ABSTRAKSI DAN KLASIFIKASI
Istilah “konsep” sering digunakan,
tetapi tidak mudah untuk didefinisikan. Karena tidak ada definisi secara langsung dan tepat untuk mengartikan kata “konsep” itu sendiri.
Konsep matematika adalah sebuah pengertian yang abstrak. Untuk dapat menangkap pengertian konsep tersebut akan dimulai dengan
contoh-contoh. Pada kasus
perkembangan bayi masa pra-verbal dapat dijelaskan sebagai berikut: pertama,
seorang bayi yang berumur 12 bulan, ketika ia mendapati botol susunya yang
kosong, ia merangkak menghampiri dua botol anggur yang kosong kemudian ia
meletakan botol susunya di samping kedua botol tersebut. kedua, seorang bayi
berumur 2 tahun, dia melihat bayi lain merangkak, kemudian membelai kepalannya
dan menepuk-menepuk punggungnya. (dia
melakukan ini karena dia melihat kebayakan orang lain memperlakukan yang sama
kepada anjing, tetapi tidak pernah melihat sebelumnya perlakuan pada bayi yang
lainnya).
Dari contoh kasus di atas dapat di
simpulkan: pertama, mereka mengklasifikasikan sesuatu berdasarkan
pengalaman-pengalaman sebelumnya. Kedua, memasangkan dari pengalaman mereka
kedalam beberapa kelompok. Kitapun melakukan hal yang sama yaitu: kita
mengambil pengalaman yang lalu untuk kita terapkan pada situasi saat ini.
Aktivitas ini secara otomatis akan kita lakukan secara berkesinambungan atau
terus menerus.
Pada tingkatan bawah, kita
mengelompokan setiap kali kita mengenal sebuah objek sebagai salah satu yang
telah kita lihat sebelumnya. Dan ternyata tidak semua pengalaman ini sama, sampai
kita dapat mengetahui perbedaan–perbedaan itu secara nyata. Dari perubahan ini
kita mengabstrasikan ke dalam keberagaman sifat dan sifat-sifat ini masuk
kedalam ingatan kita dalam jangka waktu yang lebih lama dari pada sesuatu yang
kita lihat secara sepenggal-sepenggal dari suatu objek.
C1, C2, C3... Cn menggambarkan pengalaman-pengalaman yang terdahulu
tentang sejumlah objek yang mempunyai kesamaan yang disebut Particular chair. Dari sini kita mengabstrasikan sifat-sifat
umum dari objek-objek itu seperti yang di tunjukan oleh C. Ketika sebuah
abstraksi itu terbentuk maka pengalaman-pengalaman yang lain akan mudah untuk
kita bedakan apakah pengalaman itu masuk kedalam abstraksi kita atau di luar
abstrasi kita. Jika pengalaman itu diluar abstraksi kita, maka kita akan
membuat abstraksi yang baru dan proses ini akan berulang-ulang. Sehingga
kemampuan kita semakin cepat dalam melakukan abstraksi. Sebagai contoh: meja,
karpet, lemari kita abstraksikan kedalam kelompok perabotan, tanpa melihat
pertimbangan-pertimbangan yang lain. Penamaan dari pengkelompokan objek ini,
mempunyai kelebihan atau kekurangan. Kita seharusnya bisa mengklasifikasikan
suatu objek berdasarkan fungsi dan kegunaan, hubungan, waktu penggunaan dan
mungkin juga berdasarkan simbol.
Berikut ini mungkin bermanfaat untuk
menghubungkan beberapa istilah yang akan digunakan. Abstraksi adalah sebuah aktifitas berfikir secara sadar akan kesamaan-kesamaan diantara
pengalaman-pengalaman kita. Klasifikasi adalah
Pengelompokan pengalaman-pengalaman yang mempunyai kesamaan-kesamaan dari hasil
abstraksi. Mengklasifikasi artinya mengumpulkan secara bersama pengalaman
kita dengan dasar dari kesamaan. Sedangkan mengabstraksi berarti
merubah sikap yang terdahulu sehingga menghasilkan pengalaman baru dalam
mengelompokan suatu objek berdasarkan kemiripan sifat dari suatu kelompok yang
telah terbentuk. Hal ini untuk membedakan abstraksi itu sebagai suatu aktivitas
sedangkan mengabstraksi adalah hasil dari suatu abstraksi, dan rangkain
aktivitas ini menghasilkan suatu konsep.
Konsep terbentuk dari sejumlah
pengalaman yang memiliki kesamaan secara umum. Ketika konsep pertama terbentuk,
kita bisa mengatakan contoh-contoh konsep tersebut. Sehingga semakin banyak pengalaman yang kita
dapatkan semakin banyak pula konsep-konsep yang kita punya. Konsep-konsep setiap hari datang dari pengalaman sehari-hari dan
bentuknya terjadi secara acak setiap waktu.
Semakin sering object yang ditemui,
secara umum, konsep dengan cepat terbentuk; tetapi banyak faktor lain di tempat
kerja, membuat statemen ini menjadi lebih sederhana. Salah satunya dengan
kontras. Sebuah contoh yang berbeda dari lima contoh yang sama akan mudah
diingat dan diabstraksi melampai ruang dan waktu. Dengan demikian penting untuk
menanamkan suatu konsep dengan memberikan contoh suatu konsep dan contoh yang
tidak termasuk konsep (non konsep).
PENAMAAN
Berhubungan dengan konsep,
penggunaan nama dalam menghubungkan suatu objek menolong kita untuk
mengklasifikasi, yaitu untuk mengenali suatu benda termasuk ke dalam kelas yang
sudah ada. Penamaan dapat berperan secara maksimal, kadang-kadang penting,
dalam pembentukan konsep baru. Jika nama yang sama muncul dari
pengalaman-pengalaman yang berbeda, akan mempengaruhi kita untuk mengelompokkan
pengalaman itu ke dalam satu pikiran kita dan kemudian mengabstraksi kesamaan ekstrinsiknya
sehingga membantu kita untuk dapat memisahkan kelompok mereka sendiri-sendiri.
KOMUNIKASI KONSEP
Bisa kita lihat bahwa bahasa
dapat digunakan untuk mempercepat pembentukan sebuah konsep. Namun dapatkah
bahasa digunakan untuk mempercepat mendefinisikan konsep yang sederhana secara
verbal? pada keadaan tertentu hal ini sering dicoba. Perhatikan contoh berikut,
misalnya kata “merah” dan bayangkan kita menanyakan arti kata ini pada orang yang buta sejak lahir. Arti dari kata itu adalah konsep
yang terkait dengan kata itu, jadi tugas kita sekarang adalah bagaimana membuat
orang tersebut mampu membentuk konsep merah dan menghubungkannya dengan kata
merah.
Ada dua cara yang mungkin
dapat kita lakukan, yaitu memberikan suatu definisi misalnya “merah adalah
warna yang kita nyatakan sebagai panjang gelombang cahaya pada daerah 0,6
mikro”. Apakah sekarang dia mengerti konsep ’merah’? Tentu saja bukan. Sehingga
definisi sia-sia untuknya, dan tak diperlukan untuk yang lain. Secara intuitif,
dari kasus tersebut dapat diberikan contoh beberapa objek yang berhubungan
dengan kata merah misalnya, diary merah, dasi merah, penjepit merah dan
seterusnya. Dari dua cara tersebut pemberian contoh merupakan cara yang lebih
tepat pada kasus ini untuk dapat menemukan konsep merah dan memperoleh
pengalaman baru sehingga dapat mengabstraksi sifat-sifat umum dari merah. Di
sini penamaan merah tidak dipakai.
Jika ada pertanyaan “apa
artinya warna?” maka dengan mudah kita menyebut merah, biru, hijau, kuning, dan
seterusnya yang disebut konsep. Jika dia telah memiliki konsep tersebut dalam
pikirannya, kehadiran konsep tersebut dipikiranya tidak cukup maka kumpulan
kata warna dari mereka yang mungkin, meskipun tidak dijamin proses ini adalah
abstraksi. Penamaan sekarang menjadi faktor penting dari proses
pengabstraksian.
Sekarang kita perlu membedakan
antara dua macam konsep, yaitu konsep-konsep primer, yang berasal dari
rangsangan misalnya merah, berat, panas, manis, dan lain sebagainya, dan konsep-konsep
sekunder yang berasal dari pengalaman yang di abstraksikan dari
konsep-konsep lain. Jika konsep A adalah contoh dari konsep B, maka kita
katakan bahwa B setingkat lebih tinggi
dari pada A. Secara jelas jika A
sebuah contoh dari B, dan B dari C, maka C juga lebih tinggi tingkatannya dari
B dan A. tingkat yang lebih tinggi di sini maksudnya adalah “diabstraksikan
dari” (secara langsung atau tidak langsung).
Bahwa tingkatan diantara
konsep-konsep dan susunan konsep, membuat kita mampu mengkomunikasikan sebuah
konsep dengan definisi. konsep-konsep seperti warna, cahaya, hanya dapat
dibentuk jika konsep konsep seperti merah, biru, hijau dan lain sebagainya
telah terbentuk. Pada umumnya konsep konsep dengan tingkat tinggi tidak dapat
dikomunikasikan dengan pendefinisian, tetapi hanya dengan menunjukkan
contoh-contoh yang sesuai. Sedangkan konsep-konsep yang tingkatannya di bawah,
lebih mudah mengkomunikasikannya dengan menggunakan definisi, misalnya terdapat
pertanyaan “apa itu magenta?” maka kita dapat mengatakan magenta adalah warna
antara merah dan biru, dengan biru lebih banyak daripada merah. Dengan catatan
konsep merah dan biru telah terbentuk. Konsep magenta dapat terbentuk meskipun
belum melihat warna yang sebenarnya.
Komunikasi konsep matematika
lebih sulit, pada bagian penyampai dan penerimanya. Kita dapat menguraikan
beberapa karakteristik konsep, mendis-kusikan bagaimana fungsinya, dan
membangun pemahaman secara umum dari ide yang satu ke ide lain. bahwa matematika
tidak dapat didefinisikan secara tepat, namun bisa dengan pemberian
contoh-contoh.
KONSEP
SEBAGAI WARISAN BUDAYA
Secara bertahap konsep dapat dibentuk
dan digunakan, tanpa menggunakan bahasa. Kriteria dari konsep tidak dapat
dinyatakan dengan nama tetapi ini tidak menunjukan indikasi pengelompokan data
baru sesuai dengan kesamaan yang mana konsep itu akan terbentuk. Binatang
berjalan dengan menggunakan akal mereka sehingga membentuk konsep-konsep sederhana. Seekor tikus,
dilatih untuk berjalan memilih kegelapan dari pada tempat terang. Yang
membedakan antara manusia dan binatang lainnya adalah manusia menggunakan
bahasa dalam menjelaskan konsep, walaupun implikasinya tak sebanyak
kenyataannya. Jika kita memilih kata secara acak hampir selalu menemukan konsep
yang tidak merupakan suatu objek atau pengalaman spesifik, tetapi sebuah
kelompok.
Terdapat dua cara membangun suatu
konsep. Pertama, konsep dapat
terbentuk dari pengklasifikasian contoh-contoh perbuatan sehingga dapat
digunakan untuk membangun suatu konsep. Kedua,
dengan mendengar, membaca atau sebaliknya dengan memberi nama, atau simbol
lainnya pada sebuah konsep. Binatang dapat melakukan dengan cara yang pertama, hanya
manusia dapat melakukan dengan cara yang kedua. Hanya dengan mengingat dari pengalaman panca
indera kita, konsep dapat di organisasi dikelompokan bersama sebagai contoh
konsep yang baru, sehingga dengan demikian semakin cepat abtraksi dapat di
bentuk. Konsep berawal dari pengalaman-pengalaman, yang dapat disampaikan
dengan bahasa yang merupakan kelebihan manusia daripada makhluk lainnya. Karena
manusia diberikan kelebihan berupa kemampuan berfikir, sehingga dapat
mengkomunikasikan konsep dengan bahasa. Bahasa diperlukan untuk menyusun dan
menggunakan konsep tingkat tinggi, mengelompokan, membentuk kita secara ilmiah sehingga
menghasilkan sebuah warisan budaya.
Dengan sebuah konsep kita dapat
mengetahui cara memproses data yang memungkinkan kita untuk menerapakan
sepenuhnya pengalaman masa lampau yang berguna untuk masa kini. Tanpa bahasa
setiap individu harus membentuk konsepnya sendiri langsung dari lingkunganya. Tanpa
bahasa, konsep-konsep dasar tidak dapat secara bersama membentuk konsep tingkat
tinggi. Dengan bahasa apapun, proses pertama dapat di percepat, dan kemungkinan
juga yang kedua. Selebihnya, konsep masa lalu di abstraksikan dan secara
perlahan di akumulasikan dari generasi ke generasi, siap kembali untuk membantu
setiap individu baru membetuk konsep mereka sendiri. Ini yang disebut dengan conceptual system.
Pembentukan
conceptual system memungkinkan setiap
individu dapat menemukan sebuah konsep untuk dirinya sendiri. Salah satu ciri
orang yang tingkat kecerdasanya tinggi adalah mampu membentuk konsep-konsep
dalam tingkat kesulitan yang tinggi.
Pembentukan suatu
system konseptual adalah sesuatu yang dikerjakan oleh setiap orang untuk
dirinya sendiri. Proses itu dapat dipercepat asal materialnya tersedia. Hal ini
dapat diibaratkan seperti seseorang yang ingin membuat kapal dari kayu yang
sudah dipotong-potong menurut bentuk yang diperlukan, dengan keadaan dimana
untuk membuat kapal seseorang harus mulai dari berjalan ke hutan, menebang
pohon-pohon, menarik pohon-pohon itu ke rumah, membuat papan,menambang biji
besi kemudian dileburkanya untuk membuat
kapak dan gergaji.
Konsep
dari orang-orang genius dapat diberikan pada orang biasa. Konsep gravitasi
misalnya merupakan hasil studi bertahun-tahun dari seorang yang genius.
Ternyata konsep ini bisa dipahami oleh ilmuwan-ilmuwan masa kini. Orang pertama
yang membentuk konsep baru dengan tingkat seperti ituharus mengabstrasikannya
sendiri. Jadi ia relatif tidak terbantu. Bahasa dapat dipakai untuk mengarahkan
pikiran para ahli berikutnya, sehingga mereka mampu membuat penemuan yang sama
dalam waktu yang lebih singkat, meskipuntingkat kecerdasan mereka tidak terlalu
tinggi. Sebenarnya Newton bukanlah sama sekali tidak terbantu. Dengan rendah
hati dia berkata: “kalau saya telah melihat agak jauh dari orang-orang lain itu
adalah karena saya berdiri di atas bahu raksasa-raksasa. Yang dimaksud raksasa
oleh Newton adalah struktur-struktur konseptual ahli-ahli matematika dan
ilmuwan terdahulu yang sudah tersedia.
Dalam konteks ini konsep kegaduhan juga berguna. Dengan
ini dimaksudkan, data-data yang tidak relevan untuk suatu komunikasi, belum
tentu sama keadaannya dalam kondisi lain. Misalnya dalam waktu kita
mendengarkan music, kemudian telepon
bordering. Dering telepon merupakan informasi bahwa seseorang memanggil
kita. Tetapi ini merupakan kegaduhan dalam hubungannya dengan music. Semakin
besar kegaduhan semakin sulit untuk membentuk konsep.
KEKUATAN
BERPIKIR KONSEPTUAL
Pemikiran konseptual memberi kekuatan
besar untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan, dan membuat lingkungan agar
menjadi bagian dari kita. Kekuatan konsep juga datang dari kemampuan untuk
mengkombinasikan dan menghubungkan berbagai pengalaman berbeda dan kelompok
berbeda. Semakin abstrak suatu konsep, semakin membangkitkan kekuatan kita
untuk melakukan klasifikasi. Orang berkata “jangan terganggu dengan teori, berikan
faktanya”. Kata-kata ini kurang tepat, karena kelompok data dapat digunakan
dalam keadaan terbatas, sebuah teori dapat memungkinkan kita menjelaskan,
meramalkan, dan mengontrol menguasai sejumlah kejadian yang terkait dengannya.
Kontribusi lain dari kekuatan berfikir
konseptual adalah berkaitan dengan pendeknya daya ingatan kita. Memory jangka pendek
kita hanya dapat menyimpan rata-rata 7 kata atau simbol lainya dengan rentangan
7±3. Jelaslah bahwa semakin tinggi konsep yang diwakili suatu simbol, semakin
banyak pengalaman yang terkandung didalamnya. Matematika merupakan yang paling
abstrak, dan juga paling kuat untuk semua sistem teoritic, tetapi juga ekonomis,
orang-orang bisnis serta ahli selalu
menggunakanya untuk pekerjaan mareka.
Meskipun matematika begitu potensial,
banyak orang yang bersusah payah mencoba mempelajarinya namun kenyataannya
hanya sedikit keuntungannya dan tidak mendapatkan kesenangan. Ini dikarenakan
mereka tidak sungguh-sungguh dalam belajar matematika. Padahal sebenarnya ini
merupakan proses yang menyenangkan dan
menarik, biarpun hal ini sukar untuk di percaya. Kebanyakan yang dihadapi siswa
yaitu terdapat suatu aturan yang mesti dihafalkan, dan hampir tidak mempunyai
arti. Ini tidak saja membosankan (karena tidak mengerti), tetapi jauh lebih
sulit karena tidak terhubung dan membutuhkan kerja keras untuk mengingat dari
pada struktur konsep secara menyeluruh.
MEMPELAJARI
KONSEP MATEMATIKA
Setiap hari kita belajar dari lingkungan di sekitar kita, dan konsep-konsep
yang kita dapati ketika belajar dari lingkungan sekitar kita tersebut tidak
abstrak. Padahal, permasalahan mendasar tetapi juga merupakan kekuatan dari
matematika adalah kehebatannya dalam meng-abstraksi dan menggeneralisasi, sebagaimana
yang telah berhasil dicapai oleh generasi-generasi matematika terdahulu. Mereka
memiliki kemampuan yang istimewa dalam meng-abstraksi-kan dan menggeneralisasikan
konsep-konsep. Saat ini, kita tinggal belajar untuk mengolah dan menggunakan
konsep-konsep matematika yang sudah ada, bukan lagi konsep-konsep yang masih
mentah. Secara tidak langsung, ini merupakan keuntungan yang tak terkira,
dimana seorang siswa bisa memperoleh pengetahuan tentang konsep dengan cepat,
padahal konsep-konsep itu memerlukan waktu berabad-abad untuk mengembangkannya.
Dapat juga menghadapkan kita pada suatu tantangan
khusus.
Matematika tidak hanya bisa dipelajari
dari kejadian-kejadian nyata sehari-hari, melainkan juga dari hal-hal yang
secara tidak langsung kita alami. Bagian terpenting dalam mengajarkan matematika
ialah bagaimana mengomunikasikan ide-ide matematika, dan tidak hanya menerima
apa-apa yang tidak kita kuasai. Sebaliknya, yang sangat
tidak diharpkan adalah terjadi ketakutan dan ketidak sukaan seumur hidup
terhadap matematika. Biarpun prinsip–prinsip awal belajar matematika mudah
dimengerti, namun untuk menyesuaikannya perlu berpikir keras. Ada dua prinsip dalam mempelajari matematika,
antara lain ;
1) Konsep yang lebih tinggi yang dimiliki seseorang
tidak dapat dikomunikasikan kepada siswa hanya dengan sebuah definisi,
melainkan dengan mengatur sedemikian rupa sehingga ia menemukan sejumlah
contoh-contoh yang cocok.
2) Dalam matematika, contoh-contoh selalu mendasari banyak
konsep. Ini berarti bahwa contoh-contoh itu harus dikuasai di dalam pemikiran
siswa sehingga konsep-konsep itu dapat
dikuasai oleh siswa
Pada umumnya, buku-buku teks dari dulu
hingga sekarang tidak memperhatikan prinsip pertama. Hampir semua buku-buku teks
memperkenalkan topik-topik baru tidak melalui contoh-contoh, melainkan dengan
definisi-definisi yang disajikan secara singkat, padat dan tepat. Hal ini
sangat mengagumkan bagi guru-guru yang sudah menguasai konsep tersebut, tetapi
bagi siswa hal ini sangat menyulitkan.
Guru yang baik seharusnya membantu
memahami definisi dengan memberi contoh-contoh
yang cocok. Contoh yang dipilih harus mempunyai sifat yang sama dalam
membentuk konsep. Dengan kata lain, contoh-contoh itu harus sama cara
peng-abstraksian-nya dan bila terdapat banyak sifat-sifat yang tidak relevan
dengan konsep harus dihilangkan, atau lebih diteliti. Yang perlu diingat,
sifat-sifat yang tidak berhubungan ini dapat dipandang sebagai noise, meski
kita bisa mengatakan bahwa beberapa noise diperlukan dalam membangun
sebuah konsep. Pada tahap awal, noise tingkat rendah bisa memperjelas konsep
sampai mendetail. Bila konsep menjadi lebih besar, maka noise akan semakin
meningkat dan semakin menuntut kita untuk dapat meng-abstraksi-kannya pada
contoh-contoh yang lebih sulit, sehingga hal ini akan semakin mengurangi
ketergantungan siswa kepada gurunya.
Dalam menyusun sekumpulan contoh yang
cocok, dibutuhkan daya cipta dan pemahaman
yang mantap tentang konsep yang akan dikomunikasikan. Kemampuan ini harus dipunyai, dan
dipergunakan, meski terkadang dimungkinkan adanya satu konsep pada taraf
intuitif yang kita gunakan tanpa dengan sadar hal ini kita lakukan. Tetapi hal
ini biasanya hanya meliputi konsep-konsep yang sederhana dan sering digunakan.
Faktor lain adalah sukarnya suatu ide untuk dimengerti, meski perlu kita
ketahui bahwa hal ini tidak selalu terjadi.
Sebagaimana contoh, ketika anak-anak di Afrika belajar Teorema Phytagoras. Mereka tidak mengalami kesulitan ketika melukiskan persegi pada sisi-sisi tegak segitiga siku-siku, tetapi ketika melukis persegi pada sisi hipotenusa mereka mulai mengalami kesulitan.
Ada dua konsekuensi
lain dari prinsip kedua ini. Pertama, dalam menyusun abstraksi-abstraksi
haruslah berurutan. Sebab bila dalam suatu tingkatan tertentu konsep tidak
dikuasai secara sempurna, maka pada tingkat selanjutnya akan semakin mengalami
kesulitan. Keterkaitan seperti ini hanya dijumpai pada pelajaran Matematika
tetapi tidak pada pelajaran-pelajaran yang lain. Kita dapat mengerti ilmu bumi
tentang Afrika meskipun kita tidak mempelajari ilmu bumi tentang Eropa. Sejarah
abad ke-19 dapat dikuasai walaupun kita tidak mempelajari peristiwa abad ke 18.
Dalam fisika, orang bisa mengerti panas dan cahaya birapun ia tidak
mengerti suara. Sedangkan untuk bisa menguasai Aljabar harus betul-betul
memahami ilmu hitung, sebab ilmu hitung mendasari ilmu aljabar. Karena itu,
belajar aljabar tanpa menguasai ilmu hitung
adalah hal yang mustahil. Karena banyak siswa yang
mempelajari ilmu tidak sempurna, tidaklah mengherankan bahwa matematika menjadi
sebuah buku yang tertutup bagi mereka. Bahkan bagi mereka yang memulai (belajar ) dengan baik, oleh karena absen,
kurang perhatian, atau alasan lain, dapat gagal membentuk konsep pada suatu
tahap tertentu. Akibatnya, konsep–konsep berikutnya yang tergantung pada konsep
itu mungkin tidak akan pernah dipahami. Akibat lainnya, siswa bisa kehilangan
ketajaman pikirannya. Tetapi, akibat yang terakhir ini masih bisa diperbaiki
bila dimungkinkan untuk melakukan penjajakan kembali; misalnya kalau buku yang
dipakai memuat penjelasan yang cukup rinci dan bukan sekedar berupa kumpulan
soal–soal latihan. Berarti keberhasilan juga ditentukan sebagian oleh kemampuan
siswa belajar sendiri.
Konsekuensi yang kedua
adalah sumbangan konsep-konsep yang diperlukan untuk menentukan langkah-langkah
baru dalam mengabstraksi haruslah tersedia. Ini berarti bahwa kapan-kapan saja konsep masa lalu
diperlukan, konsep itu harus yang dapat diakses. Dan hal ini tidak cukup hanya mempelajari konsep tersebut di masa
lalu karena konsep itu setiap kali diperlukan. Lagi–lagi ini berkaitan dengan
tersedia atau tidaknya syarat–syarat untuk melakukan pelacakan kembali. Bagi
pemula, bimbingan guru sangat bermanfaat dalam melakukan pekerjaan ini. Sedang
bagi siswa yang aktif akan lebih baik bila melakukannya atas kesadaran sendiri.
Implikasinya, suatu jawaban dari pertanyaan mempunyai arti yang lebih banyak
bagi yang bertanya dibanding yang mendengar.
Belajar dan Mengajar
Dalam belajar matematika, meskipun kita mampu
mengkreasikan suatu konsep dalam pikiran kita, namun tidak bila lepas dari
konsep-konsep matematika yang ditemukan oleh ahli matematika terdahulu. Seorang
jeniuspun tidak akan melakukanya tanpa ini (konsep-konsep terdahulu). Hal ini
terutama pada tahap awal menjadikan dan pada kebanyakan siswa sangat bergantung
pada pengajaran yang baik. Untuk mengetahui apai itu matematika, bagaimana
mengajarkannya dan bagaimana mengkomunikasikannya pada orang yang tingkat
konseptualnya lebih rendah merupakan beberapan hal yang perlu diperhatikan.
Khusus mengenai bagaimana mengajarkan matematika pada orang yang tingkat
konseptualnya lebih rendah saat ini kurang mendapat perhatian. Akibatnyan
banyak siswa selama sekolah tidak suka bahkan takut terhadap matematika.
Banyak usaha yang telah dilakukan untuk memperbaiki hal
ini. Misalnya, dengan memperkenalkan silabi model baru, penyajian yang lebih
menarik, penyajian melalui TV dan lain-lain. Semua usaha ini akan lebih berarti
bila proses mental yang terjadi dalam matematika juga diperhatikan. Dalam
pembahasan ini, biarpun kita sedang membicarakan konsep-konsep matematika,
namun kebanyakan contoh yang dipakai adalah non matematika. Konsep-konsep
matematika dihasilkan dari beberapa pengabstraksian, disimpulkan dari abstraksi-abstraksi
dan seterusnya, sehingga alas an psikologis yang semula dalam bahaya menjadi
hilang oleh kekomplekkan contoh-contoh matematika. Bahkan setelah diperiksa
topik-topik sederhana seperti menghitung perkalian panjang, banyak memuat konsep-konsep
tingkat rendah.
Rangkuman
Dari hasil analisis dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Abstraksi adalah sebuah aktifitas berfikir secara sadar akan kesamaan-kesamaan di antara pengalaman-pengalaman kita.
Sedangkan klasifikasi ialah pengelompokan pengalaman-pengalaman yang mempunyai
kesamaan-kesamaan dari hasil abstraksi.
2. Mengabstraksi berarti merubah sikap yang terdahulu sehingga
menghasilkan pengalaman baru dalam mengelompokan suatu objek berdasarkan
kemiripan sifat dari suatu kelompok yang telah terbentuk. Sedangkan mengklasifikasi artinya mengumpulkan
secara bersama pengalaman kita dengan dasar dari kesamaan.
3. Konsep matematika adalah sebuah pengertian yang
abstrak, dan merupakan hasil dari suatu aktivitas. Ada dua macam konsep yaitu
konsep yang berasal dari rangsangan kita yang dinamakan konsep primer dan
konsep berdasarkan penggerak pengalaman kita di dunia luar dinamakan konsep
sekunder.
4. Ada dua cara yang mungkin dapat kita lakukan,
yaitu memberikan suatu definisi dan memberikan contoh beberapa objek yang
berhubungan
5. Terdapat dua cara membangun konsep yaitu pertama,
konsep dapat terbentuk dari pengklasifikasian contoh-contoh perbuatan sehingga
dapat digunakan untuk membangun suatu konsep. Kedua, dengan mendengar, membaca
atau sebaliknya dengan memberi nama atau simbol lainya pada sebuah koonsep.
6. Ada dua prinsip dalam mempelajari matematika
antara lain:
a. Konsep yang lebih tinggi yang dimiliki seseorang
tidak dapat dikomunikasikan kepada siswa hanya dengan sebuah definisi,
melainkan dengan mengatur sedemikian rupa sehingga ia menemukan sejumlah
contoh-contoh yang cocok dan contoh-contoh yang tidak
cocok dengan konsep tersebut.
b. Dalam metamatika, contoh-contoh selalu mendasari
banyak konsep. Ini berarti bahwa contoh-contoh itu harus dikuasai di dalam
pemikiran siswa sehingga konsep-konsep
itu dapat dikuasai oleh siswa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar