BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Perwujudan
masyarakat berkualitas menjadi tanggung jawab pendidikan, terutama dalam
mempersiapkan peserta didik menjadi subjek yang makin berperan menampilkan
keunggulan dirinya yang tangguh, kreatif, mandiri, dan profesional pada
bidangnya masing-masing. Pendidikan mempunyai misi pembangunan. Mula-mula
membangun manusianya, selanjutnya manusia yang sudah terbentuk oleh pendidikan
menjadi sumber daya pembangunan.
Pendidikan
pada dasarnya adalah suatu proses untuk membantu manusia mengembangkan dirinya
sehingga mampu menghadapi segala bentuk perubahan dan permasalahan dengan sikap
terbuka serta pendekatan kreatif tanpa kehilangan jati dirinya. Hal ini
ditegaskan dalam Undang-undang No. 2 tahun 1989 bahwa pendidikan berfungsi
untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat
manusia Indonesia dalam upaya mewujudkan tujuan nasional.
Matematika
merupakan salah satu ilmu dasar yang sangat menentukan penguasaan teknologi yang dimiliki oleh suatu
bangsa. Kemajuan suatu bangsa tergantung pada kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologinya. Tenaga-tenaga terampil dan cakap dalam bidang matematika
diperlukan untuk menunjang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
berorientasi pada kebutuhan masyarakat luas. Ilmu pengetahuan dan teknologi
dapat dibina dalam kerangka-kerangka landasan matapelajaran matematika,
sehingga penguasaan pelajaran matematika berperan penting pada kemajuan
teknologi. Matematika dibutuhkan untuk memecahkan masalah dalam berbagai kehidupan manusia.
Dalam
Garis-garis Besar Program Pengajaran matematika, tujuan umum diberikannya
matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah meliputi 2 hal. Tujuan
pertama yaitu untuk mempersiapkan siswa agar mampu menghadapi perubahan keadaan
di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang melalui latihan dan
bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur,
efektif, dan efisien. Tujuan yang kedua yaitu mempersiapkan siswa agar dapat
menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari
berbagai ilmu pengetahuan.
Dalam perkembangan pembelajaran matematika, muncul
pendekatan kontekstual yang mengaitkan antara materi matematika yang diajarkan
di sekolah dengan kehidupan sehari-hari siswa. Siswa secara aktif membangun,
melengkapi dan memahami konsep-konsep matematika secara benar. Materi
pembelajaran dikembangkan dari situasi nyata dan yang telah didengar, dilihat,
atau dialami sendiri oleh siswa. Oleh karena itu, dalam memberikan pengalaman
belajar kepada siswa diawali dengan sesuatu yang real bagi mereka. Pemberian soal cerita matematika pada siswa
diharapkan memenuhi tujuan pembelajaran kontekstual yaitu siswa dapat merasakan
adanya keterkaitan antara materi matematika yang didapatkan di sekolah dengan
kehidupan nyata.
Soal cerita matematika adalah soal yang di dalamnya
merupakan soal matematika tetapi disajikan dalam bentuk soal cerita yang
menggambarkan permasalahan sehari-hari yang dalam penyelesaiannya diperlukan
daya nalar tinggi untuk dapat mengartikan soal tersebut ke dalam bahasa
matematika. Dalam menyelesaikan soal cerita matematika, ada beberapa langkah
yang harus diperhatikan, yaitu pemahaman fakta yang meliputi menentukan yang
diketahui dan yang ditanyakan, pembuatan model, penyelesaian model matematika,
serta meyimpulkan jawaban soal cerita matematika. Namun dalam pengajaran
matematika, masih sering terdengar keluhan dari siswa maupun guru tentang soal
cerita matematika.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang tersebut di atas maka permasalahan umum yang akan dicari
jawabannya dirumuskan sebagai berikut:
Bagaimana
kemampuan siswa dalam mengerjakan soal cerita tentang perkalian dan pembagian dengan
metode bermain pasar-pasaran dalam pembelajaran matematika?
C.
Tujuan
dan Manfaat
a. Tujuan
Makalah ini secara umum
bertujuan mengatasi kesulitan siswa dalam pembelajaran matematika khususnya
dalam mengerjakan soal cerita tentang perkalian dan pembagian.
b. Manfaat
1. Bagi
guru
Dapat mengembangkan
pembelajaran matematika yang menyenangkan siswa melalui metode bermain
pasar-pasaran.
2. Bagi
siswa
Menumbuhkembangkan
perasaan senang siswa terhadap pelajaran matematika dan meningkatkan kemahiran
berhitung.
BAB II
KAJIAN
TEORI
A. Belajar
Matematika
Para
ahli konstruktivis setuju bahwa belajar matematika melibatkan manipulasi aktif
dari pemaknaan yang bukan hanya bilangan dan rumus-rumus saja. Mereka menolak
paham bahwa matematika dipelajari dalam suatu koneksi yang berpola linear.
Setiap tahap dari pembelajaran melibatkan suatu proses penelitian terhadap
makna dan penyampaian keterampilan hafalan dengan cara yang tidak ada jaminan
bahwa siswa akan menggunakan keterampilan inteligensinya dalam setting
matematika.
Secara
substantif, belajar matematika adalah proses pemecahan masalah. Hal ini mencerminkan
bahwa matematika hanyalah alat untuk berpikir. Fokus utama belajar matematika
adalah memberdayakan siswa untuk berpikir mengkonstruksi pengetahuan matematika
yang pernah ditemukan oleh ahli-ahli sebelumnya.
Topik-topik
dalam matematika tersusun secara hirarkis mulai dari yang mendasar atau mudah
sampai kepada yang paling sukar. Ini berarti bahwa belajar konsep matematika
tingkat yang lebih tinggi tidak mungkin dapat berhasil jika prasyarat yang
mendahului konsep itu belum dipelajari.
Berpikir
matematika berkenaan dengan penyelesaian himpunan-himpunan unsur matematika,
himpunan ini menjadi unsur-unsur dari himpunan-himpunan baru membentuk himpunan
baru yang lebih rumit, dan seterusnya. Dengan kata lain, berpikir matematika
juga tersusun secara hirarki.
Karena
kehirarkian matematika itu, maka belajar matematika yang terputus-putus akan
mengganggu proses belajar. Ini berarti proses belajar matematika akan berjalan
dengan lancar bila belajar itu sendiri dilakukan secara kontinu. Dalam proses
belajar matematika juga terjadi proses berpikir, sebab seseorang dikatakan
berpikir bila orang itu melakukan kegiatan mental. Dalam berpikir, orang dapat
belajar dan menyusun hubungan antara
bagian-bagian informasi yang telah diperoleh dalam pikiran seseorang dalam bentuk
pengertian. Dari pengertian itu, terbentuklah pendapat yang pada akhirnya dapat
ditarik kesimpulan. Tentunya kemampuan berpikir seseorang dipengaruhi oleh
inteligensinya.
Berdasarkan
uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar matematika adalah belajar
tentang konsep-konsep dan struktur sehingga dapat mengubah pola pikir individu.
B. Soal Cerita Matematika
Seperti diketahui, belajar merupakan
suatu kegiatan yang amat kompleks. Hasil belajar dipengaruhi oleh berbagai
faktor yang menurut Slameto dibagi dalam 2 golongan. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu
yang sedang belajar yaitu faktor jasmaniah, faktor psikologis, dan faktor
kelelahan. Faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu yaitu faktor
keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.
Belajar matematika
tidak lepas dari bagaimana cara menyelesaikan soal matematika yang bertujuan
untuk memperdalam penguasaan konsep-konsep matematika dan juga sebagai latihan
mengaplikasikan dalam menyelesaikan masalah.
Bell (Upu, 2004:
93) mengemukakan bahwa suatu situasi dikatakan masalah bagi seseorang jika ia
menyadari keberadaan situasi tersebut, mengakui
bahwa situasi tersebut memerlukan tindakan dan tidak segera dapat
menemukan pemecahannya. Muhkal (2002: 4) mengemukakan bahwa suatu pertanyaan
merupakan masalah jika pertanyaan itu menyajikan suatu tantangan dan tidak
dapat diselesaikan dengan cara-cara yang rutin.
Dalam menghadapi
masalah matematika khususnya soal cerita, siswa harus melakukan analisis dan
interpretasi informasi sebagai landasan untuk menentukan pilihan dan keputusan.
Dalam memecahkan masalah matematika, siswa harus menguasai cara mengaplikasikan
konsep-konsep dan menggunakan keterampilan komputasi dalam berbagai situasi
yang berbeda-beda.
Abdurrahman (1999:
256) mengemukakan bahwa dalam menghadapi masalah dalam matematika, khususnya
soal cerita, siswa harus melakukan analisis dan interpretasi informasi sebagai
landasan untuk menentukan pilihan dan keputusan. Dalam memecahkan masalah
matematika, siswa harus menguasai cara yang mengaplikasikan konsep-konsep dan
menggunakan keterampilan komputasi dalam berbagai situasi yang berbeda-beda.
Soal cerita
matematika merupakan bentuk soal yang memerlukan suatu keterampilan untuk dapat
memahami masalah yang terdapat di dalamnya. Permasalahan yang diangkat dalam
soal cerita pada umumnya adalah permasalahan yang biasa terjadi dalam kehidupan
sehari-hari. Bila dalam menyelesaikan soal cerita dibutuhkan suatu keterampilan
matematika pula, maka disebut soal cerita matematika.
Dalam menyelesaikan
soal cerita, banyak anak yang mengalami kesulitan. Kesulitan itu tampaknya
terkait dengan pengajaran yang menuntut anak membuat kalimat matematika tanpa
lebih dahulu memberi petunjuk tentang langkah-langkah yang harus ditempuh.
C. Belajar yang Mendukung
1.
Teori
Bruner
Jerome S.Bruner adalah
seorang ahli psikologi yang dilahirkan tahun 1915,
lulusan dari Universitas Harvard, Amerika Serikat, telah mempelopori aliran
psikologi kognitif yang memberi dorongan agar pendidikan memberikan
perhatian pada pentingnya pengembangan berfikir
|
Dalam teorinya
Jerome Bruner (Suherman, 2003) menyatakan bahwa belajar matematika akan lebih
berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep konsep dan struktur
struktur yang terbuat dalam pokok bahasan yang diajarkan, disamping hubungan
yang terkait antara konsep-konsep dan struktur struktur. Dengan mengenal konsep
dan struktur yang tercakup dalam bahan yang sedang dibicarakan, anak akan
memahami materi yang harus dikuasainya itu. Ini menunjukkan bahwa materi yang
mempunyai suatu pola atau struktur tertentu akan lebih mudah dipahami dan
diingat anak.
Bruner, melalui
teorinya itu mengungkapkan bahwa dalam proses belajar anak sebaiknya diberi
kesempatan untuk memanipulasi benda-benda (alat peraga). Melalui alat peraga
yang ditelitinya itu, anak akan melihat langsung bagaimana keteraturan dan pola
struktur yang terdapat dalam benda yang sedang diperhatikannya itu. Keteraturan
tersebut kemudian oleh anak dihubungkan dengan keterangan intuitif yang telah
melekat pada dirinya, Suherman (2003).
Proses belajar
menurut Bruner (Nasution, 2009) dapat dibedakan tiga fase atau episode, yakni:
a. Informasi
Dalam
tiap pelajaran kita peroleh sejumlah informasi, ada yang menambah pengetahuan
yang telah kita miliki, ada yang memperhalus dan memperdalamnya, ada pula
informasi yang bertentangan dengan apa yang telah kita ketahui sebelumnya,
misalnya bahwa tidak ada energi yang lenyap.
b. Transformasi
Informasi
ini harus dianalisis, diubah atau ditransformasi ke dalam bentuk yang lebih
abstrak atau konseptual agar dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih luas.
Dalam hal ini bantuan guru sangat diperlukan.
c. Evaluasi
Kemudian
kita nilai hingga manakah pengetahuan yang kita peroleh dan transformasi itu
dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala-gejala lain.
Dalam proses
belajar, ketiga episode ini selalu terdapat. Yang menjadi masalah ialah berapa
banyak informasi diperlukan agar dapat ditransformasi. Lama tiap episode tidak
selalu sama. Hal ini juga bergantung pada hasil yang diharapkan, motivasi murid
belajar, minat, keinginan untuk mengetahui dan dorongan untuk menemukan
sendiri.
Teori
Bruner mempunyai ciri khas dan perbedaan dengan teori belajar yang lain yaitu tentang ”Discovery
Learning” yaitu belajar penemuan atau dengan menemukan konsep sendiri.
Bruner menganggap, bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan
dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik.
Disamping itu, karena teori Bruner ini banyak menuntut pengulangan-pengulangan,
maka desain yang berulang-ulang itu disebut “kurikulum spiral”. Secara singkat,
kurikulum spiral menuntut guru untuk memberi materi pelajaran setahap demi
setahap dari yang sederhana ke yang kompleks, dimana materi yang sebelumnya
sudah diberikan suatu saat muncul kembali secara terintegrasi didalam suatu
materi baru yang lebih kompleks. Demikian seterusnya sehingga siswa telah
mempelajari suatu pengetahuan secara utuh.
Bruner
berpendapat bahwa seseorang murid belajar dengan cara menemui struktur
konsep-konsep yang dipelajari. Anak-anak membentuk konsep dengan melihat
benda-benda berdasarkan cirri-ciri persamaan dan perbedaan. Selain itu,
pembelajaran didasarkan kepada merangsang siswa menemukan konsep yang baru
dengan menghubungkan konsep yang lama melalui pembelajaran penemuan.
Pengetahuan yang
diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan beberapa kebaikan diantaranya
adalah:
a. Pengetahuan
itu bertahan lama atau lama dapat diingat.
b. Hasil
belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik.
c. Secara
menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk
berfikir secara bebas.
2.
Teori
Dienes
Zoltan
P. Dienes adalah seorang matematikawan yang memusatkan perhatiannya pada
cara-cara pengajaran terhadap anak-anak. Dasar teorinya bertumpu pada teori
Piaget, dan pengembangannya diorientasikan pada anak-
|
anak, sedemikian rupa sehingga
system yang dikembangkannya itu menarik bagi anak yang mempelajari matematika.
Dienes
berpendapat bahwa pada dasarnya matematika dapat dianggap sebagai studi tentang
struktur, memisah-misahkan hubungan-hubungan diantara struktur-struktur dan
mengkategorikan hubunngan-hubungan diantara struktur-struktur. Dienes
mengemukakan bahwa tiap-tiap konsep atau prinsip dalam matematika yang
disajikan dalam bentuk yang konkret akan dapat dipahami dengan baik. Ini
mengandung arti bahwa benda-benda atau objek-objek dalam bentuk permainan akan
sangat berperan bila dimanipulasi dengan baik dalam pengajaran matematika.
Permainan bebas
merupakan tahap belajar konsep yang
aktivitasnya tidak berstruktur dan tidak diarahkan. Aktivitas ini memungkinkan
anak mengadakan percobaan dan mengotak-atij (memanipulasi) benda-benda konkret
dan abstrak dari unsure-unsur yang sedang dipelajarinya itu.
Dalam tahap
permainan bebas anak-anak berhadapan dengan unsur-unsur dalam interaksinya
dengan lingkungan belajarnya atau alam sekitar. Dalam tahap ini anak tidak
hanya belajar membentuk struktur mental, namun juga belajar membentuk struktur
sikap untuk mempersiapkan diri dalam pemahaman konsep.
Penggunaan alat peraga matematika
anak-anak dapat dihadapkan pada balok-balok logik yang membantu anak-anak dalam
mempelajari konsep-konsep abstrak. Dalam kegiatan belajar dengan menggunakan
alat peraga ini anak-anak belajar mengenal warna, tebal tipisnya benda, yang
merupakan ciri atau sifat dari benda yang dimanipulasinya itu. Makin banyak
bentuk-bentuk yang berlainan yang diberikan dalm konsep-konsep tertentu, maka
akan makin jelas konsep yang dipahami anak, karena anak-anak akan memperoleh
hal-hal yang bersifat logis dan matematis dalam konsep yang dipelajarinya itu.
BAB
III
PEMBAHASAN
A. Bermain
Pasar-Pasaran
Perkalian dan pembagian merupakan materi yang saling
berpasangan. Materi tersebut termasuk materi esensial yang cukup lama proses
penanamannya. Bahkan, kalau sudah disajikan dalam soal cerita, seringkali para
siswa mengalami kesulitan. Bagaimana guru dapat membelajarkan siswanya dengan
tampilan yang berbeda dan menarik.
Adapun cara yang dapat dilakukan sebagai berikut :
1.
Siapkan
sudut pasar di dalam kelas (permen, kerupuk, roti, pulpen, pensil, penghapus,
rautan pensil, penggaris) dengan jumlah tiap benda minimal 10. Beri label harga
untuk tiap benda.
2.
Minta
anak mengambil 2 benda yang berbeda dengan jumlah lebih dari 2. Misal: kerupuk 5
bungkus @ Rp 500, permen 3 bungkus @ Rp 200
Selanjutnya siswa menghitung harga barang yang diambil.
5 x Rp 500 = Rp 2.500
3 x Rp 200 = Rp 600
Untuk pembagiannya, kegiatan anak selanjutnya menumpuk penghapus
5 buah dan memberi harga Rp 7.500 kemudian menghitung harga satuannya.
Lanjutkan dengan kegiatan yang sama untuk benda yang berbeda.
Satu hal yang menarik dalam kegiatan ini adalah bahwa guru tidak
hanya meminta anak menjadi reseptor (penerima pasif) dari soal cerita. Guru
justru menghendaki siswanya menjadi kreator (pencipta aktif) soal cerita.
BAB
IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Belajar matematika
adalah belajar tentang konsep-konsep dan struktur sehingga dapat mengubah pola
pikir individu.
2.
Soal
cerita matematika merupakan bentuk soal yang memerlukan suatu keterampilan
untuk dapat memahami masalah yang terdapat di dalamnya. Permasalahan yang
diangkat dalam soal cerita pada umumnya adalah permasalahan yang biasa terjadi
dalam kehidupan sehari-hari. Bila dalam menyelesaikan soal cerita dibutuhkan
suatu keterampilan matematika pula, maka disebut soal cerita matematika.
3. Perkalian dan pembagian merupakan materi yang saling
berpasangan. Materi tersebut termasuk materi esensial yang cukup lama proses
penanamannya. Bahkan, kalau sudah disajikan dalam soal cerita, seringkali para
siswa mengalami kesulitan.
B. Saran
Guru SD dituntut untuk
bisa mengembangkan proses pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan (PAKEM). Banyak hal yang dapat dilakukan guru SD untuk dapat
mengembangkan PAKEM. Salah satu PAKEM agar siswa mampu mengerjakan soal cerita
perkalian dan pembagian adalah dengan bermain pasar-pasaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar