Karya
Skemp ini berbicara tentang bagaimana belajar matematika dengan pemahaman bukan pada
pengajaran walaupun banyak manfaatnya pada tahap-tahap
selanjutnya. Seringkali rasa tidak suka, kebingungan, dan keputus asaan dalam
menghadapi matematika muncul. Oleh sebab itu perlu diuji apakah yang dipelajari
itu masih relevan
atau tidak. Lain halnya dengan mereka yang tidak
menyukai matematika, mereka tidak perlu bertanya tentang
matematika atau mereka yang tidak mengharapkan suatu manfaat dari matematika.
Tujuan bab ini adalah menjelaskan bahwa kesalahan pemahaman tersebut bukan
karena mereka sendiri. Tanggapan ini
mungkin menjadi salah
satu faktor yang tepat untuk masalah non matematika yang mereka temui.
Dan bagi mereka yang mengingat matematika
di sekolah akan menyadari
keberuntungan mereka, karena tidak mela kukan kesalahan sebelumnya. Pada
bab sebelumnya khususnya bab 2 dan 3, penekanan permasalahan matematika adalah
pada ketergantungan siswa terhadap pengajaran yang baik. Sedangkan uraian pada
bab ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa kesalahan bukan pada mereka seutuhnya
melainkan pada guru mereka sendiri, misalnya guru tersebut tidak dapat
membangkitkan motivasi siswa selama proses pembelajaran matematika berlangsung.
Guru matematika mempunyai dua tugas
penting dalam mengajarkan matematika, yaitu:
1. Sebelum
pembelajaran berlangsung guru harus menganalisis konsep materi yang akan
disajikan kemudian membuat perencanaan dengan cermat untuk mengembangkan skema
siswa pada tingkat akomodasi skema siswa.
2. Ketika
proses belajar mengajar berlangsung, guru bertanggung jawab untuk:
a. Membimbing
siswa dalam bekerja
b. Menjelaskan
dan mengoreksi kesalahan
c. Memberikan
variasi pengayaan
d. Membangkitkan
dan mempertahankan minat dan motivasi siswa
Dalam pembahasan
ini istilah guru dibatasi pada guru yang mengajar secara langsung (atau mungkin
tutor korespondensi) yang secara langsung dan terus menerus berkomuikasi dengan
siswa. Kemudian, dalam bab ini akan dibahas interaksi antara guru dan siswa
serta cara yang digunakan yang berdampak pada belajar matematika berdasar pada
pemahaman.
Kriteria
Kebenaran dalam matematika
Matematika memiliki banyak kesamaan dengan ilmu
pengetahuan alam; sedikit
kesamaan dengan pelajaran bahasa
dan pelajaran seperti
sejarah, kesusasteraan Inggris. Akan tetapi matematika berbeda
dengan pengetahuan lain terutama
dalam hal-hal tertentu. Dalam
ilmu pengetahuan alam,
kriteria utama dari
kebenaran suatu pernyataan atau
bagian dari suatu pekerjaan adalah eksperimen. Tidak dapat disangkal, bahwa tidak semua
eksperimen dapat dilakukan
atau dibuktikan oleh siswa. Tetapi pada prinsipnya, jika mereka
bersedia menerima dan percaya bahwa suatu percobaan akan
berhasil jika kondisi-kondisi tertentu
dipenuhi, khususnya jika mereka mempunyai beberapa skema
dasar, berdasarkan eksperimen dan observasi sendiri, para siswa
ilmu pengetahuan alam mengembangkan pengetahuan mereka dalam situasi yang
akrab, dimana daya pikat pokok adalah fakta dan tidak kepada wewenang guru.
Hal ini berbeda dengan pelajaran lain,
misalnya bahasa latin,
yang kebenaran terjemahan ditentukan oleh kewenangan guru; atau
bahasa Inggris yang hasil akhir
tentang baik buruk
nya suatu karangan
terletak pada wewenang guru atau
penguji. Pendapat guru
tersebut mungkin berdasarkan catatan hariannya,
juga pada wewenangnya
dan bukan pada
eksperimen. Akibatnya, tidak ada patokan tertentu yang berlaku untuk
semua guru; dari guru yang lain mungkin hanya pendapat,
bukan suatu verifikasi obyektif.
Dimana posisi matematika dalam masalah ini?
Pertanyaan ini penting sebab tidak
seorangpun dapat menyatakan dia salah atau kurang bagus. Tetapi siswa mungkin
menerima penilaian itu dengan mudah jika ia dapat memberikan bukti yang lebih tepat dari pada
"sebab aku katakan
seperti itu". Lalu bagaimana sebaiknya
kriteria akhir dari
suatu kebenaran kerja
dalam matematika; apakah penyelesaian suatu persamaan atau bukti
dari teorema, atau jawaban suatu
masalah di dalam mekanika?
Tentu saja dalam matematika murni, daya pikat
utama tidak terletak pada eksperimen (bagaimana kita
dapat membuktikan di
laboratorium bahwa akar –1 bukan bilangan real?). Lalu apa kaitannya
dengan wewenang guru (Jika siswa menjawab tidak tepat hendaknya
guru meminta siswa
tersebut untuk mencek lagi
apakah pekerjaannya sudah
memuaskan atau belum?). Kriteria akhir dari semua
cabang matematika adalah
konsistensi dengan dirinya sendiri,
konsistensi internal, atau dengan bagian dari sistem matematika yang lebih
luas. Konsistensi ini
merupakan kesepakatan antara akhli-akhli matematika, antara guru
dengan siswanya. Hal penting yang cukup mengejutkan bahwa pada tingkat dasar sudah
tercapai derajat kesepakatan yang cukup tinggi. Selanjutnya,
kriteria ini mengacu
pada dapat diterimanya
suatu kesepekatan yang mengatur hubungan antara guru dan siswa. Jika
guru membuat kesalahan di papan tulis dan seorang siswa mengetahui hal
itu, guru tidak mempunyai pilihan lain kecuali
meralatnya. Guru tunduk pada
aturan yang sama seperti
siswanya, dan tidak ada
aturan hirarki kewenangan
tetapi aturan dari suatu struktur konsep secara bersama-sama.
Dalam matematika, mungkin lebih
dari pelajaran lain, proses belajar tergantung
kesepakatan dan kesepakatan itu meletakkan alasan yang murni.
Pencemoohan
terhadap Kecerdasan
Siswa
tidak perlu menerima
apapun yang tidak
sesuai dengan pendapatnya.
Secara ideal ia mempunyai kewajiban
untuk menolak. Dan
ini merupakan hasil latihan kecerdasan dan bukan karena martabat,
gaya bicara ataupun kesewenang-wenangan,
yang mengharuskan siswa untuk setuju
dengan perkataan guru. Mengajar
belajar matematika adalah
interaksi antara kecerdasan,
masing masing saling menghargai. Siswa menghargai kemampuan yang dimiliki guru dan berharap
pengetahuannya sendiri menjadi baik juga.
Anggap
bahwa yang ia
jumpai bukan suatu
kecerdasan, atau materi-materi
yang secara keseluruhan tidak dapat
dipahami, tetapi hanya merupakan rangkaian aturan tanpa arti;
misalnya siswa haru
menyelesaikan suatu persamaan, "kumpulkan semua x dalam satu ruas dan semua
konstanta di ruas lain dengan cara merubah
tanda". Petunjuk seperti
ini dilukiskan sebagai suatu
tindakan pencemohan atau penghinaan terhadap kecerdasan.
Istilah
"pencemoohan" yang digunakan
dalam konteks ini,
dalam pengertian sehari-hari dan
pengertian medis, berarti
merugikan suatu organisme. Usaha
untuk memahami sesuatu
meliputi akomodasi skema seseorang. Untuk menjelaskan
bahwa yang dikomunikasikan tidak
dapat dipahami, penerima mencoba mengakomodasikan skemanya
ke asimilasi yang tidak berarti. Usaha ini sama artinya
dengan merusak skema, dimana pikiran
diibaratkan sebagai tubuh yang terluka. Dalam hal ini kita
dapat melihat mengapa para siswa
kurang antusias terhadap matematika,
walaupun menunjukkan suatu
perubahan yang positif. Upaya
yang telah dilakukan
dalam situasi seperti ini meskipun cukup tepat, namun kurang berarti
sebab salah satu misi pendidikan adalah
mengembangkan intelegensi. Tentu
saja bagi guru dipandang tidak
berbahaya, karena dilakukan tanpa sadar,
dan tidak mempengaruhi situasi
akhir penerimaan.
Aturan-Aturan Tanpa
Alasan
Pengajaran seperti
di atas diibaratkan
seseorang yang belajar mengemudi, diberitahu jika ia
ingin istirahat ia
harus menekan pedal kopling. "Mengapa ?" Untuk
menjawab "mengapa"
diperlukan dua keterangan; pertama, mesin pembakaran tidak
akan berhenti. Kedua, kopling merupkan alat yang dipasang untuk menghubung kan
dan memutuskan mesin dari kotak gir.
Untuk
membagi dengan 2/3, anda kalikan dengan 3/2,mengapa ? Pembaca diajak mencari
dalam memorinya untuk menemukan, apakah
dia pernah diberi suatu alasan
yang baik untuk menjawab hal ini, atau kemungkinan lain untuk mencari suatu
penjelasan dari seorang siswa dengan umur yang
sesuai, untuk menemukan, apakah dia telah menerima alasan-alasan yang
baik untuk masalah dimaksud.
6x - 3 = 7 + x6x - x - 3 = 7 kumpulan x pada suatu ruas dengan memindahkan x ke ruas kiri dan mengubah tanda
6x - x = 7 + 3 pindahkan (-3) ke ruas kanan dan ubah tandanya
5x = 10 sederhanakan kedua ruas
x = 10/5 pindahkan 5 dan ubah tandanya
x = 2
Jika yang diinginkan, agar siswa mampu menyelesaikan
persamaan jenis ini dengan cepat dan
efisien, maka metode seperti ini cukup
memadai. Akan tetapi, jika ada
kepentingan lain dibutuhkan untuk memahami yang dikerjakan seseorang, maka
metode ini tidak cukup. Dan pemahaman ini
tidak sekedar prestise untuk
membuat tugas lebih menyenangkan, melainkan suatu keperluan agar mampu menyesuaikan
pengetahuannya dengan situasi-situasi baru.
Dua Jenis Wewenang
Dalam mengembangkan pengetahuan, ide-ide prasyarat
yang diperlukan untuk pemahaman, tidak
harus tersedia pada
siswa, dan apapun
yang dikomunikasikan hanya merupakan hal yang biasa dalam bentuk
pernyataan, dan hal ini tidak akan diperlukan untuk pertumbuhan
kecerdasan. Penerimaan suatu
aturan atau pernyataan tergantung pada penerimaan wewenang guru, dan dilakukan
berda sarkan sifat
yang sesuai dengan
pemahaman tersebut. Jelasnya,
asimilasi dari materi yang bermakna,
tergantung pada kemampuan penerimaan oleh
kecerdasan siswa. Kegiatan-kegiatan tersebut
akan menghasilkan konsolidasi dan perluasan skema siswa.
Istilah wewenang dalam konteks ini berkonotasi umum,
seperti wewenang seseorang yang
harus dihormati dan
ditaati berdasarkan status
atau fungsinya. Akan tetapi wewenang juga bisa muncul karena
pengetahuan yang tinggi; dan ini
sebaiknya jenis wewenang dari seorang guru. Akan tetapi di sekolah (dimana kita pertama dan
terakhir kali belajar
matematika), ada kebimbangan dan
konflik antara dua jenis wewenang tersebut.
Jenis yang pertama erat hubungannya dengan
penegakkan dan pemeliharaan disiplin, mengatur tingkah laku
dan kepatuhan pada
instruksi-instruksi guru. Ini merupakan jenis disiplin yang sama walaupun
lebih ringan dari yang diterapkan pada militer. Tetapi kita
membicarakan juga walaupun kurang umum tentang disiplin pada
matematika, kimia, filsafat dll.
Jika siswa mau diajak guru berkumpul
untuk belajar, maka
hal ini merupakan kemauannya,
karena mereka ingin belajar dari guru.
Seorang guru harus
melatih kedua jenis
wewenang tersebut dan mempromosikan kedua jenis
disiplin itu. Jika
dia gagal mengendalikan siswanya, yang mungkin tidak
masuk sekolah atas kemauan
mereka sendiri, maka dia hanya
memiliki sedikit kesempatan untuk mengajar mereka.
Namun pada dasarnya dua peranan ini tidak hanya berbeda, tetapi juga bertentangan. Dalam keadaan tertentu,
kedua peranan itu biasanya
dipisah kan. Pada suatu pertemuan
masyarakat terpelajar, wewenang
pertama yang perlu dilatih oleh
pimpinan rapat untuk mengatur
jalannya rapat, seperti menunjuk siapa yang harus berbicara, mengontrol
agar pertemuan berjalan lancar. Tidak tepat bagi siapapun
untuk beraksi menentang
wewenang pim pinan rapat, tetapi
sebaliknya juga setiap peserta mempunyai hak yang sama untuk bertanya dan membicarakan ucapan
pembicara sesuai kenyataan yang ada.
Penggabungan kedua fungsi ini dalam
diri seseorang mungkin
perlu, walaupun patut disayangkan. Beberapa orang memandang kuno
jika siswa se baiknya menerima peranan pengawasan
guru, sedangkan untuk
belajar untuk memahami suatu
pokok persoalan dilakukan dengan
mengembangkan pertanyaan-
pertanyaan dan diskusi antara siswa dengan siswa dan
antar siswa dengan guru. Biasanya suatu pemenuhan yang
berdasarkan modus vivendi dicapai, dimana siswa
belajar seberapa jauh
guru dalam peranan
pertamanya, membolehkan bahkan mendorong mereka untuk mengekspresikan
rasa tidak setuju padanya dalam peranannya yang kedua.
Masalah-masalah
rumit yang berperanan
khususnya dalam matematika diberikan lebih dulu: yaitu
untuk keseluruhan materi,
pengajaran dan pembelajaran
didasarkan pada alasan dan kesepakatan. Situasi menjadi kurang baik jika guru
tidak berhati-hati dalam
memberikan alasan yang
tepat, karena (barangkali merupakan kesa lahan yang tidak disengaja)
guru tidak mengetahui hal
tersebut. Kemudian (karena kekurangan analisis
konsep yang memadai) dia tidak
mengembangkan skema-skema yang dimiliki
siswa dengan cara tertentu
sehingga materi yang diperoleh mereka tidak
didasarkan pada alasan yang
tepat. Dalam kondisi seperti ini, belajar yang didasarkan pada pemahaman akan macet, dan digantikan
(jika semua) dengan
belajar yang didasarkan pada
keteraturan dan kepatuhan.
Manfaat dari Diskusi
Sejauh ini kita telah memusatkan perhatian pada
hubungan antara guru dan siswa. Tetapi pembicaraan tentang hubungan antar
siswa juga merupakan hal yang penting dalam proses
belajar. Adanya komunikasi ide,
nampaknya membantu memperjelas kata-kata (atau simbol-simbol lain). Kejelasan
suatu masalah yang diselesaikan
sebagian, proses perumusan
beberapa masalah, pribadi atau
akademis, untuk seorang pendengar
yang berkemauan, akhirnya sampai pada tahap suatu
penyelesaian. Saya menemukan seorang
guru yang menggunakan
teknik yang menarik ketika dalam
diskusi, seorang siswa
membuat pernyataan yang
salah. Tanggapan dari guru tadi
adalah menyuruh siswa
lain untuk menerangkan dimana letak kesalahan siswa
pertama. Selanjut nya dia meminta kepada siswa tersebut untuk menjelaskan
kepada teman sekelasnya
tentang alasan dari pernyataannya. Hasil
yang diharapkan adalah,
apakah dia menemukan kesalahannya sendiri atau
teman sekelasnya menemukan
sesuatu yang baru setelah diberi penjelasan.
Terdapat banyak hal yang perlu didiskusikan dari pada
hanya dipikir melulu. Diantaranya
adalah interelasi ide kita dengan
ide–ide lain, akomodasi dari
skema kita dengan
skema lain, sehingga
kita dapat mengasimilasi ide-ide baru dan menjelaskan ide-ide kita
kepada orang lain, untuk mendorong
terasimilasinya ide kita
dengan skema mereka. Keduanya menuntut
persyaratan yang berbeda.
Yang pertama memerlukan fleksibilitas dan pikiran
terbuka; yang terakhir menuntut
kemampuan untuk melihat perbedaan
antara skema seseorang dengan skema pelajar
itu, agar kesenjangan dapat
dijembatani. Tetapi jika
kita dapat menemukan ketergantungan ini maka skema kita
sendiri bertambah luas. Lebih
penting lagi, sikap akan lebih fleksibel sehingga tumbuh
sikap-sikap terbuka yang dapat menyokong pertumbuhan skema-skema
selanjutnya.
Diskusi juga mendorong timbulnya ide baru. Salah
satu faktor penting adalah
penyederhanaan kelompok ide-ide, sehingga ide dari masing-masing kelompok menjadi
sesuai. Bayangkanlah, suatu
teka teki menyusun potongan-potongan gambar dimana
potongan potongan itu
didistribusi pada beberapa orang
yang saling tidak
mengetahui miliknya masing-masing. Masing-masing mungkin mampu
melengkapi bagian dari
teka-teki itu, atau mungkin potongan-po tongan tidak
dapat dihubungkan. Tetapi
sebarkanlah potongan potongan di atas meja sehingga semua orang dapat
melihat potongan potongan tersebut. Maka
mereka tentu dapat bekerja sama untuk
menyesuaikan dan membentuk potongan tadi menjadi satu kesatuan yang
berarti.
Pertukaran ide yang
baik merupakan salah
satu manfaat dalam berdiskusi. Mendengar
pembicaraan seseorang (atau
membaca tulisannya) mungkin memunculkan
ide baru yang
tidak akan kita
ketahui tanpa berkomunikasi.
Kemudian pertukaran ide tersebut, hasilnya mungkin menjadi suatu interaksi yang
kreatif yang dapat memberikan keterkaitan baru.
Sikap dalam berdikusi
Manfaat dari diskusi sangat tergantung pada persahabatan dan
hubungan antar pribadi yang baik. Seperti kerelaan untuk bergiliran berpendapat,
mendengarkan, memperhatikan sudut pandang orang lain. Jika dijumpai anggota
kelompok yang tidak disukai, maka hal tersebut diatas tidak akan mungkin
terjadi. Suatu kesalahan yang sering muncul dalam diskusi kelompok adalah
memaksakan anggota kelompok menyesuaikan dengan cara berpikir kita atau
mengisolasi diri dari teman-teman lain dalam kelompok tersebut.
Ini tidak
berarti bahwa anggota kelompok harus setuju
dengan semua idea yang muncul.
Setiap anggota kelompok
boleh tidak setuju
dengan menempuh cara yang wajar, sesuai aturan kelompok.
Artinya mereka setuju untuk mengadakan diskusi berdasarkan
alasan yang masuk
akal, dan tidak berekasi secara berlebihan terhadap
argumen dari teman
diskusinya. Pada akhirnya, setiap
anggota kelompok harus setuju dengan hasil akhir diskusi.
Guru Sebagai Pemimpin diskusi
Sikap yang seperti digambarkan di atas merupakan
sikap yang sangat dewasa, setiap anggota belum tentu
mampu bersikap seperti itu. Banyak manfaat yang diperoleh dalam kegiatan ini;
anggota kelompok dapat
berlaku sedikit kreatif, walaupun secara individual terdapat hal-hal
yang kurang disetujui.
Dalam kegiatan kelompok, terdapat beberapa hal yang
belum diketahui sepenuhnya diantaranya 2
(dua) faktor yang
menurut Freud adalah
faktor ukuran dan kepemimpinan. Berdasarkan pengalaman, kelompok
yang baik adalah
kelompok kecil yang terdiri atas 2 sampai 5 atau 6 orang. Walaupun
umumnya 30 sampai
40 merupakan jumlah kecil
untuk suatu kelas,
terdapat pula kecenderungan khususnya di sekolah dasar
untuk bekerja secara individu atau bekerja dalam kelompok-kelompok kecil.
Dalam pengajaran tradisional, digunakan kelas
yang agak besar,
yang memungkinkan seorang guru bersikap otoriter. Jika dia tidak membentak
dan memberi perintah, dia sulit
menjalankan fungsinya sebagai
komunikator pengetahuan. Akan tetapi pada dasarnya
kedua peranan ini
bertentangan, sebagaimana dijelaskan sebelumnya.
Idealnya seorang guru yang
baik harus berperan
seperti seorang major dalam
militer dan konduktor dari sebuah orkestra, yang sangat bergati-hati
dalam memainkan peranannya. Untuk
menggabungkan kedua peranan
ini dengan kemampuan akademis
merupakan persoalan besar. Untuk meperlancar kegiatan belajar mengajar, guru
mengontrol kelas dan harus berperan dengan baik. Jika dalam pengajaran seorang siswa memberikan jawaban yang salah,
guru menulis jawaban tersebut di papan tulis dan dengan mengajukan pertanyaan
khusus yang mengarahkan seluruh siswa
(kelas) untuk mencari jawaban
lain yang benar. Dengan cara ini, siswa
terutama wanita yang menjawab
salah tidak merasa karena kesalahan yang dibuatnya. Dengan cara ini guru dapat
menciptakan kebersamaan kelompok ketika separuh dari kelas memahami persoalan
sedangkan sisanya belum. Mereka yang
benar-benar mengerti, terlihat
pada wajah mereka
kepuasan memperoleh wawasan yang
baru; tetapi juga mereka akan sungguh-sungguh mencoba membantu temannya yang mengalami
kesulitan. Jika setiap siswa sudah
mengerti, maka terciptalah
suasana santai dan perasaan puas. Penanganan kelas yang dilakukan guru
ini sangat menarik
perhatian Skemp sehingga dalam suatu pertemuan dengan guru tersebut dia
meminta untuk dijelaskan bagaimana hal itu dapat dilakukan oleh guru
tersebut. Setelah beberapa menit,
jelaslah bahwa guru tersebut
tidak menyadari apa
yang dilakukannya. Kemampuam guru tersebut dalam memimpin (mengatur)
kelompoknya difungsikan pada tingkat intuitif dan tidak pada tingkat reflektif.
Tidak hanya diantara mereka yang mengerti tentang
matematika, sedikit saja yang
mengkomunikasikannya, mereka juga
merupakan pemimpin-pemimpin
kelompok, namun jarang mereka
dapat mengkomunikasikan kemampuan
yang terakhir ini.
Kecemasan
dan aktivitas mental yang tinggi
Alasan lain mengapa hubungan antar pribadi yang baik
sangat penting dalam memahami
matematika ialah karena kecemasan
diri meningkat secara subyektif dan sulit dipahami. Siswa
diberikan beberapa penjelasan
secara terperinci, hanya beberapa yang akan mampu memahaminya, tetapi
yang lainnya tidak. Jika mereka yang tidak memahami merasa cemas pada
kegagalan, mereka tidak akan ragu untuk
berusaha lebih ulet. Tetapi perasaan
terlalu cemas bisa merusak diri
sendiri, akan mengurangi keefektifan usaha. Makin tinggi kecemasan, siswa akan
lebih ulet mencoba, bila tidak mampu
mengerti dia lebih cemas lagi. Kejadian
semacam ini seperti lingkaran setan yang
dapat berlangsung jangka panjang maupun jangka pendek. Dapat juga
diberi beberapa pengalaman yang berkaitan dengan belajar
matematika dimana terjadi kondisi
kecemasan para siswa, kemudia dipelajari rangsangan terhadap kecemasan itu.
Dalam pengalaman belajar itu, siswa lebih dulu menyelesaikan pelajaran yang
telah dikuasai.
Terdapat
beberapa argumentasi yang
mendukung bahwa kecemasan mengurangi atau
mungkin dalam keadaan
tertentu mengurangi efisiensi berpikir matematika.
Suatu prinsip yang dikenal dengan hukum Yerkes Dodson,
yang didasarkan pada eksperimen,
diterima oleh ahli-ahli psikologi.
Hukun ini menyatakan bahwa tingkat motivasi menurun
sejalan dengan kompleksitas
tugas yang diberikan. Dengan kata
lain, untuk tugas sederhana, wujud motivasi
lebih baik dan lebih kuat. Tetapi untuk
tugas yang lebih
kompleks ini hanya sampai satu titik tertentu. Mulai dari
motivasi nol, yang
menghasilkan penampilan tidak berarti, peningkatan motivasi akan
memperbaiki penampilan. Tetapi pada tingkat motivasi tertentu, peningkatan yang
lebih lanjut tidak menghasilkan
perbaikan penampilan, malahan
menghasilkan kemunduran. Jika lebih kompleks tugas itu, maka makin
rendah pula tingkat motivasi.
Motivasi adalah sesuatu yang agak rumit untuk
dinilai secara tepat, walaupun biasanya berhubungan dengan
penampilan. Ini disebabkan
motivasi merupakan bagian internal seseorang dan tidak dapat langsung
diobservasi; sedangkan penampilan di pihak lain, merupakan bagian
eksternal seseorang dan dapat
dinilai secara obyektif.
Untuk menilai motivasi
melalui eksperimen, kita harus menciptakan kondisi yang kita anggap
akan memberi motivasi tertentu
pada subyek-subyek itu. Contohnya dalam satu
eksperimen, tikus-tikus digunakan sebagai bahan eksperimen
untuk memecahkan masalah perbedaan di bawah air. Mereka
dihadapkan pada dua pintu yang berbeda, yang satu dikunci,
yang lain terbuka
menuju ke udara.
Tingkat motivasi diubah-ubah
dengan tetapi merendam mereka selama 0, 2,
4, dan 8
detik sebelum mereka diijinkan untuk mulai. Tiga tingkat kesulitan
yang berbeda–beda digunakan dan hasilnya disesuaikan dengan
hukum Yerkes Dodsen.
Dapat dimengerti, terdapat lebih sedikit bukti dari
eksperimen seperti ini yang ada
kaitannya dengan subyek manusia. Pembaca
bisa menbayangkan dirinya sendiri
dalam suatu lapangan (pertanian)
ketika bertemu dengan seekor sapi jantang yang melang kah
maju ke arahnya dengan sikap mengancam. Pada saat makin dekat, mungkin
pembaca makin panik,
mungkin melompat, memanjat pintu
gerbang. Andaikan sapi jantan itu merusak
pagar tanaman, pembaca mungkin
akan menyelamatkan diri ke mobil; maka dalam kondisi sangat panik, untuk
menemukan kunci untuk membuka
mobil, pembaca mungkin
membutuhkan waktu yang relatif lama. Atau andaikata, pembaca
harus memecahkan suatu masalah,
agar mudah melarikan diri, seperti percobaan
pada tikus, pembaca mungkin
membutuhkan waktu yang relatif lama untuk
menemukan pintu keluar
dibandingkan bila kondisi tersebut
dihadapi dalam keadaan santai.
Aktivitas mental yang lebih tinggi, pertama
dipengaruhi oleh kecemasan situasi. Hal ini telah lama dikenal
dalam militer. Aksi–aksi yang
harus dilakukan di bawah tekanan perang diajarkan sebagai kebiasaan yang
dibentuk dengan keras, untuk ditampilkan secara otomatis, ketika harus merencanakan strategi perang dan melaksanakan
taktik. Banyak guru mengakui bahwa ujian merupakan situasi yang menegangkan,
demikian pula melatih
siswa dalam kegiatan rutin yang
terorganisir.
Eksperimen yang dilakukan di atas didasarkan
pada hipotesis bahwa
hal ini merupakan refleksi dari kecerdasan (lihat
bab 4). Satu
tugas yang digunakan untuk menguji
hipotesis ini adalah tugas
penyortiran sederhana. Kartu-kartu yang
disiapkan memiliki satu, dua. tiga atau
empat gambar yang sama pada masing-masing jenis. Gambar ini bisa berupa
segiempat, lingkaran, palang, silang atau segitiga; dan masing-masing
mungkin berwarna merah, hijau, kuning atau biru; gambar pada
kartu yang sama warnanya sama. Empat kategori kartu disusu: satu segitiga
merah, dua segiempat
hijau, tiga palang silang kuning,
empat lingkaran biru. Subyek diberi enam puluh kartu, kemudian disuruh
untuk menyortirnya berdasarkan kriteria
dan kategori yang diinginkan. Sebagai contoh,sebuah kartu yang memiliki
empat palang silang hijau akan ditempatkan
pada tumpukan dua
dari kiri jika
kriterianya berdasar warna. Jika pemisahan menurut bentuk, kartu itu
akan diletakkan di tumpukan tiga, jika menurut jumlah gambar, ditumpukan empat.
Jika kriteria yang sama digunakan seluruhnya,
siswa dapat mengerjakan tugas itu dengan cepat dan
efisien. Kemudian saat siswa
disuruh menyortir kartu pertama
menurut warna, kedua menurut bentuk, ketiga
menurut ukuran, keempat menurut
warna dan seterus nya. Ini bukan tugas rutin
lagi, tetapi melibatkan
aktivitas reflektif, meskipun
sederhana. Siswa harus
sadar kegunaan kategori sasi dan hal
ini sebagai sesuatu
yang internal; dan mereka harus mengalihkan kategori
pada masalah berikutnya
secara seri setelah masing-masing
kartu dipilih. Kegiatan yang pertama di atas disebut receptor dan yang kedua
berikut ini disebut effektor.
Siswa disuruh, seperti pada tugas pertama, untuk
menyortir secepat dan setepat mungkin.
Tetapi pada kondisi
ini, sejauh peningkatan
latihan, mereka melakukan kesalahan terus menerus. Kadang-kadang mereka
memisahkan seluruhnya. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa
mereka mendapat sejenis rintangan mental, jika mereka tidak
mengalami kemajuan sama sekali dengan tugas
itu. Seorang subyek,
yakni seorang mahasiswa
universitas yang berintelegensi
tinggi, melaporkan adanya adanya
gelombang kepanikan yang harus dilawan. Subyek-subyek itu
menyadari bahwa mereka sedang diperhatikan dan bahwa kesalahan mereka akan
dicatat. Hal ini cukup menyolok,
bagaimana pengubahan tugas rutin (setelah kegiatan refleksif
dimulai, untuk memulai sortiran berdasarkan
kategori) ke tugas
yang melibatkan refleksi berkelanjutan, yang dapat mencipta
kan kondisi dimana subyek pada saat-saat tertentu mengalami kelumpuhan mental.
Kelihatannya mungkin bahwa pengaruh
progresif itu disebabkan
oleh lingkaran setan yang digambarkan sebelumnya. Jika penampilan
subyek jelek, maka mereka semakin sulit
mencoba sehingga penampil an juga
semakin jelek sebagai akibat dari
meningkatnya kecemasan. Jika hipotesis ini benar, maka penyisipan tugas rutin yang sederhana
akan menghambat pengaruh kumulatif, sehingga penampilan pada
tugas refleksif akan
meningkat. Hipotesis ini diuji pada kelompok eksperimen dengan
siswa laki-laki yang berusia 15 tahun pada sekolah tata bahasa. Hasilnya
menunjukkan terjadi kemunduran
secara bertahap dalam penampilan siswa bila fakta diubah.
Kebanyakan kita mungkin tidak pernah lupa
pengalaman, ketika mengalami sejenis halangan mental. Setelah melalui wawancara
dan diskusi, barangkali kita merasa
telah dapat memperbaiki diri. Saya sering
memulai pertanyaan – pertanyaan secara langsung, ketika
menginterview calon-calon mahasiswa, kemudian menyisipkan beberapa
pertanyaan sisipan pada saat – saat tertentu. Demikian pula seorang
guru yang baik
dapat mengurangi kecemasan
dan membentuk kepercaya an diri siswa melalui penyisipan tugas
rutin. Dengan mengajukan pertanyaan yang
menurutnya siswa dapat
menjawab maka akan meningkatkan penampilan siswa sekaligus
dapat membatasi seorang siswa yang
pandai dalam berbicara.
Dengan demikian hubungan antar pribadi, pengalaman
pribadi perlu mendapat perhatian. Sebab dalam
belajar matematika sulit
untuk melupakan pengalaman masa
lampau. Walaupun siswa sudah dewasa belajar
hanya melalui teks saja, tetap
tidak dapat lepas dari pengaruh
historis guru terdahulu yang membentuk sikapnya
percaya diri atau
kurang percaya diri.
Ketika mengajar statistik dasar pada siswa psikologi,
penulis menekankan bahwa tugas-tugas pertama merupakan usaha
pembenahan, untuk menyakinkan
mereka, bahwa mereka mampu memahami matematika. Saya percaya
bahwa pembaca yang memiliki pengalaman yang kurang
menyenangkan dalam belajar matematika
akan setuju bahwa hal itu disebabkan
oleh berbagai faktor
dan bukan karena kurangnya kecerdasan.
Penyebab
Kecemasan.
Pada bagian
akhir ini akan ditunjukkan bahwa kecemasan, sekali datang, akan menjadi
lingkaran setan antara
sebab dan akibat
dalam belajar matematika. Pada
prinsipnya mencegah lebih baik dari pada mengobati. Karena itu perlu dicari
sebab-sebab yang menimbulkan kecemasan.
Salah satu
sebabnya, seperti telah dibicarakan,
adalah kewenangan guru, seperti
penegakan disiplin yang ketat dan proses pembelajaran
yang kurang memperhatikan pemahaman siswa. Harus diingat bahwa bila skema – skema yang diperlukan untuk pemahaman bahan
ajar tidak tersedia
dalam pikiran siswa, maka
kegiatan belajar terjadi hanya
didasarkan pada penerimaan, keinginan untuk menerima. Jika
hal ini yang dinginkan guru, itupun adalah kewenangannya. Belajar jenis ini adalah belajar
menghafal, bukan belajar
skematik. Pada awalnya mungkin
belum disertai oleh
kecemasan, bahkan mungkin sebaliknya. Tabel perkalian yang
diingat dengan baik bermanfaat sama bagi guru dan siswa. Masalah yang muncul
ialah anak yang pandai dan berkemauan,
mampu mengingat sedemikian banyak proses
matematika dasar dengan
baik sehingga sulit untuk membeda
kannya dari belajar
yang didasarkan pada pemahaman. Akan tetapi cepat atau
lambat, akan terjadi kegagalan. Terdapat dua
alasan dalam hal ini yaitu: pertama, pada saat belajar lebih
lanjut dan lebih kompleks, untuk memaksakan mengingat,
akan menjadi beban yang berat. Kedua, adalah kebiasaan hanya bekerja dan dapat
diterapkan pada ruang
lingkup terbatas, dan tidak dapat diadaptasi oleh pelajar untuk masalah
yang lain, yang kelihatan berbeda,
tetapi didasarkan pada idea matematika
yang sama. Belajar skematik lebih
dapat menyesuaikan diri dan mengurangi bebas
pada memori.
Siswa-siswa yang
digambarkan di atas pada tahap
tertentu prestasinya akan
menurun. Mereka sepertinya mencoba
untuk lebih cepat
memperoleh "semua penjumlahan yang benar". Usaha yang mereka
tempuh adalah mencoba mengingat lebih banyak
aturan dan metode.
Kenyataannya mereka perlu kembali lagi ke permulaan dan mulai
lagi dari awal. Kondisi ini dapat
menimbulkan kecemasan sehingga terdapat dua
lingkaran setan sebab akibat. Pertama, seperti telah dijelaskan pada
bagian akhir dan yang kedua, dalam
meningkatkan usahanya siswa
pasti menggunakan satu-satunya pendekatan yang ia kenal yakni mengingat.
Proses ini tidak bertahan lama, sehingga kelanjutan
program berikutnya akan berakhir dengam
munculnya suatu kecemasan dan kehilangan harga diri.
Telah
dibahas bahwa untuk
suatu perluasan, penyederhanaan dengan menggunakan skema selalu diperlukan.
Suatu aturan dapat di anggap sebagai suatu skema dari suatu bentuk atau
aturan itu tidak dapat digunakan dalam contoh-contoh yang bervariasi. Siswa
selalu mengorganisir bahan yang mereka pelajari
dengan cara-cara tertentu.
Titik kritisnya adalah,
apakah pengorganisasian ini dapat mewujudkan konsep dan struktur
matematika yang mendasar yang
diperlukan, untuk menunjang keberhasilan jangka panjang dan juga jangka pendek.
Jadi perbedaan
antara pelajar yang menghafal dan pelajar yang berpikir secara skematis, tidak
dapat dipandang secara dikotomi, tetapi
merupakan suatu rangkaian yang saling
terkait. Belajar skematik
masih memerlukan ingatan, sedangkan
belajar hanya dengan mengandalkan ingatan,
tidak cukup untuk memahami materi
matematika yang cukup kompleks.
Belajar dengan
pemahaman, pada saat-saat
tertentu tidak mungkin dilakukan, walaupun
pada topik-topik yang
mendasar. Masalah yang sebenarnya, apakah skema yang ada akan
berkembang dengan cepat agar dapat menerima materi baru yang akan dipelajari.
Dalam kasus ini,
penerimaan tanpa struktur dan
fleksibilitas tertentu. Dan
hal ini merupakan pengorganisasian mental, sering
disebut dengan kebiasaan.
Dan kebiasaan diperlukan untuk memanipulasi
masalah tertentu dan mengadaptasi aspek-aspek baru dengan idea yang dimiliki.
Adaptasi
Terhadap Kecemasan
Dua batasan penting yang harus dibuat untuk
mengawali pembahasan ini. Pertama, hukum
Yerkes Dodson yang menunjukkan bahwa motivasi
secara umum, mungkin meningkat
disebabkan kecemasan. Kedua, tingkat motivasi untuk suatu tugas yang
diberikan tergan tung
pada individu dan
jenis tugas yang diberikan. Hal ini telah dinyatakan
secara implisit pada awal pembahasan, bahwa tingkat keoptimalan turun
seiring dengan kerumitan tugas.
Artinya, tugas yang rumit bagi seorang siswa mungkin merupakan
tugas yang mudah untuk siswa lain. Kemampuan yang
tinggi bagi seorang siswa
akan memberi keuntungan pada dua
hal: pertama, ia merasa kurang cemas terhadap
masalah yang dihadapi karena ia
yakin dapat mengatasinya.
dan kedua ia
dapat menggunakan kecemasannya secara konstruktif untuk mengatasi
masalah itu.
Kecemasan tertentu dapat menjadi suatu stimulus yang
berguna; dan salah satu kegunaan dari pendidikan adalah
belajar untuk menggunakannya. Hal ini
disebut dengan "adaptasi terhadap kecemasan".
Salah satu cata adaptasi terhadap kecemasan ini
adalah penggunaan teknik- teknik yang tepat untuk menghasilkan
masalah (soal-soal) yang
menjadi sumber kecemasan. Faktor lain merupakan faktor
pribadi yang tidak
akan dibahas dalam buku ini. Namun Perlu
disadari bahwa banyak para ahli
yang telah menyumbangkan
ilmu pengetahuan tanpa
melibatkan masalah pribadi mereka.
Motivasi
belajar
Pembahasan
sebelumnya telah difokuskan
pada usaha untuk
memahami faktor – faktor yang
merupakan efek belajar dan pemahaman matematika, dengan asumsi bahwa siswa berminat untuk
melakukan hal di atas. Sekarang,
pembahasan akan dialihkan untuk menjawab pertanyaan berikut: mengapa
seseorang ingin belajar matematika? Tidak dapat dibantah bahwa pertanyaan
tersebut sebagai langkah awal dari inkuiri, karena tanpa beberapa alasan
tertentu, tidak mungkin mengharapkan seseorang akan berusaha. Sebagai
contoh, jika anda telah membeli
buku ini, mungkin anda
mempunyai motivasi tertentu. Beberapa motivasi dapat digabung
dalam suatu aktivitas yang tunggal. Termotivasi adalah deskripsi dari
tingkah laku yang
diarahkan pada pemenuhan
kebutuhan. Jika dikatakan
bahwa suatu tingkah
laku kelihatan kurang bermotivasi, maka dapat diartikan bahwa sesuatu
yang dihadapi kurang sesuai dengan kebutuhannya. Jadi masalah motivasi erat
kaitannya kebutuhan. Beberapa kebutuhan seperti makan, tidur adalah bawaan
lahir. Kebutuhan lain seperti tembakau, televisi, perlu dipelajari.
Matematika terlihat cukup jelas menjadi kebutuhan pelajar,
sehingga setiap orang belajar
membutuhkan matematika.
Matematika sangat berharga, sebagai teknik untuk
memenuhi kebutuhan lain. Hal ini
sudah diketahui umum bahwa
matematika sebagai alat
yang penting dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan
komersial, termasuk dalam bidang lain. Ini merupakan tujuan untuk
memberi motivasi pada orang
agar bersikap dewasa terhadap matematika. Tetapi
tujuan ini dapat
dialihkan untuk dipakai pada saat pertama mempelajari matematika.
Dalam kelas, motivasi jangka pendek lebih efektif.
Dua hal yang sering muncul adalah keinginan untuk menyenangkan guru
dan ketakutan yang
tak menyenangkan. Penghargaan dan hukuman secara luas digunakan
sebagai metode untuk melatih dalam
matematika maupun bidang lain.
Motivasi yang kedua adalah motivasi
ekstrinsik terhadap matematika sendiri. Guru dapat
menghindari perasaan tidak
senang siswa terhadap matematika dengan mengungkapkan
tingkah laku yang diinginkan (secara verbal atau tulisan). Pemahaman siswa
melalui cara ini dapat bertahan
lebih lama dari pada belajar
meniru. Ini merupakan motivasi
ekstrinsik yang dapat mengurangi atau mengatasi kegagalan.
Dari keduanya, motivasi dan kecemasan
adalah lebih mengarah ke
belajar menghafal seperti
telah dijelaskan, sehingga membawa
efek yang bersifat
menghambat kegiatan refleksif kecerdasan.
Motivasi Instrinsik
Terdapat beberapa orang yang menjadikan
matematika sebagai sesuatu yang menyenangkan, suatu aktivitas dalam
matematika itu sendiri,
tanpa memperdulikan tujuan lain yang dapat disertakan dari
belajar matematika. Kelompok
orang-orang seperti ini saya sebut matematikawan murni; dan
jika pandangan ini diterima, maka banyak siswa yang berumur 7, 10
dan 12
tahun dapat memberikan diskripsi sebanyak mungkin dari pada anak berusia
6 tahun dan siswa dewasa. Mengapa
orang seharusnya senang
belajar matematika. Apakah karena
matematika sendiri menarik atau karena
memenuhi kebutuhan tertentu.
Perhatikan seorang anak yang berjalan di atas tembok
yang rendah tanpa bantuan orang tuanya, untuk melatih keseimbangan. Atau perhatikan
seorang pendaki gunung yang penuh resiko dan bahaya. Ia melakukan pendakian
meski sebenarnya ia dapat
menggunakan kereta gantung.
Aktivitas ini bukan merupakan kebutuhan pokok, tetapi
dilakukan untuk tujuan lain dan mempunyai arti yang penting untuk mencapai
tujuan akhir.
Kebutuhan umum mendasar yang lain adalah
kebutuhan untuk "bertumbuh" atau "berkembang". Kata
"berkembang"
dimaksud tidak hanya
meliputi pertumbuhan fisik tetapi
juga perkembangan ketrampilan, kekuatan, pengetahuan dan organisasi fisik
yang lain, organisasi sensori motor atau organisasi mental yang lain. Anak
kecil belum dapat
berjalan di atas tembok, memanjat pohon, melompat
melalui jendela tetapi
semuanya secara langsung
menyiapkan kebutuhan pertumbuhannya untuk melatih paru-paru, otot dan daya kontrolnya.
Pertumbuhan
adalah lebih penting
untuk penyelamatan dari
pada pertumbuhan fisik. Aktivitas pertumbuhan mental ini harus dapat
dirasakan anak, tidak hanya aktivitas fisik saja. Pertumbuhan mental
lebih lanjut, dapat berlangsung
terus sesudah pertumbuhan fisiknya berhenti. Oleh karena itu minat dan kesenangan terhadap
latihan fisik perlu dipupuk mulai
dari masa kanak-kanak.
Untuk siswa
dewasa, situasi belajar
yang baik, adalah
memadukan motivasi jangka pendek dan motivasi jangka panjang. Motivasi
jangka pendek berupa kesenangan belajar
dan mengerjakan matematika, sebagai
motivasi intrinsik. Sedangkan motivasi jangka panjang berupa tujuan
pribadi, praktis atau akademik yang dapat dicapai dengan
bantuan pengetahuan matematika. Tetapi dari kedua motivasi
tersebut, motivasi intrinsik yang terpenting. Kita mempelajari sesuatu
karena kita tahu
bahwa hal itu
sangat berguna. Tetapi langkah-langkah utama
yang selalu dilakukan
dalam matematika, seperti dalam
ilmu pengetahuan lain, adalah
pencarian pengetahuan untuknya sendiri. Faraday melakukan eksperimen
tentang defleksi jarum kompas dengan segulungan kawat melalui arus listrik
yang dipasang. Dia bertanya
kepada seorang wanita, apa kegunaannya. Bahkan
Faraday tidak pernah membayangkan
hasil penemuannya tersebut sangat berguna
hingga saat ini.
Kita senang belajar matematika, maka hal
itu dapat menjadi
faktor insentif yang sangat
kuat untuk belajar.
Pengetahuan itu apakah
akan berguna di kemudian hari, tidak dapat diramalkan pada waktu belajar.
Ketika saya membeli obeng yang saya tahu dengan tepat, pekerjaan
apa yang akan saya lakukan. Ketika belajar Kalkulus
dan Geometri di
perguruan tinggi, para
matematikawan dari program penelitian angkasa milik Amerika tidak tahu bahwa
mereka akan menggunakan pengetahuan
mereka untuk menggambar
orbit dari satu modul lunar.
Bagaimanapun
efektifnya motivasi intrinsik untuk
belajar matematika,tetap
merupakan sesuatu yang kurang diperhatikan dan dihargai guru.
Dalam berbagai kesempatan, guru menemukan bahwa siswanya dapat menikmati
matematika ketika matematika diajarkan dan dipelajari. Guru tersebut
melaporkan hal ini kepada saya dengan perasaan terkejut dan senang,
tetapi juga agak kuatir, seolah-olah terjadi kesalahan
pendekatan terhadap matematika yang diikuti anak. Hal ini mungkin
disebabkan guru kurang
mengetahui tentang adanya
motivasi intrinsik yang mendorong anak menikmati belajar matematika.
RANGKUMAN
1. bab
ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa kesalahan bukan pada siswa seutuhnya
melainkan pada guru mereka sendiri, misal: kurangnya motivasi dari guru.
2. guru
mempunyai tugas penting dalam mengajarkan matematika, yaitu (1) menganalisis
konsep materi yang akan disajikan kemudian membuat perencanaan dan ( 2) bertanggung
jawab atas pelaksanaan KBM.
3. Kebenaran
matematika adalah sifat kekonsistenan, yaitu kesepakatan antara ahli matematika
dan ahli lain, antara guru dan murid.
4. Istilah
“pencemoohan” diartikan sebagai sesuatu yang merugikan organism lain (siswa)
dan pencemohan kecerdasan membuat siswa kurang memahami apa yang disampaikan
guru sehingga merusak skema yang telah dimiliki oleh siswa.
5. Jenis-jenis wewenang (pengaruh): pengaruh
seseorang yang harus dihormati dan ditaati sebagai hasil dari status atau
fungsinya dan pengaruh sebagai hasil dari pengetahuan yang lebih. Untuk
mendukung KBM guru harus melatih kedua jenis pengaruh ini.
6. manfaat dari diskusi: menghubungkan
ide kita dengan ide-ide dari teman yang lain, mendorong munculnya ide baru,
pembuahan ide-ide.
7. Kesalahan yang sering muncul dalam
diskusi kelompok adalah memaksakan anggota kelompok menyesuaikan dengan cara
berpikir kita atau mengisolasi diri dari teman-teman lain dalam kelompok
tersebut. Oleh karena itu harus diadakan diskusi secara rasional dan tidak
bereaksi brlebihan terhadap pendapat teman diskusi, dan pada akhirnya setiap
anggota kelompok harus setuju dengan hasil akhir diskusi.
8. Kepemimpinan
dan besar kelompok merupakan faktor-faktor dalam diskusi yang secara tidak
sadar mempengaruhi jalannya diskusi. Semakin besar sebuah kelompok semakin
besar konflik yang terjadi. Oleh karena itu, ibarat seorang mayor dalam militer
dan konduktor dalam orkestra, seperti itulah guru harus berperan.
9. Hukum
Yerkes-Dodson yang mendukung bahwa kecemasan mengurangi efisiensi berpikir
matematika mengatakan bahwa semakin kompleks suatu tugas, semakin rendah
tingkat motivasi dan sebaliknya. Situasi kecemasan juga mengakibatkan Aktivitas
mental yang tinggi.
10. Salah satu penyebab awal dari
kecemasan adalah guru otoriter tetapi dalam
jumlah tertentu, kecemasan dapat menjadi stimulus yang bermanfaat (adaptasi
kecemasan).
11. Motivasi
adalah sebuah deskripsi tingkah laku yang kita terapkan untuk membimbing kita
kearah kepuasan akan kebutuhan.
Jenis-jenis
motivasi berdasarkan rentang waktu:
- Motivasi jangka pendek
- Motivasi jangka panjang
Penyebab motivasi berdasarkan asal timbulnya:
- Motivasi intrinsik
- Motivasi ekstrinsik
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar