Senin, 08 Februari 2016

Makalah Rational emotive behavior therapy



BAB I

PENDAHULUAN


A.     LATAR BELAKANG

Istilah Rational-Emotive Behavior Therapy sukar diganti dengan istilah bahasa indonesia yang mengena: Paling-paling dapat dideskripsikan dengan mengatakan: Corak konseling yang menekankan kebersamaan dan interaksi antara berfikir dan akal sehat (Rational Thingking), Berperasaan (emotion), dan berperilaku (acting), Serta sekaligus menekankan bahwa suatu perubahan yang mendalam dalam cara berfikir dapat menghasilkan perubahan yang berarti dalam cara berperasaan dan berperilaku. Pendekatan Rational-Emotive Behavior Therapy (REBT) adalah pendekatan behavior kognitif yang menekankan pada keterkaitan antara perasaan, tingkah laku dan pikiran. pendekatan  Rational-Emotive Behavior Therapy (REBT) di kembangkan oleh Albert Ellis melalui beberapa tahapan. pandanagan dasar pendekatan ini tentang manusia adalah bahwa individu memiliki tendensi untuk berpikir irasional yang salah satunya didapat melalui belajar social. Di samping itu, individu juga memiliki kapasitas untuk belajar kembali untuk berpikir rasional. pendekatan ini bertujuan untuk mengajak individu mengubah pikiran-pikiran irasionalnya ke pikiran yang rasional melalui teori ABCDEF.
Penulis memilih  REBT yang dikembangkan oleh Albert Ellis ini sebagai bahan pembahasan berdasarkan pemikiran bahwa REBT bisa menantang para mahasiswa untuk berfikir tentang sejumlah masalah dasar yang mendasari konseling. REBT terpisah secara radikal dari beberapa sistem lain yang disajikan didalam makalah ini, yakni pendekatan-pendekatan psiko analitik, eksistensial-humanistik, client centered dan gestal. REBT lebih banyak kesamaannya dengan terapi-terapi yang berorientasi kognitif-tinngkah laku-tindakan dalam arti menitik beratkan berfikir, menilai, memutuskan, menganalisis, dan bertindak. REBT sangat didaktif dan sangat direktif serta lebih banyak  berurusan dengan dimensi-dimensi fikiran dari pada dengan dimensi-dimensi perasaan.
Dengan mengingat hal itu, kami dari penulis ingin mengupas teori REBT lebih mendalam. Namun kami tetap memahami bahwa dalam penulisan ini banyak mempunyai kekurangan, oleh karenanya kami tetap mengharap kritik dan saran dari semua pihak.

B.        RUMUSAN MASALAH

                  Dari latar belakang tersebut maka yang menjadi rumusan masalahnya yaitu:
1.      Bagaimana Sejarah Perkembangan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT)?
2.      Bagaimana hakikat manusia pada Rational Emotive Behavior Therapy (REBT)?
3.      Bagaimana tahap perkembangan perilaku pada Rational Emotive Behavior Therapy (REBT)?
4.      Bagaimana Kondisi Pengubahan pada Rational Emotive Behavior Therapy (REBT)?
5.      Bagaimana Mekanisme Pengubahan pada Rational Emotive Behavior Therapy (REBT)?
6.      Apa kelebihan dan kekurangan dari Rational Emotive Behavior Therapy (REBT)?

C.     TUJUAN PENULISAN

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui:

1.      Sejarah Perkembangan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT)

2.      Hakikat manusia pada Rational Emotive Behavior Therapy (REBT)

3.      Tahap perkembangan perilaku pada Rational Emotive Behavior Therapy (REBT)

4.      Kondisi Pengubahan pada Rational Emotive Behavior Therapy (REBT)

5.      Mekanisme Pengubahan pada Rational Emotive Behavior Therapy (REBT)

6.      Kelebihan dan kekurangan dari Rational Emotive Behavior Therapy (REBT)

BAB II

PEMBAHASAN

A.     SEJARAH PERKEMBANGAN

Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) sebagai salah satu pendekatan dalam konseling individu dan kelompok, dikembangkan oleh Alber Ellis sejak tahun 1955. Albert Ellis lahir di Pittsburg, Pensylvania tahun 1913. Sebagai pakar psikologis klinis, ia memulai karirnya di bidang konseling perkawinan, keluarga dan seks. Rational Emotive Behavior Therapy lahir dari ketidakpuasan Ellis terhadap praktek konseling tradisional yang dinilai kurang efisien, khususnya psikoanalitik klasik yang pernah ditekuni. Berdasarkan temuan-temuan eksperimen dan klinisnya, Ellis memperkenalkan pendekatan baru yang lebih praktis, yaitu Rational Emotive Behavior Therapy. Pendekatan ini menjadi popular bersamaan dengan dipublikasian buku perdanya ”Reason an Emotion in Psychotherapy” pada tahun 1962.
Albert Ellis (2 September 1913 – 24 Juli 2007) adalah seorang psikolog Amerika, ia dilahirkan dari keluarga Yahudi dan merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Ayah Ellis adalah seorang pengusaha yang sering melakukan perjalanan bisnis dan kurang memberikan kasih sayang kepada anak-anaknya.
Dalam otobiografinya, Ellis menyebutkan ibunya sebagai perempuan yang tenggelam dalam kesibukannya sendiri dan merupakan pengoceh yang tidak pernah mendengar orang lain. Seperti ayahnya, ibunya mempunyai jarak emosional dari anak-anaknya. Ellis mengatakan bahwa pada saat dia pergi sekolah, ibunya masih tidur dan pada saat pulang sekolah ibunya sudah tidak ada di rumah. Kepahitan tentang kedua orang tuanya itu, Ellis harus mengambil tanggung jawab untuk mengurus saudara-saudaranya. Sebagai anak-anak, Ellis sering sakit dan menderita berbagai masalah kesehatan pada masa remajanya. Pada umur 5 tahun, dia dirawat di rumah sakit karena penyakit ginjal, kemudian juga karena penyakit amandel yang menyebabkan infeksi kerongkongan yang parah sehingga memerlukan operasi. Orang tuanya hampir tidak memberikan dukungan emosional dan jarang sekali menjenguknya. Ellis mengatakan bahwa dia belajar berkonfrontasi dengan penderitaannya itu.
Pada tahun 1947 Ellis memperoleh gelar Doktor kehormatan di Columbia dan pada saat itu dia meyakini bahwa psikoanalisis merupakan bentuk terapi yang sangat mendalam dan sangat efektif. Seperti halnya dengan para psikolog di saat itu, dia sangat tertarik dengan teori Sigmund Freud. Kemudian lama kelamaan kesetiannya kepada psikoanalisis memudar.
Dalam formasi awalnya, Ellis menekankan terapi rasional, yaitu unsur kognitif dari perilaku manusia, asumsi ini sangat bertentangan dengan asumsi yang popular pada pertengahan tahun 1950-an. Kemudian pendekatannya itu diperluas dengan memasukkan unsur perilaku disamping unsur kognitif. Modifikasi selanjutnya Rational Emotive Behavior Therapy ini mencakup teknik-teknik konseling perilaku seperti relaksasi, metode khayal, latihan menyerang perasaan malu. Dengan demikian, Rational Emotive Behavior Therapy ini dapat dipandang sebagai model terapi perilaku yang berorientasi kognitif. Pendekatan ini telah mengalami evolusi sedemikian rupa, yang pada akhirnya menjelma menjadi pendekatan yang komprehensif dan ekletik yang menekankan unsur-unsur berpikir, menimbang, memutuskan dan melakukan.
Rational Emotive Behavior Therapy tergolong pada ancangan konseling yang berorientasi kognitif. Pendekatan ini merupakan salah satu bentuk konseling aktif-direktif yang menyerupai proses pendidikan (education) dan pengajaran (teaching) dengan mempertahankan dimensi pikiran daripada perasaan. Perkembangan dan modifikasi selalu terjadi, semula Ellis menekankan unsur rasional-kognitif, kemudian diperluas dengan memasukkan unsur perilaku.
Rational Emotive Behavior Therapy tergolong pada ancangan konseling yang berorientasi kognitif-sejajar dengan konseling realitas yang dikembangkan oleh Glesser-dengan beberapa ciri menonjol, yaitu: bersifat didaktis, aktif, direktif, menekankan situasi sekarang dan berfikir yang lebih rasional serta menekankan pada segi aksi konseli. Dari situlah maka Rational Emotive Behavior Therapy tak ubahnya merupakan proses pemerolehan pemahaman yang sekaligus tampak pada perbuatan atau perilaku konseli.

B.     HAKIKAT MANUSIA

Menurut Corey (2009: 276) Rational Emotive Behavior Therapy memandang manusia pada dasarnya adalah memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Manusia memiliki kecenderungan untuk self-preservation, kebahagiaan, berpikir dan mengucapkan dengan kata-kata, mencintai, berkumpul dengan yang lain, tumbuh dan aktualisasi diri. Manusia juga memiliki kecenderungan untuk self-destruction, menghindari buah pikiran, prokantinasi, memiliki kepercayaan di luar kenyataan, perfeksionis dan mencela diri sendiri, kurang bertoleransi, menghindari potensi aktualisasi diri.
Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten. Ketika berpikir dan bertingkahlaku irasional individu itu menjadi tidak efektif. Reaksi emosional seseorang sebagian besar disebabkan oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari. Hambatan psikologis atau emosional adalah akibat dari cara berpikir yang tidak logis dan irasional. Emosi menyertai individu yang berpikir dengan penuh prasangka, sangat personal, dan irasional. Berpikir irasional diawali dengan belajar secara tidak logis yang diperoleh dari orang tua dan budaya tempat dibesarkan. Berpikir secara irasional akan tercermin dari verbalisasi yang digunakan. Verbalisasi yang tidak logis menunjukkan cara berpikir yang salah dan verbalisasi yang tepat menunjukkan cara berpikir yang tepat. Perasaan dan pikiran negatif serta penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir yang rasional dan logis, yang dapat diterima menurut akal sehat, serta menggunakan cara verbalisasi yang rasional.
Ellis (dalam Dryden & Neenan, 2006: 2) membagi empat tipe berpikir rasional adalah sebagai berikut:
1.      Flexible preferences (saya ingin diakui, tetapi saya tidak terlalu menginginkan)
2.      Anti-awfulizing beliefs (ini buruk untuk tidak diakui, tetapi ini bukanlah akhir dari dunia)
3.      High frustration tolerance beliefs (ini sulit untuk menghadapi bahwa saya tidak diakui, tetapi saya dapat menoleransinya)
4.      Acceptance beliefs (contohnya self-acceptance: saya menerima diri saya jika saya tidak diakui ; other-acceptance: saya dapat menerima anda jika anda tidak mengakui saya ; life-acceptance: hidup adalah perpaduan kebaikan, keburukan, dan kejadian netral.
Selanjutnya Ellis (dalam Dryden & Neenan, 2006: 2) membagi empat tipe berpikir irrasional adalah sebagai berikut:
1.         rigid demands (saya harus diakui).
2.         awfulizing beliefs (jika saya tidak diakui, ini adalah akhir dari dunia)
3.         low frustration tolerance beliefs (saya tidak dapat menoleransi bahwa saya tidak diakui).
4.         depreciation beliefs (contohnya self-depreciation: saya tidak berharga jika saya tidak diakui ; other-depreciation: anda mengerika jika tidak mengakui saya ; life-depreciation: hidup semuanya buruk jika saya tidak diakui).
Ellis (dalam Flanagan & Flanagan, 2004: 260) menyatakan lima komponen dasar teori konseling, yaitu sebagai berikut:
1.      Manusia secara dogmatis menuruti gagasan irasional dan filosofi personal.
2.      Gagasan irasional menyebabkan manusia mengalami kesedihan yang hebat dan kesengsaraan.
3.      Gagasan ini dapat mendidih hingga sampai kategori dasar.
4.      Konselor dapat menemukan kategori gagasan irasional ini dengan cukup mudah dalam logika konseli.
5.      Konselor dapat mengajarkan konseli dengan sukses bagaimana bangun dari kesengsaraan yang disebabkan oleh kepercayaan irasionalnya.
Ellis mengidentifikasi sebelas keyakinan irrasional individu yang dapat mengakibatkan masalah, yaitu:
1.         Saya yakin harus dicintai atau disetujui oleh hampir setipa orang dimana saya menjalin kontak.
2.         Saya yakin mestinya harus benar-benar kompeten, adekuat dan mencapai satu tingkat penghargaan yang diakui seutuhnya.
3.         Beberapa orang berwatak buruk, jahat dan kejam, karena itu mereka layak disalahkan dan dihukum.
4.         Menjadi sebuah bencana besar ketika suatu hal terjadi seperti yang tidak pernah saya inginkan.
5.         Ketidakbahagiaan disebabkan oleh situasi tertentu yang berada diluar kemampuan saya mengendalikannya.
6.         Hal-hal yang berbahaya atau menakutkan adalah sumber terbesar kekhawatiran, dan saya harus mewaspadai potensi destruktifnya.
7.         Lebih mudah menghindari kesulitan dan tanggung jawab tertentu ketimbang menghadapinya.
8.         Saya meatinya bergantung pada beberapa hal dan orang lain, dan mestinya memiliki orang-orang yang sungguh bisa diandalkan untuk memperhatikan saya.
9.         Pengalaman dan kejadian masa lalu menentukan perilaku saya saat ini; pengaruh masa lalu tidak pernah bisa dihapus.
10.     Saya mestinya cukup kesal terhadap problem dan gangguan yang ditimbulkan orang lain.
11.     Selalu terdapat solusi benar atau sempurna untuk setiap problem, dan itu mestinya bisa ditemukan, atau problemnya tidak akan pernah selesai hingga tuntas.

C.     PERKEMBANGAN PERILAKU

1.      Struktur kepribadian

Pandangan pendekatan Rational Emotif Behavior Therapy tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep kunci teori Albert Ellis. Menurut Ellis (2002: 9) ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu Antecedent event atau Adversities (A), Belief (B), dan Emotional consequence (C). Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC.
Adapun kerangka kerjanya dapat digambarkan pada bagan di bawah ini.

 


Bagan 1.1 : Bagan teori ABC

Menurut Dryden & Branch (2008: 4) antecedent event (A) biasanya aspek situasi individu yang berpotensi mampu memicu keyakinannya (B). Antecedent event (A) yaitu segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan antecendent event bagi seseorang.
Menurut Dryden & Branch (2008: 8) perbedaan utama antara pendekatan Rational Emotif Behavior Therapy dan lainnya untuk terapi kognitif-perilaku adalah dalam penekanannya pada belief (B). Dalam Rational Emotif Behavior Therapy, belief (kepercayaan) adalah inti dari emosi dan perilaku individu. Keyakinan tersebut adalah satu-satunya kognisi yang merupakan B dalam teori ABC di Rational Emotif Behavior Therapy. Belief (B) adalah keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa.
Menurut Dryden & Branch (2008: 8) keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational belief) dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief). Keyakinan yang rasional memiliki karakteristik a) fleksibel atau non-ekstrim, b) konsisten dengan kenyataan, c) logis, d) sebagian besar fungsional dalam emosional, konsekuensi perilaku dan kognitif, dan e) Sebagian besar membantu individu dalam mengejar tujuan dasar dan tujuan. Keyakinan yang tidak rasional memiliki karakteristik a) kaku atau ekstrim, b) tidak konsisten dengan kenyataan,
c) tidak masuk akal, d) sebagian besar disfungsional dalam emosional, konsekuensi perilaku dan kognitif, dan e) sebagian besar merugikan individu dalam mengejar tujuan dasar.
Menurut Dryden & Branch (2008: 20) emotional and behavioral consequence (C) merupakan konsekuensi dari akibat antecendent event (A). Konsekuensi ini bisa berupa emosi, perilaku dam pemikiran. Konsekuensi ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang keyakinan rasional maupun keyakinan irasional.
Menurut Corey (2009: 278) disputing (D) merupakan penerapan prinsip-prinsip ilmiah untuk menentang pikiran yang cenderung mengalahkan diri sendiri dan kepercayaan-kepercayaan irasional yang dimiliki individu. Terdapat tiga bagian dalam tahap disputing, yaitu sebagai berikut:
a.       Detecting irrational beliefs
Konselor menemukan keyakinan konseli yang irasional dan membantu konseli untuk menemukan keyakinan irasionalnya melalui persepsinya sendiri.
b.      Debating irrational beliefs
Kemudian konseli berdebat dengan kepercayaan disfungsionalnya dengan belajar bagaimana berpikir secara logis dan empiris. Selain itu juga dengan cara belajar bagaimana berargumen dengan kuat dan bertindak sesuai dengan kepercayaannya.
c.       Discriminating irrational beliefs
Kemudian yang terakhir adalah konseli belajar membedakan kepercayaan irasional (self-defeating) dan kepercayaan rasional (self-helping).
Menurut Corey (2009: 279) hasil akhir dari proses A-B-C-D berupa Effect (E). Effect (E) adalah satu filosofi efektif yang memiliki sisi praktis. Suatu sistem keyakinan yang baru dan efektif terdiri dari penggantian pemikiran yang tidak sehat dengan pemikiran yang sehat. Jika berhasil melakukan hal tersebut maka akan timbul new feeling (F) yaitu satu perangkat perasaan yang baru.
1.         Pribadi sehat dan bermasalah
a. Pribadi bermasalah
Ellis & Dryden (1997: 15-16) menyatakan pribadi bermasalah adalah sebagai berikut:
Ø  All-or-none thinking: “Jika saya gagal dalam beberapa tugas penting, saya mengalami kegagalan total.”
Ø  Jumping to conclusions and negative non sequiturs: ”Sejak mereka melihat saya muram, mereka akan melihat saya sebagai ulat yang tidak kompeten.”
Ø  Fortune-telling: ”Karena mereka menertawakan kegagalan saya, mereka akan membenci saya selamanya.”
Ø  Focusing on the negative: ”Karena saya tidak dapat bertahan pada hal yang salah, saya tidak dapat melihat sesuatu yang baik yang terjadi pada hidup saya.”
Ø  Disqualifying the positive: ”Ketika mereka memuji saya dalam kebaikan yang telah saya lakukan, mereka hanya bersikap ramah kepada saya dan melupakannya.”
Ø  Allness and neverness: “Karena kondisi kehidupan seharusnya baik dan sebetulnya buruk dan sangat tidak dapat ditoleransi, mereka akan selalu menempuh jalan ini dan saya tidak akan pernah merasa bahagia.”
Ø  Minimization: “Kebaikan saya dibidik dalam permainan yang bersifat keberuntungan dan tidak penting. Tetapi keburukanku dibidik, yang mana saya secara mutlak tidak pernah dibuat.”
Ø  Emotional reasoning: “Karena saya pernah tampil buruk, saya merasa seperti orang tolol, dan kekuatan perasaan saya membuktikan bahwa saya tidak ditakdirkan baik.”
Ø  Labeling and overgeneralization: “Karena saya harus tidak gagal dalam pekerjaan penting dan harus selesai, saya adalah pecundang.”
Ø  Personalizing: “Sejak saya bertindak jauh lebih buruk bahwa saya secara mutlak harus bertindak dan mereka menertawakan, saya yakin mereka hanya menertawakan saya, dan ini sangat mengerikan.”
Ø  Phonyism: ”Ketika saya tidak melakukan sebaik yang seharusnya saya lakukan dan mereka masih memuji dan menerima saya, saya yakin itu palsu.”
Ø  Perfectionism: ”Dalam menyelesaikan pekerjaan, saya harus menyelesaikannya secara sempurna.”
b.      Pribadi sehat
Ellis & Dryden (1997: 18-19) menyatakan pribadi sehat adalah sebagai berikut:
Ø  Self-interest: Pribadi sehat cenderung bijaksana dan menyenangkan untuk diri mereka sendiri dan menaruh diri mereka sendiri menjadi pribadi yang menyenangkan bagi orang lain.
Ø  Social interest: Manusia memilih hidup dan menikmati diri mereka sendiri dalam kelompok sosial atau komunitas. Jika mereka tidak bertindak secara moral, menyembunyikan kebenaran orang lain, dan menghasut kelompok masyarakat, hal ini tidak akan disukai. Mereka akan menciptakan dunia yang ramah yang mana mereka dapat hidup dengan nyaman dan senang.
Ø  Self-direction: Pribadi yang sehat cenderung mengasumsikan tanggung jawab untuk kehidupan mereka ketika secara simultan mengutamakan kerja sama dengan yang lain. Mereka tidak membutuhkan atau menuntut banyak dukungan dari yang lain, meskipun mereka mungkin mengutamakan dan bekerja untuk ini.
Ø  High frustration tolerance: Pribadi yang sehat adalah mereka yang dapat mengubah kondisi yang memuakkan pada diri mereka, menerima hal yang tidak bisa mereka lakukan, dan memiliki kebijaksanaan dalam mehamai dua perbedaan.
Ø  Flexibility: Pribadi yang sehat dan matang cenderung fleksibel dalam berpikir, terbuka terhadap perubahan, dan tidak berprasangka buruk dan pluralistik dalam pandangan mereka terhadap orang lain.
Ø  Acceptance of uncertainty: Pribadi yang sehat cenderung mengakui dan menerima gagasan bahwa kita tampak hidup di dunia yang penuh dengan kemungkinan dan perubahan dimana kepastian mutlak tidak bisa dipastikan dan kemungkinan tidak pernah akan terus ada.
Ø  Commitment to creative pursuits: Kebanyakan manusia cenderung menjadi pribadi sehat dan senang ketika mereka secara krusial dapat berbaur dengan kelompok sosial atau komunitas dan sedikitnya satu kreasinya dapat menjadi minat perhatian dari kelompok sosial atau komunitas, seperti halnya kebanyakan manusia, bahwa mereka menganggap penting mereka bisa menjadi bagian dari struktur yang baik dari kehidupan disekitarnya.
Ø  Scientific thinking: Pribadi yang sehat memiliki kecenderungan menjadi lebih objektif, realistis, dan ilmiah.
Ø  Self-acceptance: Pribadi yang sehat biasanya senang hidup dan menerima diri mereka sendiri karena mereka hidup dan memiliki kapasitas untuk menikmati diri mereka sendiri.
Ø  Risk-taking: Emosi pribadi yang sehat memiliki kecenderungan berani mengambil resiko dan mencoba melakukan apa yang ingin dilakukan. Mereka menganggap itu adalah kesempatan baik meskipun mungkin mereka gagal. Mereka memiliki kecenderungan menjadi petualang tetapi tidak gegabah.
Ø  Long-range hedonism: Pribadi yang sehat mencari ketenangan hidup untuk saat sekarang dan masa depan, dan itu tidak didapatkan secara instan.
Ø  Nonutopianism: Pribadi yang sehat menerima fakta bahwa tempat yang sempurna mungkin tidak dapat dicapai dan mereka tidak pernah suka mendapatkan segala apa yang mereka inginkan dan menghindari semua rasa sakit.
Ø  Self-responsibility for own emotional disturbance: Pribadi yang sehat cenderung bertanggung jawab atas kekacauan yang mereka buat daripada bertahan dengan tuduhan dan hujatan orang lain.

 
 

D.     KONDISI PENGUBAHAN

1.      Tujuan konseling

Menurut Corey (2009: 279) tujuan umum Rational Emotive Behavior Therapy adalah mengajari konseli bagaimana cara memisahkan evaluasi perilaku mereka dari evaluasi diri – esensi dan totalitasnya – dan bagaimana cara menerima dengan segala kekurangannya. Sedangkan tujuan dasarnya adalah mengajarkan konseli bagaimana merubah disfungsional emosi dan perilaku mereka menjadi pribadi yang sehat. Selain itu dua tujuan terpenting Rational Emotive Behavior Therapy menurut Ellis (dalam Corey, 2009: 279) adalah a) membantu konseli dalam proses mencapai unconditional self-acceptance dan unconditional other acceptance, dan b) melihat bagaimana kedua hal itu saling berkaitan.
Sedangkan menurut Ellis (dalam Sharf, 2012: 339) tujuan umum Rational Emotive Behavior Therapy adalah membantu konseli dalam meminimalisir gangguang emosi, menurunkan self-defeating self-behaviors, dan membantu konseli lebih mengaktualisasikan diri sehingga mereka bisa menuju ke kehidupan yang bahagia. Sedangkan tujuan khususnya adalah membantu konseli berpikir lebih bersih dan rasional, memiliki perasaan yang lebih layak, dan bertindak efisien dan efektif dalam mencapai tujuan hidup yang bahagia.

2.      Sikap, peran dan tugas konselor

Menurut Corey (2009: 280) konselor yang menggunakan pendekatan Rational Emotive Behavior Therapy memiliki tugas spesifik. Tahap pertama adalah konselor menunjukkan pada konseli bahwa dalam pikirannya saat ini terlalu banyak pikiran-pikiran yang irasional seperti “harus”, sebaiknya”, dan “seharusnya”. Konselor mendorong dan sering membujuk konseli agar melakukan aktivitas yang akan menyembunyikan keyakinan pengalahan diri mereka. Tahap kedua adalah mendemonstrasikan bahwa konseli mempertahankan gangguan emosi mereka aktif dengan meneruskan berpikir secara tidak logis dan realistis. Tahap ketiga adalah membantu konseli memodifikasi pemikiran dan mengabaikan gagasan irrasional mereka. Konselor membantu konseli memahami pikiran irasional yang menyalahkan diri sendiri dan juga mengubah perilaku menyalahkan diri. Tahap keempat adalah menantang konseli untuk mengembangkan filosofis hidup yang rasional sehingga di masa depan mereka mampu menghindari diri agar tidak menjadi korban keyakinan irasional yang lain.

2.      Sikap, peran dan tugas konseli

Menurut Ellis (dalam Corey, 2009: 280-281) sesekali konseli mulai menerima bahwa keyakinan mereka merupakan penyebab utama emosi dan perilaku mereka, maka mereka akan mampu berpartisipasi secara efektif dalam proses restrukturisasi kognitif. Dalam sekala besar, peran konseli dalam proses konseling adalah sebagai pembelajar dan pelaksana. Konseling dipandang sebagai proses reedukatif di mana konseli belajar cara menerapkan pemikiran logis, latihan eksperimental dan perkerjaan rumah perilaku untuk memecahkan masalah dan perubahan emosi. Proses terapeutik berfokus pada pengalaman konseli di masa kini. Rational Emotive Behavior Therapy utamanya menekankan pada pengalaman dan kemampuan konseli saat ini untuk mengubah pola pemikiran dan emosi yang telah mereka konstruksi sebelumnya. Konseli diharapkan untuk berpartisipasi aktif di luar sesi konseling. Konseli belajar bahwa dengan melaksanakan pekerjaan rumah dapat meminimalisir pemikiran yang salah. Pekerjaan rumah dirancang secara cermat dengan tujuan untuk membuat konseli agar melaksanakan tindakan yang mendorong perubahan emosi dan perilaku. Di akhir konseling, konseli mengulas kemajuan mereka, membuat rencana dan mengidentifikasi strategi mengatasi masalah potensial yang berkelanjutan.

3.      Situasi hubungan

Menurut Corey (2009: 281) pada dasarnya Rational Emotive Behavior Therapy merupakan proses kognitif dan direktif, maka tidak perlu membutuhkan hubungan yang kuat antara konselor dan konseli. Para praktisi Rational Emotive Behavior Therapy secara tanpa syarat menerima semua konseli dan mengajari konseli untuk menerapkan penerimaan tanpa syarat pada diri sendiri dan orang lain.
Ellis (dalam Corey, 2009: 281) meyakini bahwa hubungan yang terlalu hangat dan pemahaman yang terlalu banyak akan berakibat kontra produktif, memunculkan rasa ketergantungan dan persetujuan dari konselor. Praktisi Rational Emotive Behavior Therapy menerima konseli sebagai makhluk yang tidak sempurna yang bisa ditolong dengan menunjukkan bahwa konselor peduli kepada konseli, tanpa membuat konseli merasa didekte dan juga dengan menggunakan beragam teknik semisal mengajar, biblioterapi, dan memodifikasi perilaku. Ellis membangun hubungan dengan konselinya dengan cara menunjukkan pada mereka bahwa mereka memiliki keyakinan yang besar akan kemampuan mereka mengubah diri mereka sendiri dan mengatakan bahwa mereka mempunyai cara untuk membantu mereka melakukannya.
Menurut Ellis (dalam Corey, 2009: 281) konseling dengan pendekatan Rational Emotive Behavior Therapy sering terbuka dan mengarah dalam menyikap keyakinan dan nilai mereka. Beberapa terapi berkeinginan berbagai kekurangan mereka sebagai cara mempertanyakan gagasan tidak realistis konseli bahwa terapis merupakan orang yang “lengkap”. Transference tidak didorong, dan apabila tidak ada, konselor cenderung menghadapinya. Konselor ingin menunjukkan bahwa hubungan transference didasarkan pada keyakinan irrasional bahwa konseli harus disukai dan dicintai oleh konselor atau figur orang tua.

E.     MEKANISME PENGUBAHAN

1.      Tahap-tahap konseling

Menurut Froggatt (2005) tahap-tahap Rational Emotive Behavior Therapy secara umum adalah sebagai berikut.
a.       Membantu konseli memahami bahwa emosi dan perilaku disebabkan oleh kepercayaan dan pikiran.
b.      Menunjukkan bagaimana kepercayaan dan pikiran seseorang mungkin tertutup. Format ABC sangat berguna di sini. Konselor meminta konseli bercerita tentang Antecedent event (A) seperti apa, Belief (B) seperti apa, dan Emotional consequence (C) seperti apa.
c.       Mengajarkan konseli bagaimana melawan dan merubah kepercayaan irasional, menggantinya dengan kepercayaan yang lebih rasional.
d.      Membantu konseli mengubah perilaku konseli.
Sedangkan tahap-tahap Rational Emotive Behavior Therapy yang lebih rinci dan operasional menurut Froggatt (2005) adalah sebagai berikut.
a.       Melibatkan konseli
-          Membangun hubungan dengan konseli. Ini dapat dicapai menggunakan  empati, kehangatan dan respek.
-          Melihat permasalahan yang dialami dan datang karena ingin dibantu penyelesaian permasalahannya.
-          Mungkin cara terbaik adalah melibatkan konseli dalam proses konseling dengan pendekatan Rational Emotive Behavior Therapy.
b.      Asesmen masalah, pribadi, dan keadaan
-          Diawali dari apa yang salah dalam pandangan konseli.
-          Memeriksa beberapa gangguan sekunder: bagaimana perasaan konseli memiliki masalah?
-          Membawa ke asesmen umum: menentukan kemunculan gangguan secara klinis, menggali cerita pribadi dan sosial, asesmen kedalaman suatu masalah, mencatat beberapa faktor kepribadian yang berhubungan, dan memeriksa faktor kausatif non-psikologis seperti kondisi fisik, obat-obatan, gaya hidup/faktor lingkungan.
c.       Menyiapkan konseli dalam proses konseling
-          Klarifikasi tujuan perlakuan untuk memastikan tujuan perlakuan konkrit, spesifik, dan disetujui oleh konselor dan konseli serta menganalisis motivasi konseli untuk berubah.
-          Mengenalkan kaidah dasar tentang Rational Emotive Behavior Therapy.
-          Mendiskusikan pendekatan yang digunakan dan implikasinya dalam perlakuan, kemudian membangun kontrak.
d.       Implementasi program perlakuan
-          Menganalisis masalah spesifik yang mana menjadi target masalah yang akan diselesaikan, memastikan kepercayaan yang dilibatkan, merubahnya, dan mengembangkan home work.
-          Mengembangkan perilaku yang fungsional untuk mengurangi kekhawatiran atau memodifikasi cara berperilaku.
-          Menambah strategi dan teknik yang sesuai seperti relaksasi, dan pelatihan keterampilan interpersonal.
e.       Evaluasi
Sebelum berakhirnya proses intervensi biasanya konselor melakukan evaluasi terhadap perlakuan yang diberikan. Hal ini dilakukan untuk memeriksa apakah terjadi peningkatan yang signifikan tentang perubahan konseli dalam berpikir.
f.       Menyiapkan pengakhiran untuk konseli
Sesi konseling diakhiri jika konseli sudah merasa lebih baik terkait permasalahan yang sedang dialaminya. Konselor juga akan mengakhiri konseling jika konseli sudah benar-benar terentaskan masalahnya dan jika masalah itu hadir kembali, konseli bisa dengan mandiri mengentaskan masalahnya sendiri.
2.      Teknik-teknik konseling
Menurut Corey (2009: 281) konselor yang menggunakan pendekatan Rational Emotive Behavior Therapy harus menguasai berbagai macam metode dan bersifat integratif. Pendekatan ini menggunakan berbagai teknik yang bersifat kogntif, afektif, dan behavioral yang disesuaikan dengan kondisi konseli. Beberapa teknik dimaksud antara lain adalah sebagai berikut.
a.       Teknik-teknik Kognitif
-          Disputing irrational beliefs
Metode kognitif dalam Rational Emotive Behavior Therapy yang paling umum adalah konseling secara aktif mempersoalkan keyakinan tidak rasional dan konselor mengajari konseli cara mengatasi tantangan ketidakrasionalanya sampai ia mampu menghilangkan dan melunturkan kata “harus” dalam dirinya.
-          Doing cognitive homework
Konseli diharapkan membuat daftar masalah mereka, mencari keyakinan absolut mereka, dan mempertentangkan keyakinan-keyakinan tersebut. Doing cognitive homework merupakan cara melacak dimensi “keharusan” dan “sebaiknya” yang ada pada kognisi konseli. Doing cognitive homework juga bisa terdiri dari penerapan teori ABC terhadap permasalahan yang dialami oleh konseli. Dengan cara yang perlahan dan yang dibagi ke dalam beberapa sesi, konseli belajar mengatasi kecemasan dan mempertanyakan pemikiran tidak rasionalnya yang mendasar.
-          Changing one’s language
Rational Emotive Behavior Therapy menyatakan bahasa yang tidak tepat adalah salah satu bentuk penyebab proses pemikiran yang terdistorsi. Konseli mempelajari bagaimana menyatakan bahasa yang tepat agar tidak terjadi pemikiran dan perilaku yang disfungsional.
-          Psychoeducational methods
Program Rational Emotive Behavior Therapy dan sebagian besar konseling kognitif behavior mengenalkan memperkenalkan konseli dengan berbagai macam komponen pendidikan. Konselor membelajarkan konseli tentang hakikat permasalahan mereka dan bagaimana proses mengatasinya. Konseli lebih suka bekerja sama dengan program perlakuan jika mereka memahami pentingnya teknik yang digunakan.
b.      Teknik-Teknik Emotif (Afektif)
-          Rational emotive imagery
Dalam rational emotive imagery konseli didorong untuk membayangkan salah satu kejadian pengaktif atau kesulitan terburuk yang dapat terjadi pada dirinya. Misalnya ditolak oleh seorang wanita yang benar-benar diinginkannya. Konseli mebayangkan dengan jelas kesulitan ini sedang terjadi dan membawa sejumlah masalah ke dalam hidupnya. Setelah itu konseli didorong untuk menjalin hubungan dengan konsekuensi emosional negatif yang tidak diinginkan yang dipicu oleh kesulitan tersebut. Misalnya cemas, depresi, dan membenci diri. Konseli merasakan secara spontan apa yang dirasakannya dan tetap bertahan dengan perasaan itu dalam beberapa saat. Setelah itu konseli berusaha mengubah perasaan terganggu yang tidak sehat tersebut dengan konsekuensi perasaan negatif yang sehat. Misalnya sedih, kecewa, menyesal dan tidak senang. Cara melakukannya adalah dengan mengatakan keyakinan rasionalnya yang masuk akal kepada dirinya dengan kuat dan berulang-ulang. Misalnya, “Ya dia memang belum bisa menerima saya dan itu sangat menyakitkan bagi saya. Dia belum bisa menerima saya mungkin karena dia belum mengenal saya”. Konseli seharusnya tetap dalam bayangan rasionalnya itu sampai konseli bisa mengubah perasaan negatif tidak sehatnya menjadi pernyataan negatif yang lebih sehat.
-          Using humor
Penggunaan humor dapat membantu mengurangi keyakinan-keyakinan irasional dan perilaku self-defeating. Rational Emotive Behavior Therapy menyatakan bahwa gangguan emosi sering disebabkan oleh terlalu seriusnya seseorang menanggapi sesuatu. Humor bisa sangat berharga untuk membantu konseli lebih santai dan tidak menganggap terlalu serius masalah hidup.
-          Role playing
Terdapat komponen emosi dan perilaku dalam teknik bermain peran. Konselor sering menginterupsi untuk menunjukkan pada konseli bahwa apa yang mereka katakan sendiri pada konseli untuk mengubah perasaan yang tidak sehat menjadi perasaan yang lebih sehat. Fokusnya adalah pada keyakinan yang tidak rasional yang berhubungan dengan perasaan yang tidak menyenangkan diubah menjadi keyakinan yang lebih rasional.
-          Shame-attacking exercises
Ellis mengembangkan latihan untuk membantu orang mengurangi perasaan malu dalam melakukan sesuatu. Ellis berpikir bahwa kita bisa dengan keras kepala menolak rasa maludengan berkata pada diri kita sendiri bahwa bukan hal yang menyedihkan jika seseorang menganggap kita bodoh. Tujuan utama latihan ini yang secara khusus melibatkan komponen emosi dan perilaku, konseli bekerja agar tidak malu ketika orang lain tidak sependapat dengan konseli. Latihan ini ditujukan untuk meningkatkan penerimaan diri dan tanggung jawab serta membantu konseli memamndang bahwa sebagaian besar perasaan mereka tentang rasa malu berkaitan dengan cara mereka mengenali kenyataan.
-          Use of force and vigor
Ellis menyarankan penggunaan kekuatan dan energi sebagai salah satu cara untuk membantu konseli berpindah dari berwawasan intelektual menjadi berwawasan emosional. Konseli juga ditunjukkan caranya melakukan dialog memaksa diri dimana mereka bisa mengekspresikan keyakinan irasional dan kemudian mempertanyakan keyakinan tersebut. Konselor akan melakukan permainan peran terbalik dengan secara keras berpegang teguh pada filosofi pengalahan diri konseli. Selanjutnya konseli diminta untuk memperdebatkan dengan konselor dalam upaya untuk membujuknya meninggalkan gagasan disfungsional tersebut.
c.       Teknik-teknik Behavioristik
Dalam teknik ini konselor menggunakan prosedur behavioral standar, seperti pengkondisian operant, prinsip manajemen diri, desensitisasi sistematis, teknik relaksasi, dan permodelan.


F.     KELEMAHAN DAN KELEBIHAN

1.      Kelebihan
a.          Pendekatan ini jelas, mudah dipelajari dan efektif. Kebanyakan konseli hanya mengalami sedikit kesulitan dalam mengalami prinsip ataupun terminologi Rational Emotive Behavior Therapy. 
b.         Pendekatan ini dapat dengan mudahnya dikombinasikan dengan teknik tingkah laku lainnya untuk membantu klian mengalami apa yang mereka pelajari lebih jauh lagi.
c.          Pendekatan ini relatif singkat dan konseli dapat melanjutkan penggunaan pendekatan ini secara swa-bantu.
d.         Pendekatan ini telah menghasilkan banyak literatur dan penelitian untuk konseli dan konselor. Hanya sedikit teori lain yang dapat mengembangkan materi biblioterapi seperti ini.
e.          Pendekatan ini terus-menerus berevolusi selama bertahun-tahun dan teknik-tekniknya telah diperbaiki.
f.          Pendekatan ini telah dibuktikan efektif dalam merawat gangguan kesehatan mental parah seperti depresi dan kecemasan
2.      Kelemahan
a.       Pendekatan ini tidak dapat digunakan secara efektif pada individu yang mempunyai gangguan atau keterbatasan mental, seperti schizophrenia, dan mereka yang mempunyai kelainan pemikiran yang berat.
b.      Pendekatan ini terlalu diasosiasikan dengan penemunya, Albert Ellis. Banyak individu yang mengalami kesulitan dalam memisahkan teori dari keeksentrikan Ellis.
c.       Pendekatan ini langsung dan berpotensi membuat konselor terlalu fanatik dan ada kemungkinan tidak merawat konseli seideal yang semestinya.
d.      Pendekatan yang menekankan pada perubahan pikiran bukanlah cara yang paling sederhana dalam membantu konseli mengubah emosinya.

BAB III

PENUTUP


A.    KESIMPULAN
            Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) sebagai salah satu pendekatan dalam konseling individu dan kelompok, dikembangkan oleh Alber Ellis sejak tahun 1955. Albert Ellis lahir di Pittsburg, Pensylvania tahun 1913. Sebagai pakar psikologis klinis, ia memulai karirnya di bidang konseling perkawinan, keluarga dan seks. Rational Emotive Behavior Therapy lahir dari ketidakpuasan Ellis terhadap praktek konseling tradisional yang dinilai kurang efisien, khususnya psikoanalitik klasik yang pernah ditekuni. Berdasarkan temuan-temuan eksperimen dan klinisnya, Ellis memperkenalkan pendekatan baru yang lebih praktis, yaitu Rational Emotive Behavior Therapy.Pendekatan Rational-Emotive Behavior Therapy (REBT) adalah pendekatan behavior kognitif yang menekankan pada keterkaitan antara perasaan, tingkah laku dan pikiran. pendekatan  Rational-Emotive Behavior Therapy (REBT) di kembangkan oleh Albert Ellis melalui beberapa tahapan.
            Menurut Corey (2009: 276) Rational Emotive Behavior Therapy memandang manusia pada dasarnya adalah memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Manusia memiliki kecenderungan untuk self-preservation, kebahagiaan, berpikir dan mengucapkan dengan kata-kata, mencintai, berkumpul dengan yang lain, tumbuh dan aktualisasi diri. Manusia juga memiliki kecenderungan untuk self-destruction, menghindari buah pikiran, prokantinasi, memiliki kepercayaan di luar kenyataan, perfeksionis dan mencela diri sendiri, kurang bertoleransi, menghindari potensi aktualisasi diri.
Menurut Ellis (dalam Sharf, 2012: 339) tujuan umum Rational Emotive Behavior Therapy adalah membantu konseli dalam meminimalisir gangguang emosi, menurunkan self-defeating self-behaviors, dan membantu konseli lebih mengaktualisasikan diri sehingga mereka bisa menuju ke kehidupan yang bahagia. Sedangkan tujuan khususnya adalah membantu konseli berpikir lebih bersih dan rasional, memiliki perasaan yang lebih layak, dan bertindak efisien dan efektif dalam mencapai tujuan hidup yang bahagia.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar