BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pendidikan pada saat ini dihadapkan pada tuntutan tujuan yang semakin
canggih, semakin meningkat baik ragam, lebih-lebih kualitasnya. Di sisi lain,
berdasarkan hasil evaluasi dengan kurikulum 2010 yang berbasis kontent,
Diketahui bahwa siswa belum mencapai kemampuan optimalnya. Siswa hanya tahu
banyak fakta tetapi kurang mampu memanfaatkannya secara efektif. Sementara itu,
pemerintah dan masyarakat berharap agar lulusan dapat menjadi pemimpin,
manajer, inovator, operator yang efektif dan yang mampu beradaptasi dengan
perubahan. Oleh sebab itu, beban yang diemban oleh sekolah, dalam hal ini
adalah guru sangat berat, karena gurulah yang berada pada garis depan dalam
membentuk pribadi anak didik.
Dengan demikian sistem
pendidikan di masa depan perlu dikembangkan agar dapat menjadi lebih responsif
terhadap tuntutan masyarakat dan tantangan yang akan dihadapi di dunia kerja di
masa mendatang.
Sejak kemerdekaan Indonesia tahun 1945, tidak sedikit pesantren menerapkan
pendidikan dengan sistem madrasah, dan kini terus berkembang sejalan dengan
perkembangan sosial yang ada. Sejak tahun 1970-an sejumlah pesantren bahkan
membuka sekolah-sekolah umum yaitu SD, SLTP, SMU, dan SMK. Hal ini terjadi
karena adanya kesadaran di lingkungan pengasuh pesantren, bahwa tidak semua
alumni pondok pesantren ingin menjadi ulama, ustaz, ataupun dai. Mereka justru
kebanyakan ingin menjadi warga biasa, yang tidak terlepas dari kebutuhan
melanjutkan pendidikan dan mencari pekerjaan yang tentu saja memerlukan
pengetahuan dan keterampilan tertentu. Bahkan sejak tahun 1970-an banyak
pesantren memberikan pembekalan dan keterampilan ekonomi bagi santrinya, serta
terlibat dalam upaya pemberdayaan ekonomi bagi rakyat di lingkungannya.
Matematika yang berpangkal pada logika, disamping
merupakan dasar dan pangkal tolak penemuan dan pengembangan ilmu-ilmu lain,
juga telah menjadi landasan yang kuat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam usaha meningkatkan kesejahteraan umat manusia. Oleh karena itu,
tidak dapat dipungkiri bahwa untuk menunjang keberhasilan pembangunan nasional
haruslah didukung oleh penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dimana
peranan matematika sangat menentukan.
Matematika merupakan salah satu pelajaran dasar yang
penting dalam upaya mencapai tujuan pendidikan. Matematika merupakan sarana
berfikir yang logis, analisis dan sistimatis. Matematika juga sebagai ilmu yang
terstruktur dari berbagai tingkat dengan tingkat kesukaran yang berjenjang.
Karena itu dalam mempelajarinya haruslah dimulai dari tingkat dasar ke tingkat
yang lebih tinggi, dari yang sederhana ke yang kompleks. Oleh karena itu,
penguasaan terhadap matematika bagi peserta didik adalah sangat penting, karena
penguasaan tersebut menjadi sarana yang ampuh dalam mempelajari yang lain, baik
pada jenjang pendidikan yang sama maupun pada jenjang yang lebih tinggi.
Salah satu faktor yang
mempengaruhi dalam meningkatkan prestasi belajar matematika adalah metode
mengajar yang digunakan dalam proses belajar mengajar. Metode belajar ini
banyak jenisnya dan masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga
bagi guru, perlu memiliki kelebihan serta kekurangan, sehingga bagi guru, perlu
memiliki kemampuan memilih dan menggunakan metode yang tepat dalam mengajarkan
materi matematika kepada siswa.
Dewasa ini, banyak jalur pendidikan yang diupayakan, baik oleh pemerintah
berupa sekolah umum maupun yang dikembangkan oleh swasta atau sekolah masyarakat,
misalnya sekolah yang dikembangkan di dalam pondok-pondok pesantren. Seluruh
jalur pendidikan yang dikembangkan pada hakikatnya mempunyai tuntutan dan
tanggung jawab moral yang sama terhadap lulusan atau terhadap kelanjutan
peserta didik.
Aljabar merupakan bahasa simbol dan
relasi menurut Johnson dan Rising. Aljabar digunakan untuk memecahkan masalah
sehari-hari. Dengan bahasa simbol, dari relasi-relasi yang muncul,
masalah-masalah dipecahkan secara sederhana. Bahkan untuk hal-hal tertentu ada
algoritma-algoritma yang mudah diikuti dalam rangka memecahkan masalah simbolik
itu, yang pada saatnya nanti dikembalikan kepada masalah sehari-hari. Jadi
belajar aljabar bukan semata-mata belajar tentang simbol atau keabstrakannya,
melainkan belajar tentang masalah sehari-hari (Krismanto, 2009).
Kenyataan menunjukkan, bahwa salah
satu kesulitan yang banyak dialami siswa dalam pembelajaran matematika adalah
menyelesaikan soal cerita. Soal semacam ini memuat kalimat sehari-hari yang
perlu diolah lebih dahulu untuk memecahkan masalahnya. Di lain pihak, siswa
banyak mengandalkan rumus. Rumus-rumus oleh banyak siswa dianggap paling
penting dalam matematika. Dianggap demikian karena terpengaruh oleh sebagian
besar buku mata pelajaran matematika berisi uraian, contoh, dan soal-soal
tentang penggunaan prosedur maupun rumus-rumus matematika. Sering terjadi,
begitu ada soal, siswa mencari rumus lebih dahulu. Sering tidak disadari bahwa
rumus tidak memiliki arti dalam kehidupan sehari-hari tanpa tahu makna rumus itu,
dan dalam konteks mana rumus itu digunakan. Hafal rumus tidak ada artinya jika
soal cerita belum diubah menjadi suatu kalimat matematika yang secara langsung
terkait dengan rumus maupun prosedur penyelesaian suatu masalah.
Kompetensi siswa dalam memahami,
kemudian menyusun bentuk aljabar dan selanjutnya merelasikan bentuk aljabar
yang tersusun menjadi kalimat atau model matematika, merupakan
prasyarat siswa untuk mampu atau kompeten dalam menyelesaikan masalah verbal
baik yang menyangkut persamaan, pertidaksamaan, fungsi, maupun pengembangannya.
Kemampuan dasar ini perlu mendapatkan perhatian atau penanganan sebelum masuk
ke persamaan, pertidaksamaan, dan ke fungsi dalam aljabar. Kemampuan dasar itu
dapat digali dari pengalaman belajar siswa.
Pengubahan dari soal cerita atau
masalah verbal ke kalimat terbuka inilah yang kiranya menjadi salah satu
kesulitan siswa. Kesulitannya tidak hanya dalam masalah kebahasaan yang
menyangkut interpretasi suatu kalimat, namun juga kesulitan dalam penuangannya
ke dalam bentuk simbol yang memiliki makna terkait dengan suatu masalah.
Pengubahan ke simbol dan rangkaian
simbol yang diantaranya merupakan bentuk aljabar, sebagai suatu ungkapan
matematis dari suatu pernyataan keseharian, dan sebaliknya dari ungkapan
matematis ke bahasa sehari-hari kurang dikuasai siswa karena latihan
transformasi dari bentuk satu ke bentuk lain tersebut kurang. Bahkan, banyak
buku penunjang yang digunakan di sekolah tidak memuat latihan dasar tentang hal
ini. Di samping itu, penguasaan bentuk aljabar kurang memperoleh porsi cukup.
Booth (dalam Krismanto, 2009) mendapatkan kenyataan bahwa kesulitan tersebut
dapat berakar dari cara pandang siswa terhadap variabel berupa huruf dalam
aljabar. Banyak siswa masih ”rancu” dengan menganggap huruf yang
merepresentasikan bilangan dipandang sebagai huruf yang merepresentasikan objek
atau benda, di samping sering memandang huruf sebagai representasi satu macam
bilangan.
Tidak semua kesulitan tersebut akan
dibahas dan diberikan pemecahannya di sini, kecuali yang sesuai dengan bahasan
yang menjadi topik tulisan ini. Salah satu yang perlu dilakukan oleh siapapun
yang akan memecahkan masalah verbal adalah membaca masalah itu dengan cermat
(jika perlu soal dibaca tidak hanya sekali saja), memahami masalahnya (tahu apa
yang ditanyakan), dan dapat memahami data yang sudah tersedia. Dalam makalah
ini, akan dibahas tentang langkah-langkah menyusun model matematika dalam
memecahkan masalah verbal serta pembelajarannya.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang tersebut di atas, maka masalah yang diangkat dalam makalah ini dapat
dirumuskan sebagai berikut, bagaimana menyusun model matematika dalam
memecahkan masalah verbal pada pembelajaran aljabar di kelas VII SMP ?
C.
Batasan
Istilah
Untuk menghindari adanya
kesalahpahaman pengertian atau persepsi terhadap istilah yang akan digunakan,
maka penulis memberikan batasan istilah yang terdapat dalam makalah ini, yaitu
:
1.
Model matematika adalah suatu replika atau tiruan
dengan mendeskripsikan suatu peristiwa/ fenomena alam dengan satu set rumusan,
yang dapat berupa persamaan, pertidaksamaan atau fungsi.
2. Masalah verbal adalah suatu
permasalahan/peristiwa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari siswa.
3. Pembelajaran
aljabar di kelas VII yang dimaksud adalah persamaan dan pertidaksamaan linear,
yang terdiri dari kalimat terbuka, variabel, koefisien, dan konstanta.
4. Variabel
(peubah) adalah sebuah lambang/simbol atau gabungan simbol yang mewakili sebarang anggota pada suatu himpunan semesta.
5. Konstanta
adalah sebuah lambang/simbol untuk menyatakan objek yang sama dalam keseluruhan
operasi matematika.
6. Koefisien
adalah bagian konstanta dari suku-suku yang memuat (menyatakan banyaknya)
variabel disebut koefisien variabel yang bersangkutan.
7.
Kalimat terbuka adalah kalimat yang memuat variabel dan belum diketahui nilai
kebenarannya
8. Persamaan
adalah kalimat terbuka yang menggunakan relasi “sama dengan” (lambang: “=”).
9. Pertidaksamaan
adalah kalimat terbuka yang menggunakan tanda relasi <, >, ≤, ≥ atau ≠. Dalam masalah aljabar, biasanya pertidaksaman
terkait dengan empat lambang pertama.
10. Akar
palsu adalah himpunan penyelesaian dari kalimat terbuka, dimana akar tersebut
tidak memenuhi ketika penyelesaian dalam suatu masalah verbal.
11. Relasi fungsional atau sering juga disebut
pemetaan (mapping) didefinisikan sebagai berikut: Definisi: suatu fungsi f dari himpunan A ke himpunan B
adalah suatu relasi yang memasangkan setiap elemen dari A secara tunggal,
dengan elemen pada B.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kajian
Teori
1)
Model Matematika
Dalam matematika, Teori Model adalah
ilmu yang menyajikan konsep-konsep matematis melalui konsep himpunan, atau ilmu
tentang model-model yang mendukung suatu sistem matematis. Teori Model diawali dengan asumsi keberadaan
obyek-obyek matematika (misalnya keberadaan semua bilangan) dan kemudian mencari dan menganilisis keberadaan
operasi-operasi, relasi-relasi atau aksioma-aksioma yang melekat pada
masing-masing obyek atau pada kumpulan obyek-obyek tersebut. (www. wikipedia.com, 2011)
Model matematika adalah suatu rumusan (dapat berupa persamaan,
pertidaksamaan atau fungsi) yang diperoleh dari suatu penafsiran ketika
menerjemahkan suatu soal verbal. Mengubah persoalan verbal
ke dalam bentuk model matematika (persamaan atau pertidaksamaan) yang merupakan
penyajian dari bahasa sehari-hari ke dalam bahasa matematika yang lebih
sederhana dan mudah dimengerti (Ja’far, Kang. 2009).
2) Masalah Verbal
Suatu pertanyaan akan merupakan suatu masalah hanya jika
seseorang tidak mempunyai aturan/hukum tertentu yang segera dapat dipergunakan
untuk menemukan jawaban pertanyaan tersebut. Pertanyaan itu dapat juga
terselinap dalam suatu situasi dan sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari,
sedemikian hingga situasi itu sendiri
perlu mendapat penyelesaian (Saedi, Muhammad, dkk.
2009).
Syarat suatu masalah bagi seorang siswa adalah sebagai berikut:
1.
Pertanyaan
yang dihadapkan kepada seorang siswa haruslah dapat dimengerti oleh siswa
tersebut, namun pertanyaan itu harus merupakan tantangan baginya untuk menjawabnya.
2.
Pertanyaan
tersebut tidak dapat dijawab dengan prosedur rutin yang telah diketahui siswa.
Karena itu, faktor waktu untuk menyelesaikan masalah janganlah dipandang
sebagai hal yang esensial.
Dalam
pengajaran matematika, pertanyaan yang dihadapkan kepada siswa biasanya disebut
soal. Dengan demikian, soal-soal
matematika akan dibedakan menjadi dua bagian berikut
(Saedi, Muhammad, dkk. 2009):
1.
Latihan
yang diberikan pada waktu belajar matematika adalah bersifat berlatih agar
terampil atau sebagai aplikasi dari pengertian yang baru saja diajarkan.
2.
Masalah
tidak seperti halnya latihan tadi, menghendaki siswa untuk menggunakan sintesis
atau analisis. Untuk menyelesaikan suatu masalah, siswa tersebut harus
menguasai hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya yaitu mengenai pengetahuan,
keterampilan dan pemahaman, tetapi dalam hal ini ia menggunakannya pada suatu
situasi baru.
3)
Pembelajaran
Aljabar Kelas VII SMP
Simbol-simbol, baik berupa angka
maupun huruf dapat digunakan untuk melambangkan bilangan. Pada bilangan, dapat
dikenakan operasi: penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian,
perpangkatan, maupun penarikan akar. Oleh karena itu, lambang operasi hitung
dapat dikenakan pada konstanta maupun variabel.
Semua angka dan semua huruf atau
gabungannya menyatakan suatu ekspresi (ungkapan). Demikian juga penjumlahan,
pengurangan, perkalian, pembagian dari dua ekspresi, serta pemangkatan dan
penarikan akar dari sebuah, dua, atau lebih ekspresi merupakan ekspresi pula.
Pembagian dengan 0 (nol) dan penarikan akar berderajat genap dari bilangan
negatif, dikecualikan dari hal di atas. Dalam bahasa aljabar, ekspresi juga
dikenal sebagai bentuk aljabar (algebraic expression) (Krismanto,
2009).
a. Operasi Bentuk Aljabar
Bentuk aljabar adalah suatu bentuk matematika yang dalam
penyajiannya memuat huruf-huruf untuk mewakili bilangan yang belum diketahui.
Bentuk aljabar dapat dimanfaatkan untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan
sehari-hari. Hal-hal yang tidak diketahui seperti banyaknya bahan bakar minyak
yang dibutuhkan sebuah bis dalam tiap minggu, jarak yang ditempuh dalam waktu
tertentu, atau banyaknya makanan ternak yang dibutuhkan dalam 3 hari, dapat
dicari dengan menggunakan aljabar. Bentuk aljabar
dapat dioperasikan. Seperti halnya bilangan, terhadap bentuk aljabar dapat
dilakukan penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, maupun penarikan akar
pangkat dan perpangkatan. Untuk tingkat SMP, dua terakhir tidak banyak dibahas,
kecuali perpangkatan dengan pangkat bentuk aljabar berderajat 0 (yaitu
konstanta). Dengan penjumlahan muncul suku-suku dan dengan perkalian muncul
pengertian faktor yang merupakan unsur dari perkalian tersebut. Bentuk seperti (x+5) disebut bentuk aljabar.
b.
Suku sejenis dan suku tak sejenis
Komponen dalam bentuk aljabar
adalah suku (term). Suku dapat berupa sebuah konstanta, sebuah
variabel, atau hasil kali/pangkat, penarikan akar konstanta maupun variabel,
tetapi bukan penjumlahannya. Jadi, masing-masing suku merupakan bentuk aljabar
yang lebih sederhana dari bentuk aljabar yang lebih kompleks. Suku-suku sejenis adalah suku yang memiliki variabel dan
pangkat dari masing-masing variabel yang sama. Contoh: 5x dan –2x,
y dan 4y. Suku tak sejenis adalah suku yang memiliki variabel dan
pangkat dari masing-masing variabel yang tidak sama. Contoh: 2x dan –3x2,
–y dan –x3, 5x dan –2y (Nuharini, 2008).
c. Kalimat Terbuka
Kalimat
Terbuka adalah kalimat yang memuat variabel, dan jika variabelnya diganti
dengan konstanta akan menjadi sebuah pernyataan (yang bernilai benar saja atau
salah saja). Kebenaran pernyataan tersebut dinilai dari kebenaran relasi yang
dinyatakan dalam kalimatnya. Kalimat terbuka yang dimaksud adalah persamaan dan
pertidaksamaan, dan pada tulisan ini pun hanya dibatasi pada persamaan dan
pertidaksamaan linear. Dua kalimat terbuka dikatakan ekuivalen jika untuk
domain yang sama keduanya memiliki himpunan penyelesaian yang sama.
d.
Persamaan
Persamaan
adalah kalimat terbuka yang menggunakan relasi “sama dengan” (lambang: “=”).
Persamaan dapat dinyatakan pula sebagai dua bentuk aljabar yang dihubungkan
dengan tanda “=”.Persamaan linear satu variabel adalah kalimat terbuka yang dihubungkan oleh tanda sama
dengan (=) dan hanya mempunyai satu variabel berpangkat satu. Bentuk umum
persamaan linear satu variabel adalah ax + b = 0 dengan a ≠ 0.
3)
Penyelesaian Kalimat Terbuka
Penyelesaian kalimat terbuka dengan satu
variabel adalah konstanta (atau konstanta-konstanta) anggota daerah
definisinya, yang jika digantikan (disubstitusikan) pada variabel dalam kalimat
itu, kalimat terbuka semula menjadi pernyataan yang bernilai benar.
Penyelesaian persamaan disebut juga akar persamaan. Dikatakan pula bahwa
penyelesaian itu memenuhi kalimat terbuka tersebut. Jika kalimat
terbukanya memuat dua, tiga, empat, … , n variabel, maka
penyelesaiannya merupakan pasangan, tripel, kuadrupel, … , n tupel dengan sifat
bahwa dengan substitusi urutan variabel dengan urutan bilangan atau konstanta
pengganti pada n-tupelnya, kalimat terbuka itu menjadi pernyataan
bernilai benar. Pada pertidaksamaan, selain berupa bilangan tunggal,
penyelesaiannya dapat berupa sejumlah bilangan dalam interval tertentu.
Berbicara pemecahan masalah, kita tidak bisa terlepas
dari tokoh utamanya yaitu Polya. Menurut
polya dalam pemecahan masalah. Ada
empat langkah yang harus dilakukan. Keempat tahapan
ini lebih dikenal dengan See (memahami problem), Plan (menyusun rencana), Do
(melaksanakan rencana) dan Check (menguji jawaban), sudah menjadi jargon
sehari-hari dalam penyelesaian problem sehingga Polya layak disebut dengan
“Bapak problem solving.”
Adapun
keempat langkah di atas dapat dijelaskan sebagai berikut (Sayekti, 2007):
1). Memahami
masalah/soal cerita.
Pada
langkah ini, siswa harus dapat menentukan dengan jeli apa yang diketahui dan
apa yang ditanyakan. Siswa dituntut membaca soal dengan seksama sehingga dapat
memahami maksud soal, apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dengan
menggunakan notasi-notasi yang diperlukan. Mengingat kemampuan otak bagi
manusia itu sangatlah terbatas, maka hal-hal penting hendaknya dicatat, dibuat
tabelnya, ataupun dibuat sket atau grafiknya. Hal tersebut dimaksudkan untuk
mempermudah memahami masalahnya dan mempermudah mendapatkan gambaran umum
penyelesaiaannya.
2). Menyusun Rencana.
Setelah dipahami maksud soal,
selanjutnya siswa menyusun rencana penyelesaian masalah dengan mempertimbangkan
berbagi hal misalnya:
a. Diagram,
tabel, gambar atau data lainnya dalam soal.
b. Korelasi
antara keterangan yang ada dalam soal dengan unsur yang ditanyakan.
c. Prosedur
rutin/rumus-rumus yang dapat digunakan.
d. Kemungkinan
cara lain yang dapat digunakan.
3) Melaksanakan
rencana.
Rencana yang telah tersusun dalam bentuk
kalimat matematika atau rumus-rumus selanjutnya dapat digunakan untuk
menyelesaikan masalah verbal sehingga dihasilkan penyelesaian yang diinginkan.
4).
Memeriksa kembali hasil yang diperoleh.
Dari hasil yang telah diperoleh, siswa
masih dituntut memeriksa kembali dengan cara mensubstitusikan hasil tersebut ke
dalam soal semula sehingga dapat diketahui kebenarannya. Beberapa pertanyaan
yang muncul dalam langkah ini adalah:
a. Apakah
jawaban yang diperoleh sudah benar?
b. Adakah
cara untuk memeriksa jawaban?
c. Apakah
ada cara lain yang mungkin dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah/soal
cerita tersebut?
C.
Penyelesaian Masalah Verbal menurut Arya-Lardner dan
Auviel-Poluga
Berdasarkan strategi model George Polya
yang digunakan untuk pemecahan masalah
(soal cerita), maka Arya-Lardner dan Auviel-Poluga (dalam Krismanto, 2009) menyarankan
langkah-langkah dasar menyelesaikan masalah verbal sebagai berikut:
1.
Pilihlah sebuah variabel!
a. Variabel
ini biasanya adalah bilangan yang menyatakan sesuatu yang ditanyakan, atau
dapat juga yang terkait langsung atau tidak langsung dengan yang ditanyakan.
Misalnya jika yang ditanyakan kecepatan, maka yang dimisalkan dapat dipilih
jarak yang ditempuh, dapat pula waktu yang diperlukan.
b. Jika
masalahnya menyangkut selain bentuk aljabar (sebagai alat perhitungan) juga
terutama menyangkut geometri, maka gambar atau diagram yang sesuai diperlukan
dalam memilih atau menentukan variabel.
c. Jika
permasalahannya menyangkut lebih dari satu hal yang masing-masing memerlukan
adanya variabel, maka dipilih variabel kedua.
2.
Susunlah
bentuk-bentuk aljabar!
a. Jika
perlu, dan pada awal penentuan variabel belum ada gambar/diagram, dahuluilah
membentuk suatu diagram situasi!
b. Nyatakan
setiap bilangan yang ada dalam masalah verbal itu dengan variabel terpilih,
atau jika tidak, tuliskan bilangan itu sebagai konstanta! Susunlah dalam suatu
bentuk aljabar!
3.
Susunlah model matematikanya!
a. Nyatakan
relasi antara bilangan-bilangan dan variabel dalam bentuk aljabarnya
yang telah diperoleh sehingga tersusun model matematika yang berbentuk kalimat
terbuka.
b.
Relasinya mungkin
membentuk suatu kalimat terbuka. Kalimat terbukanya mungkin persamaan,
pertidaksamaan, sistem persamaan, atau system pertidaksamaan. Selain itu,
relasi yang terbentuk dapat merupakan relasi fungsional (sebuah fungsi).
4.
Selesaikan kalimat terbuka atau model matematikanya!
Prosedur
penyelesaiannya sesuai prosedur atau algoritma jenis kalimat terbuka atau
fungsinya.
5.
Nyatakan jawaban sesuai yang ditanyakan pada masalah
itu!
6.
Periksa kebenaran jawaban dengan “mengembalikannya”
ke persoalan awal!
Pemeriksaan
juga menyangkut validitas jawaban sesuai konteks dan menyingkirkan kemungkinan
adanya “akar palsu”.
D. Langkah
Menyelesaikan Masalah Verbal
Berdasarkan strategi pemecahan
masalah Model Polya dan langkah-langkah penyelesaian masalah yang disajikan
oleh Arya dan Lardner, untuk menyusun model matematika serta pemecahan masalahnya , langkah-langkah yang
sistematis diperlukan, agar model yang diinginkan dapat tersusun. Begitu pula
implikasikasinya pada strategi pembelajaran agar siswa mampu menyusun model
matematika dengan lancar dan dapat dijadikan sebagai strategi pembelajaran
model matematika. Maka kami menyarankan langkah-langkah
menyelesaikan masalah verbal sebagai berikut:
1.
Langkah 1 : Memahami
masalah
Salah
satu yang perlu dilakukan oleh siapapun yang akan memecahkan masalah verbal
adalah membaca masalah itu dengan cermat (jika perlu soal dibaca tidak hanya
sekali saja), memahami masalahnya (tahu apa yang ditanyakan), dan dapat
memahami data yang sudah tersedia (apa yang diketahui. Untuk murid yang berada
pada tingkat SMP, dalam menyelesaikan masalah verbal. Seorang siswa dikatakakan memahami
suatu masalah berarti ia mengetahui apa yang diketahui, apa yang tidak
diketahui, apa yang ditanyakan, apa yang merupakan datanya dan apa yang
merupakan kondisi dari suatu masalah tersebut.
2. Langkah
2: Merencanakan Penyelesaian
§ Memilih
variabel
Variabel
yang dipilih biasanya adalah bilangan
yang menyatakan sesuatu yang ditanyakan,
atau dapat juga yang terkait langsung atau tidak langsung dengan yang
ditanyakan. Jika permasalahannya menyangkut lebih dari satu hal yang
masing-masing memerlukan adanya variabel, maka dipilih variabel kedua. Dan, jika masalahnya menyangkut selain bentuk
aljabar (sebagai alat perhitungan) juga terutama menyangkut geometri, maka
gambar atau diagram yang sesuai diperlukan dalam memilih atau menentukan
variabel. Gambar atau diagram yang dibuat tidak perlu sempurna,
terlalu bagus atau terlalu aktual, yang penting bagian-bagian terpenting dari
gambar itu dapat memperjelas masalah.
§ Menyusun
bentuk aljabar
Membuat
diagram situasi untuk memudahkan dalam menyusun bentuk aljabarnya, diagram
situasinya sesuai dengan masalah verbal yang ada, setiap bilangan yang ada dalam masalah verbal, dinyatakan
dalam variabel terpilih atau menyatakan bilangan tersebut dengan konstanta.
§ Menyusun
model matematika
Menyatakan
hubungan antara apa yang diketahui
dengan apa yang ditanyakan. Menyatakan hubungan antara bilangan-bilangan dan
variabel dalam bentuk aljabarnya yang telah diperoleh pada langkah sebelumnya sehingga
tersusun model matematikanya yang berbentuk kalimat terbuka (persamaan,
pertidaksamaan, SPLSV, dan SPtLSV) atau relasi fungsional.
3. Langkah
3: Menyelesaikan masalah sesuai rencana
§ Meyelesaikan
kalimat terbuka (model matematika)
Prosedur atau langkah penyelesaiannya sesuai dengan
jenis kalimat terbukanya atau fungsinya.
§ Menyatakan
jawaban sesuai yang ditanyakan pada masalah verbal tersebut.
4. Langkah
4: Melakukan pengecekan
Mengecek
kebenaran jawaban dengan mengembalikan (mensubtitusi) ke persoalan awal
sehingga dapat diketahui kebenarannya, Pemeriksaan ini juga menyangkut
validitas jawaban sesuai konteks dan menghindari kemungkinan adanya akar palsu.
E.
Menyusun
Model dan Menyelesaikan Masalah
Setelah memahami langkah-langkah
dasar dalam memahami masalah, maka barulah penyusunan model dan penyelesaiannya
dapat dilakukan.
Contoh 1
Empat tahun yang lalu umur seorang
bapak 5 kali umur anak pertamanya. Tiga tahun mendatang umur bapak itu tiga kali
umur anak pertama tersebut. Berapa tahun lagi umur bapak tersebut setengah
abad?
Penyelesaian:
Cara I
Langkah 1:
Memahami masalah (soal)
Diketahui:
·
Empat tahun yang lalu
umur seorang bapak 5 kali umur anak pertamanya.
·
Tiga tahun mendatang
umur bapak itu tiga kali umur anak pertama tersebut
Ditanyakan:
·
Berapa tahun lagi umur
bapak tersebut setengah abad?
Langkah 2: Merencanakan penyelesaian
§
Memilih variabel
Misalkan umur anak sekarang a tahun
dan umur bapaknya b tahun.
§
Menyusun bentuk aljabar
Membuat
diagram/sketsa situasi berdasar umur sekarang.
|
4 tahun
yang lalu
|
Sekarang
|
3 tahun
mendatang
|
Anak
|
|
A
|
|
Bapak
|
|
B
|
|
Setelah dilengkapi dengan menggunakan 4 tahun yang
lalu dan 3 tahun yang akan datang, diagramnya yang memuat bentuk aljabar adalah
sebagai berikut (urutan pengisian sesuai arah anak panah).
|
4 tahun
yang lalu
|
Sekarang
|
3 tahun
mendatang
|
Anak
|
a - 4
|
ß a à
|
a + 3
|
Bapak
|
b - 4
|
ß b à
|
b + 3
|
§
Menyusun model
matematika
Dalam
hal ini mencari hubungan (relasi) antara bentuk aljabar. Empat tahun yang lalu
umur bapak 5 kali umur anak pertamanya
b
– 4 = 5(a – 4) ..…….(1)
Tiga
tahun mendatang umur bapak itu tiga kali umur anak pertama
b +
3 = 3(a + 3) ……… (2)
Bentuk
model matematika yaitu berupa suatu sistem persamaan linear dengan dua variabel
b – 4 = 5(a – 4) ……………. (1)
b + 3 =3(a + 3)……………. (2)
Langkah
3: Menyelesaikan
masalah sesuai rencana
§
Menyelesaikan kalimat
terbuka atau model matematikanya
b –
4 = 5a – 20
b +
3 = 3a + 9___ -
– 7 = 2a – 29 ó 2a = 22 ó
a = 11
a
= 11 disubstitusikan pada (2) diperoleh b
+ 3 = 3 × 14 ó
b = 39.
Karena siswa Kelas VII belum
mengenal teknik penyelesaian system persamaan dengan dua variabel, maka konsep
“substitusi” dapat dingatkan kembali dan digunakan sebagai salah satu strategi
penyelesaiannya
b –
4 = 5a – 20 ó
b = 5a − 16 …... (*)
disubstitusikan ke (2) menjadi
(2): b + 3 = 3a + 9 Û 5a
− 16 + 3 = 3a + 9
ó
2a = 22 ó a = 11
Dari persamaan (*) diperoleh b = 5 × 11 − 16 = 39
Situasi
sebenarnya adalah:
|
4 tahun
yang lalu
|
Sekarang
|
3 tahun
mendatang
|
Anak
|
a – 4 =
11 – 4 = 7
|
a = 11
|
a + 3 =
11 + 3 =14
|
Bapak
|
b – 4 =
39 – 4 = 35
|
b = 39
|
b + 3 =
39 + 3 = 42
|
§
Menyatakan jawabnya
sesuai yang ditanyakan pada masalah itu. Umur bapak itu sekarang 39 tahun.
Jadi, umur bapak itu setengah abad 11 tahun mendatang.
Langkah 4:
Melakukan pengecekan
Pemeriksaan:
4
tahun yang lalu umur ayah 35 tahun, sedangkan anaknya anak 7 tahun. Pernyataan
umur ayah 5 kali umur anak bernilai benar. 3 tahun lagi umur ayah 42 tahun,
seadangkan anaknya 14 tahun. Pernyataan umur ayah 3 kali umur anak bernilai
benar.
Contoh 2
Seorang ayah membagikan uang sebesar Rp 100.000,00
kepada 4 orang anaknya. Makin muda usia anak makin kecil uang yang diterima.
Jika selisih yang diterima oleh setiap dua anak yang usianya berdekatan adalah
Rp 5.000,00 dan si Sulung menerima uang paling banyak, berapakah yang diterima
si Bungsu?
Penyelesaian:
Soal tersebut dapat diselesaikan dengan mengacu pada
barisan dan deret. Namun,soal itu dapat diselesaikan tanpa rumus-rumus
pada barisan dan deret, yaitu dengan menggunakan 6 langkah seperti dikemukakan
di atas.
Langkah 1:
Memahami masalah (soal)
Diketahui:
·
Uang ayah Rp. 100.000
di bagikan kepada 4 anaknya
·
Selisih yang diterima
oleh setiap dua anak yang usianya berdekatan adalah Rp 5.000,00
·
Sisulung menerima uang
yang paling banyak
Ditanyakan:
Berapa
yang diterima si Bungsu?
Langkah 2: Merencanakan
penyelesaian
§
Memilih variabel
Misalkan
si Bungsu menerima b rupiah.
§
Menyusun bentuk aljabar
Membuat
diagram/sketsa situasi
Setelah dilengkapi (setiap kali bertambah Rp
5.000,00), diagram yang memuat bentuk aljabar adalah sebagai berikut:
§
Menyusun model matematika
Mencari
hubungan (relasi) antar bentuk aljabar
b + (b + 5000) + (b
+ 10000) + (b + 15000) = 100000
Langkah 3:
Menyelesaikan masalah sesuai rencana
§
Menyelesaikan kalimat
terbukanya
b
+ (b + 5000) + (b + 10000)
+ (b + 15000) = 100000
↔ 4b + 30000 = 100000
↔ 4b = 70000
↔ b = 17500
§
Menyatakan jawaban
sesuai yang ditanyakan pada masalah itu. Si Bungsu menerima Rp 17.500,00
Langkah 4:
Melakukan pengecekan
Pemeriksaan:
b
+ (b + 5000) + (b + 10000)
+ (b + 15000)
=
17500 + (17500 + 5000) + (17500 + 10000) + (17500 + 15000)
= 100000.
F.
Pemecahan
Masalah Verbal oleh Siswa SMP
Contoh
1 dalam makalah ini juga diberikan kepada beberapa siswa SMP, di mana mereka
telah mempelajari materi ini sebelumnya Dan jika membandingkan hasil pemecahan
masalah oleh siswa dengan langkah penyelesaian yang disajikan di atas, ada beberapa
langkah yang tidak terlihat dari proses pemecahan mereka. Di mana, tidak adanya
langkah 1, yaitu memahami masalah (soal), pada umumnya siswa langsung pada langkah 2
yaitu memilih variabel dan membentuk model matematikanya tanpa terlebih dahulu
menunjukkan pemahaman mereka terhadap
masalah yang disajikan, tidak menyatakan apa yang diketahui pada soal dan apa
yang ditanyakan. Tidak adanya diagram situasi yang menggambarkan situasi masalah
yang disajikan, yang berguna untuk memudahkan dalam menyusun bentuk aljabarnya,
untuk menuju ke penyelesaian model matematikanya. Selain itu langkah terakhir pada penyelesaian
masalah yang disajikan dalam makalah ini, yaitu melakukan pengecekan, tidak ada
pada proses penyelesaian oleh siswa tidak.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Menyelesaikan
masalah verbal dengan menggunakan langkah Polya
:
a.
Memahami masalah verbal.
b.
Menyusun rencana untuk menyelesaikan masalah verbal.
c.
Melaksanakan rencana untuk menyelesaikan masalah verbal.
d. Memeriksa
kembali/merefleksi hasil yang diperoleh.
2.
Langkah
penyelesaian masalah verbal menurut Arya-Lardner dan
Auviel-Poluga:
1. Memilih
sebuah variable
2. Menyusun
bentuk-bentuk aljabar
3. Menyusun
model matematikanya
4. Menyelesaikann
kalimat terbuka atau model matematikanya
5. Menyatakan
jawaban sesuai dengan yang ditanyakan pada masalah
6. Memeriksa
kebenaran jawaban dengan “mengembalikan” kepersoalan awal.
3. Berdasarkan
pembahasan di atas bahwa langkah menyusun model matematika dalam memecahkan
masalah verbal dan kalimat sehari-hari ke model matematika adalah:
ü Langkah
1: memahami masalah
ü Langkah
2: menyusun rencana
1. Memilih
variabel
2. Menyusun
bentuk aljabar
3. Menyusun
model matematika
ü Langkah
3: menyelesaikan masalah sesuai rencana
1. Menyelesaikan
kalimat terbuka (model matematikanya)
2. Menyatakan
jawaban sesuai dengan yang ditanyakan pada masalah
ü Langkah
4: melakukan pengecekan/ pemeriksaan
kembali
B.
Saran
Langkah-langkah
dalam menyusun dan menyelesaikan masalah verbal yang disajikan pada
pembahasan makalah ini, diharapkan dapat memudahkan siswa dalam menyelesaikan
masalah verbal. Namun, hal tersebut hendaknya dipandang sebagai alternatif.
Dengan demikian, dari gagasan yang tertuang tersebut dapat dikembangkan
alternatif lain yang pada saatnya dapat digunakan untuk membantu guru dalam
memecahkan masalah yang menjadi tanggung jawab profesinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar