BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Kenyataan
menunjukkan bahwa ada beberapa kendala dan kesulitan yang dialami oleh guru
dalam pembelajaran matematika di tingkat lanjut (SMP dan SMA/SMK) oleh karena
beberapa konsep dasar matematika yang kurang dipahami oleh siswa. Dimana konsep
dasar tersebut sudah seharusnya dipahami di SD.
Melakukan operasi
bilangan bulat, merupakan salah satu kendala serius yang sering menghambat
pembelajaran matematika di tingkat SMP dan SMA/SMK. Guru yang mengajar
matematika di SMP atau SMA/SMK seharusnya mengajarkan suatu konsep matematika
lanjut (misalnya, persamaan garis lurus) tetapi karena konsep matematika lanjut
tersebut menggunakan operasi bilangan bulat maka dengan terpaksa guru tersebut
harus membenahi dahulu pemahaman siswa tentang bilangan bulat agar dapat memahami
materi matematika lanjut yang diajarkannya.
Secara hirarkis dalam kurikulum pendidikan matematika,
terlihat bahwa operasi bilangan bulat diajarkan di kelas V SD. Ini berarti, idelanya persoalan bilangan
bulat dan operasinya sudah tuntas di SD. Apalagi jika prinsip pembelajaran yang
kita anut adalah ”belajar tuntas”. Namun kita tidak harus menutup mata terhadap
kenyataan-kenyataan yang kita alami dalam pembelajaran matematika di SD, bahwa
banyak persoalan-persoalan mendasar yang terdapat didalamnya.
Persoalan tersebut diantaranya
tenaga pengajar yang kualifikasi dan kompetensinya masih beragam, Model
pembelajaran yang belum menerapkan prinsip-prinsip teori belajar, bahan belajar
yang disusun tanpa memperhatikan struktur berfikir anak SD dan sebagainya.
Menyadari hal tersebut, maka
penulis akan mengkaji melalui makalah ini persoalan yang terkait dengan
beberapa cara mengajarkan operasi bilangan bulat di SD. Cara-cara tersebut
disesuaikan dengan teori-teori belajar yang relavan, khususnya teori belajar
Jerome S. Bruner.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan
pengamatan penulis, beberapa masalah yang teridentifikasi dalam pembelajaran
matematika di SD
, khususnya operasi bilangan bulat adalah:
1.
Pengunaan garis bilangan dengan prinsip yang tidak konsisten.
Ada guru yang mengajarkan
garis bilangan dengan tidak konsisten, misalnnya 2-5 =-3 digambarkan sebagai berikut:
Ada dua hal yang tidak konsisten dengan
penggambaran diatas, yaitu:
a. Konsep perkalian bilangan bulat belum
diajarkan, kenapa sudah digunakan?.
b. Ada kesan, bahwa garis bilangan diarahkan
agar jawabannya cocok. Ini terjadi karena ada anggapan bahwa jawaban berada di
ujung anak panah. Haruskah begini?.
2. Kurang
tepat dalam memberikan pengertian bilangan bulat.
Beberapa pengertian yang
kurang tepat tentang bilangan bulat, adalah:
Berjalan
maju untuk bilangan positif dan mundur untuk bilangan negatif, atau berjalan ke
kanan untuk bilangan-bilangan positif dan berjalan ke kiri
untuk bilangan negatif, tanpa adanya penjelasan kenapa harus ada bilangan
negatif.
Seharusnya,
bilangan bulat diperkenalkan melalui bilangan asli. Artinya bilangan bulat
dibutuhkan karena adanya keterbatasan bilangan asli dalam memecahkan operasi
bilangan, khususnya bentuk ”a + .... = b
atau bentuk a – b = .... jika a > b. Pembelajaran seperti ini
mengikuti hirarki bilangan.
3. Tidak
dapat membedakan tanda + dan – sebagai operasi hitung dan tanda + dan – sebagai
jenis bilangan.
Ada guru dan siswa yang tidak tidak dapat
membedakan tanda + dan – sebagai operasi hitung dan tanda + dan – sebagai jenis
bilangan. Ini terlihat dari cara membacanya.
5 + (-2) dibaca ”lima ditambah minus dua” atau ”lima ditambah min dua”
-7 – (-3) dibaca ” min 7 kurang min tiga” atau ”min tujuh min min tiga”
Yang seharusnya dibaca:
”lima ditambah negatif dua”
dan ”negatif tujuh dikurang
negatif tiga”.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakekat Anak dalam Pembelajaran Matematika SD
Pembelajaran matematika SD
perlu mendapat perhatian, karena terdapat karakteristik antara hakekat anak usia
SD dan hakekat Matematika. Anak usia SD sedang mengalami
perkembangan dalam tingkat berfikirnya, tahap berfikir mereka belum formal,
bahkan di kelas-kelas rendah bukan tindak mungkin masih berada pada tahap
pra-konkret.
Di sisi lain, matematika
adalah ilmu deduktif, aksiomatik, formal, hirarkis, abstrak, bahasa simbol yang
padat arti dan semacamnya, sehingga para ahli matematika dapat mengembangkan
sebuah sistem matematika. Mengingat adanya perbedaan tersebut, maka diperlukan
adanya kemampuan khusus seorang guru untuk mengembangkan model pembelajaran
yang dapat menjembatani kedua perbedaan tersebut. Agar anak yang belum dapat
berfikir secara deduktif dapat mengerti dunia matematika yang bersifat
deduktif.
Guru perlu menyadari bahwa
anak bukanlah manusia dewasa yang kecil tatapi anak tumbuh dengan
perkembangannya sendiri. Guru perlu menyadari bahwa apa yang menurutnya mudah
dimengerti belum tentu mudah menurut anak bahkan mungkin susah dimengerti
menurut anak. Sesuatu yang abstrak dapat saja sederhana menurut gurunya yang
sudah formal dapat saja menjadi sesuatu yang sulit bagi anak yang belum formal.
Oleh karena itu tugas utama sekolah adalah mengembangkan kemampuan berfikir
intelektual anak.
Para ahli ilmu jiwa (Peaget,
Bruner, Dienes, Brownell) dalam mengembangkan teori belajarnya percaya bahwa
untuk memberikan sesuatu kepda anak didik maka harus memperhatikan tingkat
perkembangan berfikir anak. Pada dasarnya agar pembelajaran matematika
berhasil, dalam arti dapat dimengerti oleh siswa dengan baik, maka harus
dipastikan bahwa apa yang akan diajarkan tersebut, anak sudah siap untuk
menerimanya sesuai dengan tingkat perkembangan intelektualnya.
B. Teori Belajar Bruner
Jerome
S. Bruner dari Universitas Harvard terkenal dalam dunia pendidikan dengan hasil
studinya tentang ”perkembangan belajar”. Bruner menekankan bahwa setiap
indivudu pada waktu mengalami atau mengenal peristiwa atau benda yang ada di
lingkungannya, menemukan cara untuk menyatakan kembali peristiwa atau benda
tersebut di dalam fikirannya, yaitu suatu model mental tentang peristiwa atau
benda yang dialaminya atau dikenalnya.
Menurut
Bruner, proses belajar terbagi atas tiga tahapan, yaitu:
a. Tahap
Enaktif atau Tahap Kegiatan (Enactive)
Tahap pertama anak belajar
konsep adalah berhubungan dengan benda-benda real (nyata) atau mengalami
peristiwa di dunia sekitarnya.
Implikasi dalam
pembelajaran matematika berarti bahwa apabila dilakukan pembelajaran tentang
konsep, fakta, atau prosedur dalam matematika yang bersifat abstrak maka
hendaknya dimulai dari persoalan sehari-hari yang sederhana.
b. Tahap Ikonik atau Tahap Gambar
Bayangan (Iconic)
Pada tahap ini, anak telah
mengubah, menandai, dan menyimpan peristiwa atau benda dalam bentuk bayangan
mental. Dengan kata lain anak telah dapat membayangkan peristiwa yang
dialaminya atau benda yang dikenalnya walaunpun peristiwa itu telah berlalu
atau benda real itu tidak lagi berada dihadapannya.
Implikasi dalam
pembelajaran matematika, berarti bahwa setelah memanipulasi benda secara nyata
melalui persoalan keseharian dari dunia sekitar anak, guru melanjutkan dengan
membentuk modelnya sebagai bayangan mental dari benda atau peristiwa keseharian
tersebut.
c. Tahap Simbolik (Symbolic)
Pada tahap terakhir ini, anak
dapat mengutarakan bayangan mental tersebut dalam bentuk simbol dan bahasa.
Dengan kata lain apabila anak berjumpa dengan suatu simbol maka bayangan mental
yang ditandai oleh simbol tersebut dapat dipahaminya dan dijelaskan dengan
bahasanya sendiri.
Implikasi
dalam pembelajaran matematika, berarti bahwa tahap akhir pembelajaran konsep,
fakta, atau prosedur matematika yang abstrak itu adalah penggunaan simbol-simbol yang bersifat
abstrak sebagai wujud dari bahasa
matematika.
Bruner
dan kawan-kawanya melalui pengamata terhadap sejumlah besar kelas matematika,
merumuskan empat teorema dalam pembelajaran matematika, yaitu sebagai berikut:
a.
Teorema Penyusunan (Teorema Konstruksi).
Menurut teorema
penyusunan, cara terbaik memulai belajar suatu konsep matematika, dalil,
defenisi, dan semacamnya adalah dengan cara menyusun penyajiannya. Guru
hendaknya memulai dengan penyajian konkret, kemudian anak menyusun sendiri
pengertian mengenai ide tersebut. Dengan cara demikian anak lebih mudah
mengingat ide tersebut dan lebih mampu dalam menerapkan pada situasi lain.
b. Teorema Notasi
Menurut teorema notasi,
dalam pengajaran suatu konsep penggunaan notasi-notasi matematika harus
diberikan secara bertahap, dimulai dari
yang sederhana yang secara kognitif dapat lebih dipahami sampai kepada
yang makin kompleks notasinya. Ini tercermin dari hirarki pembelajaran
matematika di sekolah, konsep yang sama diajarkan pada tingkatan yang berbeda
(yang lebih tinggi) dengan tingkat abstraksi yang lebih tinggi dengan menggunakan
notasi yang lebih abstrak, yang kurang di kenal.
c. Teorema Pengkontrasan
Keanekaragaman (Teorema Kontras dan Variasi)
Teorema ini menyatakan
bahwa prosedur penyajian suatu konsep dari yang konkret ke yang abstrak harus
dilakukan dengan kegiatan pengkontrasan dan keanekaragaman. Konsep matematika
akan semakin berarti setelah dipertentangkan (dikontraskan) dengan konsep lainnya.
Ini berarti konsep
bilangan positif semakin berarti setelah dikontraskan dengan bilangan negatif, bilangan prima dengan
bilangan komposit. Busur, jari-jari, garis tengah, tali busur, tembereng, dan
juring suatu lingkaran akan semakin berarti jika dikontraskan satu dengan yang
nilainnya.
Disamping itu, penyajian
pembelajaran perlu dilakukan dengan bervariasi. Ini berarti ada baiknya
menyajikan konsep lingkaran melalui berbagai benda-benda berbentuk lingkaran,
misalnya gelang, ban sepeda, roda, cincing dan sebagainya.
d. Teorema Pengaitan (Teorema
Konektivitas).
Konsep, dalil, dan
ketrampilan matematika saling berkaitan. Begitu pula antar cabang matematika
(aljabar, geometri, aritmatika) juga saling berkaitan. Oleh karena itu
pembelajaran matematika akan lebih berhasil jika siswa diberi lebih banyak
kesempatan melihat kaitan-kaitan tersebut. Guru supaya dapat mengaitkan konsep
yang satu dengan konsep lainnya dalam pembelajaran matematika.
C.
Konsep Bilangan Bulat dan Pembelajarannya.
Pembelajaran
bilangan bulat sebaiknya tidak dipisahkan dengan bilangan asli. Jadi sebelum
membahas kajian bilangan bulatnya, terlebih dahulu disinggung tentang pembentuk
bilangan bulat dari proses operasi hitung pada bilangan asli. Seperti diketahui
bahwa bilangan asli seolah-olah terjadi secara alamiah. Ini ditandai dari
proses pengenalan bilangan yang dimulai dari jari-jemari untuk satu, dua, tiga,
dan seterusnya. Jadi yang diperkenalkan sebenarnya adalah bilangan asli.
Perluasan
dari bilangan asli dimulai dari pembahasan bahwa pada operasi bilangan asli
didapatkan bilangan asli pula. Jadi kalimat-kalimat seperti 3 + 5 = .... dan 4
+ 6 = ... selalu dapat dilengkapi dengan bilangan asli 8 dan 10. Perluasan
bilangan asli dimulai dari melengkapi bentuk-bentuk a + ... = b atau a – b =
...... jika a > b. Tentunya pelengkap dari bentuk tersebut tidak akan
ditemukan dari bilangan asli. Dari sinilah titik mulai pengenalan bilangan
bulat.
Pengenalan
bilangan bulat, diakhiri dengan pembahasan penggunaan bilangan bulat dalam
kehidupan sehari-hari. Misalnya hutang Rp 100.000,00 dinyatakan dengan –
100.000, 6 derajat dibawah nol dinyatakan dengan -60, 150 meter
dibawah permukaan laut ditulis -150 dan sebagainya.
D. Operasi
Hitung pada Bilangan Bulat dengan Pendekatan Teori Bruner.
Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya, bahwa Bruner membagi tahapan belajar menjadi tiga,
yaitu: enaktif, ikonik, dan simbolik. Terkait dengan hal tersebut dalam tulisan
ini pengenalan konsep operasi hitung bilangan bulat dilakukan melalui 3 tahap, yaitu:
tahap pengenalan konsep secara konkret, tahap pengenalan konsep secara semi
konkret, dan tahap pengenalan konsep secara abstrak.
1.
Tahap Pengenalan Konsep secara Konkret.
Untuk
tahap ini digunakan alat peraga buatan berbentuk kepingan. Alat peraga ini
pendekatannya menggunakan konsep himpunan. Sebagai-mana dipahami bahwa pada
himpunan kita dapat melakukan penggabungan dan pemisahan. Penggabungan
diidentikkan dengan operasi penjumlahan dan pemisahan diidentikkan dengan
operasi pengurangan.
Petunjuk penggunaan alat peraga adalah
sebagai berikut:
1. Untuk operasi penjumlahan, dilakukan dengan cara menggabungkan kepingan,
dengan ketentuan:
a. Jika a > 0 dan b > 0 atau a < 0 dan
b < 0, maka gabungkan sejumlah kepingan kedalam kelompok kepingan lain yang
warnanya sama.
b. Jika a > 0 dan b < 0 atau sebaliknya,
maka gabungkan sejumlah kepingan warna tertentu ke kelompok kepingan warna
lainnya. Selanjutnya lakukan ”penghimpitan” agar terbentuk sejumlah kepingan
netral. Melalui proses ini akan menyisahkan sejumlah kepingan ber-warna
tertentu yang tidak berpasangan yang sekaligus menjadi jawaban dari operasi
hasil operasi penjumlahannya.
2. Untuk operasi pengurangan, dilakukan dengan
cara pemisahan sejumlah kepingan dari kelompok kepingan, dengan ketentuan:
a. Jika a > 0 dan b > 0 tetapi a > b,
maka pisahkan sejumlah b kepingan keluar dari kelompok kepingan berjumlah a
sehingga kepingan yang tersisa merupakan jawaban.
b. Jika
a > 0 dan b > 0 tetapi a < b, maka sebelum memisahkan sejumlah b
kepingan keluar dari kelompok kepingan berjumlah a maka terlebih dahulu
masukkan kepingan netral ke dalam kelompok kepingan a. Banyaknya tergantung
pada seberapa kurangnya kepingan yang akan dipisahkan. Kepingan yang tersisa
merupakan jawaban.
c. Jika a < 0 dan b < 0 tetapi a < b,
maka pisahkan sejumlah b kepingan keluar dari kelompok kepingan berjumlah a
sehingga kepingan yang tersisa merupakan jawaban.
d. Jika
a < 0 dan b < 0 tetapi a > b, maka sebelum memisahkan sejumlah b
kepingan keluar dari kelompok kepingan berjumlah a maka terlebih dahulu
masukkan kepingan netral ke dalam kelompok kepingan a. Banyaknya tergantung
pada seberapa kurangnya kepingan yang akan dipisahkan. Kepingan yang tersisa
merupakan jawaban.
e. Jika
a > 0 dan b < 0, maka sebelum memisahkan sejumlah b kepingan yang
bernilai negatif, terlebih dahulu masukkan sejumlah kepingan netral yang banyaknya
tergantung dari besarnya bilangan pengurangnya (b), sehingga kepingan yang
tersisa merupakan jawaban.
f. Jika
a < 0 dan b > 0, maka sebelum memisahkan sejumlah b kepingan yang
bernilai positif dari kumpulan kepingan bernilai negetif, maka terlebih dahulu
masukkan kepingan netral ke dalam kelompok kepingan a. Banyaknya tergantung
pada seberapa besarnya bilangan Kepingan yang tersisa merupakan jawaban.
Contoh Penggunaan Alat Peraga.
a. 2 + (-4)
= ...? (prosesnya lihat penjelasan
1.b di atas)
Pendemostrasian:
b. 2 - 4 =
...? (prosesnya lihat penjelasan 1.b
di atas)
Pendemostrasian:
2.
Tahap Pengenalan Konsep secara Semi Konkret.
Untuk
tahap ini digunakan ”garis bilangan”. Cara kerja garis bilangan didasarkan pada
beberapa prinsip yaitu:
a. Langkah ”ke kanan” untuk
menunjukkan bilangan positif dan langkah ”ke kiri” untuk menunjukkan bilangan
negatif.
b. Langkah ”maju” untuk menunjukkan operasi penjumlahan dan langkah
”mundur” untuk menunjukkan operasi pengurangan.
c. Dalam penjumlahan hasil akhir
dilihat dari posisi akhir ujung anak panah sedangkan dalam pengurangan hasil
akhir dilihat dari posisi akhir pangkal anak panah.
Penjabaran pada penjumlahan dua bilangan bulat sebagai
berikut:
a. 2 + 5 = .......
·
Dari
angka 0, diarahkan ke kanan sampai angka 2. Ini menunjukkan bilangan positif 2
·
Karena
operasinya penjumlahan dengan bilangan positif 5, maka anak panah diarahkan
maju (karena penjumlahan) dan arah panah ke kanan (karena bilangan positif)
·
Hasil
akhir adalah dari pangkal bilangan pertama ke ujung panah bilangan kedua,
sehingga 2 + 5 = 7
b. 2 + (-5)
= ......
·
Dari
angka 0, diarahkan ke kanan sampai angka 2. Ini menunjukkan bilangan positif 2
·
Karena
operasinya penjumlahan dengan bilangan negatif 5, maka anak panah diarahkan
maju (karena penjumlahan) dan arah panah ke kiri (karena bilangan negatif)
·
Hasil
akhir adalah dari pangkal bilangan pertama ke ujung panah bilangan kedua,
sehingga 2 + (-5) = -3
c. -2 + 5 =
....
·
Dari
angka 0, diarahkan ke kiri sampai angka -2. Ini menunjukkan bilangan negatif 2
·
Karena
operasinya penjumlahan dengan bilangan positif 5, maka anak panah diarahkan
maju (karena penjumlahan) dan arah panah ke kanan (karena bilangan positif)
·
Hasil
akhir adalah dari pangkal bilangan pertama ke ujung panah bilangan kedua,
sehingga -2 + 5 = 3
d. -2 +
(-5) = ....
·
Dari
angka 0, diarahkan ke kiri sampai angka -2. Ini menunjukkan bilangan negatif 2
·
Karena
operasinya penjumlahan dengan bilangan negatif 5, maka anak panah diarahkan
maju (karena penjumlahan) dan arah panah ke kiri (karena bilangan negatif)
·
Hasil
akhir adalah dari pangkal bilangan pertama ke ujung panah bilangan kedua,
sehingga -2 + (-5) = -7
Penjabaran pada pengurangan dua bilangan bulat sebagai
berikut:
a. 2 - 5 = .......
·
Dari
angka 0, diarahkan ke kanan sampai angka 2. Ini menunjukkan bilangan positif 2
·
Karena
operasinya pengurangan dengan bilangan positif 5, maka anak panah diarahkan
mundur (karena pengurangan) dan arah panah ke kanan (karena bilangan positif)
·
Hasil
akhir adalah dari pangkal bilangan pertama ke pangkal panah bilangan kedua,
sehingga 2 - 5 = -3
b. 2 - (-5)
= ......
·
Dari
angka 0, diarahkan ke kanan sampai angka 2. Ini menunjukkan bilangan positif 2
·
Karena
operasinya pengurangan dengan bilangan negatif 5, maka anak panah diarahkan
mundur (karena pengurangan) dan arah panah ke kiri (karena bilangan negatif)
·
Hasil
akhir adalah dari pangkal bilangan pertama ke pangkal panah bilangan kedua,
sehingga 2 – (-5) = 7
c. -2 - 5 =
....
·
Dari
angka 0, diarahkan ke kiri sampai angka -2. Ini menunjukkan bilangan negatif 2
·
Karena
operasinya pengurangan dengan bilangan positif 5, maka anak panah diarahkan
mundur (karena pengurangan) dan arah panah ke kanan (karena bilangan positif)
·
Hasil
akhir adalah dari pangkal bilangan pertama ke pangkal panah bilangan kedua,
sehingga -2 - 5 = -7
d. -2 -
(-5) = ....
·
Dari
angka 0, diarahkan ke kiri sampai angka -2. Ini menunjukkan bilangan negatif 2
·
Karena
operasinya pengurangan dengan bilangan negatif 5, maka anak panah diarahkan
mundur (karena pengurangan) dan arah panah ke kiri (karena bilangan negatif)
·
Hasil
akhir adalah dari pangkal bilangan pertama ke pangkal panah bilangan kedua,
sehingga -2 – (-5) = 3
3.
Tahap Pengenalan Konsep secara abstrak.
Penggunaan
alat bantu peraga kepingan dan garis bilangan tentu saja mempunyai keterbatasan
karena tidak dapat menjangkau bilangan-bilangan yang cukup besar, disamping itu
penggunaan alat bantu pada hakekatnyra adalah sarana untuk menjembatani anak
menuju berfikir abstrak sebagaimana hakekat matematika itu sendiri.
Dengan
demikian, untuk memberikan pemahaman kepada anak, hasil-hasil penjumlahan dan
pengurangan yang diperoleh melalui penggunaan alat bantu dapat menjadi
”jembatan”. Misalnya melalui contoh-contoh:
a. 2 + 5 = 7
b. 2 + (-5) = -3 dan
(-5) + 2 = -3
c. -2 + 5 = 3
dan 5 + (-2) = 3
d. -2 + (-5) = -7
Beberapa hal menarik yang
dapat diimformasikan kepada siswa terkait dengan hasil-hasil penjumlahan di
atas, diantaranya:
- Untuk soal butir a dapat disimpulkan bahwa ” jumlah dua bilangan bulat positif adalah bilangan positif juga dan besarnya sama dengan menjumlahkan kedua bilangan itu ”.
- Untuk soal butir d dapat disimpulkan bahwa ” jumlah dua bilangan bulat negatif adalah bilangan negatif juga dan besarnya sama dengan menjumlahkan kedua bilangan itu ”.
- Untuk soal butir b dan c dapat disimpulkan bahwa ” jumlah dua buah bilangan bulat, satu positif dan satunya lagi negatif besarnya sama dengan selisih bilangan terbesar dengan bilangan terkecil dari kedua bilangan itu dan hasilnya diberi tanda sama dengan tanda bilangan terbesar ”.
Sedangkan untuk operasi
pengurangannya, dapat disampaikan dengan strategi dan pendekatan melalui contoh
berpola dan pada akhirnya dapat digunakan untuk merumuskan kesimpulan,
misalnya:
a. 2 – (-7) =
... dibandingkan
dengan 2 + 7 = ...
b. 2 – (-6) =
... dibandingkan
dengan 2 + 6 = ...
c. 2 – (-5) =
... dibandingkan
dengan 2 + 5 = ...
d. 2 – (-4) =
... dibandingkan
dengan 2 + 4 = ...
e. 2 – (-3) = ... dibandingkan
dengan 2 + 3 = ...
Tentunya hasil-hasil dari
operasi diatas adalah sama yaitu 9, 8, 7, 6 dan 5 Melalui beberapa contoh lain
dan melihat hasil-hasil yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa “ mengurangi suatu bilangan bulat sama saja
dengan menambah dengan lawan dari bilangan bulat yang mengurangi ”.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Ada perbedaan karakteristik anak usia SD
dengan karakteritik matematika, Anak usia SD umumnya berfikir konkrit sedangkan
konsep matematika abstrak oleh karena itu diperlukan model pembelajaran yang
dapat ”menjembatani” perbedaan tersebut.
2. Mengacu pada teori belajar Jerome S.
Bruner yang membagi tahapan belajar menjadi tiga, tahapan enaktif, ikonik, dan
simbolik maka dalam kaitannya dengan pembelajaran operasi bilangan bulat,
sebaiknya dilakukan dalam tiga tahap pula, yaitu:
a. Tahap pengenalan konsep secara konkret,
dilakukan dengan menggu- nakan alat
bantu kepingan bertanda.
b. Tahap pengenalan konsep secara semi
konkret, dilakukan dengan menggunakan garis bilangan.
c. Tahap pengenalan konsep secara abstrak,
dengan menggunakan contoh berpola.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar