Rabu, 27 Januari 2016

makalah psikologi : Motivasi



BAB I
LATAR BELAKANG

Dalam dunia pendidikan,  kelangsungan  dan keberhasilan proses belajar mengajar bukan hanya dipengaruhi oleh faktor intelektual saja, melainkan juga oleh faktor-faktor non intelektual lain yang tidak kalah penting dalam menentukan hasil belajar seseorang, salah satunya adalah kemampuan seseorang siswa untuk memotivasi dirinya. Motivasi sangat penting artinya dalam kegiatan belajar, sebab adanya motivasi mendorong semangat belajar dan sebaliknya kurang adanya motivasi akan melemahkan semangat belajar. Motivasi merupakan syarat mutlak dalam belajar; seorang siswa yang belajar tanpa motivasi (atau kurang motivasi) tidak akan berhasil dengan maksimal.Motivasi memegang peranan yang amat penting dalam belajar, Maslow (1945) dengan teori kebutuhannya, menggambarkan hubungan hirarkhis dan berbagai kebutuhan, di ranah kebutuhan pertama merupakan dasar untuk timbul kebutuhan berikutnya. Jika kebutuhan pertama telah terpuaskan, barulah manusia mulai ada keinginan untuk memuaskan kebutuhan yang selanjutnya. Pada kondisi tertentuakan timbul kebutuhan yang tumpang tindih, Dalam implikasinya pada dunia belajar, siswa atau pelajar yang lapar tidak akan termotivasi secara penuh dalam belajar. Setelah kebutuhan yang bersifat fisik terpenuhi, maka meningkat pada kebutuhan tingkat berikutnya adalah rasa aman.Sebagai contoh adalah seorang siswa yang merasa terancam atau dikucilkan baik oleh siswa lain mapun gurunya, maka ia tidak akan termotivasi dengan baik dalam belajar. Ada kebutuhan yang disebut harga diri, yaitu kebutuhan untuk merasadipentingkan dan dihargai. Seseorang siswa yang telah terpenuhi kebutuhan hargadirinya, maka dia akan percaya diri, merasa berharga, marasa kuat, merasamampu/bisa, merasa berguna dalam didupnya. Kebutuhan yang paling utama atautertinggi yaitu jika seluruh kebutuhan secara individu terpenuhi maka akan merasa bebas untuk menampilkan seluruh potensinya secara penuh. Dasarnya untuk mengaktualisasikan sendiri meliputi kebutuhan menjadi tahu, mengerti untuk memuaskan aspek-aspek kognitif yang paling mendasar.
Guru sebagai seorang pendidik harus tahu apa yang diinginkan oleh para sisiwanya.Seperti kebutuhan untuk berprestasi, karena setiap siswa memiliki kebutuhan untuk  berprestasi yang berbeda satu sama lainnya. Tidak sedikit siswa yang memiliki motivasi berprestasi yang rendah, mereka cenderung takut gagal dan tidak mau menanggung resiko dalam mencapai prestasi belajar yang tinggi. Meskipun banyak  juga siswa yang memiliki motivasi untuk berprestasi yang tinggi. Siswa memiliki motivasi berprestasi tinggi kalau keinginan untuk sukses benar-benar berasal daridalam diri sendiri. Siswa akan bekerja keras baik dalam diri sendiri maupun dalam bersaing dengan siswa lain.Siswa yang datang ke sekolah memiliki berbagai pemahaman tentang dirinya sendiri secara keseluruhan dan pemahaman tentang kemampuan mereka sendiri khususnya. Mereka mempunyai gambaran tertentu tentang dirinya sebagai manusiadan tentang kemampuan dalam menghadapi lingkungan. Ini merupakan cap atau label yang dimiliki siswa tentang dirinya dan kemungkinannya tidak dapat dilihat oleh guru namun sangat mempengaruhi kegiatan belajar siswa. Gambaran itu mulai terbentuk melalui interaksi dengan orang lain, yaitu keluarga dan teman sebaya maupun orang dewasa lainnya, dan hal ini mempengaruhi prestasi belajarnya disekolah.Berdasarkan pandangan di atas dapat diambil pengertian bahwa siswa datang kesekolah dengan gambaran tentang dirinya yang sudah terbentuk. Meskipun demikian adanya, guru tetap dapat mempengaruhi maupun membentuk gambarang siswa tentang dirinya itu, dengan tujuan agar tercapai gambarang tentang masing-masing siswa yang lebih positif. Apabila seorang guru suka mengkritik, mencela,atau bahkan merendahkan kemampuan siswa, maka siswa akn cenderung menilaidiri mereka sebagai seorang yang tidak mampu berprestasi dalam belajar. Hal ini berlaku terutama bagi anak-anak TK atau SD yang masih sangat muda. Akibatnya minat belajar menjadi turun. Sebaliknya jika guru memberikan penghargaan, bersikap mendukung dalam menilai prestasi siswa, maka lebih besar kemungkinan siswa-siswa akan menilai dirinya sebagai orang yang mampu berprestasi. Penghargaan untuk berprestasi merupakan dorongan untuk memotivasi siswa untuk  belajar.

 

  
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Motivasi
Salah satu aspek psikologis yang ada pada diri seseorang adalah motivasi. Motivasi merupakan proses memberi semangat, arah, dan kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah dan bertahan lama.
B. Jenis-jenis Motivasi
Seseorang termotivasi atau terdorong untuk melakukan sesuatu karena adanya tujuan atau kebutuhan yang hendak dicapai. Tujuan atau kebutuhan tersebut akan mengarahkan perilaku seseorang. Begitu pula perilaku seseorang dalam kegiatan belajar mengajar juga memerlukan motivasi untuk belajar. Menurut Sardiman (1987), motivasi belajar ada 2 yaitu:
1.  Motivasi Ekstrinsik
            Motivasi ekstrinsik adalah melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain (cara untuk mencapai tujuan). Motivasi ekstrinsik sering dipengaruhi oleh insentif eksternal seperti imbalan dan hukuman. Misalnya, murid mungkin belajar keras menghadapi ujian untuk mendapatkan nilai yang baik.
2.  Motivasi Intrinsik
            Motinasi intrinsik adalah motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi sesuatu itu sendiri (tujuan itu sendiri). Misalnya, murid mungkin belajar menghadapi ujian karena senang pada mata pelajaran yang diujikan itu.
C. Perspektif Tentang Motivasi
            Perspektif psikologis menjelaskan motivasi dengan cara yang berbeda berdasarkan perspektif yang berbeda pula.

1. Perspektif Behavioral
            Perspektif behavioral menekankan imbalan dan hukum eksternal sebagai kunci dalam menentukan motivasi murid. Insentif adalah peristiwa atau stimuli positif atau negatif yang dapat memotivasi perilaku murid. Pendukung penggunaan insentif menekankan bahwa insentif dapat menambah minat atau kesenangan pada pelajaran, dan mengarahkan perhatian pada perilaku yang tepat dan menjauhkan mereka dari perilaku yang tidak tepat (Emmer dkk, 2000). Insentif yang dipakai guru di kelas antara lain nilai yang baik yang memberikan indikasi tentang kualitas pekerjaan murid dan tanda bintang atau pujian jika mereka menyelesaikan suatu tugas dengan baik.
2. Perspektif Humanistis
            Perspektif humanistis menekankan pada kapasitas murid untuk mengembangkan kepribadian, kebebasan untuk memilih nasib mereka dan kualitas positif (seperti peka terhadap orang lain). Perspektif ini berkaitan erat dengan pandangan Abraham Maslow bahwa kebutuhan dasar tertentu harus dipuaskan dahulu sebelum memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi. Menurut Maslow, misalnya murid harus memuaskan kebutuhan makan sebelum mereka dapat berprestasi.
3. Perspektif Kognitif
            Menurut perspektif kognitif, pemikiran murid akan memandu motivasi mereka. Belakangan ini muncul minat besar pada motivasi menurut perspektif kognitif (Pintrich & Schunk, 2002). Minat ini berfokus pada ide-ide seperti motivasi internal murid untuk mencapai sesuatu, atribusi mereka dan keyakinan mereka bahwa mereka dapat mengontrol lingkungan mereka secara efektif. Jadi, perspektif behavioris memandang motivasi murid sebagai konsekuensi dari  insentif eksternal, sedangkan perspektif kognitif merekomendasikan agar murid diberi lebih banyak kesempatan dan tanggung jawab untuk mengontrol hasil prestasi mereka sendiri.
4. Perspektif Sosial
            Kebutuhan afiliasi atau keterhubungan adalah motif untuk berhubungan dengan orang lain secara aman. Ini membutuhkan pembentukan, pemeliharaan dan pemulihan hubungan personal yang hangat dan akrab. Kebutuhan afiliasi murid tercermin dalam motivasi mereka untuk menghabiskan waktu bersama teman, kawan dekat, keterikatan mereka dengan orang tua, dan keinginan untuk menjalin hubungan positif dengan guru. Murid sekolah yang mempunyai hubungan yang penuh perhatian dan suportif biasanya memiliki sikap akademik yang positif dan lebih senang bersekolah (Baker, 1999, Stipek, 2002).
C. Motivasi dan Kebutuhan
Suatu kebutuhan adalah sebuah kenyataan atau kekurangan yang dirasakan dari sebuah keinginan ( sesuatu yang dibutuhkan) atau di inginkan. Selain itu, kebutuhan dapat menjadi sederhana dan nyata; seperti kebutuhan dalam makanan yang disebabkan oleh kelaparan. Disini hasil sebuah kebutuhan berasal dari  sesuatu yang diinginkan – kebutuhan mendadak. Selain itu kebutuhan dapat menjadi kompleks dan abstrak, seperti kebutuhan untuk meminta dan memahami; kebutuhan ini adalah salah satu landasan dari teori kognitif dari sebuah motivasi.Dari hal ini, kebutuhan berasal dari sebuah tuntunan nafsu untuk mengetahui atau menghilangkan kebebutuhan hidup yang mana, pemikiran bukan suatu kebutuhan untuk berjuang.Dalam tahap ini kita menguji dua pandangan dari kebutuhan sesorang.Paham humanism dan kognitif.Bermula dari thiarakhi moslow.
            Motivasi sebagai suatu heraki dari kebutuhan, sisten kerja maslow. Abraham maslow (1968,1954/1970). Bapak dari pergerakan humanism (kemanusian) menjelaskan kebutuhan sebagai suatu yang nyata dalam dua kelompok, pertama : berdasarkan kebutuhan dasar seperti perjuangan dan keamanan dan kedua : berdasarkan tuntunan nafsu untuk memenuhi kebutuhan diri dan actual diri. System kerjanya menghasilkan sebuah heraki.
            Impilikasi pekerjaan maslow untuk para guru, pekerjaan maslow mempunyai implikasi penting untuk pendidikan. Ketika anak anak yang datang kesekolah, lelah, lapar atau didalam kasus ekstrim menyalahgunakan keinginan mereka untuk belajar pasi disusutkan sarapan yang panas dan mebebskan program makan siang didalam sekolah adalah usaha untuk keperluan deficit ini.Dan para guru kini sedang dilatih untuk mengidentifikasi bukti penyalahgunaan sedemikian sehingga penasehat dapat menjawab seketika.
            Teori maslow juga menyarankan bahwa guru harus mencipatakna pengajaran lingkungan. Dimana siswa membebaskan diri dari pisik dan ancama emosional. Siswa yang diancam oleh potensi kebingunan atau bekerja dengan cara yang lain yang taka man dan dengan lingkunagn yang simpan siur yang kekurang motivasi untuk belajar dan mereka mencapai kekurangan dan situasi pembelajaran itu terselamatkan dan stabil ( blumenfe1986ld, 1992 ; brophy dan good, 1986 doyle )
a.       Teori kebutuhan dalam belajar
            R. White (1959) dalam sebuah catatan klasik, menjelaskan perilaku larry sebagai sebuah tanggapan kepada kebutuhan akan kemampuan, dan dia membantah bahwa kemampuan motivasi adalah kawanan kebutuhan dalam manusia yang memberi tenaga orang orang untuk menguasai tugas keterampilan. Sebuah kebutuhan untuk kemampuan berhubungan dengan dasar kebutuhan untuk pemahaman yang dijelaskan oleh beberapa teori tentang motivasi.Dengan meningkatkan kemapuan seseorang individu lebih mampu untuk mengatsi lingkungan.Dan menurut white, peningkatan kemapuan adalah sumber dari kemapuan motivasi.Kemapuan motivasi berhubungan erat dengan konsep keseimbangan yang dimiliki ‘piaget’.Sebagai rencana berkembang peningkatan kemampuan dan keseimbangan yang muda dicapai dan di pelihara.
            Seorang guru berperan besar pada kemampuan motivasi, ketika dia menekankan lingkugan dan menyediakan para siswa dengan mengusulkan umpan balik sedang mereka meningkatkan kterampilan mereka.Ini merupakan suatu pengasahan kuat untuk suatu “pusat pelajaran” dalam kelas.
            Kebutuhan akan terkendali dan menetukan nasib sendiri. Menurut pada pandangan ini manusia mempunyai sebuah kebutuhan untuk mengontrol lingkungannya, menjadi asal tentang nasib mereka disbanding kehidupan luas ( decharms, 1968)
            Kebutuhan akan terkendali adalah format intrinsic yang evidence keduanya dalam pengaturan industry dan kelas ( lepper dan heddel 1989). Penekanan belajar pada pekerja mengungkapkan bahwa pekerja mempunyai nikmat otoritas atau terkrndali, seperti perakitan bekerja, mempengaruhi penekanan pada orang orang disbanding mereka yang mempunyai jauh lebih otonomi dan tanggung jawab nyata. Para guru dapat menunjukan kebutuhan ini untuk mengotrol dengan membiarkan siswa masuk dalam keputusan kelas, seperti pengembangan aturan kelas.

b.      Teori attribution
Model Atribusi mengenai motivasi mempunyai beberapa komponen, yang terpenting adalah hubungan antara atribusi, perasaan dan tingkah laku. Menurut Weiner, urutan-urutan logis dari hubungan psikologi itu ialah bahwa perasaan merupakan hasil dari atribusi atau kognisi. Perasaan tidak menentukan kognisi, misalnya semula orang merasa bersyukur karena memperoleh hasil positif dan kemudian memutuskan bahwa keberhasilan itu berkat bantuan orang lain. Hal ini merupakan urutan yang tidak logis (weiner, 1982 hal 204).
Hubungan antara kepercayaan, pada reaksi afektif dan tingkah laku. Penyebab keberhasilan dan kegagalan menurut persepsi menyebabkan pengharapan untuk terjadinya tindakan yang akan datang dan menimbulkan emositertentu. Tindakan yang menyusul dipengaruhi baik oleh perasaan individu maupun hasil tindakan yang diharapkan terjadi.
Menurut teori atribusi, keberhasilan atau kegagalan seseorang dapat dianalisis dalam tiga karakteristik, yakni :
  1. Penyebab keberhasilan atau kegagalan mungkin internal atau eksternal. Artinya, kita mungkin berhasil atau gagal karena factor-faktor yang kami percaya memiliki asal usul mereka di dalam diri kita atau karena factor yang berasal di lingkungan kita.
  2. Penyebab keberhasilan atau kegagalan seseorang dapat berupa stabil atau tidak stabil. Maksudnya, jika kita percaya penyebab stabil maka hasilnya mungkin akan sama jika melakukan perilaku yang sama pada kesempatan lain.
  3. Penyebab keberhasilan atau kegagalan dapat berupa dikontrol atau tidak terkendali. Faktor terkendali adalah salah satu yang kami yakin kami dapat mengubah diri kita sendiri jika kita ingin melakukannya.Adapun factor tak terkendali adalah salah satu yang kita tidak percaya kita dengan mudah dapat mengubahnya.
Merupakan factor internal yang dapat dikontrol, yakni kita dapat mengendalikan usaha dengan mencoba lebih keras. Demikian juga factor eksternal dapat dikontrol , misalnya seseorang gagal dalam suatu lembaga pelatihan , namun dapat berhasil jika dapat mengambil pelatihan yang lebih mudah. Atau dapat disebut sebagai factor tidak terkendali apabila kalkulus dianggap sulit kareba bersifat abstrak, akan tetap abstrak, tidak akan terpengaruh terhadap apa yang kita lakukan.
Secara umum, ini berarti bahwa ketika peserta didik berhasil di tugas akademik, mereka cenderung ingin atribut keberhasilan ini untuk usaha mereka sendiri, tetapi ketika mereka gagal, mereka ingin atribut kegagalan mereka untukfactor-faktor dimana mereka tidak memiliki kendali, sepeti mengajarkan hal buruk atau bernasib buruk.
Menurut Weiner, factor paling penting yang mempengaruhi atribusi ada empat factor yakni antara lain :
1.      Ability yakni kemampuan, adalah factor internal dan relative stabil dimana peserta didik tidak banyak latihan control langsung.
2.      Task difficulty yakni kesulitan tugas dan stabil merupakan factor eksternal yang sebgaian besar di luar pembelajaran control.
3.      Effort yakni upaya, adalah factor internal dan tidak stabil dimana peserta didik dapat latihan banyak control.
4.      Luck yakni factor eksternal dan tidak stabil dimana peserta didik latihan control sangat kecil.
Untuk memahami seseorang dalam kaitannya dengan suatu kejadian, Weiner menunjuk dua dimensi yaitu :
a. Dimensi internal-eksternal sebagai sumber kausalitas
b. Dimensi stabil-tidak stabil sebagai sifat kausalitas
D. Motivasi dan Keyakinan
a.       Kepercayaan terhadap kemampuan
Teori attribution memandang kemapuan sebagai kesatuan stabil. Temuan yang lain, bagaimanapun adanya anak kecil. (Nicolas dan miller) dan beberapa oring dewasa meliahat kemapuan lebih kepada skil dan dengan begitu incremental.Pandangan ini menyarankan bahwa kemapuan adalah dapat diawasi dan dapat berubah.Incremental ini melihat kemampuan pada kemapuan yang tebal dapat berkembang denagn usaha. Orang lain mempertahankan pandangan bahwa kemapuan adalah sebuah kesatuan. Suatu pandangan kesatuan kemapuan berarti kemapuan itu stabil tidak dapat dikendalikan.
Perbedaan pengembangan dalam kepercayaan tentang kemapuan. Anak muda cenderung mempunyai sikap optimis, terlihat dari kemampuan mereka , pegangan harapan tinggi untuk sukses, dan sungguh berpegas agar tidak gagal. Juga melalui awal nilai dasar anak cenderung memandang usaha dan kemampuan sama. ‘mereka mengamsumsikan bahwa orang orang pandai berusaha keras dan berusaha keras menjadikan pintar, jika seseorang sukses, kemudian dia harus berusaha keras dan dia harus menjadi pintar, jika dia gagal dia tidak harus berusaha dan dia tidak harus pintar.
b.      Kebutuhan untuk melindungi diri,
              Covington (1992) menyatakan bahwa kebutuhan untuk harga diri adalah sebuah kebutuhan dasar semua individu dan dengan secara instraktif bekerja keras untuk melindungi harga diri mereka ketika itu terancam, seperti kasus pada kegagalan public.Catatan Covington bahwa, untuk para siswa mendekati masa remaja harga diri adalah sering menentukan pada bagian tes oleh kemampuan akedemik mereka.
              Peneliti telah menemukan hubungan antara kebutuhan pelajar untuk melindungi harga diri mereka, kepercayaan mereka tentang kemampuandan motivasi prestasi (Ames,1990; Covington, 1992; Covington & Omelich, 1987). Hubungan ini penting dalam kelas terutam dengan siswa yang lebih tua.Ketika siswa mendekati masa remaja, mereka terus meningkat cenderung memperlihatkan kemampuan stabil (suatu kesatuan) dan lebih sedikit berhubungan dengan usaha kemudian mereka melakukannya dengan cepat dan presepsi tentang kemampuan yang tinggi meningkat dalam kepentingan (Anderman & Maehr, 1994).Sebagai hasilnya meletakkan meja usaha dapat menjadi resiko karena gagal setelah bekerja keras kemudian menyarankan bahwa orang itu “bisu’’.
              Para siswa boleh melibatkan perilaku menghalangi diri untuk melindungi harga diri mereka (Pinrich & Schunk, 1996) – contohnya membuat penilaian dengan tika berusaha (oh yakin saya akan mendapatkan nilai sebaik nilaimu jika saya belajar keras seperti yang kau lakukan), menunda-nunda (“ saya kan melaksanakan yang lebih baik, tapi saya tidak memeulai belajar sampai tengah malam semalam”), dan menyalahkan ketiadaan capaian pada ketertarikan (Covington & Olemich, 1987; mantzicopoulos, 1989). Dari titik-titik pandang para siswa kegagalan tanpa usaha tidak mencerminkan pada kemampuan mereka.Apa yang mereka capai adalah kegagalan dengan penghormatan (Ames, 1990, p.413).
D. Kebutuhan, Kepercayaan dan Harga Diri
Kebijakan Konvensional dan Riset
            Dengan banyaknya asepek-aspek mengenai pembelajaran dan perilaku, yang dimengerti tentang motivasi, lebih kompleks kami menemukannya  dan kami juga menemukan beberpap kebijaksanaan konvensional yang memandu perilaku guru yang plin-plan dengan hasil penelitian.Contoh kebijakn konvensional (di italia) berhubungan dengan hasil yang diuraiakan sebagai berikut :
1.      Para siswa yang kurang percaya diri pada kemampuan mereka harus diberikan pekerjaan berat untuk sukses. Penelitian menandai bahwa sukses sendiritidak perlu bantalan kepercayaan. Itu mengabaikan atribusi para siswa dan presepsi tentang pengalaman mereka ( Dweck, 1985). Untuk kemanjuran diri dapat ditingkatkan . para siswa harus merrasa tugas itu yang mereka gantikan sebagai tantangan, penuh arti dan penting.
2.      Menemukan suatu yang positif yang dikatakan sebuah pekerjaan para siswa. Umpan balik positif yang diinginkan, tapi pujian untuk capaian test yang mudah atau pujian yang tidak tergantung pada pemenuhan yang bisa mengurangi motivasi, terutama sekali pada siswa yang lebih tua (Brophy, 1981; Ford, 1992) . lagi kemajuan diri memerlukan kemajuan asli pada penuh arti dan tugas menantang ( Clifford, 1990)
3.      Penghargaan pada siswa untuk perilaku yang diinginkan. Jika diterapkan dengan baik. Penguatan lebih efektifwalaupun mereka biasanya diharapkan untuk memotivasi paling sedikit para siswa penuh perhatian atau itu dilaksanakan kurang baik, bagaimanapun  mereka secara khas diterapkan untuk keseluruhan kelas atau keseluruhan sekolah (Ames, 1990)
4.      Beriak pilihan kepada siswa dan sebuah pengertian pengendalian pribadi dalam kelas. Permasalahan disini adalah struktur banyak kelas yang melibatkan kompetensi dan capaian perbandingan publik ( Anderman & Maehr, 1994. Dalam kelas yang kompetitif , pilihan itu memastikan kesuksesan dan perlindunagn kemampuan akan mengambil hak yang lebih tinggi atas minat, tantangan dan penguasaan tugas ( Maehr, 1992; Nicholls, 1989)
5.      Mendorong para siswa terhadap kegagalan atribut pada ketiadaan usaha. Banyak siswa percaya bahwa mereka siap berusaha keras dan menceritakan mereka untuk berusaha lebih keras dalam pengurangan kemanjuran diri mereka. Benar-benar mengesankan pada siswa yang didukung usaha yang maksimum yang diperlukan untuk mencapai kesuksesan. Bisa dipimpin oleh perasaan “ saya tidak mau bekerja keras lagi” (Ames, 1990, p.418), dan mereka akhirnya ditakut-takuti. Dalam beberapa kelas, para siswa tidak percaya bahwa mereka yang lebih sukses adalah mereka yang bekerja lebih keras, dan berusaha untuk menyakinkan mereka cara lain mempunyai sedikit kepercayaan (Nicholss, 1989). Untuk usahatimbal balik lebih efektif, itu harus lebih terpercaya kepada siswa.

E.  Motivasi dan Gol
              Gol secara luas digunakan unruk memotivasi pekerja dan mengembangkan penampilan dalam dunia bisnis. Mereka menambah motivasi dan kemanjuran diri paling sedikit 3 cara (Locke & Latham, 1990)
1.      Mereka memberikan pengujian standard yang mengukur perkembangan mereka, menggunakan ini “pengukuran tongkat” hasilnya terukur dalam bukti pemelajaran
2.      Mereka menambah usaha dan ketekunan
3.      Mereka mendorong pengembangan strategi baru ketika orang-orang yang tua belum sukses sepenuhnya.
Disamping keuntungan ini, riset menandai bahwa banyak siswa termasuk diperguruan tinggi.Belajar tanpamembersihkan gol dalam pikiran (Morgan, 1985). Para siswa menyiapkan waktu banyak dan meyusun kembali catatan mereka, contohnya tapi mempertimbangan bagaimana tugas ini menyokong untuk dipelajari. Mereka Nampak berpikir secara diam-diam bahwa persiapan waktu yang sama dalam belajar. Setelah mereka diajar untuk gol yang efektif, prestasi meningkat (Morgan, 1987)
Karakteristik Gol yang Efektif
Efektif gol mempunyai 3 karakteristik :
1.      Khusus (vs lebar dan umum)
2.      Segera atau dekat (vs jauh)
3.      Sedang sulit ( vs sangat gampang atau sangat susah) (Schubk, 1994)
Mempertimabangkan karakteristik itu seperti anda menguji gol yang berikut :
1.      Untuk berusaha keras mengerjakan tugasku
2.      Untuk belajar Al-jabar
3.      Untuk memecahkan penyamaan dengan satu ketidak tahuan
Permasalahan dengan yang pertama adalah jauh dan tidak spesifik. Itu tidak memerintahkan kepada siswa apa yang harus dilakukan selanjutnya. Kebenaran yang sama pada yang kedua; itu juga umum dan jauh, itu konytaks antara yang pelajran diorientasikan dan yang capaian diorientasikan penting ( Ames& Archer, 1988; Dweck, 1985). Untuk menggambarkan perbedaannya, dipertimbangakan dalam gol berikut ini :
1.      Untuk mendapatkan sedikitnya suatu B pada essaika
2.      Untuk mencetak prestasi didalam puncak keempat dalam kelas pada tes berikutnya
3.      Untuk mengidentifikasi contoh baru tiap-tiap judul topic didalam bagian berikutnya pada bab ini
4.      Untuk menjelasakan bagaimana saya memecahkan setiap masalah pada tugas ini
Yang pertama dan kedua adalah capaian gol.Yang fokus pada pertunjukan kemampuan yang tinggi dan menghindari kegagalan. Dalam sebuah “ capaian” orientasi, pelajarn tidak terlihat sebagai sebuah goal, tapi melainkan sebagai makna kearah akhir, seperti sebuah nilai test tinggi atau nilai yang bagus. Capaian gol dapat membimbing untuk “lulus” atau bermain game di banding kepahaman asli.
Capaian gol dapat pula membimbing untuk merasakan ketertarikan tentang kesuksesan dan kegagalan, kehilangan harga diri setelah gagal (Dweck & Leggett, 1988) dan sebuah orientasi ego, dimana siswa-siswa tersadar kelihatan lebih pintar atau penampilan yang lebih baik disbanding yang lain, disbanding dengan pembelajaran & pemahaman (Nicholls, 1984)
Ketiga dan keempat pada daftar, membandingkan pembelajar gol atau gol yang focus pada tantangan dan penguasaan tugas (Pintrich & Garcia, 1991). Pembelajaran gol membimbing untuk sebuah orientasi tugas (Nichols, 1984), dimana siswa focus terhadap pemahaman dan tidak khawatir tentang kegagalan atau perbandingan dengan yang lain. Sebuah tugas orientasi bias membimbing untuk memilih walaupun lebih ke aktivitas yang menentang (Aries, 1990), menggunakan “proses dalam” strategi –startegi seperti pengertian monitoring dan pengembangan dan peningkatan kemanjuran diri. Capaian gold an sebuah orientasi ego membimbing untuk sebuah penghindaran tentang aktivitas, kekeranga usaha, dan permuakaan strategi seperti latiahn (Meece, Blumenfeld & Hoyle, 1988)
Perbedaan antara pembelajran gold an capaian gol adalah sulit dipisahkan tapi penting. Contohnya, focus pada gol keempat pada daftar adalah menjelaskan bagaimana tiap masalah dapat dipecahkan atau diselesaikan. Seringkali pemecahan suatu nomor masalah adalah bukan pembelajaran gol karena itu tidak focus pada strategi dan sebuah pemahaman pada masalah ini. Focus pada pemahaman penting keduanya untuk prestasi dan untuk meningkatkan kemanjuran diri ( Schunk, 1994).
Walaupun membantu siswa mengatur gol efektif bukanlah sebuah obat mejarab, itu bias mengurangi bnyak masalah termasuk dalam kepercayaan tentang kemmapuan yang kami bahas dibagian sebelumnya. Riset menandai bahwa siswa tang mengadopsi gol pelajaran tetap berlaku kesulitan pada bagian depan.: sukses atribut ke internal, penyebab dapat berubah, menanggung resiko dan menerima tantangn akademis; memusatkan pada penguasaan pribadi (Broning at all, 1995). Guru dapat membantu siswa berkembang pada orientasi inidengan menekankan penguasaan isi dan pemahaman, dengan De- Emphasizing penilaian dan kompetensi, dengan memperagaan pencarian mereka sendiri untuk pemahaman ketika mengajar
F. Motivasi dan Pengaturan Pembelajarn Diri
Kebnaykan pandangan tentang pengaturan pembeljaran diri menyarankan bahwa itu melibatkan 3 komponen :Metacognition, gunakan startegi efektif dan pengendalian motivasi ( Braning et all, 1995). Liat bab 6 tentang pengaturan diri yang efektif termasuk pengaturan gol, observasi diri, dan penilaian diri. Observasi diri dan penialian diri adalah proses metacognitive. Pengaturan diri pelajar juga membuat sebuah usaha untuk mmelihara perhatian mereka, meras informasi yang diteliti dan menyandi informasi dengan kompak, bagan yang terintegrasi. Hubungan antara metacognition, penggunaan startegi dan pengendalian motivasi adalah figure yang digambarkan di 9.4
G. Pengendalian Motivasi
Motivasi adalah sebuah bagian yang penting dari peraturan diri.Pegaturan motivasi melibatkan indikasi untuk mengatur gol, menimbulkan kepercayaan positif tentang keterampilan dan kemampuan orang dan melakukan penyesuaian usaha sebagai pengembangan pembelajaran (Bruning et al, 1995).Sering, pengendalian motivasi terjadi melalui pembicaraan diri contohnya, seorang siswa temui sebuah tugas pelajaran mungkin dikatakan sesuatu seperti “hmmm, bisakah saya lakukan ini? Yeah saya fikir itu sama sama yang saya kerjakan minggu lalu. Satu langakh pada waktu yang sama. “ pegendalian motivasi dalam wujud pembicaraan diri membantu pelajar memelihara pengaturan diri selama proses pembelajaran.
Sebagai siswa membuat kemajuan didalam pembelajar gol, perasaan mereka pada kemajuan diri. Kita semua merasa baik ketika menyelesaikan sesuatu perasaan kemanjuran diri kemudian timbal balik dan memeprtinggi pembelajaran.Siswa merasa manjur dalam pembelajran memilih untuk menggunakan tugas memilih strategis yang efektif, memeprluas usaha dan tetap melakukannya ketika kesulitan bertemu pengembangan pengendalian motivasi melalui monitoring diri tidak hanya mempertinggi pembelajaran tapi jiga berkontribusi dalam pengaturn diri siswa. Apa yang dipembahasan ini katakana kepadamu sebagai guru. Pertama sebgai pengajar kamu harus setuju tentang apa tujuan kamu dan mengkomunikasikannya dnegan siswa. Kedua, membantu siswa mempelajarai bagaimana membuat tujuan mereka sendiri dan membantu mengembnagkan pembelajaran dibandingkan orientasi penampilan. Ketiga, membantu mereka memeilih startegi untuk menghadapi tjuan ini dan mengajarkannya dalam monitoring perkembangan mereka sebagai siswa
Hubungan Dalam Kelas
Mengaplikasikan pemahaman motivasi dan
1.      Memulai kelas dengan melihat satu persatu siswa
-          Guru kelas 3 memulai pelajaran tentang binatang dengan menggunakan bentuk binatang itu dengan membawa seekor udang laut ke kelas. Dan meminta siswa untuk membandingkan cara udang laut merasakan dan cara lengan tangan mereka sendiri dan kaki merasakan.
2.      Menghadiri ke peran defisit siswa
-          Guru kelas 7 meminta 2 gadis terpopuler didalam kelasnya untuk memperkenalkan gadis baru ke beberapa siswa dan mengambil dibawahna sayap-sayap mereka sampai dia berkenalan
3.      Kebutuhan model pertumbuhan dengan sisw-siswa mu
-          Seoarang guru social belajar membawakan surat kabar yang didalamnya terdapatbpendapat redaksi politis dan menyakan ke siswa tentang pendapat mereka terhadap isu tersebut.
4.      Mempermosikan perasaan dengan mengontrol dan membiarkan para siswa bersuara dalam membuat keputusan
-          Seorang guru sekolah meminta para siswa untuk menyarankan peraturan dalam kelas. Dia membuatnya satu bagian untuk mencakup beberapa dari merek pada daftarnya.
5.      Para siswa bantuan menujukan prestasi ke usaha
-          Guru kelas 2 berhati-hati mengontrol usaha siswa dalam pekerjaan. Ketika dia melihat tugas yang kurang dia memberi komentar terhadap ndividu seperti pekerjaan mu.
Ekspektasi Guru
Motivasi dan kinerja guru mungkin di pengaruhi oleh ekspektasi guru. Guru seringkali punya ekspektasi lebih positif untuk murid berkemampuan tinggi ketimbang murid yang berkemampuan rendah. Ekspektasi  ini mungkin akan mempengaruhi sikap dan perilaku murid terhadap guru. Misalnya, guru menyuruh murid yang berkemampuan tinggi  untuk belajar lebih keras, mau meluangkan waktu untuk lebih lama untuk menunggu jawaban dari mereka,merespons mereka dengan lebih banyak informasi yang lebih mendalam ,tidak terlalu sering menengur, lebih sering memuji mereka, lebih rama terhadap mereka, lebih sering memanggil mereka, menempatkan mereka dengandi bangku yang lebih dekat dengan meja guru, dan lebih mungkin member i tabahan nilai kepada mereka. Hal yang sebaliknya terjadiuntuk kasus anak berkemampuan rendah (brophy,1985, 1998; brophy dan good 1974). Salah satu strategi pengajaran yang penting adalah memantau ekspektasi anda dan pastikan anda punya ekspektasi yang positif terhadap semua murid termasuk murid yang berkemampuan rendah. Untungnya, para periset telah menemukan bahwa dengan sedikit dukungan, guru dapat menaikkan ekspektasi mereka terhadap muri berkemampuan rendah (Weinstein, medison, & kulinski, 1995).
H. Motivasi, Hubungan Dan Konteks Sosiokultural
Motivasi mempunyai komponen social. Selain motif untuk berprestasi, murid juga punya motif social, hubungan social, dan konteks sosiokultural dari murid.
Motif Sosial
Latar belakang social anak akan mempengaruhi kehiduapan mereka di sekolah. Setiap hari murid membangun dan mempertahankan hubungan social. Para periset telah menemukan bahwa murid yang menunjukkan perilaku yang kompeten  secar social lebih unggul secara akademis ketimbang murid yang tidak  kompeten (wentzel, 1996). Namun, secarb keseluruhan, par periset tidak banyak memberi perhatian kepada bagaiman dunia soaial muri berhubungan dengan motivasi mereka dalam kelas.
Motif sosial adalah kebutuhan dan keinginan yang di kenal melalui pengalaman dengan dunia social. Perhatian terhadap motif social muncul dari catalog kebutuhan (atau motif) yang disusun Henry Murray (1938), yang mencakup Kebutuhan akan Afiliasi atau keterhubungan, yakni motif untuk merasa cukup terhubung dengan orang lain, yang telah kami deskripsiakan di awal bab ini. Kebutuhan ini membutuhkan pembentukan, pemeliharaan, dan pemulihan hubungan yang akrab, hangat dan personal. Kebutuhan social murid di refleksiakn dalam keinginan mereka untuk popular dimata teman sebaya dan kebutuhan punya satu kawan akrab atau lebih, dan keinginan untuk menarik di mata orang yang mereka sukai. Meskipun setiap murid punya kebutuha Afiliasi, beberapa murid punya kebutuhan yang lebih kuat ketimbang murid lain(O’Conner & Rosenblood, 1996). Beberap murid suka di kelilingi banyak kawan. Di SMP dan di SMA,  beberapa murid merasa ada yang hilang dalam kehidupan mereka jika mereka tidak punya pacar untuk di ajak kencan pada malam minggu. Murid lainnya tidak punya kebutuhan afiliasi sekuat itu. Mereka tidak peduli apakah mereka punya banyak kawan atau tidak dan tidak cemas jika mereka tidak punya pacar.
Penerimaan guru dan teman adalah motiv sosial penting bagi kebanyakan murid. Pada masa SD murid lebih termotivasi untuk menyenangkan orang tuanya ketimbang menyenagnkan temannya (Berndt, 1979). Menjelang akhir masa SD, penerimaan orang tua dan teman  berada dalam posisi seimbang dalam system motif anak.pada grade delapan atau Sembilan (sekolah menengah), penerimaan teman lebih penting ketimbang penerimaan orang tua. Pada grade 12, penerimaan teman kurang penting Karena murid sudah mulai mandiri dan membuat keputusan sendiri .
Remaja dapat merupakan masa peralihan penting dalam motivasi prestasi dan motivasi sosial (Henderson & Dweck 1990). Tekanan akademik dan sosial memaksa remaja mengambil peran baruyang melibatkan tanggung jawab yang lebih besar, setelah remaja mengalami tekanan yang lebih kuat untuk berprestasi, kepentingan sosial mereka mungkin akan agak terabaikan karena mereka lebih fokus pada persoalan akademik. Atau, ambisi di satu bidang dapat melemahkan tujuan di bidang lain, seperti ketika tujuan mengejar prestasi akademik menyebabkan hilangnya motif sosial. Pada masa remaja awal ini, murid menghadapi piliahan antara mengejar tujuan sosial atau mengejar tujuan akademik. Hasil dari keputusan ini  akan berefek jangka panjang dalam tujuan akademik dan karier mereka.
Hubungan Sosial
Hubungan murid dengan orang tua, teman sebaya, kawan, guru, dan mentor, dan orang lain, dapat mempengaruhi prestasi dan motivasi sosial mereka.
Orang tua.  Telah dilakuakn riset tentang hubungan antara parenting dengan motivasi murid. Studi-studi tersebut mengkaji karakteristik demokrafis, taktik pengasuhan anak, dan provisi pengalaman spesifik di rumah (Eccles, wigfield, & Schiefele, 1998).
Karakteristik demografis. Orang tua dengan pendidikan yang lebih tinggi akan lebih mungkin percaya bahwa keterlibatan mereka  dalam pendidikan anak adalahpenting. Mereka lebih mungkin untuk berpartisipasi dalam pendidikan anak dan member stimuliintelektual di rumah (Schneider & coleman, 1993). Ketika wktu dan energy orang tua lebih banyak di habiskan untuk orang lain atau untuk sesuatu yang lain ketimbang untuk anaknya, motivasi anak mungkin akan menurun tajam, prestasi murid dapat menurun apabila mereka tinggal dalam keluarga Singleparent, tinggal bersama  orang tua yang waktunya dihabiskan untuk bekerja, dan tinggal dalam keluarga besar.
Praktik pengasuhan anak. Walaupun factor demografis dapat mempengaruhi motivasi murid, factor yang lebih penting adalah praktik pengasuhan anak oleh orang tuanya (Eccles, 1993; Eccles, wigfield, & schiefele,1998)
Berikut ini adalah praktik penting positif yang dapat meningkatkan motivasi dan prestasi:
·         Mengenal betul anak dan member I tantangan dan dukungan dalam kadar yang tepat.
·         Memberikan iklim emosional yang positif yang memotivasi anak untuk mengamalkan nilai dan tujuan orang tua.
·         Menjadi model prilaku yang member motivasi: bekerja keras dan gigih menghadapi tantangan.
Provisi pengalaman spesifik di rumah. Selain praktik pengasuhan umum, orang tua dapat memberikan pengalaman spesifik di rumah untuk membantu murid lebih termotivasi. Membacakan buku untuk anak prasekolah dan member materi bacaan di rumah akan memberi  efek positif pada prestasi dan motivasi membaca anak.
             Teman sebaya (peer). Teman sebaya dapat mempengaruhi motivasi anak melalui perbandingan sosial,kompetensi dan motivasi sosial, belajar berasma, dan pengaruh kelompok teman sebaya.
Murid dapat membandingkan dirinya sendiri dengan teman sebaya mereka secara akademik dan sosial. Di bandingkan anak kecil remaj lebih mungkin melakukan perbandingan sosial, walaupun remaja lebih gampang menyangkal bahwa mereka membandingkan dirinya dengan orang lain. Perbandingan sosialyang positif biasanya menimbulkan penghargaan diri yang lebih tinggi, sedangak perbandingan negative menurunkan penghargaan diri.
            Teman sebaya dapat membantu satu sama lain dalam mempelajari materi pelajaran melalui diskusi kelompok kecil. Dan tutoring teman sebaya sering kali meningkatkan prestasi bagi tutor maupun murid yang di beri tutorial.
            Guru. Banyak anak yang tidak bagus belajarnya di sekolah punya hubungan negatif dengan mereka (Stipek, 2002). Mereka seringkali mengalami masalah karena, misalnya, tidak mengerjakan tugas, tidak memperhatikan, atau karena bikin onar. dalam banyak kasus, mereka pantas di tegur dan di hukum, akan tetapi seringkali situasi kelas menjadi sangat tidak menyenagkan bagi mereka. Motivasi murid akan bertambah jika guru member tugas yang menantang dalam lingkungan yang mendukung proses penguasaan materi. Guru harus memberikan dukungan emosinal dan kognitif, member materi yang berarti dan menarik untuk di pelajari dan dikuasai, dan member dukungan yang cukup bagi terciptanya kemandirian dan inisiatif murid.



Guru  yang perhatian
Guru yang tidak perhatian
Perilaku mengajar
Berusaha membuat kelas jadi menarik; mengajar dengan cara special.
Mengajar dengan cara menjemukkan, banyak member tugas, tetap mengajar walau murid tdk memperhatikan.
Gaya komunikasi
Bicara kepada saya, member i
\perhatian, mengajukan pertanyaan, mendengarkan
Beberteriak, marah-marah,rsikap tidak peduli, seenaknya.
Perlakuan adil dan respek
Jujur dan adil, memenuhi janji, mempercayai saya, member tahu kebenaran
Mempermalukan dan merendahkan
Perhatian terhadap individu
Berta nya jika ada sesuatu yang tdk beres, bicara kepada saya mengenai problem saya, bersikap layaknya kawan, bertanya saat saya butuh bantuan, mau meluangkan waktu untuk memahami saya, memanggil saya.
Lupa nama, tidak melakukan apa-apa saat saya melakukan sesuatu atau menjawab pertanyaan, tidak berusaha membantu saya.


MURID BERPRESTASI RENDAH DAN SULIT DIDEKATI
            Salah satu aspek yang sulit dalam mengajar adalah bagaimana membantu murid yang berprestasi rendah dan susah didekati. Jere Brophy (1998) mendeskripsikan strategi untuk meningkatkan motivasi dua jenis murid yang susah didekati dan berprestasi rendah ini:
1.      Murid yang tidak semangat dan kurang percaya diri dan kurang termotivasi untuk belajar.
2.      Murid yang tidak tertarik atau terasing

1.      Murid yang Tidak Bersemangat
Murid jenis ini mencakup:
a.       Murid berprestasi rendah dengan kemampuan rendah yang kesulitan untuk mengikuti pelajaran dan punya ekspestasi prestasi yang rendah.
b.      Murid dengan sindrom kegagalan.
c.       Murid yang terobsesi untuk melindungi harga dirinya dengan menghindari kegagalan.

Murid berprestasi rendah dengan ekspestasi kesuksesan yang rendah. Murid jenis ini perlu terus menerus diyakinkan bahwa mereka bisa mencapai tujuan dan menghadapi tantangan yang telah anda tentukan untuk mereka dan anda perlu membantu mereka untuk mencapai sukses. Akan tetapi mereka perlu diingatkan bahwa anda akan menerima kemajuan mereka hanya sepanjang mereka melakukan upaya nyata. Mereka mungkin membutuhkan instruksi tersndiri atau aktivitas khusus untuk meningkatkan level keahlian mereka. Bantu mereka untuk menentukan tujuan pembelajaran dan beri dukungan untuk mecapai tujuan, suruh murid ini untuk melakukan kerja keras dan membuat kemajuan, meskipun mungkin mereka tidak punya kemampuan untuk melakukannya di level kelas secara keseluruhan.
Murid dengan sindrom kegagalan. Sindrom kegagalan adalah murid memiliki ekspestasi rendah untuk meraih kesuksesan dan menyerah saat menghadapi kesulitan awal. Murid dengan sindrom kegagalan  berbeda dengan murid berprestasi rendah yang selalu gagal meski sudah berusaha keras. Murid dengan sindrom kegagalan tidak mau berusaha keras, sering kali menjalankan tugas dengan setengah hati dan cepat menyerah saat pertama kali menghadapi kesulitan. Murid dengan sindrom kegagalan sering punya rasa self-efficacy rendah atau punya masalah atribusi, dengan menghubungkan kegagalan mereka dengan sebab-sebab aternal, stabil dan tak dapat dikontrol, seperti kemampuan rendah.
Sejumlah strategi dapat dipakai untuk meningkatkan motivasi murid yang mengalami sindrom kegagalan. Yang amat bermanfaat adalah metode pelatihan ulang (retraining) kognitif, seperti retraining kecakapan, retraining atribusi dan strategi training yang dideskripsikan pada tabel di bawah ini:
Metode Training
Penekanan Utama
Tujuan Utama
Training kecakapan
Meningkatkan persepsi kecakapan diri murid
Mengajari murid menentukan dan berjuang mencapai tujuan yang spesifik, menantang dan realistis. Memonitor kemajuan murid dan memberi dukungan dengan mengatakan sesuatu “saya tahu kamu bisa melakukannya” menggunakan modeling orang dewasa dan teman sebaya secara efektif. Mengindividualisasikan intrupsi dan mengaitkannya dengan pengetahuan dan kemampuan murid. Meminimalkan perbandingan sosial. Menjadi guru yang cakap dan punya rasa percaya diri terhadap kemampuan anda. Memandang murid pengidap sindrom kegagalan sebagai tantangan bukan sebagai pecundang.
Retraining atribusi dan orientasi prestasi
Mengubah atribusi dan orientasi prestasi murid
Mengajari murid untuk menghubungkan kegagalan dengan faktor-faktor yang Dapat diubah, seperti pengetahuan atau usaha yang kurang memadai dan strategi yang tak efektif. Membantu murid untuk mengembangkan orientasi penguasaan ketimbang orientasi kinerja belaka, dengan cara membantu mereka untuk fokus pada proses pencapaian prestasi(pembelajaran tugas) ketimbang produk prestasi(kemenangan atau kekalahan)
Training strategi
Meningkatkan strategi dan keahlian tugas dan bidang pelajaran
Membantu murid menguasai dan mengatur sendiri penggunaan pembelajaran yang efektif dan strategi pemecahan problem. Ajari murid anda apa yang mesti dilakukan, bagaimana cara melakukannya, dan kapan dan mengapa itu harus dilakukan.

Murid yang termotivasi untuk melindungi harga dirinya dengan menghindari kegagalan. Beberapa murid sangat ingin melindungi harga dirinya dan menghindari kegagalan sehingga mereka tidak mau mengejar tujuan pembelajaran dan menjalankan strategi yang tidak efektif (   & Midgely, 2001).  Berikut ini beberapa strategi mereka untuk melindungi harga diri dan menghindari kegagalan mereka (covington & Teel, 1996):
Non performance.Strategi paling jelas untuk menghindari kegagalan adalah tidak mau mencoba. Taktik tidak mau mencoba (Non performance) ini antara lain tampak ingin menjawab pertanyaan dari guru tetapi berharap guru memanggil murid lain, menunduk di bangku agar tidak terlihat oleh guru, dan menghindari kontak mata. Ini mungkin tampak seperti penipuan kecil-kecilan, tetapi bisa menjadi besar dan kronis seperti sering “cabut” dari kelas atau banyak membolos.
Berpura-pura. Agar tidak dikritik karena tidak mau mencoba, beberapa murid tampak berpartisipasi tetapi dia melakukannya demi menghindari hukuman, bukan untuk mencari sukses. Tingkah pura-pura yang lazim misalnya pura-pura bertanya meskipun sudah tau jawabannya, menampakkan ekspresi pasif dan rasa ingin tahu, dan menghindari perhatian selama diskusi kelas.
Menunda-nunda. Murid yang menunda belajar sampai menjelang ujian dapat menghubungkan kegagalan mereka pada manajemen waktu yang buruk dan karenanya orang lain tidak memerhatikan kemungkinan bahwa dia sesungguhnya memang tidak pandai atau kompeten. Variasi dari cara ini antara lain murid melakukan banyak aktivitas dan tanggung jawab di mana mereka punya alasan untuk melakukannya secara tidak kompeten
Menentukan tujuan yang tidak terjangkau. Dengan menetapkan tujuan setinggi-tingginya sehingga kesuksesannya menjadi mustahil, seorang murid dapat terhindar dari kesan bahwa mereka tidak kompeten, karena tampaknya semua murid tidak bisa mencapai tujuan yang amat tinggi ini.
Kaki kayu akademik. Dalam cara ini, murid mengakui kelemahan personal kecil agar kelemahannya yang lebih besar tidak diketahui. Misalnya, murid mungkin mengaitkan hasil buruk ujian dengan kecemasan yang dialaminya. Gagal karena cemas tampaknya tak seburuk jika gagal karena tak mampu.
Martin covington dan rekan-rekannya (Covington,1992,1998; Covington & Teel,1996; Covington, Teel dan Parecki, 1994) mengusulkan sejumlah starategi untuk membantu murid  mengurangi kesibukannya melindungi harga dirinya dan menghindari kegagalan:
·         Beri murid tugas yang menarik dan memicu rasa ingin tahu mereka. Tugas itu harus menantang tetapi tidak melampaui kemampuan mereka. Beri mereka pilihan aktivitas pembelajaran yang akan dilakukan. Setelah keahlian mereka meningkat, naikkan tingkat kesulitan tugasnya.
·         Buat sistem imbalan/hadiah sehingga murid-bukan hanya murid yang cerdas dan berprestasi saja- dapat memperoleh  hadiah itu jika mereka mau bekerja keras. Pastikan hadiah itu akan memperkuat kemauan murid untuk menentukan tujuan yang bermakna. Juga cobalah tindakan pembelajaran itu sebagai tujuan yang diharapkan murid.
·         Bantu murid menentukan tujuan yang menantang namun realistis, dan beri mereka dukungan akademik dan emosional dalam rangka mencapai tujuan ini.
·         Perkuat asosiasi antara usaha dan harga diri. Usahakan murid berbangga atas usaha yang mereka lakukan dan minimalkan perbandingan sosial.
·         Dorong murid untuk memegang keyakinan positif terhadap kemampuan mereka sendiri.
·         Tingkatkan hubungan guru-murid dengan menekankan peran anda sebagai sumber daya manusia yang akan membimbing dan mendukung usaha pembelajaran murid, bukan berperan sebagai figur otoriter yang mengontrol prilaku murid.

2.      Murid yang tidak tertarik atau teralienasi (terasing)
Brophy(1998) percaya bahwa problem motivasi paling sulit adalah murid yang apatis, tidak tertarik belajar, atau teralienasi atau menjauhkan diri dari pembelajaran sekolah. Berprestasi di sekolah bagi mereka adalah hal yang tidak penting. Untuk mendekati murid yang apatis ini dibutuhkan usaha yang terus menerus untuk mensosialisasikan kembali sikap mereka terhadap prestasi sekolah (Murdock, 1999)
Berikut ini beberapa cara untuk mendekati Murid yang tidak tertarik atau teralienasi (Brophy,1998) :
·         Kembangkan hubungan positif dengan murid. Jika murid yang tidak tertarik itu tidak menyukai anda, maka akan sulit untuk mengajaknya mencapai tujuan pembelajaran. Tunjukkan kesabaran, tetapi terus bantu murid dan dorong untuk terus maju walaupun kadang ada kemunduran atau penolakan.
·         Buat suasana di sekolah menjadi menarik. Agar sekolah menjadi menarik bagi murid jenis ini. Cari tahu apa yang menarik bagi murid tersebut dan jika memungkinkan masukkan minat murid itu dalam tugas untuk mereka.
·         Ajari mereka strategi untuk membuat belajar jadi menyenangkan. Bantu mereka memahami bahwa mereka sendirilah yang menyebabkan masalah, dan cari jalan untuk membimbing mereka agar bangga dengan hasil kerja keras mereka sendiri.
·         Pertimbangkan penggunaan mentor. Pikirkan tentang kemungkinan bantuan mentor dari komunitas atau dari murid yang lebih tua yang anda percaya akan dihormati oleh murid yang tak tertarik atau teralienasi itu.



BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A.    Kesimpulan
Motivasi adalah dorongan. Motivasi muncul karena adanya kebutuhan yang dirasakan oleh konsumen. Kebutuhan muncul karena adanya rasa ketidaknyamanan yang dirasakan oleh konsumen. Kebutuhan tersebut mendorong seseorang untuk melakukan tindakan memenuhi kebutuhan tersebut dan inilah yang disebut motivasi. Motivasi sesungguhnya berawal dari suatu stimulus atau rangsangan yang akan menyebabkan pengenalan kebutuhan. Rangsangan bisa berasal dari dalam diri sendiri. Pengenalan kebutuhan menyebabkan tekanan sehingga adanya dorongan untuk melakukan tindakan yang bertujuan. Tindakan yang dilakukan bisa berbagai macam : konsumen akan mencari informasi mengenai produk tersebut, merk atau toko, tokoh akan berbicara, dan konsumen mungkin memperoleh produk atau jasa untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Kebutuhan yang dirasakan konsumen bisa dimunculkan oleh faktor diri konsumen sendiri(lapar, haus) dan faktor luar konsumen(aroma makanan yang berasal dari restoran sehingga konsumen terangsang untuk makan). Iklan dan komunikasi pemasaran juga bisa membangkitkan kebutuhan yang dirasakan oleh konsumen. Kebutuhan yang datang dari diri sendiri disebut kebutuhan fisiologis atau biologis atau sering disebut sebagai kebutuhan primer. Produk tersebut dimanfaatkan untuk mempertahankan hidupnya. Kebutuhan yang diciptakan sebagai reaksi konsumen terhadap lingkungan dan budayanya disebut kebutuhan sekunder. Kebutuhan tersebut biasanya bersifat psikologi dan mempertahankan hidupnya.
Perilaku mendorong konsumen untuk memenuhi kebutuhannya seiring dan dipandnag sebagai cara unuk memenuhi kebutuhan. Teori kebutuhan Maslow menyatakan bahwa manusia berusaha memenuhi kebutuhan tingkat rendahnya terlebih dahulu. Model hirarki Maslow kebutuhan yakni kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan ego, dan kebutuhan aktualisasi diri. Semakin sejahtera seseorang maka semakin kecil persentase pendapatannya untuk membeli makan.
Ada 3 kebutuhan dasar yang memotivasi seorang individu untuk berperilaku, yaitu kebutuhan untuk sukses, kebutuhan untuk afiliasi, dan kebutuhan kekuasaan.  Dua aplikasi penting dari teori motivasi adalah segmentasi dan positioning. Segmentasi dapat diperlihatkan oleh suatu produk melalui pesan yang dibuat pada iklan tersebut atau target konsumen produk tersebut. Positioning adalah citra produk atau jasa yang ingin dilihat oleh konsumen terhadap produk atau jasa. Kunci dari positioning adalah persepsi konsumen terhadap produk atau jasa. Motivasi konsumen dan kebutuhan dapat diukur dengan  kuesioner, dimana sejumlah pertanyaan diajukan kepada konsumen dan konsumen melaporkan motivasi dan kebutuhan sebagaimana ditanyakan kepadanya. Metode ini dikenal sebagai pelaporan diri atau self-report.
B.     Saran
Setelah selesainya makalah ini mungkin banyak kekeliruan yang didapat didalamnya, oleh karena itu saran dan kritik yang sigatnya membangun sangat diperlukan untuk pembuatan makalah kami selanjutnya.

1 komentar:

  1. isi makalahnya mudah dipahami tetapi harusnya memakai daftar pustaka agar lebih jelas referensinya

    BalasHapus