika, pertanyaan non-matematika dan  pernyataan.
Pertanyaan matematika adalah pertanyaan yang mengandung masalah matematika dan mempunyai kaitan dengan informasi yang diberikan. Kemudian pertanyaan matematika kdapat diklasifikasikan atas pertanyaan matematika yang dapat diselesaikan dan pertanyaan matematika yang tidak dapat diselesaikan. Pertanyaan matematika yang tidak dapat diselesaikan adalah pertanyaan yang kekurangan informasi tertentu untuk menyelesaikan masalah atau pertanyaan tidak mempunyai kaitan atau hubungan dengan informasi yan diberikan. Suatu pertanyaan dapat diselesaikan jika pertanyaan tersebut memuat informasi yang cukup sehingga dapat diselesaikan. Menurut Hamzah (2003) mengklsifikasikan pertanyaan matematika terdiri atas pertanyaan yang memuat informasi baru  dengan pertanyaan yang tidak memuat informasi baru.
Contoh jika diberikan situasi sebagai berikut :
Ahmad membuat denah rumah. Panjang rumah Ahmad adalah 10 meter. Pada denah yang dibuat Ahmad, panjang rumahnya menjadi 10 centimeter.
      Soal     :  “Berapa luas rumah Ahmad ?“
Pertanyaan tersebut tergolong pertanyaan matematika yang tidak dapat diselesaikan, karena tidak memuat informasi mengenai lebar rumah Ahmad pada denah atau lebar rumah Ahmad yang sebenarnya. Padahal informasi ini diperlukan untuk dapat menghitung luas rumah Ahmad. Dengan situasi seperti diatas dapat pula dibuat soal seperti :
      Soal     : “Berapa skala denah rumah Ahmad ?“
Pertanyaan tersebut termasuk pertanyaan matematika yang dapat diselesaikan, tetapi tidak memuat informasi baru. Dengan membandingkan panjang rumah Ahmad yang sebenarnya dengan panjang rumah pada denah yang dibuat Ahmad, dapat ditentukan skala dari denah tersebut.
*      Soal        : “Jika lebar rumah Ahmad pada denah adalah 7 centimeter,   berapa luas rumah ahmad sebenarnya ?“
Pertanyaan tersebut termasuk pertanyaan matematika yang dapat diselesaikan dengan memuat informasi yang baru.

Pertanyaan matematika yang dapat diselesaikan ditinjau pula pada sintaksis dan semantiknya. Sintaksis berhubungan dengan tata bahsa, sedangkan semantik berhubungan dengan makna tata kata/kalimat. Berkaitan dengan sintaks dan semantiknya Siswono (1999) mengklasifikasikan soal siswa sebagai berikut :
1.      Susunan kalimat dalam soal yang dibuat siswa sesuai dengan tata bahasa Indonesia dengan maknanya yang jelas.
Contoh :
      Situasi       : Harga 3 kilogram gula pasir adalah Rp. 6.300,-
      Soal           : Tentukan harga 6 kilogram gula pasir ?
2.  Susunan kalimat dalam soal yang dibuat oleh siswa tidak sesuai dengan tata bahasa Indonesia, tetapi maknanya jelas.
Contoh :
      Situasi       : Harga 3 kilogram gula pasir adalah Rp. 6.300,-
      Soal           : Berapa harga jika saya membeli 5 kilogram gula pasir ?
3.  Susunan kalimat dalam soal yang dibuat oleh siswa tidak sesuai dengan tata bahasa Indonesia dan maknanya tidak jelas (tidak dapat ditangkap maksudnya).
Contoh :
Situasi   : Seorang peternak menyediakan rumput cukup untuk 15 ekor ternaknya selama 6 hari.
Soal           : Berapa banyak ikat rumput bila mempunyai 20 ekor sapi selama 5 hari ?




Pertanyaan non matematika adalah pertanyaan yang tidak mengandung masalah matematika.  Sedangkan pernyataan adalah hanya berupa konjektur, tidak mengandung kalimat maupun pertanyaan maupun perintah yang mengarah kepada matematika atau non matematika. Klasifikasi soal yang dibuat oleh siswa menurut Silver (1996) dapat digambarkan sebagai berikut :

Responses
Nonmath
Math
Statements
 



                                                                                            
Solvable
Nonsolvable
 



Semantic
Syntactic
  
C.  Perdoman Penilaian Problem Posing Berlatar Cooperative Learning
Untuk menganalis jawaban siswa, Siswono (1999) mengajukan 5 kriteria, yaitu :
  1. Dapat tidaknya soal dipecahkan.
  2. Kaitan soal dengan materi yang diajarkan.
  3. Penyelesaian soal yang dibuat oleh siswa.
  4. Struktur bahasa dan kalimat soal.
  5. Tingkat kesulitan soal.

Aturan penskoran dari jawaban yang diselesaikan oleh siswa melalui pendekatan problem posing berlatar cooperative learning adalah, sebagai berikut :
Tabel 2. Pedoman Penskoran melalui Pendekatan Problem Posing Berlatar Cooperative  Learning
Tahap
Kriteria Jawaban
Skor
1.
Soal
a.  Struktur bahasa soal
b.  Dapat diselesaikan dengan informasi yang ada
c.  Soal matematika berkaitan dengan materi pelajaran
d.  Tingkat kesulitan soal

  3         6 
        6
        6
 2     4    6
2.
Pembuatan model (rencana penyelesaian)
        6
3.
Penyelesaian model (pelaksanaan perencanaan)
        6
4.
Mengembalikan kemasalah/soal yang dicari
        6

Skor maksimum
       42

Aturan penskoran ;
1.      Bila jawaban tidak sesuai kriteria/salah, skornya 0.
2.   Struktur bahasa soal menggunakan kriteria :
a.  Bila susunan kalimat dalam soal yang dibuat siswa sesuai dengan tata bahasa Indonesia dan maknanya jelas, skornya 6.
b.  Bila susunan kalimat dalam soal yang dibuat oleh siswa tersebut tidak sesuai dengan tata bahasa Indonesia, tetapi maknanya masih dapat ditangkap, skornya 3.
c.   Bila susunan kalimat dalam soal yang dibuat oleh siswa tidak sesuai dengan tata bahasa Indonesia, dan maknanya tidak jelas (tidak dapat ditangkap maksudnya, skornya pada butir 5.
3.  Kriteria tingkat kesulitan soal. Soal dikatakan:
  1. Mudah, bila untuk menyelesaikannya hanya langsung menggunakan data yang ada tanpa mengolah dulu, langsung diterapkan, skornya 2.
  2. Sedang, bila untuk menyelesaikannya tidak hanya langsung menggunakan data yang ada, tetapi diolah terlebih dahulu atau ditambah data lain dan untuk menyelesaikannya menggunakan satu prosedur penyelesaian saja, skornya 4.
c.       Sulit, bila untuk menyelesaikannya tidak hanya menggunakan data yang ada, tetapi diolah lebih dahulu atau ditambah data/syarat lain dan untuk menyelesaikannya memerlukan beberapa prosedur penyelesaian, skornya 6.
4.      Bila siswa tidak melalui tahap 2, tetapi langsung pada tahap 3 dan benar,  tahap 2 diberi skor 6.
5.      Untuk soal yang tidak jelas, hanya pernyataan saja, atau tidak sesuai dengan situasi yang ada, aturan penskorannya:
a.       Bila ada penyelesaian, skornya 6.
b.      Bila tidak ada penyelesaian, skornya 3.
6.      Bila tugas tidak dikerjakan/diselesaikan, skornya 0.

Setelah siswa mempelajari materi secara berkelompok, setiap siswa mengerjakan kuis secara individual dan memperoleh skor kuis serta nilai perkembangan. Nilai perkembangan bergantung pada kemajuan yang dicapai siswa dengan memperhatikan skor kuis dan skor dasar siswa. Skor dasar siswa adalah rata-rata skor siswa yang bersangkutan untuk kuis-kuis terdahulu, dengan syarat materi yang diujikan pada kuis-kuis tersebut masih berada dalam satu topik. Jika belum pernah diadakan kuis untuk topik tersebut, maka skor dasar siswa adalah skor tes awal. Tabel berikut menyajikan pedoman penilaian perkembangan individu menurut Slavin (1995).
Tabel 3.  Pedoman Penilaian Perkembangan Individu
Skor Kuis
Nilai Perkembangan
Lebih dari 10 poin di bawah skor dasar
0
10 sampai 1 poin di bawah skor dasar
10
Skor dasar sampai 10 poin di atas skor dasar
20
Lebih dari 10 poin di atas skor dasar
30
Pekerjaan sempurna (tanpa memperhatikan skor dasar)
30

BAB IV
PENUTUP

A.  Kesimpulan                  
Pendekatan problem posing berlatar Cooperative  Learning adalah pembelajaran dengan menggunakan sintaks kooperatif yang disisipi dengan problem posing. Proses pembelajaran kooperatif yang disisipi dengan pendekatan problem posing dimulai dengan membagi siswa menjadi beberapa kelompok-kelompok kecil (3-5 siswa perkelompok). Setiap kelompok ditempatkan di dalam kelas sedemikian rupa sehingga antara anggota kelompok dapat belajar dan berdiskusi dengan baik tanpa mengganggu kelompok yang lain.
Jawaban yang diharapkan dari siswa pada pembelajaran kooperatif dengan menerapkan problem posing adalah jawaban yang terdiri atas soal yang dibuat oleh siswa berdasarkan situasi yang diberikan dan kemudian menyelesaikan soal-soal tersebut. Ditinjau dari aspek soal, soal yang dapat dibuat oleh siswa dibagi menjadi 3 jenis, yaitu pertanyaan matematika, pertanyaan non-matematika dan  pernyataan.
Untuk menganalis jawaban siswa dapat dibedakan dalam  5 kriteria, yaitu dapat tidaknya soal dipecahkan, kaitan soal dengan materi yang diajarkan, penyelesaian soal yang dibuat oleh siswa, struktur bahasa dan kalimat soal, dan tingkat kesulitan soal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar