Ada suatu anekdot
tentang seorang profesor matematika yang sangat terkenal, jika sesuatu tidak
benar, maka sepantasnya begitu. Diceritakan bahwa pada waktu berbicara didepan
para audiens, ia menulis sebuah pernyataan matematik, lalu mengatakan “Tentu, ini
adalah jelas”. Melihat tulisan itu lalu ia berkata lagi “Paling tidak, saya
pikir ini jelas”. Ia kemudian bertambah ragu-ragu, lalu berkata “Maafkan saya”,
kemudian ia mengambil pensil serta kertas dan meninggalkan ruangan selama
kurang lebih dua puluh menit. Setelah itu ia datang kembali dengan wajah
berseri-seri dan berkata dengan lantang “Ya, saudara-saudara, ini. memang
benar-benar jelas.”
Secara psikologis, makna dari cerita ini menunjukkan
bahwa tidak adanya ketidakselarasan antara pernyataan pertama yang penuh
keyakinan dengan pernyataan berikutnya dalam tenggang waktu yang relatif lama, yang diperlukan untuk
mempertimbangkannya. Dengan pernyataan pertama, pembicara bermaksud bahwa “Kita
dapat menerima secara
intuitif kebenaran pernyataan itu”. Sedangkan pernyataan ke
dua, dia mengartikan bahwa, setelah
menganalisis secara logis, ia menguatkan bahwa intuisi penerimaan itu benar.
Meyakini sesuatu adalah satu hal untuk mengartikan
pembenaran hal yang
lainnya.
Suatu contoh yang sama. Perkalian 16 dengan 25, (i) Apakah jawabannya? (ii) Jelaskan
bagaimana anda mengerjakan itu?. Untuk menjawab pertanyaan kedua melibatkan
proses mental dalam melakukannya (meliputi pemindahan perhatian anda dari tugas
itu sendiri ke proses-proses pikiran anda yang terlibat dalam mengerjakan tugas
itu.)
Dari dua contoh ini, perbedaannya terletak pada dua cara berfungsinya
intelegensi: intuitif dan reflektif. Pada tingkat intuitif, kita mengetahui akan data-data dari lingkungan luar melalui
alat-alat penerima kita (contohnya penglihatan dan pendengaran); Data-data ini
secara otomatis digolongkan dan dihubungkan dengan data-data lain, oleh
struktur-struktur konseptual sebagaimana diuraikan di bab 2 dan 3. Kita juga
bisa tanggap terhadap lingkungan luar dengan menggunakan otot-otot saraf kita
yang bekerja secara otomatis terhadap kerangka tubuh kita (suatu uraian yang
meliputi: bicara dan menulis). Kegiatan ini sebagian besar dikontrol dan
diarahkan oleh umpan balik keterangan-keterangan lebih lanjut tentang kemajuan
dan hasilnya, juga lewat penerima-penerima luar kita. Dalam banyak hal ini
dapat sepenuhnya berhasil tanpa kesadaran apapun dari proses- proses pikiran
perantara yang bersangkutan; misalnya pada waktu membaca keras-keras, mengemudikan
mobil, atau menjawab pertanyaan “16 x 25”
Seorang penumpang yang masih belajar bertanya kepada kita mengapa kita memindahkan versnelling sebelum mencapai belokan
tajam di jalan. Biarpun kita
telah berbuat begitu “tanpa berpikir”,
kita tidak kesulitan untuk menjelaskan
alasan tersebut. Atau menjawab sesingkat “400” pada pertanyaan “16 x 25” yang mungkin ditanyakan kepada
kita “Bagaimana anda melakukan
hal itu begitu cepat?” Dan setelah kita menguraikan cara kita (banyak pilihan) kita mungkin juga diminta untuk
membenarkan sebuah pertanyaan yang dicari, meliputi sifat assosiatif dari
perkalian.
Data diperlukan untuk menjawab semua dari pertanyaan
yang akan datang, tidak dari lingkungan tetapi dari sistem-sistem konsep kita
sendiri.
Kita
mengarahkan perhatian kita kepada sumber data ini dengan begitu mudah dan biasa
sehingga kita menganggap biasa saja kemampuan kita menimbang-nimbang dengan proses-prases
berpikir kita sendiri. Namun seharusnya kita lebih heran terhadap hal ini. Kesadaran kita akan dunia luar dapat
disebabkan oleh alat-alat indera kita yang nyata (seperti mata, telinga, dan
lain-lain), dan jalan syaraf dari kegiatan ini dapat dideteksi. Tetapi tidak
seorangpun ahli anatomi syaraf pernah mengungkapkan ekuivalen internalnya
sehingga kita dapat “melihat” gambaran penglihatan kita sendiri, atau “mendengar” pembicaraan kita dari dalam.
Sekali kita mampu
berpikir untuk merefleksikan kesuatu tingkatan tertentu dengan skema-skema kita
sendiri, langkah-langkah penting lebih lanjut dapat dilakukan. Kita dapat mengkomunikasikannya
seperti dalam contoh sebelumnya. Kita dapat menyusun skema-skema baru.
Seseorang yang sebelumnya tidak dapat mengerjakan 16 x 25, setelah dijelaskan bahwa empat kali duapuluh
lima adalah seratus, tidak hanya akan dapat mengerjakan 16 x 25 dengan memikirkannya sebagai 4 x (4 x 25) yang sama dengan
4 x 100, tapi juga mengerjakan lain-lain
perkalian seperti 24 x 25 dan bahkan 25
x 25. Jika ia dapat mengerjakan ini semua, itu menunjukkan bahwa dia telah
mendapatkan sebuah skema sederhana dan tidak semata-mata hanya suatu jawaban
atas pertanyaan tertentu.
Kita dapat mengganti skema-skema lama dengan skema-skema baru.
Kita dapat membetulkan kesalahan-kesalahan di skema-skema
yang ada. Jika kita bilang “saya tahu apa yang saya lakukan salah“. Ini tidak hanya berarti membayangkan cara kita yang
ada tetapi juga penemuan bagian-bagian tertentu didalamnya yang menyebabkan kegagalan,
diikuti perubahan yang mempertimbangkan
pada bagian-bagian ini.
Kita hanya mampu membuat perubahan-perubahan yang
mempertimbangkan skema-skema kita sebagai keseluruhan atau secara detail, masih
belum diketahui. Namun karena kita nyata-nyata bisa berbuat begitu, maka
diagram kita memerlukan penambahan lebih lanjut.
Di bawah ini beberapa contoh lehih lanjut yang meliputi aktivitas reflektif .
Seseorang ingin
tahu bagaimana mengalikan dua pecahan desimal, yaitu 1,2 dengan 0,57. Maka kita
jelaskan kepadanya bagaimana koma desimal dapat diabaikan, perkalian dikerjakan
seperti biasa, kemudian baru koma desimalnya
dimasukkan kembali dengan
menghitung jumlah seluruh angka di
belakang koma desimal (12 x 57 = 684 . 1,2 punya
satu angka dibelakang koma
desimal. 0,57 punya dua; jumlah
tiga. Jadi kita masukkan kembali
koma desimal pada hasilnya dan mendapat tiga angka di belakang koma desimal. Hasil
0,684). Aturan ini akan memungkinkan
mendapatkan jawaban yang benar. Tetapi hal
ini tidak berkaitan dengan pengertian
yang ada padanya tentang arti
cara menulis desimal. Untuk menjelaskan cara
ini kita dapat menulis kembali
desimal-desimal itu sebagai pecahan biasa:
Pangkat dari 10
di penyebut = banyaknya angka 0 di penyebut itu = banyaknya tempat di
belakang koma desimal. Mengalikan penyebut-penyebut, sama
dengan menjumlah banyaknya tempat di belakang koma desimal.
Setelah semua itu dilakukan, kita dapat berbuat lebih
lanjut dan memikirkan, cara mengkomunikasikannya. Kita dapat memutuskan yang
lebih baik, di lain waktu, untuk menunjukkan lebih dahulu metode yang berarti
sebelum menunjukkan (atau mendorong si pelajar untuk mencari) jalan pintas yang
singkat. Demikianlah kita akan mereorganisasi skema kita guna mengkomunikasikan
skema-skema untuk mengalikan desimal-desima1.
Suatu jenis yang mempunyai jangkauan yang panjang
beserta kegiatan yang dipikirkan adalah menuju kearah penggeneralisasian
matematis. Pada proses belajar pemakaian indeks, sebagai contoh secara jelas
dapat kita bedakan dalam dua tahap. Sesudah menentukan cara penulisannya dengan contoh-contoh seperti:
a2 = a x a (dimana a adalah sebarang
bilangan)
a3 = a x a x a
a4 = a x a x a x a, dan seterusnya
mudah dilihat bahwa
a2 x a3 = a x a
x a x a x a
= a5
Dari sini dan dengan
contoh-contoh yang sama, si pelajar secara intuisi dapat membentuk skema
umumnya sehingga ia dapat segera
menulis:
a5 x a7 = a12, dan seterusnya
Dengan menggunakan cara-cara
memanipulasi pecahan-pecahan aljabar yang sudah diketahuinya ia juga dapat membentuk skema untuk pembagian yang disimpulkan dari contoh-contoh seperti:
Demikian pula ia dapat segera
menulis:
a15 ¸ a6 = a9 dan seterusnya
Sesudah membentuk dua skema yang bertalian ini. ia juga
dapat merumuskannya yaitu dengan menyatakannya secara simbolik yang membentuk:
am x an = am+n
am ¸ an = am – n
Untuk m dan n mewakili dua bilangan cacah selain
nol, dan di kasus kedua m lebih besar dari n. Perumusan-perumusaan ini melepaskan cara-caranya sebagai kesatuan-kesatuan
tersendiri. Pembatasannya adalah m dan n harus
bi1angan-bilangan cacah, dan m lebih besar dari n, yang diharuskan oleh definisi dari a2, a3, ...; Hal ini
karena lambang-lambang seperti a0, a-2, a1/2 dalam hubungan dengan definisi ini
tidak mempunyai arti. Namun cara-caranya sekarang untuk sebagian sudah dilepaskan dari aslinya, dan pembatasannya yang mula-mula
kelihatan benar dan pantas, sekarang jadi terbuka untuk bertanya. Dalam keadaan-keadaan bagaimanakah (1) diperbolehkan
(2) menguntungkan, untuk membuang
pembatasan-pembatasan ini?
Sebuah ukuran
yang masuk akal untuk
yang pertama ialah bahwa cara baru ini
tidak akan menimbulkan ketidak selarasan denqan cara-cara yang telah
dikenal; dan untuk yang kedua, bahwa membuang pembatasan-pembatasan aslinya,
keuntungan-keuntungan cara menulis indeks-indeks dapat diperluas dengan bermanfaat
dan berarti.
Banyak pembaca kenal dengan perluasan cara penulisa
indeks, yakni:
a0 diberi arti 1
a-2 diberi arti
a1/2 diberi arti
dan lain-lain. Dengan ini akan berarti sama untuk indeks negatif dan
pecahan, serta
pembatasan-pembatasan aslinya dapat dibuang.
Kita katakan bahwa penulisannya serta cara kerjanya telah
digeneralisasikan.
Proses generalisasi
matematika yang telah diuraikan adalah suatu aktivitas yang kuat dan canggih. Canggih,
karena melibatkan refleksi dalam bentuk metoda,
sementara mengabaikan isinya. Kuat, karena
membuat kemungkinan yang terkendali, terkontrol, dan akomodasi yang akurat dari
skema yang telah ada, tidak hanya sebagai jawaban atas permintaan untuk
asimilasi dari situasi baru sebagaimana mereka temukan, tetapi garis besar
permintaan ini, mencari atau menciptakan yang baru untuk kecocokan perluasan
konsep. Penggunaan kemampuan intuitif itu sebenarnya hanya permasalahan datang
dan pergi yang sifatnya sementara dan tidak berupa susunan-susunan yang
teratur.
Ini harus diakui
bahwa lompatan intuitif adalah suatu pertanda dari generalisasi yang sengaja,
mengusulkan secara langsung yang mungkin jika belum diselidiki. Kadang-kadang
kemampuan intuitif ini bisa mengakibatkan seseorang jatuh/kepleset dalam
melakukan analisis yang kritis. Kelemahan yang ditemukan adalah menggunakan
intuitif akan mengalami gagasan-gagasan yang tidak konsisten sehingga membuat
asimilasi yang benar untuk memunculkan prinsip yang mustahil. Profesor yang
terpelajar menyebutkan pada awal bab adalah benar untuk berhati-hati dalam membuat keputusan intuitif nya sampai ia telah
mengujinya secara analitis.
Contoh
yang nyata tentang bilangan. Bilangan yang ada pertama kali adalah bilangan
asli. Sifat-sifat himpunan dari obyek diskrit ( dan juga terbilang) dan metode untuk menjumlahkan dan mengurangi,
mengalikan, membagi, dikembangkan selama berabad-abad, diajarkan pada dekade
pertama demikian juga untuk anak-anak sesuai budaya mereka sendiri. Kemudian
berkembang 'pecahan', 'bilangan negatif’, dan aturan yang diberikan sebagai
cara yang benar untuk menambahkan dan mengurangi, mengalikan dan membagi.
Bagaimana gagasan tentang
bilangan dapat digeneralisasikan dengan baik melalui langkah-langkah dari
bilangan pecah, bilangan bulat, bilangan rasional dan seterusnya? Suatu jawaban
terperinci disampaikan sebelumnya tetapi patutlah kiranya diadakan peninjaun
pendahuluan. kita harus merumuskan sifat-sifat formal dari sistem bilangan
asli. Dengan sistem bilangan asli kita mengartikan himpunan bilangan asli (terbilang),
bersama-sama dengan operasi penambahan dan perkalian, sehingga setiap dua
anggota dari himpunan dapat dikombinasikan (dalam satu cara atau cara lain)
untuk mendapatkan anggota lain dalam himpunan. Dengan sifat-sifat formal maksudnya
sifat-sifat yang tidak tergantung pada contoh yang kita pilih. Maka 12 + 9 = 21
dan 12 x 9 = 108 bukanlah sifat-sifat formal; tetapi 12 + 9 = 9 +12 dan 12 x 9=
9 x 12, meskipun tidak dinyatakan secara umum. Lima sifat formal dari sistem
bilangan adalah:
a
+ b = b + a
a x b = b x a
a + (b + c) = (a + b) + c
a x (b x c) = (a x b) x c
a x (b + c) = (a x b) + (a x c)
di mana a, b dan c adalah bilangan asli
Meskipun
demikian sistem bilangan terbilang (bilangan asli) kita adalah terbatas. Dengan
bantuan unit-unit sistem ini dapat diperluas sehingga memungkinkan pengukuran
objek selanjutnya; tetapi bilangan-bilangan yang ada tidak termasuk semua yang kita
butuhkan dengan ukuran kurang dari satu unit. Sehingga diperkenalkan bilangan
yang baru, berhubungan dengan satuan yang pecah. Tetapi terlalu dini untuk menyebut
bilangan-bilangan sebelum kita menggeneralisasikan skema 'sistem bilangan',
kita harus memenuhi syarat kegunaan
dan konsistensi.
Yang dimaksud dengan konsistensi
adalah kita harus menciptakan cara-cara : menambah dan mengalikan entity baru yang mempunyai 5 sifat formal yang sudah ditulis. Kegunaan berati bahwa hasil-hasil dari
manipulasi tadi harus memberi tahu kita sesuatu yang kita perlu tahu sehubungan
dengan obyek-obyek yang ditunjukkan dengan entities. Semua kebutuhan ini dipenuhi
dengan membuat asimilasi dari sistem
bilangan baru untuk keberadaan dan menggunakan skema yang bagus.
Penggunaan yang sama untuk
pengembangan dari bilangan bulat positif dan negatif, bilangan rasional (yang
biasanya diidentifikasikan dengan bilangan pecah), bilangan riil ( meliputi
irrasional seperti √2, π). Sampai di sini kita terkait
dengan prosesnya bukan hasilnya,
dan aktivitas refleksi pada sifat formal dari skema
yang merupakan bagian dari proses generalisasi matematis, yang merupakan aktivitas
paling maju dari kecerdasan/inteligensi reflektif.
Jika intelegensi yang nomor
2 yaitu reflektif merupakan sesuatu yang sangat penting dalam level pemikiran
matematis maka yang menjadi pertanyaan pada usia berapa kemampuan itu muncul.
Untuk menjawab pertanyaan ini kita merujuk pada pendapat Piaget yang mengatakan
bahwa anak mampu mengembangkan kemampuan refleksi atas isi pada umur 7 – 11.
Pada usia itu mereka mampu mengkrongkritkan gagasan-gagasan dalam bebagai cara
seperti misalnya memutar balik sebuah pekerjaan meski dalam imajinasi, kemudian
kembali pada awal pekerjaan, merunut lagi ke rantai yang paling awal. Pada usia
itu mereka bisa mengetahui bentuk dari sebuah argumen secara independen
terhadap sebuah pekerjaan hingga dia dewasa. Demikian pula mereka akan
mendapati bahwa anak yang lebih muda tidak mampu membuat argumentasi terhadap
hipotesis apabila hipotesis bertolak belakang dengan pengalamannya selama ini.
Suatu
hipotesis yang masuk akal pada saat ini adalah bahwa pada situasi yang manapun
yang penting, seorang pelajar dapat merumuskan gagasannya secara tegas, dan
meyakinkannya dengan menunjukkan penurunannya secara logis dari lainnya
dan gagasan yang berlaku umum, akan berlatih sehingga mengembangkan
kemampuan refleksi pada schemata seseorang. Dengan kata lain, diskusi dan
argumentasi bermanfaat untuk belajar.
Mereka
yang sudah mencoba pada umumnya setuju bahwa berusaha untuk mengajar suatu
topik menggunakan tekanan kuat untuk memperjelas cara berpikir. Suatu
eksperimen sederhana telah memberikan dukungan pada pandangan ini . Dua kelas paralel anak-anak
lelaki sekolah menengah yang usianya sekitar 14, mempelajari topik berbeda dari
para guru matematika tetap mereka masing-masing kelas diberi suatu test pada
topik yang telah diajarkan, dan dibagi menjadi dua yang sama. Yang satu bagian
mempelajari yang mereka ketahui kemudian mengajarkannya pada temannya di kelas
yang lain, sementara bagian yang lain mempergunakan waktu yang sama untuk
praktek di topik yang sama lebih lanjut. Anak anak laki-laki yang beraksi
sebagai guru berpikir bahwa para murid mereka akan diuji pada yang telah mereka
pelajari. Pada akhir eksperimen mereka semua diuji ulang pada topik yang telah
mereka pelajari selama eksperimen. Hasilnya dengan jelas menunjukkan keunggulan
kelas yang pertama.
Komunikasi muncul sebagai
salah satu dari pengaruh yang menyenangkan pada perkembangan intelegensi
reflektif. Salah satunya adalah untuk menghubungkan gagasan dengan lambang; ini akan dipertimbangkan
lebih jauh pada bab yang berikutnya. Yang lain adalah interaksi dari gagasan
seseorang dengan orang lain. Diskusi intelektual memaksa seseorang untuk memperjelas gagasan dalam pikirannya
sendiri, untuk menyatakan gagasannya tidak dalam keadaan salah mengerti, untuk
menyatakan hubungan mereka dengan gagasan lain; dan juga, untuk memodifikasi
mereka yang disisi lain kelemahannya ditemukan, berakhir dengan suatu struktur
lebih kompak daripada sebelumnya. Tidak merasakan diserang pribadinya, terluka,
atau dikalahkan ketika skema seseorang ditunjukkan mempunyai ketidaktepatan atau ketidak ajegan.
Ini merupakan aspek lain dari status reflektif. Ini juga sangat bergantung pada
situasi hubungan antar pribadi; suatu aspek yang akan dibahas di Bab 7.
Pertimbangan yang terakhir menyatakan bahwa hubungan dengan para guru mungkin
merupakan ingatan jangka panjang yang penting (great long-term importance) dalam pengembangan inteligensi reflektif.
Suatu
keberatan di sini. Diskusi yang terdahulu harus cukup luas membawa implikasi
perseorangan ada ' pada taraf intuitif', ' mampu berpikir reflektif pada
mengkombinasikan isi dan format ', ' mampu untuk berfikir formal', secara umum,
jika ia ada di langkah sehubungan dengan topik A, ia ada di langkah yang sama
sehubungan dengan topik B. Tetapi mungkin seperti kasus kita semua, barangkali
lebih cepat dibanding pertumbuhan anak, melalui langkah-langkah yang sama dalam
setiap topik baru yang kita hadapi yaitu gaya berfikir yang tersedia sebagian
fungsi dari derajat tingkat yang konsepnya
telah dikembangkan dalam sistem yang utama. Seseorang dapat dengan susah
diharapkan untuk menrefleksikan pada konsep yang belum dibentuk, bagaimanapun
sistem reflektif seseorang dibangun
dengan baik. Sehingga 'intuitif sebelum reflektif' mungkin secara parsial benar untuk bidang studi
matematika. Riset lebih lanjut
diperlukan di sini.
Walaupun
kita mengetahui relatif sedikit tentang faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
kecerdasan/inteligensi reflektif secara umum, dari sesuatu kita dapat yakin :
bahwa hal ini relatif terlambat datang. Kita dapat mempelajari matematika di
tingkat intuitif sebelum kita mendapat fungsi pada tingkat reflektif. Dan ini
sendiri berakibat penting untuk mempelajari matematika. Sementara seorang
pelajar masih di tingkat intuitif dia
lebih tergantung pada materi yang diperkenalkan kepadanya. Jika konsep baru
ditemui terlalu jauh dari skemanya yang ada mungkin ia tidak mampu untuk
menerima; terutama sekali karena derajat tingkat akomodasi yang mungkin pada
tingkatan yang intuitif adalah lebih kecil daripada yang dapat dicapai dengan
reflektif.
Maka
di dalam langkah-langkah yang lebih awal, analisa konseptual oleh guru harus
digunakan sebagai suatu dasar untuk membuat suatu rencana yang cermat, yaitu
pelajar dapat mempersatukan kembali struktur di dalam pikirannya. Ini adalah
kasus apakah pelajaran secara langsung diambil dari seorang guru, atau secara
tidak langsung dari sebuah buku. Situasi yang lebih menguntungkan yaitu
pertanyaan-pertanyaan dapat diajukan, penjelasan diberikan; dan memberi
keuntungan yang lebih besar, bahwa seorang guru yang peka dapat mengetahui
titik-titik pertumbuhan skema para pelajar, dan memberi materi pada saat yang tepat.
Fleksibilitas pendekatan ini memerlukan juga suatu penguasaan materi yang lebih
baik yang kemudian membuat persiapan perencanaan yang baik.
Sumbangan terakhir dari guru yang baik adalah
mengurangi ketergantungan pelajar padanya. Sebagai guru matematika yang baik, harus
memberi kebebasan. Seseorang mampu menganalisa sendiri materi baru, dia dapat
mencocokkannya dengan skemanya sendiri;
dengan jalan yang paling berarti untuknya; mungkin atau tidak mungkin menjadi
jalan yang seharusnya.
Maka guru
matematika mempunyai tiga tugas ganda. Dia harus menguasai materi matematika untuk
mengembangkan skema matematika
para pelajar, dia juga harus menguasai cara menyajikan untuk mengarahkan cara
berpikir (intuitif dan penalaran kongkrit saja, atau intuitif, penalaran
kongkrit dan juga cara berfikir formal) sehingga muridnya mampu; dan akhirnya
dia harus meningkatkan secara bertahap kemampuan analitik mereka pada tingkatan
dimana mereka tidak tergantung pada guru untuk mencerna materi yang diberikan.
Meskipun kita
mempunyai beberapa alasan mengenai bagaimana perkembangan terakhir yang mungkin
dianjurkan, pengetahuan kita pada daerah ini jauh dari lengkap.
Keistimewaannya, sebagaimana yang lain, guru terbaik adalah yang selalu membuat
pelajarnya aktif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar