Senin, 01 Februari 2016

Skripsiku: Deskripsi pemahaman Konsep materi Geometri ditinjau dari kepribadian Sensing dan intuition materi geometri pada siswa kelas II SMPN 33 Makassar



BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Pendidikan memiliki peranan yang sangat sentral dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), misal­nya, menunjukkan akan peran strategis pendidikan dalam pembentukan SDM yang berkualitas. Karakter manusia Indonesia yang diharapkan menurut undang-undang tersebut adalah manusia yang beriman dan bertaqwa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, maju, cerdas, kre­atif, terampil, disiplin, profesional, bertanggung jawab, produktif, serta sehat jasmani dan rohani. Upaya efektif untuk membentuk karakter manusia seperti ini dapat di­lakukan melalui peningkatan kaulitas pendidikan.[1]
Secara etimologi arti pendidikan berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari kata “PAIS” artinya anak, dan “AGAIN” diterjermahkan membimbing, jadi paedagogie yaitu bimbingan yang diberikan kepada anak. Secara defenitif pendidikan (paedagogie) diartikan oleh tokoh pendidkan seperti John Dewey. Menurut John Dewey, pendidikan  adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fondamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia.[2]
Arti sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Pendidikan diartikan sebagai usaha yang dijalankan oleh seorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental.[3]
Pendidikan pada dasarnya merupakan usaha mencerdaskan dan membentuk pribadi sumber daya manusia yang berkualitas, baik dari segi pola pikir maupun sikap. Perkembangan IPTEK yang dinamis menuntut setiap individu mampu memilih, menerima dan mengelola informasi agar dapat menguasai teknologi dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Dalam upaya memilih, menerima, dan mengelola informasi dibutuhkan sarana berfikir kritis, logis, sistematis, dan kreatif, salah satunya matematika. 
Matematika adalah ilmu dasar yang mampu mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan dan menggunakan ketajaman penalaran untuk dapat menyelesaikan persoalan sehari-hari.[4]
Dalam suatu pembelajaran, khususnya pembelajaran matematika. Tipe hasil belajar yang lebih tinggi dari pada pengetahuan adalah pemahaman, misalnya menjelaskan dengan susunan kalimatnya sendiri sesuatu yang sudah dibaca atau didengarnya, memberi contoh lain dari yang telah dicontohkan, atau menggunakan petunjuk penerapan pada kasus lain. Dalam taksonomi Bloom, kesanggupan memahami setingkat lebih tinggi dari pada pengetahuan. Namun, tidaklah berarti bahwa pengetahuan tidak perlu ditanyakan sebab, untuk dapat memahami, perlu terlebih dahulu mengetahui atau mengenal.[5] Maksudnya bahwa walaupun pengetahuan itu tingkatannya lebih rendah dari pemahaman, namun pengetahuan itu penting karena tanpa mengetahui atau mengenal maka seseoarang tidak bisa memahami suatu pembelajaran.
 Pemahaman berasal dari kata paham yang mempunyai arti mengerti benar akan suatu hal. Dalam agama Islam perintah memahami sangatlah dianjurkan. Hal ini sangat berkenaan dengan turunnya ayat yang mengindikasikan bahwa dalam belajar kita harus memahami apa yang kita pelajari. Dalam surah Al-Alaq [96]: 1-3
  
Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,[6]
Ayat diatas menjelaskan bahwa cukup jelas membaca adalah sarana mencapai ilmu. Dalam proses pembelajaran, membaca sangat penting pada tahap awal, karena dengan membaca akan menanamkan pemahaman konsep yang  kuat pada diri pembaca. Manusia diperintahkan oleh Pencipta untuk membaca agar dapat memahami konsep tentang apa yang akan dipelajari.
Salah satu cabang matematika yang diajarkan pada tingkat sekolah menengah adalah geometri. Geometri menempati posisi khusus dalam kurikulum matematika, karena banyaknya konsep-konsep yang termuat di dalamnya. Dari sudut pandang psikologi, geometri merupakan penyajian abstraksi dari pengalaman visual dan vasial, misalnya bidang, pola, pengukuran dan pemetaan. Sedangkan dari sudut pandang matematika, geometri menyediakan pendekatan-pendekatan untuk pemecahan masalah, misalnya gambar-gambar, diagram, sistem kordinat, vektor, dan transformasi. Geometri juga merupakan lingkungan untuk mempelajari struktur matematika. Geometri digunakan oleh setiap orang dalam kehidupan sehari-hari. Ilmuwan, arsitek, artis, insinyur, dan pengembang perumahan adalah sebagian kecil contoh profesi yang menggunakan geometri secara reguler. Dalam kehidupan sehari-hari, geometri digunakan untuk mendesain rumah, taman, atau dekorasi [7]
Dalam pengenalan geometri untuk siswa, terbagi atas pengenalan geometri datar dan pengenalan geometri ruang. Pengenalan berbagai bentuk bangun datar bukan merupakan topik yang terlalu sulit untuk diajarkan. Hanya saja, selama ini guru sering kali kurang memperhatikan batasan-batasan sejauh mana materi yang perlu diajarkan untuk pemahaman seorang siswa. Sedangkan dalam pengenalan geometri ruang, selama ini guru sering kali langsung memberi informasi pada siswa tentang ciri-ciri bangun geometri ruang tersebut.[8]
Konsep konsep geometri bersifat abstrak. Contohnya dapat dilihat pada suatu bangun ruang yang memiliki ruas garis, yang sudah diketahui pasti bahwa ruas garis mempunyai panjang tapi tidak diketahui lebar dan tebalnya. Oleh karena itu, para pendidik berusaha menyajikan konsep-konsep geometri tersebut dalam bentuk konkret dengan menggunakan alat peraga dan mengaitkan konsep tersebut dengan objek-objek nyata yang memiliki representasi geometris, misalnya bangun-bangun geometri. Bentuk bangun-bangun geometri ini dapat dijumpai dengan mudah di sekeliling kita, misalnya bentuk atap rumah, pintu, papan tulis, dan sebagainya, sehingga bentuk bangun-bangun geometri tentunya akrab dengan siswa usia sekolah.
Berdasarkan uraian diatas, cukup memberikan alasan mengapa geometri menjadi bagian dari matematika yang sangat penting untuk dipelajari. Pembelajaran geometri tidak hanya mampu mengembangkan kemampuan berfikir dan keterampilan pemecahan masalah, tetapi juga membantu siswa dalam memahami konsep lain dalam matematika dan disiplin ilmu lainnya. Oleh karena itu, siswa diharapkan mampu memahami konsep-konsep dasar geometri dengan baik.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemahaman konsep geometri siswa SMP belum sesuai harapan. Abdussakkir mengungkapkan diantara berbagai cabang matematika, geometri menempati posisi yang paling memprihatinkan. Kesulitan-kesulitan siswa dalam belajar geometri terjadi mulai tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Kesulitan belajar ini menyebabkan pemahaman yang kurang sempurna terhadap konsep-konsep geometri yang pada akhirnya menghambat proses belajar geometri selanjutnya.[9]
Proses mengungkapkan konsep dengan menggunakan kalimat baru tersebut membangun persepsi siswa terhadap konsep tersebut. Persepsi yang dibangun siswa tersebut berbeda-beda tergantung pada bentuk informasi yang diterimanya yang mengacu pada fokus perhatian seseorang pada informasi tersebut. Tidak semua informasi dapat diterima untuk diproses lebih lanjut, hanya informasi yang menjadi perhatian utama seseorang yang dapat diproses lebih lanjut dan tersimpan dalam bentuk pemahaman. Oleh karena itu, pemahaman dan persepsi seseorang terhadap informasi yang sama dapat berbeda tergantung pada fokus perhatiannya pada informasi yang diterimanya.
Kemampuan seseorang dalam memfokuskan perhatiannya pada bentuk informasi yang diterimanya terkait dengan kepribadian yang dimilikinya. Susan B. Bastable menyatakan bahwa karateristik seseorang dalam memfokuskan perhatiannya pada bentuk informasi tertentu mengacu pada fungsi psikologis seseorang yaitu sensing dan intuition. Tipe sensing lebih fokus pada fakta yang kongkrit, dan realistis/melihat apa adanya. Sementara tipe intuition fokus pada ide abstrak, pola/hubungan dan berbagai kemungkinan yang bisa terjadi.[10] Seorang sensing secara harfiah mengumpulkan data menggunakan pancaindra mereka sedangkan intuition suka membaca yang tersirat dan mencari makna diantara fakta-fakta.[11]
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Immas Metika, mahasiswi jurusan pendidikan matematika universitas negeri Surabaya yang bernama dengan judul penelitian “Profil Pemecahan Masalah Open-Ended Siswa SMP dengan Tipe STJ (Sensing-Thinking-Judging) dan NFJ (Intuition-Feeling-Judging) dalam Kepribadian Myers-Briggs Type Indicator (MBTI) pada Materi Ukuran Pemusatan Data”. Hasil dari penelitian tersebut bahwa setiap siswa merupakan individu unik yang memiliki kepribadian berbeda. Perbedaan itu berpengaruh pada cara siswa dalam memperoleh informasi, mengambil keputusan, dan melaksanakan tugas dengan pola tertentu. Perbedaan tipe kepribadian Myers-Briggs Type Indicator (MBTI) yang dimiliki siswa dimungkinkan mempengaruhi proses pemecahan masalah open-ended. Pada tahap memahami masalah, kedelapan subjek dapat menceritakan kembali masalah yang diberikan dengan kalimat sendiri. Tetapi hanya enam dari delapan subjek yang menyadari ketentuan yang tidak tertulis pada masalah. Dalam menyusun strategi, semua subjek mengaitkan informasi yang diketahui dengan konsep rata-rata yang dimiliki dalam menyusun strategi. Sementara itu, dua subjek menyusun strategi yang tidak sesuai dengan ketentuan dikarenakan terdapat informasi yang tidak dimiliki. Sedangkan pada tahap pelaksanaan strategi dan memeriksa kembali, dua dari delapan subjek yang cenderung konsisten memeriksa kesesuaian pelaksanaan dan pemecahan masalah dengan ketentuan atau informasi yang diketahui. [12]
Berdasarkan hasil wawancara dengan seorang guru di SMP Negeri 33 Makassar atas nama Muliana S.Ag mengatakan bahwa masalah yang sering dihadapi siswa dalam pembelajaran geometri adalah rendahnya pemahaman dan pengetahuan siswa tentang konsep geometri yang disebabkan oleh ketidakmampuan siswa dalam menggunakan konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya. Banyak siswa yang berprestasi dalam bidang matematika ternyata pemahaman geometrinya masih rendah. Rendahnya pemahaman konsep itu yang akhirnya menghambat proses belajar geometri selanjutnya.[13]
Dari observasi awal yang dilakukan yaitu dengan membagikan skala kepribadian pada salah satu kelas di SMP Negeri 33 Makassar dengan jumlah siswa 27 orang. Ditemukan dua subjek dengan melihat hasil skala kepribadiannya berdasarkan kepribadian sensing dan intuition yang tertinggi.
Bertitik tolak dari  uraian diatas, peneliti ingin mengetahui lebih mendalam tentang bagaimana memahami masalah dengan pemerolehan informasi berdasarkan kepribadian Sensing dan kepribadian intuition. Berkaitan dengan hal itu saya tertarik untuk melaksanakan penelitian di salah satu sekolah dengan judul “Deskripsi Pemahaman Konsep Geometri Ditinjau dari Kepribadian Sensing dan Intuition pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 33 Makassar”.

B.     Fokus Penelitian
Untuk memberikan  kejelasan dan menghindari penafsiran  yang  salah  pada penelitian, maka fokus penelitian  ini diuraikan sebagai berikut.
1.    Pemahaman Konsep
Pemahaman konsep yang menjadi fokus penelitian adalah kemampuan siswa mengerti dan memahami betul tentang konsep materi geometri khususnya pada pokok bahasan bangun ruang sisi datar subpokok bahasan kubus dan balok.  
2.    Kepribadian sensing dan intuition
Kepribadian yang menjadi fokus penelitian adalah cara siswa memandang informasi apakah lebih melalui panca indra (sensing) atau melalui kemungkinan dan firasat (intuition) dalam memahami konsep-konsep yang ada.
Tabel 1.1 Fokus Penelitian
No
Fokus Penelitian
Deskriptif
Indikator
1
Pemahaman Konsep
a.    Menyatakan ulang konsep
b.    Mengklasifikasikan objek menurut sifat-sifat tertentu
c.    Memberi contoh dan noncontoh dari konsep
d.   Menyatakan konsep dalam bentuk representasi matematis
e.    Mengklasifikasikan konsep dalam pemecahan.
2
Kepribadian sensing dan intuition
a.    Konkret/abstrak
b.    Realistis/ imajinatif
c.    Praktis/konseptual
d.   Empiris/teoritis
e.    Konvensional/asli
C.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1.    Bagaimanakah pemahaman konsep geometri siswa yang memiliki kepribadian sensing ?
2.    Bagaimanakah pemahaman konsep geometri siswa yang memiliki kepribadian intuition ?
D.  Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.    Mendeskripsikan pemahaman konsep geometri siswa yang memiliki kepribadian sensing
2.    Mendeskripsikan pemahaman konsep geometri siswa yang memiliki kepribadian intuition
E.  Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian antara lain, yaitu:
1.    Secara teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan terutama dalam bidang pendidikan, khususnya pendidikan matematika terkait dengan deskripsi pemahaman konsep geometri ditinjau dari kepribadian sensing dan intuition
2.    Secara praktis, yaitu terdiri dari:
a.    Sekolah
Sebagai sarana untuk mengenali atau mengetahui pemahaman konsep geometri siswa yang memiliki kepribadian sensing dan intuition.
b.    Bagi Guru
            Sebagai bahan masukan bagi guru mata pelajaran dalam melaksanakan pembelajaran matematika, khususnya materi geometri agar memperhatikan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran sehingga pelaksanaan pembelajaran lebih efektif.
c.    Bagi Peneliti
Memberikan informasi dan pengetahuan bahwasannya setiap invividu memiliki kemampuan yang berbeda dalam memahami konsep matematika.





BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.  Perkembangan Konsep Menurut Psikologi Kognitif
Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan perkembangan individu.[14]
Ada penahapan Perkembangan kognitif anak mengalami perkembangan tahap demi tahap menuju kesempurnaannya. Secara sederhana, kemampuan kognitif dapat dipahami sebagai kemampuan anak untuk berfikir lebih kompleks serta kemampuan melakukan penalaran dan pemecahan masalah. Dengan perkembangan kemampuan kognitif ini akan memudahkan anak menguasai pengetahuan umum yang lebih luas, sehingga anak mampu menjalankan fungsinya dengan wajar dalam interaksinya dengan masyarakat dan lingkungan sehari-hari. Piaget dalam buku Desmita meyakini bahwa pemikiran seseorang  anak berkembang melalui serangkain tahap pemikiran dari masa bayi hingga masa dewasa. Dalam hal ini Pieget membagi tahap perkembangan kognitif manusia menjadi 4 tahap, yaitu :
1.    Tahap Sensorimotor
Tahapan ini berlangsung pada saat bayi baru lahir hingga mencapai usia 2 tahun. Pada rentang waktu tersebut bayi dapat memahami lingkungannya dengan mengandalkan kemampuan sensorik dan motoriknya misalnya dengan melihat, meraba, mengecap, mencium, mendengarkan, dan mengerakkan anggota badannya. Pada tahapan ini anak mulai memahami hubungan antara perilaku tertentu dan akibat dari perilaku tersebut bagi dirinya. Kemampuan tersebut antara lain yaitu mengetahui bahwa dirinya terpisah dengan objek yang ada disekitarnya dan mengenal dirinya sebagai perilaku kegiatan dan mulai bertindak dengan tujuan tertentu.
2.    Tahap Pra-operasional
Tahapan ini berlangsung pada rentang usia 2 hinggaa 7 tahun. Pada tahapan ini anak mulai belajar menggunakan bahasa dan menggambarkan objek dengan imajinasi dan kata-kata. Anak sangat mengandalkan persepsinya terhadap realitas yang ada. Kemampuannya cenderung dipengaruhi oleh kesan visual dan masih bersifat egosentris sehingga kesulitan untuk menerima pandangan orang lain.
3.    Tahap operasional konkret
Tahapan ini pada rentang usia 7 hingga 12 tahun. Pada tahapan ini pikiran logis anak mulai berkembang namun masih mengandalkan kemampuan inderanya. Anak mampu mengurutkan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda dengan ukuran berbeda, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke benda yang paling kecil, selain itu mereka juga mampu memberi nama dan mengidentifikasi serangkian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karateristik lain.
4.    Tahap operasional formal
Tahap operasional formal dimulai pada saat anak berusia sekitar 12 keatas. Pada tahap ini anak mulai memahami hal-hal abstrak, menyampaikan ide-ide, dan mampu memberikan beberapa alternatif dalam menyelesaikan masalah tertentu. Mereka telah mampu membuat pernyataan-pernyataan yang bersifat abstrak, menarik kesimpulan, dan berfikir induktif.[15]
B.  Konsep Dalam Matematika
Secara umum konsep dapat diartikan sebagai sifat atau hubungan yang umum untuk sekelompok benda atau gagasan tertentu, sedangkan untuk konsep matematika berkaitan dengan sekelompok gagasan yang digunakan untuk menjelaskan istilah matematika. Konsep matematika adalah ide abstrak yang memungkinkan kita mengklasifikasikan objek-objek dan peristiwa serta mengklasifikasikannya apakah objek dan peristiwa itu termasuk atau tidak termasuk dalam ide abstrak tersebut.[16]
Sudjana mengemukakan bahwa konsep diperoleh melalui interaksi dengan lingkungan dan banyak terjadi dalam realitas kehidupan. Konsep matematika terbentuk sebagai hasil abstraksi dan generalisasi dari suatu pengamatan, sehingga dapat dikatakan bahwa konsep matematika dapat dipelajari melalui defenisi dan observasi langsung.[17]
Soedjaji menyatakan bahwa defenisi adalah ungkapan yang membatasi suatu konsep. Defenisi memiliki peranan penting dalam mengungkapkan dan membatasi suatu konsep. Dengan adanya defenisi, seorang dapat membuat ilustrasi atau gambar atau lambang dari konsep yang didefenisikan. Sehingga menjadi semakin jelas apa yang dimaksud dengan konsep tetrtentu.[18]
C.  Pemahaman Konsep Geometri
Pada umumnya para siswa belajar dengan cara menghafalkan defenisi tanpa memperhatikan hubungan antara konsep dengan konsep lainnya sehingga konsep yang baru dipelajarinya tidak tersimpan dan tergabung dalam jaringan pemahaman siswa, tetapi konsep tersebut berdiri sendiri tanpa hubungan dengan konsep lainnya. Maka konsep yang baru tersebut tidak tersimpan dengan baik dalam ingatan siswa sehingga tidak dapat digunakan oleh siswa dan tidak mempunyai arti, sebab arti konsep berasal dari hubungan dengan konsep-konsep lain. Misalnya, jika siswa hanya menghapalkan luas suatu bentuk geometri, siswa belum tau apa-apa dan belum mampu menggunakan kemampuannya. Oleh karena itu, pemahaman konsep sangat penting.
Pemahaman berasal dari kata “paham” yang berarti mengerti dan menguasai benar tentang sesuatu. Pemahaman berarti proses, perbuatan, cara memahami atau memahamkan.[19]
Pemahaman dapat pula didefenisikan sebagai kemampuan seseorang dalam mengartikan, menafsirkan, menerjemahkan dan menyatakan sesuatu dengan caranya sendiri tentang pengetahuan yang pernah diterimanya. Kemampuan tersebut dapat diperoleh melalui proses belajar, baik disengaja maupun tidak. Kegiatan belajar dapat dikatakan berhasil ketika seseorang mampu mengulangi kembali materi yang telah dipelajarinya (rote learning) dan mampu menyampaikan serta mengekspresikannya dalam bahasa sendiri (over learning).
Pemahaman berada ditingkatan kedua pada domain kognitif. Menurut Bruner aspek kognitif pemahaman mengacu pada kemampuan seseorang untuk mengerti dan memahami sesuatu setelah mengetahui dan mengingatnya kemudian memaknai arti dari materi yang dipelajari. Unsur pemahaman menyangkut kemampuan menangkap makna suatu konsep dengan kata-kata sendiri.[20]
Anderson menyatakan bahwa siswa dapat dikatakan memahami sesuatu apabila mereka mampu mengkontruksi makna dari pesan-pesan pengajaran seperti komunikasi lisan, tulisan dan grafik. Siswa mampu memahami suatu pengetahuan baru ketika mampu membangun hubungan antara pengetahuan yang baru diintegrasikan dengan skema dan kognitif yang sudah ada padanya.[21]
Gestalt dalam buku Sagala menyatakan bahwa pemahaman merupakan hasil belajar tidak diperoleh seketika, tetapi berlangsung melalui proses yang menimbulkan makna berarti. Lebih lanjut dinyatakan proses belajar merupakan proses pengamatan yang terjadi pada diri manusia melalui sensornya kemudian bergabung dengan respon dan diproses melalui kecerdasan sehingga menimbulkan suatu pemahaman/pengertian terhadap sesuatu. Dengan kata lain pemahaman dapat terbentuk melalui proses pemaknaaan terhadap sesuatu hal yang menarik bagi seseorang untuk diketahui sehingga memunculkan pengetahuan yang mendalam terhadap hal tersebut. Belajar pada tahap pemahaman adalah belajar bermakna. Dalam tahap ini siswa mengaitkan gagasan yang baru dengan pengetahuan yang terdahulu yang relevan. Perilaku dicontohkan dengan kemampuan siswa dalam membandingkan dan mempertentangkan, membuat analogi, membuat simpulan dan lain-lain. Bruner dalam buku Sagala membedakan tiga fase dalam proses belajar yaitu: (1) Proses perolehan informasi. Perolehan informasi dilakukan melalui kegiatan membaca, mendengarkan penjelasan guru/orang lain, berdiskusi dan sebagainya. Informasi yang diperoleh dapat menambah pengetahuan yang telah dimiliki, dapat memperdalamnya, dan dapat pula bertentangan dengan informasi yang kita peroleh sebelumnya; (2) proses mentransformasi informasi yang diterima. Pada tahap transformasi, informasi yang diterima dianalisis, diperoleh atau diubah menjadi konsep yang abstrak agar pengetahuan yang diterimah dapat dipergunakan sesuai dengan kebutuhan; (3) Evaluasi. Proses evaluasi merupakan suatu proses menilai seberapa besar pengetahuan yang diperoleh dan ditransformasikan tersebut dapat dimamfaatkan untuk memahami gejala-gejala lain.[22]
Ruseffendi membedakan pemahaman menjadi tiga bagian, yaitu: (a) pemahaman translasi (terjemahan) digunakan untuk menyampaikan informasi dengan bahasa dan bentuk yang lain dan menyangkut pemberian makna dari suatu informasi yang bervariasi; (b) Pemahaman interpretasi (penjelasan) digunakan untuk menafsirkan maksud dari bacaan, tidak hanya dengan kata-kata dan frase, tetapi juga mencakup pemahaman suatu informasi dari sebuah ide; (c) Ekstrapolasi (perluasan) mencakup etimasi dan prediksi yang didasarkan pada sebuah pemikiran, gambaran dari suatu informasi, juga mencakup pembuatan kesimpulan dengan konsekuensi yang sesuai dengan informasi jenjang kognitif yang ketiga yaitu penerapan suatu bahan yang sudah dipelajari ke dalam situasi baru, yaitu berupa ide, teori atau petunjuk teknis.[23]
Van Hiele menyatakan bahwa siswa melalui beberapa tahapan dalam memahami geometri, yakni : (0) tahap pengenalan; (1) tahap analisis; (2) tahap pengurutan; (3) tahap deduksi; (4) keakuratan. Tahap pemahaman geometri tersebut yaitu :
1.    Tahap 0 (Pengenalan/Visualisasi)
Tahap pertama dalam memahami geometri adalah tahap pengenalan/visualisasi. Pada tahap ini siswa memperhatikan dan mengidentifikasi bentuk geometri sebagai keseluruhan yang tampak sehingga siswa dapat mengenali dan menamai bentuk-bentuk geometri secara fisik berdasarkan apa yang diamatinya dengan memandang objek secara keseluruhan. Namun, pada tahap ini siswa belum mengetahui dan menentukan sifat geometri atau karateristik bangun yang ditunjukkan.
2.    Tahap 1 (Analisis)
Tahap kedua adalah tahap analisis. Pada tahap ini siswa mulai menganalisis bentuk bangun geometri melalui pengamatan, pengukuran dan membuat model geometri sehingga siswa dapat menyatakan sifat-sifat dari bangun geometri tersebut. Misalnya ketika siswa diberikan sebuah kubus, siswa menganalisis bangun kubus tersebut sehingga siswa tersebut dapat memahami bahwa kubus memiliki 6 sisi berbentuk persegi yang kongruen, 6 diagonal ruang, 12 rusuk.
3.    Tahap 2 (Pengurutan/Deduksi Informal)
Tahap ketiga adalah tahap deduksi informal. Pada tahap ini siswa membandingkan sifat-sifat bangun geometri dengan bangun geometri lainnya, kemudian mengklasifikasikan berdasarkan sifatnya kemudian menyusun defenisi abstrak mengenai bangun geometri tersebut. Misalnya siswa membandingkan sifat-sifat kubus dan balok sehingga siswa dapat memahami bahwa kubus adalah balok.
4.    Tahap 3 Deduksi
Tahap keempat adalah tahap deduksi. Pada tahap ini siswa membuat kesimpulan deduktif melalui pembuktian dalil/teorema dengan menggunakan prinsip-prinsip geometri. Misalnya siswa membuktikan bahwa bidang diagonal pada kubus berbentuk persegi panjang dengan menggunakan prinsip kesejajaran dan defenisi persegi.
5.    Tahap 4 rigor/ Keakuratan
Tahap terakhir adalah tahap rigor. Pada tahap ini siswa memahami penggunaan prinsip-prinsip dasar pembuktian dengan tepat dan mengetahui mengapa suatu pernyataan tertentu dapat dijadikan sebagai aksioma atau teorema.[24]
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep geometri adalah kemampuan seseorang dalam menerima dan memaknai konsep-konsep geometri kemudian mengomunikasikannya secara lisan maupun tulisan dengan menggunakan kalimat-kalimatnya sendiri.
D.  Indikator Pemahaman Konsep
Kurikulum 2004 standar kompetensi pembelajaran matematika SMP/MTs memuat tentang kemampuan yang perlu diperhatikan dalam penilaian pembelajaran matematika antara lain adalah pemahaman konsep, lebih jauh dinyatakan bahwa siswa dikatakan memahami konsep bila siswa mampu mendefinisikan konsep, mengidentifikasi dan memberi contoh atau bukan contoh dari konsep.[25]
Petunjuk teknis peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas No.506/C/PP/2004 tanggal 11 November 2004 tentang penilaian perkembangan anak didik pada tingkat SMP mencamtumkan indikator pemahaman konsep sebagai hasil belajar matematika yaitu:
1.    Menyatakan ulang konsep;
2.    Mengklasifikasikan objek menurut sifat-sifat tertentu;
3.    Memberi contoh dan non contoh dari konsep;
4.    Menyatakan konsep dalam bentuk representasi matematis;
5.    Mengaplikasikan konsep dalam pemecahan masalah;
Indikator pemahaman tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.    Menyatakan ulang sebuah konsep
Kemampuan siswa untuk mengungkapkan kembali apa yang telah dikomunikasikan kepadanya. Misalnya, setelah siswa mempelajari subpokok bahasan kubus dan balok, maka siswa mampu menyatakan ulang defenisi dan unsur-unsur dari kubus dan balok.
b.    Mengklasifikasikan objek menurut sifat-sifat tertentu
Kemampuan siswa untuk dapat mengelompokkan objek dengan mengidentifikasi sifat-sifat objek tersebut. Misalnya, terdapat sebuah objek geometri. Siswa mengidentifikasi objek tersebut dengan memperhatikan sifat-sifatnya kemudian mengklasifikasikannya, apakah bangun tersebut merupakan bangun kubus atau balok.
c.    Memberi contoh dan non contoh dari sikap
Kemampuan siswa dalam membedakan contoh dan bukan contoh dari suatu materi yang telah dipelajari. Siswa dapat menyebutkan contoh dan bukan contoh kubus dan balok yang ada dalam kehidupan sehari-hari.
d.   Menyatakan konsep dalam bentuk representasi matematis
Kemampuan siswa menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan konsep dalam bentuk representasi matematis dengan menggambar/membuat grafik. Siswa mampu menggambar kubus apabila diketahui sisi-sisinya dan persegi panjang bila diketahui panjang, lebar, dan tingginya.
e.    Mengaplikasikan konsep dalam pemecahan masalah
Kemampuan siswa menggunakan konsep-konsep tertentu dalam menyelesaikan suatu masalah. Misalnya Andi ingin membuat kandang kelinci dari kardus bekas. Kandang tersebut berbentuk kubus yang terbuka bagian atasnya dengan panjang sisi-sisinya 80 cm.[26]
E.  Materi Ajar Geometri
Konsep geometri terhusus secara hirerarki yang berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Konsep lanjutan tidak mungkin dapat dipahami sebelum memahami dengan baik konsep sebelumnya yang menjadi prasyarat. Oleh karena itu, untuk mempelajari konsep geometri pada tingkatan selanjutnya, diperlukan pemahaman mengenai konsep geometri bangun ruang sisi datar sebagai materi prasyarat, salah satunya yaitu kubus dan balok.[27]
Salah satu materi ajar geometri pada tingkat SMP kelas VIII yaitu pokok bahasan bangun ruang sisi datar. Standar kompetensi yang harus dicapai pada materi tersebut adalah memahami konsep bangun ruang sisi datar dan ukurannya. Subpokok bahasan pada materi bangun ruang sisi datar dalam penelitian ini hanya dibatasi pada subpokok bahasan kubus dan balok.
Kubus dan balok merupakan bangun ruang atau dimensi tiga yang memiliki panjang, lebar, dan tinggi. Unsur-unsur bangun ruang terdiri dari sisi, rusuk, titik sudut, bidang diagonal, diagonal bidang, dan diagonal ruang.
Kepribadian merupakan salah satu kajian psikologi yang lahir berdasarkan pemikiran, kajian atau temuan-temuan (hasil praktik penanganan kasus) para ahli. Objek kajian kepribadian adalah “human behavior”, perilaku manusia, yang pembahasannya terkait dengan apa, mengapa, dan bagaimana perilaku tersebut. Menurut Allport, kepribadian merupakan sistem organisasi jiwa raga yang dinamis dalam diri individu yang menentukan penyesuaian dirinya yang unik terhadap lingkungannya. Organisme yang dinamis dimaksudkan sebagai suatu keutuhan komponen kepribadian yang bersifat mengikat dan mengalami dinamika perubahan dan perkembangan, organisasi tersebut menentukan penyusaian dirinya yang unik terhadap lingkungan menunjukkan bahwa kepribadian dibentuk oleh kecendrungan yang berperan secara aktif dalam menentukan lingkah laku individu yang berhubungan dengan dirinya sendiri.[1]
Pembahasan pakar psikologi mengenai kepribadian terkait dengan perbedaan individual, yaitu karateristik yang membedakan satu individu dengan individu lainnya. Menurut Funder kepribadian mengacu pada pola karakteristik pikiran individu, emosi, dan perilaku, tersembunyi atau tidak, di balik suatu pola.[2]
Menurut Cozta dan Mecrae, kepribadian adalah hubungan antara faktor yang terdiri dari berbagai sifat yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya,yang kemudian mempengaruhi pola perilaku individu yang bersangkutan dalam menghadapi masalah-masalah dalam lingkungan hidupnya.[3] Sedangkan menurut Calvin, kepribadian adalah organisme dinamik dalam individu atas sistem-sitem psikofisis yang menentukan penyusaian dirinya yang khas terhadap lingkungannya.[4]
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa kepribadian merupakan sebuah pola yang abstrak dalam diri manusia, manusia hanya dapat melihat dan merasakan dampak yang ditimbulkannya dalam bentuk karateristik individu yang berbeda berupa pikiran/aktivitas mental, emosi/perasaaan, dan perilaku yang tersembunyi maupun yang nampak dibalik pola tersebut dan mempengaruhi interaksinya dengan lingkungan.
A.  Kepribadian Sensing dan Intuition
Jung menyatakan bahwa struktur kepribadian manusia dibentuk oleh fungsi jiwa/psikologinya yaitu sensing dan intuition. Setiap individu memiliki kedua fungsi jiwa/psikologis tersebut, namun berada pada tingkatan yang berbeda. Fungsi jiwa yang dominan (kesadaran) disebut fungsi superior sedangkan fungsi jiwa yang kurang berkembang (ketidaksadaran) disebut fungsi inferior. Fungsi jiwa yaitu suatu bentuk aktifitas jiwa/mental yang secara teori tidak mudah dalam lingkungan yang berbeda-beda.[5]
Sensing (pengindraan) atau intuition berkaitan dengan kecendrungan seseorang dalam menerima informasi, apakah lebih melalui panca indra atau melalui kemungkinan dan firasat.[6] Sensing cenderung melihat langsung, nyata, fakta praktis pengalaman dan kehidupan sedangkan intution cenderung melihat kemungkinan, hubungan, dan makna dari pengalaman.[7] Kepribadian Sensing dan intuition membicarakan mengenai bentuk informasi yang mudah ditangkap dan dipahami oleh seseorang. Tidak semua Stimulus yang diberikan pada seseorang dapat diterimanya dengan baik, namun terbatas pada apa yang dapat kita hayati pada suatu saat tertentu. Oleh karena itu, stimulus yang mudah diterimah seseorang akan berbeda sesuai dengan ketertarikannya pada stimulus tersebut. Ada orang yang lebih mudah menangkap informasi langsung sesuai apa yang di inderanya, ada yang lebih tertarik pada arti, hubungan-hubungan, dan kemungkinan berdasarkan fakta, ketimbang fakta-faktanya sendiri. Dalam kehidupan sehari-hari kita menggunakan kedua pendekatan ini terhadap informasi. Akan tetapi setiap orang cenderung lebih memilih, lebih mudah atau lebih merasa nyaman menggunakan yang satu dari pada yang lain, secara alamiah lebih mudah menggunakan yang satu dari pada lainnya, dan lebih sering benar saat menggunakan satu pendekatan dari pada yang lain. Seorang yang lebih mudah menangkap informasi melalui pancaindra biasanya cukup cermat dengan fakta-fakta, namun harus berusaha keras saat menggunakan mencari makna dibalik fakta tersebut. Sebaliknya seorang intuitif cepat menangkap makna dari sebuah fakta, kadang-kadang kurang cermat dan keliru.[8] Karateristik kedua fungsi psikologis tersebut dijelaskan sebagai berikut :
1.    Sensing (pengindaraan)
Sensing (penginderaan) mengacu pada cara seseorang memandang informasi yang diterimanya. Tyagi menyatakan bahwa sensing cenderung untuk melihat fakta-fakta yang dapat diamati melalui panca indera dan digambarkan sebagai seorang yang praktis.[9] Seorang sensing menilai bahwa apa yang dilihat, didengar, dicium, dan diraba adalah dasar bagi dirinya untuk mencari, menanggapi, atau memahami informasi yang didapatnya. Baginya, fungsi indrawi menjadi alat ukur yang nyata dalam memandang situasi. Ia lebih yakin dengan bukti konkret, fakta yang terlihat, dan apa yang dialaminya secara langsung. Ia lebih suka dengan hal-hal praktis untuk menghasilkan sesuatu yang riil, sehingga lebih cermat dalam mengamati hal-hal dari sebuah informasi. Apa yang dilihat dan dialami, itu yang dikerjakan. Orang dengan kepribadian ini juga lebih melihat pada hal-hal yang fisik dari pada metafisik.[10]
Seorang sensing memiliki beberapa karateristik antara lain yaitu: Menyakini sesuatu yang nyata, konkret dan pasti, menyukai ide baru yang dapat digunakan dengan praktis, menghargai realisme, menggunakan dan mengasah keterampilan yang telah dimilikinya, cenderung spesifik dan harfiah, memberikan gambaran secara detail, cenderung bertindak secara prosedural dengan cara konvensional, berorientasi masa lalu dan masa kini.[11]
Myers menggambarkan sensing sebagai seorang yang realistis, lebih tertarik mengamati sesuatu yang nyata/konkret, menarik kesimpulan dengan hati-hati berdasarkan situasi, lebih mudah memahami ide melalui penerapan/aplikasinya, mengamati sesuatu secara mendetail, menggunakan cara konvensional dan bertindak prosedural berdasarkan pengalaman-pengalamannya.[12]
Dalam menganalisis masalah, ia akan menguraikan berdasarkan pengamatan pada peristiwa yang terjadi dilapangan dan selalu memperhatikan rambu-rambu atau tata tertib yang berlaku pada lingkungan pekerjaan. Baginya, pengalaman menjadi pelajaran dan pegangan yang kuat untuk menghadapi situasi. Seorang sensing juga sangat realistis dan cenderung tidak larut dalam pandangan-pandangan imajinatif. Baginya, menghayal adalah sesuatu yang terlalu dramatis dan melangit, sehingga ia tidak ingin menghabiskan waktu hanya dengan merenung atau berefleksi. Dalam mempersepsi situasi, standar fisiklah yang menjadi tolak ukurnya, sehingga tidak heran jika ia terkesan bersifat materialistik.[13]
2.    Intuition
Dalam mencermati informasi, seorang intuition cenderung menghubungkannya sesuatu yang dianggap memiliki keterkaitan atau bersifat korelatif. Ia tidak melihat apa yang terjadi, tetapi cenderung mencari fenomena apa yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Ia juga melihat gejala atau kemungkinan yang akan terjadi, sehingga selalu mempersiapkan hal-hal tersebut meskipun kemungkinannya belum tentu akan terjadi. Sosok yang imajinatif ini bergairah dengan hal-hal yang abstrak, sehingga tidak heran jika ia sering disebut dengan penghayal. Dalam menafsirkan sesuatu ia cenderung dramatis. Pandangannya bersifat inovatif dengan melompat tanpa mengurut satu persatu; serta mengabaikan ketentuan-ketentuan atau hal-hal yang bersifat mekanistik. [14]
Karateristik intuition antara lain yaitu meyakini sesuatu yang abstrak(ide) dan inspirasi, menyukai ide dan konsep baru, menghargai imajinasi, inovasi dan kreatifitas, mempelajari keterampilan baru; cepat bosan setelah menguasai sebuah keterampilan, cenderung general dan figuratif; memberikan gambaran secara garis besar besar/umum, cenderung bertindak tanpa prosedur dengan cara/idenya sendiri, berorientasi pada masa depan.[15]
Dalam mengerjakan sesuatu, seseorang intuition tidak mementingkan dari mana memulainya, yang terpenting baginya adalah melakukan terobosan-terobosan dengan mencari kesempatan-kesempatan untuk mendapatkan hal yang baru. Ia lebih mementingkan kebutuhan pada masa yang akan datang, tetapi kurang peduli dengan proses pencapaian hari ini. Analogi, pengalaman di luar dirinya, serta gambaran umum lain menjadi pegangan dalam menyikapi situasi, sehingga ia suka membandingkan informasi yang diterimanya dengan informasi yang lain. Perbandingan ini dilakukannya untuk menemukan hubungan-hubungan yang menghasilkan ide atau gagasan baru yang belum pernah ia peroleh sebelumnya. Tampaknya, ide yang menantang baginya lebih menarik, sehingga ia senang berspekulasi. Baginya, fungsi indrawi hanya media atau pintu untuk menyerap informasi, bukan untuk mempersepsi sebuah informasi. Pandangannya terhadap dunia muncul lewat proses penghayatan. Ia juga kaya akan inspirasi dan ide-ide yang berbau kreatif. Tantangan baginya adalah hal menarik, sebaliknya ia jenu dengan kegiatan yang rutin dan menonton.[16]
Karateristik fungsi jiwa/psikologis sensing dan intuition tersebut dapat dijelaskan lebih lanjut  pada tabel sebagai berikut:
Tabel 2.1 Karateristik Kepribadian Sensing dan Intuition
Sensing
Intution
Indikator
Deskripsi
Deskripsi
Indikator
Konkret
Tertarik pada hal-hal yang nyata dan bersifat literal (leksikal)
Tertarik pada hal-hal abstrak, dan bersifat figuratif (Gramatikal)
Abstak
Realistis
Meyakini fakta, fokus pada masa kini dan masa lalu
Meyakini imajinasi, fokus pada masa depan
Imajinatif
Praktis
Memperhatikan manfaat/penerapan dan fokus pada hasil
Memperhatikan ide/inspirasi dan fokus pada proses
Konseptual
Empiris
Meyakini pengalaman dan menyukai praktik
Meyakini firasat, pendapat/teori dan menyukai aktivitas mental
Teoritis
Konvensional
Menggunakan cara yang sudah ada, menyukai rutinitas, melatih kemampuan yang dimiliki
Menggunakan cara baru, bosan pada rutinitas tertarik mencoba kemampuan baru
Asli

Sumber: Myers-Briggs Type indicator: Cara Menggali Potensi Diri Untuk Meraih Kesempatan Kerja, Saeful Zaman dan Sandi Ibrahim Abdillah
 
Berdasarkan tabel diatas,  dapat disimpulkan bahwa seorang yang sensing dan seseorang yang Intuition mempunyai mempunyai kepribadian yang saling bertolak belakang dalam mencari dan memperoleh informasi . Seseorang yang berkepribadian sensing mempunyai karateristik seperti konkret, realistis, praktis, empiris dan konvensional, sedangkan seseorang yang berkepribadian intuition mempunyai karateristik seperti abstrak, imajinatif, konseptual, teoritis dan konvensional.

 

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.  Jenis dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan metode deskriptif yang dianalisis dengan menggunakan pendekatan  fenomenalisme. Penelitian ini dilakukan dengan menghimpun data-data berupa informasi-informasi yang diperoleh dari informan/subjek penelitian. Penelitian ini dimaksudkan untuk menggambarkan atau mengungkapkan dengan kata-kata (secara kualitatif), wujud atau sifat lahiriah dari suatu objek dan menjelaskannya secara terperinci dan sistematis mengenai pemahaman konsep geometri pada subpokok bahasan kubus dan balok dengan memperhatikan kepribadian sensing dan intuition yang dimiliki siswa. Lokasi penelitian untuk menemukan data yaitu dilakukan di SMP Negeri 33 Makassar.
B.  Sumber Data
Sumber data merupakan subjek dari mana data dapat diperoleh. Suharsimi Arikunto mengklasifikasikan sumber data menjadi tiga sumber yaitu (1) Person yakni sumber data berupa orang, (2) Place yakni sumber data berupa tempat dan (3) Paper yakni sumber data berupa symbol, huruf, angka, atau gambar. Sumber data dalam penelitian kualitatif utamanya adalah kata-kata dan tindakan, sedangkan yang lain seperti dokumen dan lainnya hanyalah sebagai tanggapan atau pendukung.[17]. Subjek dalam penelitian ini diperoleh dari kelas IXh SMP Negeri 33 Makassar. Pemilihan kelas pada sekolah tersebut dilakukan secara acak (random). Subjek yang terpilih dalam penelitian ini adalah dua orang siswa dari kelas IXh yang pernah diajarkan pokok bahasan bangun ruang sisi datar, subpokok bahasan kubus dan balok, serta memiliki kepribadian Sensing dan intuition dengan skor tertinggi pada salah satu aspek kepribadian yang diketahui dengan menggunakan skala kepribadian.
C.  Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini disesuaikan dengan fokus dan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan oleh peneliti sendiri, yaitu dengan menggunakan metode pengumpulan data, sebagai berikut:
1.    Pemberian skala kepribadian
            Skala adalah jumlah pernyataan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui.[18] Skala yang digunakan dalam penelitian ini yaitu skala kepribadian. Skala kepribadian diberikan kepada 27 orang siswa kelas IXh SMP Negeri 33 Makassar, pemberian skala ini dimaksudkan untuk mengetahui kepribadian yang dimiliki siswa yang digunakan dalam memilih subjek penelitian. Subjek yang terpilih melalui tahapan pemberian skala selanjutnya diwawancara untuk memperoleh data yang akurat mengenai kepribadian subjek.
2.    Pemberian tes pemahaman konsep geometri
            Tes diagnostik pemahaman konsep geometri diberikan kepada beberapa orang siswa yang telah dipilih sebagai subjek penelitian berdasarkan skala kepribadian dan hasil wawancara kepribadian. Tes pemahaman konsep geometri memuat 6 soal geometri yang dibuat berdasarkan indikator-indikator pemahaman konsep dan indikator ketercapaian kompetensi. Sebelumnya tes diagnostik pemahaman konsep geometri ini akan dikonsultasikan dengan dosen pembimbing dan divalidasi oleh dosen yang berperan sebagai validator.
3. Wawancara
            Wawancara merupakan tanya jawab langsung yang dilakukan peneliti dengan subjek penelitian/informan. Wawancara merupakan suatu metode atau cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden dengan jalan tanya jawab sepihak[19]. Dalam melakukan wawancara ini peneliti terlebih dahulu membuat pedoman wawancara berdasarkan masalah yang ingin diungkap dan mendiskusikannya dengan dosen pembimbing. Teknik wawancara digunakan untuk memperoleh informasi yang jelas dan mendalam mengenai kepribadian siswa yang akan dipilih sebagai subjek penelitian, selanjutnya teknik wawancara juga dilakukan untuk mengetahui pemahaman subjek terhadap konsep-konsep geometri.
D.  Istrumen Penelitian
Untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap konsep geometri dengan memperhatikan kecendrungan siswa dalam menerima bentuk informasi tertentu yaitu sensing dan intuition pada siswa SMP kelas IX. Digunakan instrumen kunci/utama yaitu peneliti sendiri. Peneliti sebagai instrumen dalam hal ini terkait dengan peranan peneliti sebagai perencana, pelaksana pengumpul data, penganalisis, penafsir data, dan akhirnya menjadi pelapor hasil penelitian. Dalam penelitian kualitatif instrumen utamanya adalah peneliti itu sendiri, Peneliti sebagai instrumen akan mempermudah menggali informasi yang sesuai dengan tujuan penelitian sehingga tidak terjadi kelalaian dalam pengumpulan informasi.[20] Pada penelitian ini juga digunakan instrument pendukung yaitu:
1.    Skala kepribadian
Instrumen ini digunakan untuk memperoleh data mengenai kepribadian siswa, apakah siswa cenderung memperhatikan informasi konkret (sensing) ataukah siswa cenderung memperhatikan informasi abstrak (intuition). Skala ini terdiri atas 20 pernyataan yang diadaptasi dari tes Briggs-Myers Types Indicators Test dengan dua pilihan jawaban yang saling berlawanan (dikotomis). Myers-Briggs Type Indicator (MBTI) adalah instrumen berupa kuesioner yang terdiri dari item-item yang disusun dengan format forced-choice di mana untuk setiap item pertanyaan, subyek menjawab dengan memilih salah satu dari dua jawaban yang tersedia[21]. Adapun indikator yang dimaksud adalah:
a.    Konkret/ abstrak
b.    Realistis/ imajinatif
c.    Praktis/ konseptual
d.   Empiris/ teoritis
e.    Konvensional/ Asli
2.    Pedoman wawancara
Pedoman wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara berbasis tugas. Wawancara dilakukan setelah diberikan skala kepribadian dan tes pemahaman konsep. Wawancara yang dilakukan merupakan wawancara tak terstruktur artinya pertanyaan yang diajukan sesuai dengan respon subjek, jika respon subjek terhadap pertanyaan yang diajukan tidak sesuai dengan indikator penelitian, maka diajukan pertanyaan dengan kalimat yang berbeda namun tetap dalam inti permasalahan. Pertanyaan yang diajukan bersifat menggali dan menghindari sifat menuntun yang bertujuan untuk memperoleh data tentang kepribadian subjek dan pemahaman subjek mengenai konsep geometri.
Pedoman wawancara ini berisi item-item pertanyaan kepada subjek/informan yang digunakan untuk mengetahui kepribadian siswa secara mendalam dan untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap konsep Geometri.
3.    Tes pemahaman konsep geometri
Instrumen ini berupa tes diagnostik yang digunakan untuk memperoleh data mengenai pemahaman siswa terhadap konsep geometri yaitu kubus dan balok. Tes pemahaman konsep geometri ini merupakan tes berbentuk uraian sebanyak 6 nomor soal yang dibuat berdasarkan indikator ketercapaian kompetensi dan indikator-indikator pemahaman konsep. Adapun indikator yang dimaksud adalah:
a.    Menyatakan ulang konsep;
b.     Mengklasifikasikan objek menurut sifat-sifat tertentu;
c.     Memberi contoh dan non contoh dari konsep;
d.   Menyatakan konsep dalam bentuk representasi matematis;
e.    Mengaplikasikan konsep dalam pemecahan masalah;
E.  Keabsahan Data
Salah satu cara yang digunakan untuk menjamin keabsahan data yaitu teknik uji kredibilitas data. Uji kredibilitas data atau kepercayaan tehadap data hasil penelitian kualitatif antara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi (triangulasi sumber dan triangulasi waktu), diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif, dan member check.[22]
Namun dalam penelitian ini yang digunakan hanya uji kredibilitas data yakni dengan menggunakan triangulasi metode (teknik) yaitu teknik pemberian skala, pemberian tes dan wawancara. Teknik ini dimaksudkan untuk memperoleh subjek penelitian yang absah/valid, memperjelas dan memperdalam informasi yang diperoleh dari subjek penelitian terkait dengan pemahamannya terhadap konsep-konsep geometri.
F.  Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif-kualitatif. Analisis deskriptif – kualitatif merupakan suatu teknik yang menggambarkan dan mengintrepretasikan arti data-data yang telah terkumpul dengan memberikan perhatian dan merekam sebanyak mungkin aspek situasi yang diteliti pada saat itu, sehingga memperoleh gambaran secara umum dan menyeluruh tentang keadaan sebenarnya.
Data skala kepribadian siswa digunakan untuk memilih subjek penelitian. Siswa yang memiliki kepribadian paling tinggi pada salah satu aspek kepribadian pada skala tersebut akan dipilih sebagai subjek penelitian. Data yang diperoleh akan dianalisis secara kuantitatif dengan mengacu pada presentase jumlah jawaban siswa pada setiap pernyataan aspek kepribadian.
Data yang diperoleh dari hasil wawancara berdasarkan skala kepribadian dan tes pemahaman konsep geometri selanjutnya akan dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan teknik analisis data seperti yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman bahwa analisis data secara kualitatif dilakukan dengan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.    Reduksi data
2.    Penyajian data
3.    Menarik kesimpulan dan verifikasi[23]
Reduksi data: Dalam penelitian ini akan dilakukan dalam bentuk memilih, memusatkan perhatian, menyederhanakan, mengabstasikan serta mentransformasikan data yang diperoleh dari lapangan (membuat rangkuman, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal penting, serta membuang yang tidak perlu yaitu (1) memilih data yang dianggap penting, (2) membuat kategori data, (3) Mengelompokkan data dalam kategori. Pada penelitian ini, data hasil wawancara kata-kata tidak sesuai dengan tujuan penelitian akan dihilangkan.
Display (pemaparan/penyajian data): Mengorganisasikan, sehingga tersusun dalam pola hubungan (uraian naratif, bagan, hubungan antar kategori, diagram alur). Peneliti berusaha menyusun data yang relevan sehingga menjadi informasi yang dapat disimpulkan dan memiliki makna tertentu agar dapat lebih mudah dipahami.
Verifikasi data dan menarik kesimpulan sementara: Langkah berikutnya adalah menarik kesimpulan berdasarkan temuan dan melakukan verifikasi data. Kesimpulan dalam penelitian ini akan dideskripsikan secara normatif. Dapat berubah jika ditemukan bukti kuat untuk mengumpulkan data selanjutnya. Proses mendapatkan bukti-bukti ini disebut verifikasi data.[24]
Sedangkan data hasil tes diagnostik pemahaman konsep siswa, penilaian masing-masing indikator pemahaman yang dimiliki siswa dapat diukur dengan cara sebagai berikut:
a.    Menyatakan ulang konsep
Tabel 3.1 Kemampuan Menyatakan Ulang Konsep
NO
Kemampuan
Penjelasan
1.
Mampu
Mengetahui konsep dan mengetahui terbentuknya konsep/menyatakan ulang konsep sesuai konsepnya
2.
Kurang mampu
Mengetahui konsep tetapi tidak mengetahui terbentuknya konsep/tidak menyatakan ulang konsep sesuai konsepnya
3.
Tidak mampu
Tidak mengetahui konsep dan tidak mengetahui terbentuknya konsep/tidak menyatakan ulang konsep sesuai konsepnya
b.    Mengklasifikasikan objek berdasarkan sifat-sifatnya
Tabel 3.2 Kemampuan Mengklasifikasikan Objek Berdasarkan Sifat-sifatnya
NO
Kemampuan
Penjelasan
1.
Mampu
Mampu mengenali objek berdasarkan sifat-sifatnya dan menjelaskannya
2.
Kurang mampu
Mampu mengenali objek berdasarkan sifat-sifatnya, tetapi tidak mampu menjelaskannya
3.
Tidak mampu
Tidak mampu mengenali objek berdasarkan sifat-sifatnya

c.    Memberikan contoh dan noncontoh
Tabel 3.3 Kemampuan Memberikan Contoh dan Noncontoh
NO
Kemampuan
Penjelasan
1.
Mampu
Mengenali contoh dan noncontoh berdasarkan gambar yang diberikan, dan mampu memberikan contoh lain yang ada dalam kehidupan sehari-hari
2.
Kurang mampu
Mengenali contoh dan noncontoh berdasarkan gambar yang yang diberikan, tetapi tidak dapat memberikan contoh lain dari konsep yang ada dalam kehidupan sehari-hari
3.
Tidak mampu
Tidak mengenali contoh dan noncontoh berdasarkan gambar yang diberikan dan tidak mampu memberikan contoh lain dari konsep yang ada dalam kehidupan sehari-hari
d.      Menyatakan konsep dalam bentuk representasi matematis
Tabel 3.4 Kemampuan Menyatakan Konsep dalam Bentuk Representasi Matematis
NO
Kemampuan
Penjelasan
1.
Mampu
Mampu menggambarkan bentuk konsep berdasarkan pemahamannya terhadap konsep tersebut
2.
Kurang mampu
Hanya dapat menggambarkan bentuk dari salah satu konsep tersebut
3.
Tidak mampu
Tidak dapat menggambarkan bentuk konsep/salah dalam menggambarkan konsep
e.       Mengaplikasikan konsep dalam pemecahan masalah
Tabel 3.5 Kemampuan Mengaplikasikan Konsep dalam Pemecahan Masalah
NO
Kemampuan
Penjelasan
1.
Mampu
Memahami permasalahan dan dapat menyelesaikannnya dengan menggunakan  konsep yang tepat
2.
Kurang mampu
Memahami permasalahan tetapi tidak dapat menyelesaikann permasalahan tersebut
3.
Tidak mampu
Tidak memahami permasalahan dan tidak  dapat menyelesaikan permasalahan tersebut



Tidak ada komentar:

Posting Komentar