BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan matematika mempunyai potensi besar
untuk memainkan peran strategis dalam menyiapkan sumber daya manusia untuk
menghadapi era industrialisasi dan globalisasi. Potensi ini dapat terwujud jika
pendidikan matematika mampu melahirkan peserta didik yang cakap dalam
matermatika dan berhasil menumbuhkan kemampuan berpikir logis, bersifat kritis,
kreatif, inisiatif dan adaptif terhadap perubahan dan perkembangan. Kualitas
sumber daya manusia seperti ini menjamin keberhasilan upaya penguasaan
teknologi untuk pembangunan di Indonesia.
Banyak
faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa. Diantaranya adalah guru dan metode
pembelajaran yang digunakannya. Sampai saat ini masih banyak guru dalam
pembelajaran hanya menyampaikan pengetahuan kepada anak didik, sedangkan anak
didik hanya menerima apa yang disampaikan gurunya itu sendiri. Siswa
diposisikan sebagai orang yang tidak tahu yang hanya menunggu apa yang guru
berikan. Hal ini membuat siswa cenderung
pasif dan pembelajaran menjadi membosankan. Siswa menjadi kurang mandiri, tidak
berani mengungkapkan pendapatnya, selalu meminta bantuan guru dan kurang gigih
dalam melakukan uji coba penyelesaian masalah. Kenyataan ini mungkin disebabkan
karena selama ini siswa hanya cenderung diajar untuk menghafal konsep atau
prinsip matematika, tanpa disertai pemahaman yang baik.
Salah
satu kendala dalam pembelajaran matematika di jenjang Sekolah Menengah Atas adalah
adanya
kesulitan yang dialami siswa dalam memahami materi trigonometri, karena salah
satu faktornya adalah terlalu banyaknya rumus yang perlu dipahami. Disamping
itu guru mungkin dalam pembelajaran masih menggunakan metode yang konvensional, sehingga trigonometri bagi anak tidak
menarik sama sekali.
Dalam proses pembelajaran, guru sedapat mungkin memilih model
pembelajaran yang paling sesuai. Hal ini disebabkan setiap model pembelajaran
yang memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga dapat dipastikan tidak satu pun
model pembelajaran yang lebih baik dibandingkan model pembelajaran lainnya.
Selain guru harus membenahi cara mengajarnya, siswa juga tidak
hanya sekedar meniru apa yang dilakukan oleh guru, tetapi harus secara aktif
berbuat atas dasar kemampuan dan keyakinan diri. Cara inilah yang diharapkan
akan mengantarkan siswa menjadi manusia yang mandiri, kreatif dan tidak sekedar
menjadi manusia siap pakai untuk mengisi pasaran kerja. Untuk itu peran guru
sebagai pemberi ilmu harus sudah bergeser pada peran baru yang lebih kondusif
bagi siswa untuk menyiapkan diri guna menyongsong dan turut ambil bagian dalam
pembangunan sejalan dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Berdasarkan
teori pembelajaran yang dikemukakan oleh Gagne dalam Suherman (2001:83), bahwa
ketrampilan intelektual tingkat tinggi dapat dikembangkan melalui pemecahan
masalah. Pemecahan masalah merupakan tipe paling tinggi dari delapan tipe
belajar, yaitu signal learning, stimulus-respon learning, chaining, verbal
association, discrimination learning, concept learning, rule learning dan
problem solving.
Pemecahan
masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena
dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya, siswa dimungkinkan memperoleh
pengalaman menggunakan pengetahuan serta ketrampilan yang sudah dimiliki untuk
diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin. Melalui kegiatan
ini aspek-aspek kemampuan matematika seperti penerapan aturan pada masalah
tidak rutin, penemuan pola, penggeneralisasian, komunikasi matematika dapat
dikembangkan secara lebih baik. Hasil penelitian yang dilakukan The National
Assesment of Educational Progress (NAEP) dalam Suherman (2001: 84) menunjukkan
bahwa tingkat keberhasilan siswa dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah
menurun drastis manakala setting (konteks) permasalahannya diganti dengan hal
yang tidak dikenal siswa, walaupun permasalahan matematikanya tetap sama.
Berdasarkan
uraian di atas, perlunya penerapan model pembelajaran matematika yang sesuai dengan
kebutuhan dan sumber daya yang ada serta berpandangan pada perkembangan
teknologi dan tuntutan era globalisasi dan kurikulum, diantaranya dengan model
creative problem solving (CPS) berbasis teknologi dalam pembelajaran
matematika.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka masalah dalam makalah ini
dirumuskan sebagai berikut :
“Apakah pembelajaran matematika dengan model pembelajaran creative problem
solving berbasis teknologi dapat mengatasi kesulitan siswa dalam pemahaman materi trigonometri?”
BAB II
PEMBAHASAN
A. Problem Solving
Problem
Solving atau pemecahan masalah merupakan bagian dari analitical thinking atau
pemikiran analitis. Sebuah strategi adalah bagian dari langkah yang saling
terkait yang dipakai oleh pemecah masalah mencari solusi. Salah satu strategi
untuk mengajar siswa adalah strategi yang disarankan oleh ahli matematika,
Gyorgy Polya. Menurut Polya dalam Cahyono (2007), langkah-langkah dalam
strategi Polya adalah:
1.
Devine
Mengidentifikasi
permasalahan yang ada.
2.
Think about It
a.
Apa sajakah yang berkaitan
dengan permasalahan tersebut?
b.
Mengidentifikasi daerah
permasalahan
c.
Mengumpulkan informasi
3.
Plan
a.
Diagram Solusi
b.
Memikirkan rencana
alternatif
c.
Menterjemahkan
4.
Carry Out Plan
Memecahkan
permasalahan
5.
Look Back
a.
Verifikasi pemecahan masalah
yang telah didefinisikan sebelumnya
b.
Identifikasi penerapan
c.
Menyimpulkan
B.
Model
Creative Problem Solving dalam Pembelajaran Matematika
Menurut Soekamto (1997: 78), model
pembelajaran merupakan kerangka yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu,
dan berfungsi sebagai pemandu bagi para perancang desain pembelajaran dan para
pengajar dalam mmerencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.
Model Creative Problem Solving (CPS) adalah
suatu model pembelajaran yang melakukan pemusatan pada pengajaran dan
keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan ketrampilan.
Ketika dihadapkan dengan suatu pertanyaan, siswa dapat melakukan keterampilan
memecahkan masalah untuk memilih dan mengembangkan tanggapannya.
Sedangkan menurut Karen (2004: 1), model
Creative Problem Solving (CPS) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat
pada ketrampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan kreatifitas.
Ketika dihadapkan dengan situasi pertanyaan, siswa dapat melakukan ketrampilan
memecahkan masalah untuk memilih dan mengembangkan tanggapannya. Tidak hanya
dengan cara menghafal tanpa dipikir, ketrampilan memecahkan masalah memperluas
proses berpikir.
CPS merupakan representasi dimensi-dimensi
proses yang alami, bukan suatu usaha yang dipaksakan. CPS merupakan pendekatan
yang dinamis, siswa menjadi lebih trampil sebab siswa mempunyai prosedur
internal yang lebih tersusun dari awal.
Ada banyak kegiatan yang melibatkan
kreatifitas dalam pemecahan masalah seperti riset dokumen, pengamatan terhadap
lingkungan sekitar, kegiatan yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan, dan
penulisan yang kreatif. Dengan CPS, siswa dapat memilih dan mengembangkan ide
dan pemikirannya. Berbeda dengan hafalan yang sedikit menggunakan pemikiran,
CPS memperluas proses berpikir.
Sasaran dari CPS adalah sebagai berikut.
Sasaran dari CPS adalah sebagai berikut.
1.
Siswa akan mampu menyatakan
urutan langkah-langkah pemecahan masalah dalam CPS
2.
Siswa mampu menemukan
kemungkinan-kemungkinan strategi pemecahan masalah
3.
Siswa mampu mengevaluasi
dan menyeleksi kemungkinan-kemungkinan tersebut kaitannya dengan
kriteria-kriteria yang ada
4.
Siswa mampu memilih suatu
pilihan solusi yang optimal
5.
Siswa mampu mengembangkan
suatu rencana dalam mengimplementasikan strategi pemecahan masalah
6.
Siswa mampu
mengartikulasikan bagaimana CPS dapat digunakan dalam berbagai bidang/ situasi.
Osborn
dalam Cahyono (2007), mengatakan bahwa CPS mempunyai 3 prosedur, yaitu:
1.
Menemukan fakta, melibatkan
penggambaran masalah, mengumpulkan dan meneliti data dan informasi yang
bersangkutan.
2.
Menemukan gagasan,
berkaitan dengan memunculkan dan memodifikasi gagasan tentang strategi
pemecahan masalah
3.
Manemukan solusi, yaitu
proses evaluatif sebagai puncak pemecahan masalah.
Karen (2004:2) menuliskan langkah-langkah
creative problem solving dalam pembelajaran matematika sebagai berikut:
1.
Klarifikasi masalah
Klarifikasi masalah meliputi pemberian penjelasan kepada
siswa tentang masalah yang diajukan, agar siswa dapat memahami tentang
penyelesaian yang diharapkan.
2.
Pengungkapan gagasan
Siswa dibebaskan untuk mengungkapkan gagasan tentang
berbagai macam strategi penyelesaian masalah
3.
Evaluasi dan seleksi
Setiap kelompok mendiskusikan pendapat-pendapat atau
strategi-strategi yang cocok untuk menyelesaikan masalah
4.
Implementasi
Siswa
menentukan strategi yang dapat diambil untuk menyelesaikan masalah, kemudian
menerapkannya sampai menemukan penyelesaian dari masalah tersebut.
Dengan
membiasakan siswa menggunakan langkah-langkah yang kreatif dalam memecahkan
masalah, diharapkan dapat membantu siswa untuk mengatasi kesulitan dalam
mempelajari matematika. Implementasi model creative problem solving berbasis
teknologi dalam pembelajaran matematika yaitu:
1.
Tahap awal
Guru menanyakan kesiapan siswa dalam mengikuti
pembelajaran matematika, kemudian mengulas kembali materi sebelumnya yang
dijadikan prasayarat materi yang akan dipelajari siswa dan menjelaskan aturan
main dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan model creative problem
solving berbasis teknologi. Guru juga memberikan motivasi kepada siswa tentang
pentingnya pembelajaran yang akan dilaksanakan.
2.
Tahap inti
Siswa membentuk kelompok kecil untuk melakukan diskusi
kecil. Tiap kelompok terdiri atas 4-5 siswa yang dibentuk oleh guru dan
bersifat permanen. Tiap kelompok mendapat modul, LKS dan CD Interaktif yang
berisi materi pembelajaran dan permasalahan untuk dibahas bersama dalam
kelompoknya. Secara berkelompok siswa memecahkan permasalahan yang terdapat
dalam LKS dan CD sesuai dengan petunjuk yang tersedia di dalamnya. Siswa
mendapat bimbingan dan arahan dari guru dalam memecahkan masalah. Peranan guru
dalam hal ini adalah menciptakan situasi yang dapat memudahkan munculnya
pertanyaan dan mengarahkan kegiatan berpikir dalam rangka menjawab pertanyaan
atas dasar ketertarikan siswa. Penekanan dalam pendampingan siswa dalam
menyelesaikan permasalahan adalah sebagai berikut:
a.
Klarifikasi masalah
Setelah guru menjelaskan
materi pembelajaran matematika, siswa dikelompokkan menjadi kelompok-kelompok
kecil dan menerima beberapa proyek yang berkaitan dengan materi pelajaran. Guru
bersama siswa mengklarifikasi permasalahan yang ada dalam proyek tersebut
sehingga siswa mengetahui solusi yang diharapkan dari proyek tersebut. Dalam
tahap ini, masing-masing kelompok mengajukan proposal kepada guru tentang
proyek yang akan dipecahkan permasalahannya.
b.
Pengungkapan gagasan
Siswa menggali dan
mengungkapkan pendapat sebanmyak-banyaknya berkaitan dengan strategi pemecahan
masalah yang dihadapi dalam proyek tersebut.
c.
Evaluasi dan seleksi
Setelah diperoleh daftar
gagasan-gagasan, siswa bersama guru dan teman lainnya mengevaluasi dan menyeleksi
berbagai gagasan tentang strategi pemecahan masalah, sehingga pada akhirnya
diperoleh suatu strategi yang optimal dan tepat.
d.
Implementasi
Dalam tahap ini, siswa
bersama kelompoknya memutuskan tentang strategi pemecahan masalah dalam
proyeknya. Dan melaksanakan strategi yang dipilih dalam memecahkan permasalahan
sesuai dengan proposal yang telah diajukan.
Setelah pekerjaan selesai
siswa bersama kelompoknya mempresentasikan hasil kerjanya di depan kelas dengan
menggunakan media sesuai dengan kreatifitasnya untuk menyampaikan gagasannya
dan mendapatkan saran dan kritik dari pihak lain sehingga diperoleh solusi yang
optimal berkaitan dengan pemecahan masalah. Kemudian guru bersama siswa
menyimpulkan materi pembelajaran ke arah matematika formal.
3.
Tahap penutup
Sebagai pemantapan materi, secara individual siswa
mengerjakan soal-soal quiz yang ditampilkan dengan media pembelajaran dan guru
memberikan poin bagi siswa yang mampu memecahkan permasalahan sebagai upaya
memotivasi siswa dalam mengerjakan soal-soal.
Suatu soal yang dianggap sebagai masalah adalah soal yang
memerlukan keaslian berpikir tanpa adanya contoh penyelesaian sebelumnya.
Masalah berbeda dengan soal latihan. Pada soal latihan, siswa telah mengetahui
cara menyelesaikannya, karena telah jelas hubungan antara yang diketahui dengan
yang ditanyakan, dan umumnya telah ada contoh soal. Pada masalah, siswa tidak
tahu menyelesaikannya. Siswa menggunakan segenap pemikiran, memilih strategi
pemecahannya, dan memproses hingga menemukan penyelesaian dari suatu masalah.
C. Pembelajaran Matematika dan
Teknologi
Teknologi adalah kemampuan menerapkan suatu
pengetahuan dan kependaian membuat sesuatu yang berkenaan dengan suatu produk,
yang berhubungan dengan seni, yang berlandaskan pengetahuan ilmu eksakta bersandarkan
pada aplikasi dan implikasi pengetahuan itu sendiri. Teknologi yang merupakan
aplikasi kemajuan ilmu pengetahuan yang membawa dunia pendidikan untuk
menyesuaikannya.
Dalam menghadapi dan menyikapi kurikulum saat
ini maka diperlukan kemampuan yang memadai di bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi, terutama di bidang komputer. Perkembangan teknologi sekarang ini
menuntut penggunaan komputer yang lebih bervariatif dan efektif, termasuk
didalamnya penggunaan aplikasi komputer dalam proses pembelajaran di Sekolah
sebagai media pembelajaran atau media pendidikan, diantaranya dengan
menggunakan multimedia pembelajaran dalam bentuk CD Interaktif yang disertai
buku siswa.
Komputer sebagai suatu alat yang dapat
digunakan untuk merancang desain pembelajaran, kemudian dipindahkan kedalam CD
interaktif sehingga mudah digunakan oleh pengguna. Software dan Hardware yang
dapat digunakan untuk mendesain media CD interaktif dan pemanfaatannya antara
lain adalah Macromedia Flash MX, SwisH v2.0, Swift 3D’s Max, Movie maker,Ullite
Video Studio 7, Audicity, Ahead Nero Burning, digital camera, handycam,
computer, VCD Player, LCD projector.
D. Pembelajaran Matematika di
SMA
Salah satu komponen dalam pembelajaran adalah
pemanfaatan berbagai macam strategi dan metode pembelajaran secara dinamis dan
fleksibel sesuai dengan materi, siswa dan konteks pembelajaran (Depdiknas,
2003:1). Sehingga dituntut kemampuan guru untuk dapat memilih model
pembelajaran serta media yang cocok dengan materi atau bahan ajaran.
Dua hal penting yang merupakan bagian dari
tujuan pembelajaran matematika di SMA menurut Suherman (2001: 60) adalah
pembentukan sifat dengan berpikir kritis dan kreatif. Sifat ini dapat
dikembangkan dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan model Creative
Problem Solving (CPS), karena dengan menggunakan model pembelajaran ini dapat
memberikan siswa kesempatan seluas-luasnya untuk memecahkan masalah matematika
dengan strateginya sendiri. Sedangkan penggunaan media teknologi dalam
pembelajaran matematika sangat menunjang, karena dengan menggunakan media teknologi
pembelajaran siswa lebih mudah memahami konsep matematika yang abstrak.
Materi pokok Trigonometri merupakan salah
satu materi pokok yang diajarkan di kelas X SMA dengan standar kompetensinya
adalah menggunakan perbandingan, fungsi, persamaan, dan identitas trigonometri
dalam pemecahan masalah. Kompetensi dasar dalam pembelajaran matematika materi
pokok Trigonometri adalah:
1.
menggunakan sifat dan
aturan tentang fungsi trigonometri, rumusi sinus, dan rumus kosinus dalam
pemecahan masalah
2.
melakukan manipulasi
aljabar dalam perhitungan teknis yang berkaitan dengan fungsi trigonometri
3.
merancang model matematika
yang berkaitan dengan fungsi trigonometri, rumus sinus dan kosinus,
menyelesaikan modelnya, dan menafsirkan hasil yang diperoleh.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Model
pembelajaran Creative Problem Solving Berbasis Teknologi merupakan model
pembelajaran yang efektif, berpusat pada siswa, ketrampilan proses dan
aktifitas siswa berpengaruh kuat terhadap hasil belajar. Sehingga model ini
dapat mengatasi kesulitan siswa dalam memahami materi trigonometri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar