Senin, 25 Januari 2016

psikologi matematika: faktor interpersonal dan emosi

Karya Skemp ini berbicara tentang bagaimana belajar matematika dengan pemahaman bukan  pada   pengajaran   walaupun   banyak manfaatnya pada tahap-tahap selanjutnya. Seringkali rasa tidak suka, kebingungan, dan keputus asaan dalam menghadapi matematika muncul. Oleh sebab itu perlu diuji apakah yang dipelajari itu  masih  relevan  atau tidak. Lain halnya dengan mereka yang  tidak  menyukai  matematika,  mereka tidak perlu bertanya tentang matematika atau mereka yang tidak mengharapkan suatu manfaat dari matematika. Tujuan bab ini adalah menjelaskan bahwa kesalahan pemahaman tersebut bukan karena mereka sendiri.  Tanggapan  ini  mungkin  menjadi  salah  satu faktor yang tepat untuk masalah non matematika yang mereka temui. Dan  bagi mereka yang mengingat matematika di sekolah  akan  menyadari  keberuntungan mereka, karena tidak mela kukan kesalahan sebelumnya. Pada bab sebelumnya khususnya bab 2 dan 3, penekanan permasalahan matematika adalah pada ketergantungan siswa terhadap pengajaran yang baik. Sedangkan uraian pada bab ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa kesalahan bukan pada mereka seutuhnya melainkan pada guru mereka sendiri, misalnya guru tersebut tidak dapat membangkitkan motivasi siswa selama proses pembelajaran matematika berlangsung.
Guru matematika mempunyai dua tugas penting dalam mengajarkan matematika, yaitu:
1.      Sebelum pembelajaran berlangsung guru harus menganalisis konsep materi yang akan disajikan kemudian membuat perencanaan dengan cermat untuk mengembangkan skema siswa pada tingkat akomodasi skema siswa.
2.      Ketika proses belajar mengajar berlangsung, guru bertanggung jawab untuk:
a.       Membimbing siswa dalam bekerja
b.      Menjelaskan dan mengoreksi kesalahan
c.       Memberikan variasi pengayaan
d.      Membangkitkan dan mempertahankan minat dan motivasi siswa
Dalam pembahasan ini istilah guru dibatasi pada guru yang mengajar secara langsung (atau mungkin tutor korespondensi) yang secara langsung dan terus menerus berkomuikasi dengan siswa. Kemudian, dalam bab ini akan dibahas interaksi antara guru dan siswa serta cara yang digunakan yang berdampak pada belajar matematika berdasar pada pemahaman.

Kriteria Kebenaran dalam matematika
Matematika memiliki banyak kesamaan dengan  ilmu  pengetahuan  alam; sedikit kesamaan dengan pelajaran bahasa  dan  pelajaran  seperti  sejarah, kesusasteraan Inggris. Akan tetapi matematika  berbeda  dengan  pengetahuan lain terutama dalam hal-hal tertentu.    Dalam ilmu  pengetahuan  alam,  kriteria  utama  dari  kebenaran  suatu pernyataan atau bagian dari suatu pekerjaan adalah eksperimen. Tidak  dapat disangkal, bahwa tidak semua eksperimen  dapat  dilakukan  atau  dibuktikan oleh siswa.    Tetapi pada prinsipnya, jika mereka bersedia menerima dan percaya bahwa suatu percobaan  akan  berhasil  jika  kondisi-kondisi  tertentu  dipenuhi, khususnya jika mereka mempunyai beberapa  skema  dasar,  berdasarkan  eksperimen dan observasi sendiri, para siswa ilmu pengetahuan alam mengembangkan pengetahuan mereka dalam situasi yang akrab, dimana daya pikat pokok adalah fakta dan tidak kepada wewenang guru.   
Hal ini berbeda dengan pelajaran  lain,  misalnya  bahasa  latin,  yang kebenaran terjemahan ditentukan oleh kewenangan guru; atau bahasa  Inggris yang hasil akhir tentang  baik  buruk  nya  suatu  karangan  terletak  pada wewenang guru atau penguji.  Pendapat  guru  tersebut  mungkin  berdasarkan catatan  hariannya,  juga  pada  wewenangnya  dan  bukan  pada  eksperimen. Akibatnya, tidak ada patokan tertentu yang berlaku untuk semua  guru;  dari guru yang lain mungkin hanya pendapat, bukan suatu verifikasi obyektif.      
Dimana posisi matematika dalam masalah ini? Pertanyaan ini  penting sebab tidak seorangpun dapat menyatakan dia salah atau kurang bagus. Tetapi siswa mungkin menerima penilaian itu dengan mudah jika ia dapat  memberikan bukti yang lebih tepat dari pada "sebab  aku  katakan  seperti  itu".  Lalu bagaimana  sebaiknya  kriteria  akhir  dari  suatu  kebenaran  kerja  dalam matematika; apakah penyelesaian suatu persamaan atau  bukti  dari  teorema, atau jawaban suatu masalah di dalam mekanika?      
Tentu saja dalam matematika murni, daya pikat utama  tidak  terletak pada eksperimen (bagaimana kita dapat  membuktikan  di  laboratorium  bahwa akar –1  bukan bilangan real?). Lalu apa  kaitannya  dengan  wewenang  guru (Jika siswa menjawab tidak tepat  hendaknya  guru  meminta  siswa  tersebut untuk mencek lagi  apakah  pekerjaannya  sudah  memuaskan  atau  belum?). Kriteria akhir dari  semua  cabang  matematika  adalah  konsistensi  dengan dirinya sendiri, konsistensi internal, atau dengan bagian dari sistem matematika yang  lebih  luas.  Konsistensi  ini  merupakan  kesepakatan  antara akhli-akhli matematika, antara guru dengan siswanya. Hal penting yang cukup mengejutkan bahwa pada tingkat dasar  sudah  tercapai  derajat  kesepakatan yang cukup tinggi. Selanjutnya, kriteria  ini  mengacu  pada  dapat  diterimanya  suatu kesepekatan yang mengatur hubungan antara guru dan siswa. Jika guru membuat kesalahan di papan tulis dan seorang siswa mengetahui hal itu,  guru  tidak mempunyai pilihan lain kecuali meralatnya. Guru  tunduk  pada  aturan  yang sama seperti siswanya, dan  tidak  ada  aturan  hirarki  kewenangan  tetapi aturan dari suatu struktur konsep secara  bersama-sama.  Dalam  matematika, mungkin lebih dari pelajaran lain, proses  belajar  tergantung  kesepakatan dan kesepakatan itu meletakkan  alasan yang murni.

Pencemoohan terhadap Kecerdasan
Siswa  tidak  perlu  menerima  apapun  yang  tidak   sesuai   dengan pendapatnya. Secara ideal ia mempunyai kewajiban  untuk  menolak.  Dan  ini merupakan hasil latihan kecerdasan dan bukan karena martabat, gaya  bicara ataupun kesewenang-wenangan, yang mengharuskan siswa  untuk  setuju  dengan perkataan  guru.  Mengajar  belajar  matematika  adalah  interaksi   antara kecerdasan, masing masing saling  menghargai.  Siswa  menghargai  kemampuan yang dimiliki guru dan berharap pengetahuannya sendiri menjadi baik juga.      
Anggap  bahwa  yang  ia  jumpai   bukan   suatu   kecerdasan,   atau materi-materi yang secara keseluruhan tidak dapat  dipahami,  tetapi  hanya merupakan rangkaian aturan tanpa arti; misalnya  siswa  haru  menyelesaikan suatu persamaan, "kumpulkan  semua x dalam satu ruas dan semua konstanta  di ruas lain dengan cara  merubah  tanda".  Petunjuk  seperti  ini  dilukiskan sebagai suatu tindakan pencemohan atau penghinaan terhadap kecerdasan.      
Istilah  "pencemoohan"  yang  digunakan  dalam  konteks  ini,   dalam pengertian sehari-hari dan  pengertian  medis,  berarti  merugikan  suatu organisme.  Usaha  untuk  memahami  sesuatu    meliputi   akomodasi   skema seseorang. Untuk  menjelaskan  bahwa  yang  dikomunikasikan  tidak  dapat dipahami, penerima mencoba mengakomodasikan  skemanya  ke  asimilasi  yang tidak berarti. Usaha ini sama artinya dengan merusak skema, dimana  pikiran diibaratkan sebagai tubuh yang terluka. Dalam hal ini  kita  dapat  melihat mengapa para siswa kurang antusias  terhadap  matematika,  walaupun   menunjukkan suatu perubahan yang  positif.  Upaya  yang  telah  dilakukan  dalam situasi seperti ini meskipun cukup tepat, namun kurang berarti sebab  salah satu misi pendidikan adalah mengembangkan   intelegensi.  Tentu  saja  bagi guru dipandang tidak berbahaya, karena dilakukan  tanpa  sadar,  dan  tidak mempengaruhi situasi akhir penerimaan.

Aturan-Aturan Tanpa Alasan
Pengajaran  seperti  di  atas  diibaratkan  seseorang  yang  belajar mengemudi, diberitahu jika  ia  ingin  istirahat  ia  harus  menekan  pedal kopling. "Mengapa ?" Untuk menjawab "mengapa"  diperlukan  dua  keterangan; pertama, mesin pembakaran tidak akan berhenti. Kedua, kopling merupkan alat yang dipasang untuk menghubung kan dan memutuskan mesin dari kotak gir.
Untuk membagi dengan 2/3, anda kalikan dengan 3/2,mengapa ? Pembaca diajak mencari dalam memorinya untuk menemukan, apakah  dia  pernah diberi suatu alasan yang baik untuk menjawab hal ini, atau kemungkinan lain untuk mencari suatu penjelasan dari seorang siswa dengan umur yang  sesuai, untuk menemukan, apakah dia telah menerima alasan-alasan  yang  baik  untuk masalah dimaksud.
6x - 3      = 7 + x
6x - x - 3 = 7          kumpulan x pada suatu ruas dengan memindahkan x ke ruas kiri dan mengubah tanda
6x - x      = 7 + 3    pindahkan (-3) ke ruas kanan dan ubah tandanya
5x           = 10        sederhanakan kedua ruas
 x            = 10/5     pindahkan 5 dan ubah tandanya
x             = 2


Jika yang diinginkan, agar siswa mampu menyelesaikan persamaan  jenis ini dengan cepat dan efisien, maka metode seperti ini cukup  memadai.  Akan tetapi, jika ada kepentingan lain dibutuhkan untuk memahami yang dikerjakan seseorang, maka metode ini tidak cukup. Dan  pemahaman  ini  tidak  sekedar prestise untuk membuat tugas lebih menyenangkan, melainkan suatu  keperluan agar mampu menyesuaikan pengetahuannya dengan situasi-situasi baru.

Dua Jenis Wewenang
Dalam mengembangkan pengetahuan, ide-ide prasyarat yang diperlukan untuk  pemahaman,  tidak  harus  tersedia  pada  siswa,  dan  apapun   yang dikomunikasikan hanya merupakan hal yang biasa dalam bentuk pernyataan, dan hal ini tidak akan diperlukan untuk  pertumbuhan  kecerdasan.  Penerimaan suatu aturan atau pernyataan tergantung pada penerimaan wewenang guru,  dan dilakukan  berda  sarkan  sifat  yang  sesuai  dengan  pemahaman  tersebut. Jelasnya, asimilasi dari materi yang bermakna,  tergantung  pada  kemampuan penerimaan  oleh  kecerdasan   siswa.   Kegiatan-kegiatan   tersebut   akan  menghasilkan  konsolidasi dan perluasan skema siswa.  
Istilah wewenang dalam konteks ini berkonotasi  umum,  seperti  wewenang seseorang  yang  harus  dihormati  dan  ditaati  berdasarkan  status   atau fungsinya. Akan tetapi wewenang juga bisa muncul  karena  pengetahuan  yang tinggi; dan ini sebaiknya jenis wewenang dari seorang guru. Akan tetapi  di sekolah (dimana kita pertama dan terakhir  kali  belajar  matematika),  ada kebimbangan dan konflik antara dua jenis wewenang tersebut.    
Jenis yang pertama erat hubungannya dengan penegakkan dan pemeliharaan disiplin, mengatur tingkah  laku  dan  kepatuhan  pada  instruksi-instruksi guru. Ini merupakan jenis disiplin yang sama  walaupun  lebih  ringan  dari yang diterapkan pada  militer. Tetapi  kita  membicarakan  juga  walaupun kurang umum tentang disiplin pada matematika, kimia, filsafat dll.    
Jika siswa mau diajak guru  berkumpul  untuk  belajar,  maka  hal  ini merupakan kemauannya, karena mereka ingin belajar dari guru.     Seorang  guru  harus  melatih  kedua  jenis  wewenang   tersebut   dan mempromosikan kedua  jenis  disiplin  itu.  Jika  dia  gagal  mengendalikan siswanya, yang mungkin tidak masuk sekolah  atas  kemauan  mereka  sendiri, maka dia hanya memiliki sedikit kesempatan untuk mengajar mereka.
Namun pada dasarnya dua peranan ini tidak hanya  berbeda, tetapi  juga bertentangan. Dalam keadaan tertentu, kedua peranan  itu  biasanya  dipisah kan. Pada suatu pertemuan  masyarakat  terpelajar,  wewenang  pertama  yang perlu dilatih oleh pimpinan rapat untuk mengatur  jalannya  rapat,  seperti menunjuk siapa yang harus berbicara,  mengontrol  agar  pertemuan  berjalan lancar. Tidak tepat bagi siapapun untuk  beraksi  menentang   wewenang  pim pinan rapat, tetapi sebaliknya juga setiap peserta mempunyai hak yang  sama untuk bertanya dan membicarakan ucapan pembicara sesuai kenyataan yang ada.
Penggabungan kedua fungsi ini  dalam  diri  seseorang  mungkin  perlu, walaupun patut disayangkan. Beberapa orang memandang  kuno  jika  siswa  se baiknya menerima peranan pengawasan guru,  sedangkan  untuk  belajar  untuk memahami suatu pokok persoalan dilakukan dengan  mengembangkan  pertanyaan- pertanyaan dan diskusi antara siswa dengan siswa  dan  antar  siswa  dengan guru. Biasanya suatu pemenuhan  yang  berdasarkan  modus  vivendi  dicapai, dimana  siswa  belajar  seberapa  jauh  guru  dalam   peranan   pertamanya, membolehkan bahkan mendorong mereka untuk mengekspresikan rasa tidak setuju padanya dalam peranannya yang kedua.   
Masalah-masalah  rumit  yang  berperanan  khususnya  dalam   matematika diberikan lebih dulu:  yaitu  untuk  keseluruhan  materi,  pengajaran  dan pembelajaran didasarkan pada alasan dan kesepakatan. Situasi menjadi kurang baik jika guru tidak  berhati-hati  dalam  memberikan  alasan  yang  tepat, karena (barangkali merupakan kesa lahan yang tidak  disengaja)  guru  tidak mengetahui hal tersebut. Kemudian (karena kekurangan analisis  konsep  yang memadai) dia tidak mengembangkan skema-skema  yang  dimiliki  siswa  dengan cara tertentu sehingga materi yang diperoleh mereka tidak  didasarkan  pada alasan yang tepat. Dalam kondisi seperti ini, belajar yang didasarkan  pada pemahaman akan macet, dan  digantikan  (jika  semua)  dengan  belajar  yang didasarkan pada keteraturan dan kepatuhan.

Manfaat dari Diskusi
Sejauh ini kita telah memusatkan perhatian pada hubungan antara guru dan siswa. Tetapi pembicaraan tentang hubungan antar siswa  juga  merupakan hal yang penting dalam proses belajar. Adanya  komunikasi  ide,  nampaknya membantu memperjelas kata-kata (atau simbol-simbol lain).  Kejelasan  suatu masalah yang diselesaikan  sebagian,  proses  perumusan  beberapa  masalah, pribadi atau akademis, untuk seorang pendengar  yang  berkemauan,  akhirnya sampai pada tahap suatu penyelesaian. Saya menemukan seorang  guru  yang  menggunakan  teknik  yang  menarik ketika  dalam  diskusi,  seorang  siswa  membuat  pernyataan  yang   salah. Tanggapan dari guru tadi  adalah  menyuruh  siswa  lain  untuk  menerangkan dimana letak kesalahan siswa pertama. Selanjut nya dia meminta kepada siswa tersebut untuk menjelaskan kepada  teman  sekelasnya  tentang  alasan  dari pernyataannya.  Hasil  yang  diharapkan  adalah,   apakah   dia   menemukan kesalahannya sendiri atau teman  sekelasnya  menemukan  sesuatu  yang  baru setelah diberi penjelasan.
Terdapat banyak hal yang perlu didiskusikan dari  pada  hanya  dipikir melulu. Diantaranya adalah interelasi  ide kita  dengan  ide–ide   lain, akomodasi  dari  skema  kita  dengan  skema  lain,  sehingga   kita   dapat  mengasimilasi ide-ide baru dan menjelaskan ide-ide  kita  kepada  orang lain, untuk  mendorong  terasimilasinya  ide  kita  dengan  skema  mereka. Keduanya  menuntut  persyaratan  yang  berbeda.  Yang  pertama   memerlukan fleksibilitas dan pikiran terbuka; yang terakhir menuntut  kemampuan  untuk melihat perbedaan antara skema seseorang dengan  skema  pelajar  itu,  agar kesenjangan  dapat  dijembatani.   Tetapi   jika   kita   dapat   menemukan ketergantungan ini maka skema kita sendiri bertambah  luas.  Lebih  penting lagi, sikap akan lebih fleksibel sehingga tumbuh sikap-sikap  terbuka  yang dapat menyokong pertumbuhan skema-skema selanjutnya.
Diskusi juga mendorong timbulnya ide baru. Salah satu faktor  penting adalah penyederhanaan kelompok ide-ide, sehingga ide dari  masing-masing kelompok  menjadi  sesuai.   Bayangkanlah,   suatu   teka   teki   menyusun potongan-potongan gambar dimana potongan  potongan  itu  didistribusi  pada beberapa  orang   yang  saling  tidak  mengetahui  miliknya  masing-masing. Masing-masing mungkin mampu melengkapi  bagian  dari  teka-teki  itu,  atau mungkin potongan-po tongan  tidak  dapat  dihubungkan.  Tetapi  sebarkanlah potongan potongan di atas meja sehingga semua orang dapat melihat  potongan potongan tersebut. Maka mereka tentu dapat bekerja sama untuk  menyesuaikan dan membentuk potongan tadi menjadi satu kesatuan yang berarti.
Pertukaran  ide  yang  baik  merupakan  salah  satu  manfaat  dalam berdiskusi.  Mendengar  pembicaraan  seseorang  (atau  membaca  tulisannya) mungkin  memunculkan  ide  baru  yang  tidak  akan  kita   ketahui   tanpa berkomunikasi. Kemudian pertukaran ide tersebut, hasilnya mungkin menjadi suatu interaksi yang kreatif yang dapat memberikan keterkaitan baru.


Sikap dalam berdikusi
Manfaat dari diskusi sangat tergantung pada persahabatan dan hubungan antar pribadi yang baik. Seperti kerelaan untuk bergiliran berpendapat, mendengarkan, memperhatikan sudut pandang orang lain. Jika dijumpai anggota kelompok yang tidak disukai, maka hal tersebut diatas tidak akan mungkin terjadi. Suatu kesalahan yang sering muncul dalam diskusi kelompok adalah memaksakan anggota kelompok menyesuaikan dengan cara berpikir kita atau mengisolasi diri dari teman-teman lain dalam kelompok tersebut.
Ini tidak berarti bahwa anggota kelompok harus setuju  dengan  semua idea yang  muncul.  Setiap  anggota  kelompok  boleh  tidak  setuju  dengan menempuh cara yang wajar, sesuai aturan  kelompok.  Artinya  mereka  setuju untuk mengadakan diskusi berdasarkan alasan  yang  masuk  akal,  dan  tidak berekasi secara berlebihan terhadap argumen  dari  teman  diskusinya.  Pada akhirnya, setiap anggota kelompok harus setuju dengan hasil akhir diskusi.

Guru Sebagai Pemimpin diskusi
Sikap yang seperti digambarkan di atas  merupakan  sikap  yang  sangat dewasa, setiap anggota belum tentu mampu bersikap seperti itu.  Banyak  manfaat yang diperoleh dalam kegiatan  ini;  anggota  kelompok  dapat  berlaku sedikit kreatif, walaupun secara individual terdapat  hal-hal  yang  kurang disetujui.     
Dalam kegiatan kelompok, terdapat beberapa hal yang belum  diketahui sepenuhnya diantaranya 2 (dua)  faktor  yang  menurut  Freud  adalah  faktor ukuran dan kepemimpinan. Berdasarkan pengalaman, kelompok yang  baik  adalah  kelompok  kecil yang  terdiri atas 2 sampai 5 atau 6 orang. Walaupun umumnya  30  sampai  40 merupakan  jumlah  kecil  untuk  suatu  kelas,  terdapat  pula  kecenderungan khususnya di sekolah dasar untuk bekerja secara individu atau bekerja dalam kelompok-kelompok kecil.
Dalam pengajaran tradisional, digunakan kelas yang  agak  besar,  yang memungkinkan seorang guru bersikap otoriter. Jika dia tidak  membentak  dan memberi perintah,  dia  sulit  menjalankan  fungsinya  sebagai  komunikator pengetahuan. Akan tetapi pada  dasarnya  kedua  peranan  ini  bertentangan, sebagaimana dijelaskan sebelumnya. 
Idealnya seorang guru  yang  baik  harus  berperan  seperti  seorang major dalam militer dan konduktor dari sebuah orkestra, yang sangat  bergati-hati  dalam memainkan  peranannya.  Untuk  menggabungkan  kedua  peranan   ini   dengan kemampuan akademis merupakan persoalan besar. Untuk meperlancar kegiatan belajar mengajar, guru mengontrol kelas dan harus berperan dengan baik. Jika dalam pengajaran  seorang siswa memberikan jawaban yang salah, guru menulis jawaban tersebut di papan tulis dan dengan mengajukan pertanyaan khusus yang mengarahkan seluruh siswa  (kelas)  untuk mencari jawaban lain yang benar. Dengan cara  ini,  siswa  terutama  wanita yang menjawab salah tidak merasa karena kesalahan yang dibuatnya. Dengan cara ini guru dapat menciptakan kebersamaan  kelompok  ketika separuh dari kelas memahami persoalan sedangkan sisanya belum. Mereka  yang benar-benar  mengerti,  terlihat  pada  wajah  mereka  kepuasan  memperoleh wawasan yang baru; tetapi juga mereka akan sungguh-sungguh mencoba membantu temannya yang mengalami kesulitan. Jika setiap siswa sudah  mengerti,  maka terciptalah suasana santai dan perasaan puas. Penanganan kelas yang dilakukan  guru  ini  sangat  menarik  perhatian Skemp sehingga dalam suatu pertemuan dengan guru tersebut dia meminta untuk dijelaskan bagaimana hal itu dapat dilakukan oleh  guru  tersebut.  Setelah beberapa menit, jelaslah bahwa  guru  tersebut  tidak  menyadari  apa  yang dilakukannya. Kemampuam guru tersebut dalam memimpin (mengatur) kelompoknya difungsikan pada tingkat intuitif dan tidak pada tingkat reflektif.
Tidak hanya diantara mereka yang mengerti tentang matematika,  sedikit saja yang mengkomunikasikannya,  mereka  juga  merupakan  pemimpin-pemimpin kelompok, namun  jarang  mereka  dapat  mengkomunikasikan  kemampuan  yang terakhir ini.

Kecemasan dan aktivitas mental yang tinggi
Alasan lain mengapa hubungan antar pribadi yang  baik  sangat  penting dalam memahami matematika ialah  karena  kecemasan  diri  meningkat  secara subyektif dan sulit dipahami. Siswa diberikan  beberapa  penjelasan  secara terperinci, hanya beberapa yang akan mampu memahaminya, tetapi yang lainnya tidak. Jika mereka yang tidak memahami merasa cemas pada kegagalan,  mereka tidak akan ragu untuk berusaha lebih ulet.  Tetapi  perasaan  terlalu  cemas bisa merusak diri sendiri, akan mengurangi keefektifan usaha. Makin tinggi kecemasan, siswa akan lebih ulet mencoba, bila  tidak  mampu  mengerti  dia lebih cemas lagi. Kejadian semacam ini seperti lingkaran setan yang  dapat berlangsung jangka panjang maupun jangka pendek. Dapat juga diberi  beberapa  pengalaman yang berkaitan dengan belajar matematika dimana terjadi  kondisi kecemasan para siswa, kemudia dipelajari rangsangan terhadap kecemasan itu. Dalam pengalaman belajar itu, siswa lebih dulu menyelesaikan pelajaran yang telah dikuasai.
Terdapat  beberapa  argumentasi   yang   mendukung   bahwa   kecemasan mengurangi  atau  mungkin  dalam  keadaan  tertentu  mengurangi   efisiensi berpikir matematika.
Suatu prinsip yang dikenal dengan hukum Yerkes Dodson, yang  didasarkan pada eksperimen, diterima oleh ahli-ahli psikologi.  Hukun  ini  menyatakan bahwa tingkat motivasi  menurun  sejalan  dengan  kompleksitas  tugas  yang diberikan. Dengan kata lain, untuk tugas sederhana,  wujud  motivasi  lebih baik dan lebih kuat. Tetapi untuk  tugas  yang  lebih  kompleks  ini  hanya sampai satu titik tertentu. Mulai  dari  motivasi  nol,  yang  menghasilkan penampilan tidak berarti, peningkatan motivasi akan memperbaiki penampilan. Tetapi pada tingkat motivasi tertentu, peningkatan yang lebih lanjut  tidak menghasilkan perbaikan penampilan, malahan  menghasilkan  kemunduran.  Jika lebih kompleks tugas itu, maka makin rendah pula tingkat motivasi.
Motivasi adalah sesuatu yang agak rumit  untuk  dinilai  secara  tepat, walaupun biasanya berhubungan dengan penampilan.  Ini  disebabkan  motivasi merupakan bagian internal seseorang dan tidak dapat  langsung  diobservasi; sedangkan penampilan di pihak lain, merupakan  bagian  eksternal  seseorang dan  dapat  dinilai  secara  obyektif.  Untuk  menilai   motivasi   melalui eksperimen, kita harus menciptakan kondisi yang kita  anggap  akan  memberi motivasi tertentu pada subyek-subyek itu. Contohnya dalam satu  eksperimen, tikus-tikus digunakan sebagai bahan  eksperimen  untuk  memecahkan  masalah perbedaan di bawah air. Mereka dihadapkan pada dua pintu yang berbeda, yang satu  dikunci,  yang  lain  terbuka  menuju  ke  udara.  Tingkat   motivasi diubah-ubah dengan tetapi merendam mereka selama  0,  2,  4,  dan  8  detik sebelum mereka diijinkan untuk mulai. Tiga tingkat kesulitan yang  berbeda–beda  digunakan dan hasilnya disesuaikan dengan hukum Yerkes Dodsen.
Dapat dimengerti, terdapat lebih sedikit bukti dari eksperimen  seperti ini yang ada kaitannya dengan subyek  manusia.  Pembaca  bisa  menbayangkan dirinya sendiri dalam suatu  lapangan  (pertanian)  ketika  bertemu  dengan seekor sapi jantang yang melang kah maju ke arahnya dengan sikap mengancam. Pada saat makin dekat,  mungkin  pembaca  makin  panik,  mungkin  melompat, memanjat pintu gerbang. Andaikan sapi jantan  itu  merusak  pagar  tanaman, pembaca mungkin akan menyelamatkan diri ke mobil; maka dalam kondisi sangat panik, untuk menemukan kunci untuk membuka  mobil,  pembaca  mungkin  membutuhkan waktu yang relatif lama. Atau andaikata,  pembaca  harus  memecahkan suatu masalah, agar mudah melarikan diri,  seperti  percobaan  pada  tikus, pembaca mungkin membutuhkan waktu yang relatif lama untuk  menemukan  pintu keluar dibandingkan bila kondisi  tersebut dihadapi dalam keadaan santai.
Aktivitas mental yang lebih tinggi, pertama dipengaruhi  oleh  kecemasan situasi. Hal ini telah lama dikenal dalam militer.  Aksi–aksi    yang  harus dilakukan di bawah tekanan perang diajarkan sebagai kebiasaan yang dibentuk dengan keras, untuk ditampilkan secara otomatis, ketika harus  merencanakan strategi perang dan melaksanakan taktik. Banyak guru mengakui  bahwa  ujian merupakan situasi yang  menegangkan,  demikian  pula  melatih  siswa  dalam kegiatan rutin yang terorganisir.
Eksperimen yang dilakukan di atas didasarkan pada  hipotesis  bahwa  hal ini merupakan refleksi dari kecerdasan  (lihat  bab  4).  Satu  tugas  yang digunakan untuk menguji hipotesis ini  adalah tugas penyortiran  sederhana. Kartu-kartu yang disiapkan memiliki  satu, dua. tiga atau empat gambar yang sama pada masing-masing jenis. Gambar ini bisa berupa segiempat, lingkaran, palang, silang atau segitiga; dan  masing-masing  mungkin  berwarna  merah, hijau, kuning atau biru; gambar pada kartu yang sama warnanya  sama.  Empat kategori kartu disusu: satu segitiga merah,  dua  segiempat  hijau,  tiga palang silang kuning, empat lingkaran biru. Subyek diberi enam puluh kartu, kemudian disuruh untuk  menyortirnya berdasarkan kriteria dan kategori yang diinginkan. Sebagai contoh,sebuah kartu yang memiliki empat  palang  silang hijau akan  ditempatkan  pada  tumpukan  dua  dari  kiri  jika  kriterianya berdasar warna. Jika pemisahan menurut bentuk, kartu itu akan diletakkan di tumpukan tiga, jika menurut jumlah gambar, ditumpukan empat.
Jika kriteria yang sama digunakan seluruhnya, siswa  dapat  mengerjakan tugas itu dengan cepat dan efisien. Kemudian saat siswa  disuruh  menyortir kartu pertama menurut warna, kedua menurut bentuk, ketiga  menurut  ukuran, keempat menurut warna dan seterus nya. Ini bukan tugas rutin  lagi,  tetapi melibatkan aktivitas  reflektif,  meskipun  sederhana.  Siswa  harus  sadar kegunaan kategori sasi dan hal  ini  sebagai  sesuatu  yang  internal;  dan mereka harus mengalihkan  kategori  pada  masalah  berikutnya  secara  seri setelah masing-masing kartu dipilih. Kegiatan yang pertama di atas disebut receptor dan yang kedua berikut ini disebut effektor.
Siswa disuruh, seperti pada tugas pertama, untuk menyortir secepat  dan setepat mungkin. Tetapi  pada  kondisi  ini,  sejauh  peningkatan  latihan, mereka melakukan kesalahan terus menerus. Kadang-kadang  mereka  memisahkan seluruhnya. Dalam hal ini dapat dikatakan  bahwa  mereka  mendapat  sejenis rintangan mental, jika mereka tidak mengalami kemajuan sama  sekali  dengan tugas  itu.  Seorang  subyek,  yakni  seorang  mahasiswa  universitas  yang berintelegensi tinggi, melaporkan adanya adanya  gelombang  kepanikan  yang harus dilawan. Subyek-subyek itu menyadari bahwa mereka sedang diperhatikan dan bahwa kesalahan mereka akan dicatat. Hal ini cukup menyolok,  bagaimana pengubahan tugas rutin (setelah kegiatan refleksif dimulai,  untuk  memulai sortiran  berdasarkan  kategori)  ke   tugas   yang   melibatkan   refleksi berkelanjutan, yang dapat mencipta kan kondisi dimana subyek pada saat-saat tertentu mengalami kelumpuhan mental.
Kelihatannya mungkin bahwa  pengaruh  progresif  itu  disebabkan  oleh lingkaran setan yang digambarkan sebelumnya. Jika penampilan subyek  jelek, maka mereka semakin sulit mencoba sehingga penampil an juga  semakin  jelek sebagai akibat dari meningkatnya kecemasan. Jika hipotesis ini benar,  maka penyisipan tugas rutin yang sederhana akan menghambat  pengaruh  kumulatif, sehingga penampilan pada tugas  refleksif  akan  meningkat.  Hipotesis  ini diuji pada kelompok eksperimen dengan siswa laki-laki yang berusia 15 tahun pada sekolah tata bahasa. Hasilnya menunjukkan  terjadi  kemunduran  secara bertahap dalam penampilan siswa bila fakta diubah.
Kebanyakan kita mungkin tidak pernah lupa pengalaman, ketika mengalami sejenis halangan mental. Setelah melalui wawancara dan diskusi,  barangkali kita merasa telah dapat memperbaiki diri. Saya sering  memulai  pertanyaan – pertanyaan  secara langsung,  ketika  menginterview  calon-calon  mahasiswa, kemudian menyisipkan beberapa pertanyaan sisipan pada  saat – saat   tertentu. Demikian pula  seorang  guru  yang  baik  dapat  mengurangi  kecemasan  dan membentuk kepercaya an diri siswa melalui penyisipan  tugas  rutin.  Dengan mengajukan pertanyaan  yang  menurutnya  siswa  dapat  menjawab  maka  akan meningkatkan penampilan siswa sekaligus dapat membatasi seorang siswa  yang pandai dalam berbicara.
Dengan demikian hubungan antar pribadi, pengalaman pribadi  perlu  mendapat perhatian. Sebab  dalam  belajar  matematika  sulit  untuk  melupakan pengalaman masa lampau. Walaupun siswa sudah dewasa belajar  hanya  melalui teks saja, tetap tidak dapat lepas dari pengaruh  historis  guru  terdahulu yang membentuk sikapnya percaya  diri  atau  kurang  percaya  diri.  Ketika mengajar statistik dasar pada siswa  psikologi,  penulis  menekankan  bahwa tugas-tugas pertama merupakan usaha pembenahan,  untuk  menyakinkan  mereka, bahwa mereka mampu memahami matematika. Saya  percaya  bahwa  pembaca  yang memiliki pengalaman yang kurang menyenangkan dalam belajar matematika  akan setuju bahwa hal itu disebabkan  oleh  berbagai  faktor  dan  bukan  karena kurangnya kecerdasan.


Penyebab Kecemasan.
Pada bagian akhir ini akan ditunjukkan bahwa kecemasan, sekali datang, akan  menjadi  lingkaran  setan  antara  sebab  dan  akibat  dalam  belajar matematika. Pada prinsipnya mencegah lebih baik dari pada mengobati. Karena itu perlu dicari sebab-sebab yang menimbulkan kecemasan.
Salah satu sebabnya,  seperti  telah  dibicarakan,  adalah  kewenangan guru, seperti penegakan disiplin yang ketat dan  proses  pembelajaran  yang kurang memperhatikan pemahaman siswa. Harus diingat bahwa bila  skema – skema  yang diperlukan untuk pemahaman bahan ajar  tidak  tersedia  dalam  pikiran siswa, maka kegiatan belajar  terjadi  hanya  didasarkan  pada  penerimaan, keinginan untuk menerima. Jika hal ini yang dinginkan guru,  itupun  adalah kewenangannya.     Belajar jenis ini adalah belajar menghafal,  bukan  belajar  skematik. Pada  awalnya  mungkin  belum  disertai  oleh  kecemasan,  bahkan   mungkin sebaliknya. Tabel perkalian yang diingat dengan baik bermanfaat  sama  bagi guru dan siswa. Masalah yang muncul ialah anak yang pandai dan  berkemauan, mampu mengingat sedemikian  banyak  proses  matematika  dasar  dengan  baik sehingga sulit untuk membeda  kannya  dari  belajar  yang  didasarkan  pada pemahaman. Akan tetapi cepat atau lambat, akan terjadi kegagalan. Terdapat dua  alasan dalam hal ini yaitu: pertama, pada saat belajar  lebih  lanjut  dan  lebih kompleks, untuk memaksakan mengingat, akan menjadi beban yang berat. Kedua, adalah kebiasaan hanya bekerja dan  dapat  diterapkan  pada  ruang  lingkup terbatas, dan tidak dapat diadaptasi oleh pelajar untuk masalah yang  lain, yang kelihatan berbeda, tetapi didasarkan pada idea matematika  yang  sama. Belajar skematik lebih dapat menyesuaikan diri dan  mengurangi  bebas  pada memori.
Siswa-siswa yang digambarkan di atas pada tahap  tertentu  prestasinya akan menurun. Mereka  sepertinya  mencoba  untuk   lebih  cepat  memperoleh "semua penjumlahan yang benar". Usaha yang  mereka  tempuh  adalah  mencoba mengingat lebih  banyak  aturan   dan  metode.  Kenyataannya  mereka  perlu kembali lagi ke permulaan dan mulai lagi dari awal.   Kondisi ini dapat menimbulkan kecemasan sehingga terdapat dua  lingkaran setan sebab akibat. Pertama, seperti telah dijelaskan pada bagian akhir dan yang  kedua,  dalam   meningkatkan   usahanya   siswa   pasti menggunakan satu-satunya pendekatan yang ia kenal yakni  mengingat.  Proses  ini  tidak bertahan lama, sehingga kelanjutan program berikutnya akan berakhir  dengam munculnya suatu kecemasan dan kehilangan harga diri.
Telah dibahas  bahwa  untuk  suatu  perluasan,  penyederhanaan  dengan menggunakan skema selalu diperlukan. Suatu aturan dapat di  anggap  sebagai suatu skema dari suatu bentuk atau aturan itu tidak dapat  digunakan  dalam contoh-contoh yang bervariasi. Siswa selalu mengorganisir bahan yang mereka pelajari  dengan  cara-cara  tertentu.  Titik  kritisnya  adalah,  apakah pengorganisasian ini dapat mewujudkan konsep dan struktur matematika  yang mendasar yang diperlukan, untuk menunjang keberhasilan jangka panjang  dan juga jangka pendek.
Jadi perbedaan antara pelajar yang menghafal dan pelajar yang berpikir secara skematis, tidak dapat dipandang secara  dikotomi,  tetapi  merupakan suatu rangkaian yang saling  terkait.  Belajar  skematik  masih  memerlukan ingatan, sedangkan belajar hanya dengan mengandalkan ingatan,  tidak  cukup untuk memahami materi matematika yang cukup kompleks.
Belajar  dengan  pemahaman,  pada  saat-saat  tertentu  tidak  mungkin dilakukan,  walaupun  pada  topik-topik   yang   mendasar.   Masalah   yang sebenarnya, apakah skema yang ada akan berkembang dengan cepat  agar  dapat menerima materi baru yang akan  dipelajari.  Dalam  kasus  ini,  penerimaan tanpa  struktur  dan  fleksibilitas  tertentu.  Dan   hal   ini   merupakan pengorganisasian mental, sering disebut  dengan  kebiasaan.  Dan  kebiasaan diperlukan untuk memanipulasi masalah tertentu dan mengadaptasi aspek-aspek baru dengan idea yang dimiliki.

Adaptasi Terhadap Kecemasan
Dua batasan penting yang harus dibuat untuk mengawali pembahasan  ini. Pertama, hukum Yerkes Dodson yang menunjukkan bahwa motivasi  secara  umum, mungkin meningkat disebabkan kecemasan. Kedua, tingkat motivasi untuk suatu tugas yang diberikan  tergan  tung  pada  individu  dan  jenis  tugas  yang diberikan. Hal ini telah dinyatakan secara implisit pada  awal  pembahasan, bahwa tingkat keoptimalan turun seiring dengan  kerumitan  tugas.  Artinya, tugas yang rumit bagi seorang siswa mungkin  merupakan  tugas  yang   mudah untuk siswa lain. Kemampuan yang tinggi bagi  seorang  siswa  akan  memberi keuntungan pada dua hal: pertama, ia merasa kurang cemas terhadap  masalah yang dihadapi karena ia  yakin  dapat  mengatasinya.  dan  kedua  ia  dapat menggunakan kecemasannya secara konstruktif untuk  mengatasi  masalah  itu.
Kecemasan tertentu dapat menjadi suatu stimulus  yang  berguna;  dan  salah satu kegunaan dari pendidikan adalah belajar untuk menggunakannya. Hal  ini disebut dengan "adaptasi terhadap kecemasan".
Salah satu cata adaptasi terhadap kecemasan ini adalah  penggunaan  teknik- teknik yang tepat untuk  menghasilkan  masalah  (soal-soal)  yang  menjadi sumber kecemasan. Faktor lain merupakan  faktor  pribadi  yang  tidak  akan dibahas dalam buku ini. Namun Perlu  disadari bahwa banyak para ahli  yang telah menyumbangkan  ilmu  pengetahuan  tanpa  melibatkan  masalah  pribadi mereka.

Motivasi belajar
Pembahasan  sebelumnya  telah  difokuskan  pada  usaha  untuk   memahami faktor – faktor  yang merupakan efek belajar dan pemahaman matematika,  dengan asumsi bahwa siswa berminat untuk melakukan hal di  atas.  Sekarang,  pembahasan akan dialihkan untuk menjawab pertanyaan berikut:  mengapa  seseorang ingin belajar matematika? Tidak dapat dibantah bahwa  pertanyaan  tersebut sebagai langkah awal dari inkuiri, karena tanpa beberapa  alasan  tertentu, tidak mungkin mengharapkan seseorang akan berusaha.  Sebagai  contoh,  jika anda telah membeli buku ini,  mungkin  anda  mempunyai  motivasi  tertentu. Beberapa motivasi dapat digabung dalam suatu aktivitas yang tunggal. Termotivasi adalah deskripsi dari tingkah  laku  yang  diarahkan  pada pemenuhan kebutuhan.  Jika  dikatakan  bahwa  suatu  tingkah  laku kelihatan kurang bermotivasi, maka dapat diartikan bahwa sesuatu yang dihadapi kurang sesuai dengan kebutuhannya. Jadi masalah motivasi erat kaitannya kebutuhan. Beberapa kebutuhan seperti makan, tidur adalah bawaan lahir. Kebutuhan lain seperti tembakau, televisi, perlu  dipelajari.  Matematika  terlihat  cukup jelas menjadi kebutuhan pelajar, sehingga setiap orang belajar  membutuhkan matematika.
Matematika sangat berharga, sebagai teknik  untuk  memenuhi  kebutuhan lain. Hal ini sudah diketahui  umum  bahwa  matematika  sebagai  alat  yang penting dalam ilmu pengetahuan, teknologi  dan  komersial,  termasuk  dalam bidang lain. Ini merupakan tujuan untuk memberi motivasi  pada  orang  agar bersikap dewasa terhadap matematika.  Tetapi  tujuan  ini  dapat  dialihkan untuk dipakai pada saat pertama mempelajari matematika.
Dalam kelas, motivasi jangka pendek lebih efektif. Dua hal yang sering muncul adalah keinginan untuk menyenangkan  guru  dan  ketakutan  yang  tak menyenangkan. Penghargaan dan hukuman secara luas digunakan sebagai  metode untuk melatih dalam matematika maupun bidang lain.
Motivasi yang kedua adalah  motivasi  ekstrinsik  terhadap  matematika sendiri. Guru  dapat  menghindari  perasaan  tidak  senang  siswa  terhadap matematika dengan mengungkapkan tingkah laku yang diinginkan (secara verbal atau tulisan). Pemahaman siswa melalui cara ini dapat bertahan  lebih  lama dari pada belajar meniru. Ini  merupakan  motivasi  ekstrinsik  yang  dapat mengurangi atau mengatasi kegagalan. Dari keduanya, motivasi dan  kecemasan adalah lebih  mengarah  ke  belajar  menghafal  seperti  telah  dijelaskan, sehingga  membawa  efek  yang  bersifat   menghambat   kegiatan   refleksif kecerdasan.

Motivasi Instrinsik
Terdapat beberapa orang yang  menjadikan  matematika  sebagai  sesuatu yang menyenangkan, suatu aktivitas  dalam  matematika  itu  sendiri,  tanpa memperdulikan tujuan lain yang dapat disertakan  dari  belajar  matematika. Kelompok orang-orang seperti ini saya sebut matematikawan murni;  dan  jika pandangan ini diterima, maka banyak siswa yang berumur 7, 10 dan  12  tahun dapat memberikan diskripsi sebanyak mungkin dari pada anak berusia 6  tahun dan siswa dewasa.  Mengapa  orang  seharusnya  senang  belajar  matematika. Apakah karena matematika sendiri menarik  atau  karena  memenuhi  kebutuhan  tertentu.
Perhatikan seorang anak yang berjalan di atas tembok yang rendah tanpa bantuan orang tuanya, untuk melatih keseimbangan. Atau  perhatikan  seorang pendaki gunung yang penuh resiko dan bahaya. Ia melakukan  pendakian  meski sebenarnya  ia  dapat  menggunakan  kereta  gantung.  Aktivitas  ini  bukan merupakan kebutuhan pokok, tetapi dilakukan untuk tujuan lain dan mempunyai arti yang penting untuk mencapai tujuan akhir.
Kebutuhan umum mendasar yang lain adalah kebutuhan  untuk  "bertumbuh" atau  "berkembang".  Kata  "berkembang"  dimaksud  tidak   hanya   meliputi pertumbuhan  fisik  tetapi   juga   perkembangan   ketrampilan,   kekuatan, pengetahuan dan organisasi fisik yang lain, organisasi sensori  motor  atau organisasi mental yang lain.  Anak  kecil  belum  dapat  berjalan  di  atas tembok, memanjat pohon, melompat melalui  jendela  tetapi  semuanya  secara langsung menyiapkan kebutuhan pertumbuhannya untuk melatih paru-paru,  otot dan daya kontrolnya.
Pertumbuhan  adalah  lebih  penting  untuk   penyelamatan   dari   pada pertumbuhan fisik. Aktivitas pertumbuhan mental ini harus  dapat  dirasakan anak, tidak hanya aktivitas fisik saja. Pertumbuhan  mental  lebih  lanjut, dapat berlangsung terus sesudah pertumbuhan fisiknya berhenti. Oleh  karena itu minat dan kesenangan terhadap latihan fisik perlu  dipupuk  mulai  dari masa kanak-kanak.
Untuk siswa  dewasa,  situasi  belajar  yang  baik,  adalah  memadukan motivasi jangka pendek dan motivasi jangka panjang. Motivasi jangka  pendek berupa kesenangan belajar dan mengerjakan  matematika,  sebagai  motivasi intrinsik. Sedangkan motivasi jangka panjang berupa tujuan pribadi, praktis atau akademik yang dapat dicapai  dengan  bantuan  pengetahuan  matematika. Tetapi dari kedua motivasi tersebut, motivasi intrinsik yang terpenting. Kita mempelajari  sesuatu  karena  kita  tahu  bahwa  hal  itu  sangat berguna.  Tetapi  langkah-langkah  utama  yang   selalu   dilakukan   dalam matematika,  seperti  dalam  ilmu  pengetahuan   lain, adalah  pencarian pengetahuan untuknya sendiri. Faraday melakukan eksperimen tentang defleksi jarum kompas dengan segulungan kawat melalui arus  listrik  yang  dipasang. Dia bertanya kepada seorang wanita, apa kegunaannya. Bahkan  Faraday  tidak pernah membayangkan hasil penemuannya tersebut sangat berguna  hingga  saat ini.
Kita senang belajar matematika, maka  hal  itu  dapat  menjadi  faktor insentif yang sangat  kuat  untuk  belajar.  Pengetahuan  itu  apakah  akan berguna di kemudian hari, tidak dapat diramalkan pada waktu belajar. Ketika saya membeli obeng yang saya tahu dengan tepat,  pekerjaan  apa  yang  akan saya lakukan. Ketika belajar Kalkulus dan  Geometri  di  perguruan  tinggi, para matematikawan dari program penelitian angkasa milik Amerika tidak tahu bahwa mereka akan menggunakan pengetahuan  mereka  untuk  menggambar  orbit dari satu modul lunar.
 Bagaimanapun efektifnya motivasi intrinsik untuk  belajar  matematika,tetap merupakan sesuatu yang kurang diperhatikan dan dihargai  guru.  Dalam berbagai kesempatan, guru menemukan bahwa siswanya dapat  menikmati  matematika ketika matematika diajarkan dan dipelajari. Guru  tersebut  melaporkan hal ini kepada saya dengan perasaan terkejut dan senang, tetapi  juga  agak kuatir, seolah-olah terjadi kesalahan pendekatan terhadap  matematika  yang diikuti anak. Hal ini mungkin disebabkan  guru  kurang  mengetahui  tentang adanya motivasi intrinsik yang mendorong anak menikmati belajar matematika.

RANGKUMAN
1.      bab ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa kesalahan bukan pada siswa seutuhnya melainkan pada guru mereka sendiri, misal: kurangnya motivasi dari guru.
2.      guru mempunyai tugas penting dalam mengajarkan matematika, yaitu (1) menganalisis konsep materi yang akan disajikan kemudian membuat perencanaan dan ( 2) bertanggung jawab atas pelaksanaan KBM.
3.      Kebenaran matematika adalah sifat kekonsistenan, yaitu kesepakatan antara ahli matematika dan ahli lain, antara guru dan murid.
4.      Istilah “pencemoohan” diartikan sebagai sesuatu yang merugikan organism lain (siswa) dan pencemohan kecerdasan membuat siswa kurang memahami apa yang disampaikan guru sehingga merusak skema yang telah dimiliki oleh siswa.
5.      Jenis-jenis wewenang (pengaruh): pengaruh seseorang yang harus dihormati dan ditaati sebagai hasil dari status atau fungsinya dan pengaruh sebagai hasil dari pengetahuan yang lebih. Untuk mendukung KBM guru harus melatih kedua jenis pengaruh ini.
6.      manfaat dari diskusi: menghubungkan ide kita dengan ide-ide dari teman yang lain, mendorong munculnya ide baru, pembuahan ide-ide.
7.      Kesalahan yang sering muncul dalam diskusi kelompok adalah memaksakan anggota kelompok menyesuaikan dengan cara berpikir kita atau mengisolasi diri dari teman-teman lain dalam kelompok tersebut. Oleh karena itu harus diadakan diskusi secara rasional dan tidak bereaksi brlebihan terhadap pendapat teman diskusi, dan pada akhirnya setiap anggota kelompok harus setuju dengan hasil akhir diskusi.
8.      Kepemimpinan dan besar kelompok merupakan faktor-faktor dalam diskusi yang secara tidak sadar mempengaruhi jalannya diskusi. Semakin besar sebuah kelompok semakin besar konflik yang terjadi. Oleh karena itu, ibarat seorang mayor dalam militer dan konduktor dalam orkestra, seperti itulah guru harus berperan.
9.      Hukum Yerkes-Dodson yang mendukung bahwa kecemasan mengurangi efisiensi berpikir matematika mengatakan bahwa semakin kompleks suatu tugas, semakin rendah tingkat motivasi dan sebaliknya. Situasi kecemasan juga mengakibatkan Aktivitas mental yang tinggi.
10.  Salah satu penyebab awal dari kecemasan adalah guru otoriter tetapi dalam jumlah tertentu, kecemasan dapat menjadi stimulus yang bermanfaat (adaptasi kecemasan).
11.  Motivasi adalah sebuah deskripsi tingkah laku yang kita terapkan untuk membimbing kita kearah kepuasan akan kebutuhan.

Jenis-jenis motivasi berdasarkan rentang waktu:
  1. Motivasi jangka pendek
  2. Motivasi jangka panjang
Penyebab motivasi berdasarkan asal timbulnya:
  1. Motivasi intrinsik
  2. Motivasi ekstrinsik
.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar