Jumat, 29 Januari 2016

Makalah: Penerapan model creative problem solving berbasis teknologi dalam pembelajaran matematika



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pendidikan matematika mempunyai potensi besar untuk memainkan peran strategis dalam menyiapkan sumber daya manusia untuk menghadapi era industrialisasi dan globalisasi. Potensi ini dapat terwujud jika pendidikan matematika mampu melahirkan peserta didik yang cakap dalam matermatika dan berhasil menumbuhkan kemampuan berpikir logis, bersifat kritis, kreatif, inisiatif dan adaptif terhadap perubahan dan perkembangan. Kualitas sumber daya manusia seperti ini menjamin keberhasilan upaya penguasaan teknologi untuk pembangunan di Indonesia.
            Banyak faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa. Diantaranya adalah guru dan metode pembelajaran yang digunakannya. Sampai saat ini masih banyak guru dalam pembelajaran hanya menyampaikan pengetahuan kepada anak didik, sedangkan anak didik hanya menerima apa yang disampaikan gurunya itu sendiri. Siswa diposisikan sebagai orang yang tidak tahu yang hanya menunggu apa yang guru berikan.  Hal ini membuat siswa cenderung pasif dan pembelajaran menjadi membosankan. Siswa menjadi kurang mandiri, tidak berani mengungkapkan pendapatnya, selalu meminta bantuan guru dan kurang gigih dalam melakukan uji coba penyelesaian masalah. Kenyataan ini mungkin disebabkan karena selama ini siswa hanya cenderung diajar untuk menghafal konsep atau prinsip matematika, tanpa disertai pemahaman yang baik.
Salah satu kendala dalam pembelajaran matematika di jenjang Sekolah Menengah Atas adalah adanya kesulitan yang dialami siswa dalam memahami materi trigonometri, karena salah satu faktornya adalah terlalu banyaknya rumus yang perlu dipahami. Disamping itu guru mungkin dalam pembelajaran masih menggunakan metode yang konvensional, sehingga trigonometri bagi anak tidak menarik sama sekali.
Dalam proses pembelajaran, guru sedapat mungkin memilih model pembelajaran yang paling sesuai. Hal ini disebabkan setiap model pembelajaran yang memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga dapat dipastikan tidak satu pun model pembelajaran yang lebih baik dibandingkan model pembelajaran lainnya.
Selain guru harus membenahi cara mengajarnya, siswa juga tidak hanya sekedar meniru apa yang dilakukan oleh guru, tetapi harus secara aktif berbuat atas dasar kemampuan dan keyakinan diri. Cara inilah yang diharapkan akan mengantarkan siswa menjadi manusia yang mandiri, kreatif dan tidak sekedar menjadi manusia siap pakai untuk mengisi pasaran kerja. Untuk itu peran guru sebagai pemberi ilmu harus sudah bergeser pada peran baru yang lebih kondusif bagi siswa untuk menyiapkan diri guna menyongsong dan turut ambil bagian dalam pembangunan sejalan dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Berdasarkan teori pembelajaran yang dikemukakan oleh Gagne dalam Suherman (2001:83), bahwa ketrampilan intelektual tingkat tinggi dapat dikembangkan melalui pemecahan masalah. Pemecahan masalah merupakan tipe paling tinggi dari delapan tipe belajar, yaitu signal learning, stimulus-respon learning, chaining, verbal association, discrimination learning, concept learning, rule learning dan problem solving.
Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta ketrampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin. Melalui kegiatan ini aspek-aspek kemampuan matematika seperti penerapan aturan pada masalah tidak rutin, penemuan pola, penggeneralisasian, komunikasi matematika dapat dikembangkan secara lebih baik. Hasil penelitian yang dilakukan The National Assesment of Educational Progress (NAEP) dalam Suherman (2001: 84) menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan siswa dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah menurun drastis manakala setting (konteks) permasalahannya diganti dengan hal yang tidak dikenal siswa, walaupun permasalahan matematikanya tetap sama.
Berdasarkan uraian di atas, perlunya penerapan model pembelajaran matematika yang sesuai dengan kebutuhan dan sumber daya yang ada serta berpandangan pada perkembangan teknologi dan tuntutan era globalisasi dan kurikulum, diantaranya dengan model creative problem solving (CPS) berbasis teknologi dalam pembelajaran matematika.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka masalah dalam makalah ini dirumuskan sebagai berikut :
“Apakah pembelajaran matematika dengan model pembelajaran creative problem solving berbasis teknologi dapat mengatasi kesulitan siswa dalam pemahaman materi trigonometri?”

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Problem Solving
Problem Solving atau pemecahan masalah merupakan bagian dari analitical thinking atau pemikiran analitis. Sebuah strategi adalah bagian dari langkah yang saling terkait yang dipakai oleh pemecah masalah mencari solusi. Salah satu strategi untuk mengajar siswa adalah strategi yang disarankan oleh ahli matematika, Gyorgy Polya. Menurut Polya dalam Cahyono (2007), langkah-langkah dalam strategi Polya adalah:
1.      Devine
Mengidentifikasi permasalahan yang ada.
2.      Think about It
a.       Apa sajakah yang berkaitan dengan permasalahan tersebut?
b.      Mengidentifikasi daerah permasalahan
c.       Mengumpulkan informasi
3.      Plan
a.       Diagram Solusi
b.      Memikirkan rencana alternatif
c.       Menterjemahkan
4.      Carry Out Plan
Memecahkan permasalahan
5.      Look Back
a.       Verifikasi pemecahan masalah yang telah didefinisikan sebelumnya
b.      Identifikasi penerapan
c.       Menyimpulkan

B.            Model Creative Problem Solving dalam Pembelajaran Matematika
Menurut Soekamto (1997: 78), model pembelajaran merupakan kerangka yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pemandu bagi para perancang desain pembelajaran dan para pengajar dalam mmerencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.
Model Creative Problem Solving (CPS) adalah suatu model pembelajaran yang melakukan pemusatan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan ketrampilan. Ketika dihadapkan dengan suatu pertanyaan, siswa dapat melakukan keterampilan memecahkan masalah untuk memilih dan mengembangkan tanggapannya.
Sedangkan menurut Karen (2004: 1), model Creative Problem Solving (CPS) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada ketrampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan kreatifitas. Ketika dihadapkan dengan situasi pertanyaan, siswa dapat melakukan ketrampilan memecahkan masalah untuk memilih dan mengembangkan tanggapannya. Tidak hanya dengan cara menghafal tanpa dipikir, ketrampilan memecahkan masalah memperluas proses berpikir.
CPS merupakan representasi dimensi-dimensi proses yang alami, bukan suatu usaha yang dipaksakan. CPS merupakan pendekatan yang dinamis, siswa menjadi lebih trampil sebab siswa mempunyai prosedur internal yang lebih tersusun dari awal.
Ada banyak kegiatan yang melibatkan kreatifitas dalam pemecahan masalah seperti riset dokumen, pengamatan terhadap lingkungan sekitar, kegiatan yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan, dan penulisan yang kreatif. Dengan CPS, siswa dapat memilih dan mengembangkan ide dan pemikirannya. Berbeda dengan hafalan yang sedikit menggunakan pemikiran, CPS memperluas proses berpikir.
Sasaran dari CPS adalah sebagai berikut.
1.      Siswa akan mampu menyatakan urutan langkah-langkah pemecahan masalah dalam CPS
2.      Siswa mampu menemukan kemungkinan-kemungkinan strategi pemecahan masalah
3.      Siswa mampu mengevaluasi dan menyeleksi kemungkinan-kemungkinan tersebut kaitannya dengan kriteria-kriteria yang ada
4.      Siswa mampu memilih suatu pilihan solusi yang optimal
5.      Siswa mampu mengembangkan suatu rencana dalam mengimplementasikan strategi pemecahan masalah
6.      Siswa mampu mengartikulasikan bagaimana CPS dapat digunakan dalam berbagai bidang/ situasi.
Osborn dalam Cahyono (2007), mengatakan bahwa CPS mempunyai 3 prosedur, yaitu:
1.      Menemukan fakta, melibatkan penggambaran masalah, mengumpulkan dan meneliti data dan informasi yang bersangkutan.
2.      Menemukan gagasan, berkaitan dengan memunculkan dan memodifikasi gagasan tentang strategi pemecahan masalah
3.      Manemukan solusi, yaitu proses evaluatif sebagai puncak pemecahan masalah.
Karen (2004:2) menuliskan langkah-langkah creative problem solving dalam pembelajaran matematika sebagai berikut:
1.      Klarifikasi masalah
Klarifikasi masalah meliputi pemberian penjelasan kepada siswa tentang masalah yang diajukan, agar siswa dapat memahami tentang penyelesaian yang diharapkan.
2.      Pengungkapan gagasan
Siswa dibebaskan untuk mengungkapkan gagasan tentang berbagai macam strategi penyelesaian masalah
3.      Evaluasi dan seleksi
Setiap kelompok mendiskusikan pendapat-pendapat atau strategi-strategi yang cocok untuk menyelesaikan masalah
4.      Implementasi
Siswa menentukan strategi yang dapat diambil untuk menyelesaikan masalah, kemudian menerapkannya sampai menemukan penyelesaian dari masalah tersebut.
Dengan membiasakan siswa menggunakan langkah-langkah yang kreatif dalam memecahkan masalah, diharapkan dapat membantu siswa untuk mengatasi kesulitan dalam mempelajari matematika. Implementasi model creative problem solving berbasis teknologi dalam pembelajaran matematika yaitu:
1.      Tahap awal
Guru menanyakan kesiapan siswa dalam mengikuti pembelajaran matematika, kemudian mengulas kembali materi sebelumnya yang dijadikan prasayarat materi yang akan dipelajari siswa dan menjelaskan aturan main dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan model creative problem solving berbasis teknologi. Guru juga memberikan motivasi kepada siswa tentang pentingnya pembelajaran yang akan dilaksanakan.
2.      Tahap inti
Siswa membentuk kelompok kecil untuk melakukan diskusi kecil. Tiap kelompok terdiri atas 4-5 siswa yang dibentuk oleh guru dan bersifat permanen. Tiap kelompok mendapat modul, LKS dan CD Interaktif yang berisi materi pembelajaran dan permasalahan untuk dibahas bersama dalam kelompoknya. Secara berkelompok siswa memecahkan permasalahan yang terdapat dalam LKS dan CD sesuai dengan petunjuk yang tersedia di dalamnya. Siswa mendapat bimbingan dan arahan dari guru dalam memecahkan masalah. Peranan guru dalam hal ini adalah menciptakan situasi yang dapat memudahkan munculnya pertanyaan dan mengarahkan kegiatan berpikir dalam rangka menjawab pertanyaan atas dasar ketertarikan siswa. Penekanan dalam pendampingan siswa dalam menyelesaikan permasalahan adalah sebagai berikut:
a.       Klarifikasi masalah
Setelah guru menjelaskan materi pembelajaran matematika, siswa dikelompokkan menjadi kelompok-kelompok kecil dan menerima beberapa proyek yang berkaitan dengan materi pelajaran. Guru bersama siswa mengklarifikasi permasalahan yang ada dalam proyek tersebut sehingga siswa mengetahui solusi yang diharapkan dari proyek tersebut. Dalam tahap ini, masing-masing kelompok mengajukan proposal kepada guru tentang proyek yang akan dipecahkan permasalahannya.
 
b.      Pengungkapan gagasan
Siswa menggali dan mengungkapkan pendapat sebanmyak-banyaknya berkaitan dengan strategi pemecahan masalah yang dihadapi dalam proyek tersebut.
c.       Evaluasi dan seleksi
Setelah diperoleh daftar gagasan-gagasan, siswa bersama guru dan teman lainnya mengevaluasi dan menyeleksi berbagai gagasan tentang strategi pemecahan masalah, sehingga pada akhirnya diperoleh suatu strategi yang optimal dan tepat.
d.      Implementasi
Dalam tahap ini, siswa bersama kelompoknya memutuskan tentang strategi pemecahan masalah dalam proyeknya. Dan melaksanakan strategi yang dipilih dalam memecahkan permasalahan sesuai dengan proposal yang telah diajukan.
Setelah pekerjaan selesai siswa bersama kelompoknya mempresentasikan hasil kerjanya di depan kelas dengan menggunakan media sesuai dengan kreatifitasnya untuk menyampaikan gagasannya dan mendapatkan saran dan kritik dari pihak lain sehingga diperoleh solusi yang optimal berkaitan dengan pemecahan masalah. Kemudian guru bersama siswa menyimpulkan materi pembelajaran ke arah matematika formal.
3.      Tahap penutup
Sebagai pemantapan materi, secara individual siswa mengerjakan soal-soal quiz yang ditampilkan dengan media pembelajaran dan guru memberikan poin bagi siswa yang mampu memecahkan permasalahan sebagai upaya memotivasi siswa dalam mengerjakan soal-soal.
Suatu soal yang dianggap sebagai masalah adalah soal yang memerlukan keaslian berpikir tanpa adanya contoh penyelesaian sebelumnya. Masalah berbeda dengan soal latihan. Pada soal latihan, siswa telah mengetahui cara menyelesaikannya, karena telah jelas hubungan antara yang diketahui dengan yang ditanyakan, dan umumnya telah ada contoh soal. Pada masalah, siswa tidak tahu menyelesaikannya. Siswa menggunakan segenap pemikiran, memilih strategi pemecahannya, dan memproses hingga menemukan penyelesaian dari suatu masalah.

C.    Pembelajaran Matematika dan Teknologi
Teknologi adalah kemampuan menerapkan suatu pengetahuan dan kependaian membuat sesuatu yang berkenaan dengan suatu produk, yang berhubungan dengan seni, yang berlandaskan pengetahuan ilmu eksakta bersandarkan pada aplikasi dan implikasi pengetahuan itu sendiri. Teknologi yang merupakan aplikasi kemajuan ilmu pengetahuan yang membawa dunia pendidikan untuk menyesuaikannya.
Dalam menghadapi dan menyikapi kurikulum saat ini maka diperlukan kemampuan yang memadai di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama di bidang komputer. Perkembangan teknologi sekarang ini menuntut penggunaan komputer yang lebih bervariatif dan efektif, termasuk didalamnya penggunaan aplikasi komputer dalam proses pembelajaran di Sekolah sebagai media pembelajaran atau media pendidikan, diantaranya dengan menggunakan multimedia pembelajaran dalam bentuk CD Interaktif yang disertai buku siswa.
Komputer sebagai suatu alat yang dapat digunakan untuk merancang desain pembelajaran, kemudian dipindahkan kedalam CD interaktif sehingga mudah digunakan oleh pengguna. Software dan Hardware yang dapat digunakan untuk mendesain media CD interaktif dan pemanfaatannya antara lain adalah Macromedia Flash MX, SwisH v2.0, Swift 3D’s Max, Movie maker,Ullite Video Studio 7, Audicity, Ahead Nero Burning, digital camera, handycam, computer, VCD Player, LCD projector.

D.    Pembelajaran Matematika di SMA
Salah satu komponen dalam pembelajaran adalah pemanfaatan berbagai macam strategi dan metode pembelajaran secara dinamis dan fleksibel sesuai dengan materi, siswa dan konteks pembelajaran (Depdiknas, 2003:1). Sehingga dituntut kemampuan guru untuk dapat memilih model pembelajaran serta media yang cocok dengan materi atau bahan ajaran.
Dua hal penting yang merupakan bagian dari tujuan pembelajaran matematika di SMA menurut Suherman (2001: 60) adalah pembentukan sifat dengan berpikir kritis dan kreatif. Sifat ini dapat dikembangkan dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan model Creative Problem Solving (CPS), karena dengan menggunakan model pembelajaran ini dapat memberikan siswa kesempatan seluas-luasnya untuk memecahkan masalah matematika dengan strateginya sendiri. Sedangkan penggunaan media teknologi dalam pembelajaran matematika sangat menunjang, karena dengan menggunakan media teknologi pembelajaran siswa lebih mudah memahami konsep matematika yang abstrak.
Materi pokok Trigonometri merupakan salah satu materi pokok yang diajarkan di kelas X SMA dengan standar kompetensinya adalah menggunakan perbandingan, fungsi, persamaan, dan identitas trigonometri dalam pemecahan masalah. Kompetensi dasar dalam pembelajaran matematika materi pokok Trigonometri adalah:
1.           menggunakan sifat dan aturan tentang fungsi trigonometri, rumusi sinus, dan rumus kosinus dalam pemecahan masalah
2.           melakukan manipulasi aljabar dalam perhitungan teknis yang berkaitan dengan fungsi trigonometri
3.           merancang model matematika yang berkaitan dengan fungsi trigonometri, rumus sinus dan kosinus, menyelesaikan modelnya, dan menafsirkan hasil yang diperoleh.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Model pembelajaran Creative Problem Solving Berbasis Teknologi merupakan model pembelajaran yang efektif, berpusat pada siswa, ketrampilan proses dan aktifitas siswa berpengaruh kuat terhadap hasil belajar. Sehingga model ini dapat mengatasi kesulitan siswa dalam memahami materi trigonometri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar