Selasa, 02 Februari 2016

Penerapan pendekatan metakognitif dalam pembelajaran matematika

A.    Pendahuluan

1.     Latar Belakang Masalah

Salah satu fenomena yang sering terjadi di sekolah khususnya dalam proses pembelajaran matematika adalah siswa menganggap bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit dan membosankan. Menurut Sudiarta P dalam (Hadi Susanto: 2013) Dalam prakteknya pembelajaran matematika biasanya dimulai dengan penjelasan konsep-konsep disertai dengan contoh-contoh, dilanjutkan dengan latihan soal-soal. Pendekatan pembelajaran ini didominasi oleh penyajian masalah matematika dalam bentuk tertutup (closed problem atau highly structured problem) yaitu permasalahan matematika yang dirumuskan sedemikan rupa, sehingga hanya memiliki satu jawaban yang benar dengan satu pemecahanannya.
Di samping itu, permasalahan tertutup ini biasanya disajikan secara terstruktur dan eksplisit, mulai dengan yang diketahui, apa yang ditanyakan, dan konsep apa yang digunakan untuk memecahkan masalah itu. Ide-ide, konsep-konsep dan pola hubungan matematika serta strategi, teknik dan algoritma pemecahan masalah diberikan secara eksplisit, sehingga siswa dengan mudah dapat menebak solusinya. Pendekatan pembelajaran seperti ini cenderung hanya melatih keterampilan dasar matematika (mathematical basic skill) secara terbatas dan terisolasi. Di samping bersifat tertutup, soal-soal yang disajikan pada kebanyakan buku juga tidak mengaitkan matematika dengan konteks kehidupan siswa sehari-hari, sehingga pengajaran matematika menjadi jauh dari kehidupan siswa. Dengan kata lain, pelajaran matematika menjadi kurang bermakna.      (Hadi Susanto, 2013).
Salah satu contoh kasus yang sering terjadi, misalnya dalam mengajarkan materi SPLDV sering nampak bahwa guru hanya sebatas menyajikan penyelesaian Sistem Persamaan Linear Dua Variabel berdasarkan contoh-contoh soal yang terdapat di buku. Guru langsung memberikan contoh soal diikuti dengan langkah-langkah penyelesaiannya, kemudian siswa diberikan latihan mengerjakan soal berdasarkan contoh dan langkah-langkah yang telah diberikan guru. Para siswa pun hanya menerima saja tanpa ada tanggapan. Hal ini terjadi karena guru juga tidak memberikan kesempatan pada siswa untuk mengajukan pertanyaan atau tanggapan. Bisa saja ada siswa yang penasaran, misalnya si A bertanya-tanya dalam dirinya, “Sebetulnya apa sih Sistem Persamaan Linear 2 Variabel itu?”, “Untuk apa kita belajar materi itu?”, “Kenapa cara penyelesaiannya seperti itu?”, dan sebagainya. Akibatnya proses pembelajaran matematika menjadi terbatas dan terisolasi pada apa yang ada di buku paket dan langkah-langkah yang diberikan guru. Siswa kemudian akan merasa bosan belajar matematika yang ujung-ujungnya berdampak negatif terhadap hasil belajarnya.
Menyikapi kenyataan ini, perlu dilakukan reorientasi pembelajaran matematika dari yang hanya melatih keterampilan dasar matematika secara terbatas dan terisolasi menjadi pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat membangun dan mengembangkan ide-ide dan pemahaman konsep matematika secara luas dan mendalam, memahami keterkaitan matematika dengan bidang ilmu lainnya, serta mampu menerapkan pada berbagai persoalan hidup dan kehidupan (Sudiarta P dkk : 2008).
Dalam hal ini diperlukan model pembelajaran yang inovatif, menurut Sudiarta P (2007) kata ”inovatif ” hendaknya bermakna: lebih baik, lebih bermanfaat, dan lebih baru. Parameter untuk dapat dikatakan sebagai ”pembelajaran inovatif” paling tidak hendaknya mengadopsi 10 prinsip sebagai berikut:
a.       Student-centered: menekankan pada pembelajaran siswa aktif daripada sekedar siswa mencatat, menghafal
b.      Multiple  intellegence:  mengakomodasi  seluruh  potensi  dan  aspek belajar, karena siswa memiliki kecerdasan yang multi dan bervariasi.
c.       Holistic education: memandang siswa sebagai mahluk belajar secara utuh
d.      Experiencial learning: mengedepankan pengalaman belajar bermakna
e.       Problem based learning: membuka ruang untuk pemecahan masalah
f.        Cooperative learning: membuka kesempatan belajar melalui kerjasama
g.      Contextual teaching and learning: membuka ruang belajar dari kehidupan nyata
h.      constructivist  teaching  and  learning:  membuka  belajar  bermakna secara bertanggungjawab sebagai pebelajar yang otonom
i.         Metacognitive : membuka ruang untuk belajar bermakna melalui proses berpikir secara utuh, sistemik dan sistematik
j.        Learning with understanding: mengedepankan   belajar   bermakna dengan pemahaman yang mendalam.
Salah satu model pembelajaran yang inovatif adalah pembelajaran metakognitif. Pembelajaran dengan pendekatan metakognitif memberi kesempatan pada siswa untuk melaksanakan kegiatan metakognitif yaitu merencanakan, mengontrol  dan merefleksi seluruh proses kognitif (berpikir) yang terjadi selama menyelesaikan suatu masalah matematika. Setiap proses kognitif yang disertai dengan kegiatan merencanakan, mengontrol dan merefleksi seluruh proses kognitif yang terjadi akan menyebabkan siswa memiliki kebermaknaan yang mendalam terhadap apa yang dipelajarinya

2.     Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:
a.     Pembelajaran matematika kurang bermakna bagi siswa
b.     Kurangnya minat siswa dalam belajar matematika
c.     Pembelajaran matematika hanya melatih keterampilan dasar matematika (mathematical basic skill) secara terbatas dan terisolasi
d.     Rendahnya hasil belajar matematika siswa

3.     Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi, dan pembatasan masalah maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

a.     Apa pengertian pembelajaran dengan pendekatan metakognitif?

b.     Bagaimana langkah-langkah pembelajaran matematika dengan pendekatan metakognitif?

c.     Apa Pengertian hasil belajar? 

B.    Kajian Teori

1.     Pembelajaran dengan Pendekatan Metakognitif

Sebenarnya makna teknik, metode, pendekatan, strategi, dan model pembelajaran adalah berbeda. Namun istilah-istilah  ini dalam prakteknya sering dipertukarkan atau digunakan silih berganti. Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada keempat istilah yang lain. Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistimatis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan tertentu serta berfungsi sebagai pedoman dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran.
Sudiarta P (2005) menguraikan lebih rinci mengenai model pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistimatis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar peserta didik yang meliputi hal-hal sebagai berikut.
1)    Rasional teoretik ; landasan berpikir bagaimana hakikat peserta didik dapat belajar dengan baik,
2)    Sintaks; bagaimana pola urutan perilaku siswa-guru
3)    Prinsip interaksi; bagaiman guru memposisikan diri terhadap siswa,  maupun sumber-sumber belajar
4)    Sistem sosial; bagaimana cara pandang antar komponen dalam komunitas belajar
5)    Sistem pendukung; bagaimana lingkungan belajar yang mendukung
6)    Dampak  pembelajaran;  bagaimana  hasil  dan  dampak  pembelajaran  yang diharapkan dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang
John Flavell adalah tokoh yang pertama kali memperkenalkan istilah metakognisi pada tahun 1979. Baker dan Anderson (dalam Sudiarta, 2010) menyatakan metakognisi merupakan pengetahuan seseorang dan kontrol terhadap proses-proses kognitif yang dimilikinya. Secara harfiah metakognisi berarti berpikir tentang berpikir (thinking about thinking). Flavell mendefinisikan pengetahuan metakognitif sebagai knowledge about cognitive processes, knowledge that can be used to control cognitive process(Livingston, 1997). Menurut Flavell (dalam livingston, 1997) metakognisi terdiri dari dua komponen yaitu pengetahuan metakognitif (metacognitive knowledge) dan pengalaman metakognitif (metacognitive experience or regulation). Pengetahuan metakognitif merupakan pengetahuan yang digunakan untuk mengontrol proses-proses kognitifnya sedangkan pengalaman metakognitif merupakan proses yang berurutan yang digunakan untuk mengontrol aktivitas-aktivitas kognitif.
Flavell membagi pengetahuan metakognitif menjadi tiga kategori: pengetahuan variabel-variabel personal, pengetahuan variabel-variabel tugas dan pengetahuan variabel-variabel strategi. Pengetahuan variabel-variabel personal berkaitan dengan pengetahuan tentang bagaimana siswa belajar dan memproses informasi serta pengetahuan tentang proses-proses belajar yang dimilikinya. Pengetahuan variabel- variabel tugas melibatkan tentang sifat tugas dan jenis pemrosesan yang harus dilakukan untuk menyelesaikan tugas. Pengetahuan variabel-variabel strategi melibatkan  pengetahuan  tentang  strategi-strategi  kognitif  dan  metakognitif  serta pengetahuan kondisional tentang kapan dan dimana strategi-strategi itu digunakan. Jadi siswa  yang memiliki pengetahuan metakognitif mampu mengontrol proses- proses kognitifnya. Siswa mampu untuk mengendalikan dirinya sendiri dalam melakukan sesuatu yang menguntungkan atau tidak melakukan sesuatu yang merugikan dirinya.
Sudiarta P (2006) menyatakan kegiatan-kegiatan metakognitif berpotensi untuk menghasilkan peserta didik yang memiliki kompetensi berpikir tingkat tinggi. Ini disebabkan karena setiap kegiatan metakognitif selalu disertai dengan kegiatan berpikir tingkat tinggi yaitu berpikir untuk merencanakan, memonitoring dan merefleksi seluruh aktivitas kognitif yang terjadi sehingga apa yang dilakukan dapat terkontrol secara optimal. Dengan kemampuan ini seseorang dimungkinkan memiliki kemampuan tingkat tinggi dalam pemecahan masalah, karena setiap langkah yang dia kerjakan senantiasa muncul pertanyaan: apa yang saya kerjakan?, mengapa saya mengerjakan ini?, hal apa yang bisa membantu saya mengerjakan hal ini?. Siswa selalu berpikir ulang terhadap apa yang telah dilakukannya dalam kegiatan pembelajaran. Selain itu kegiatan metakognitif menyebabkan siswa untuk berpikir bagaimana dan kapan menyelesaikan suatu masalah, meyakinkan bahwa kegiatan yang telah dilakukan dalam menyelesaikan masalah telah benar. Kegiatan metakognitif memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencapai pemahaman yang mendalam terhadap konsep-konsep yang dipelajari karena dalam kegiatan meliputi kegiatan merencanakan, memonitoring, dan merefleksi bagaimana menyelesaikan suatu masalah. Hal ini menyebabkan siswa memiliki kebermaknaan yang dalam terhadap apa yang dipelajari. Kegiatan metakognitif dapat merangsang intelegensi, sehingga memegang peranan penting terhadap kesuksesan siswa dalam belajar.
Pembelajaran metakognitif adalah suatu pembelajaran yang bisa diterapkan dalam proses pembelajaran matematika yang mengadopsi teori/perspektif metakognisi yang dapat dilihat pada RPP terutama pada tujuan pembelajaran, skenario pembelajaran, LKS, dan masalah matematika yang digunakan. Dalam pembelajaran, siswa diberikan kesempatan untuk merencanakan dan memonitoring serta merefleksi aktivitas-aktivitas kognitif yang telah dilakukannya dalam pembelajaran. Guru mengajak siswa untuk merenungkan kembali apa yang telah dibuatnya atau dipelajarinya, sehingga ia mengetahui kesalahan dan kesulitan dalam memahami suatu konsep tertentu. Selain itu dalam pembelajaran ini siswa diberikan masalah matematika tipe metakognitif yang memberikan kesempatan yang luas untuk merencanakan dan memonitoring serta merefleksi aktivitas-aktivitas kognitifnya. Hal ini memungkinkan terjadinya kegiatan metakognitif pada siswa. Masalah matematika tipe metakognitif dirumuskan sedemikian rupa, sehingga menuntut siswa untuk menggunakan seluruh aktivitas berpikirnya dan memonitoring serta merefleksi seluruh aktivitas kognitifnya. Jadi dengan  adanya  kontrol  dan  refleksi  terhadap  seluruh  aktivitas  kognitif  dapat menimbulkan   kesadaran   pada   siswa   terhadap   proses   berpikirnya   yang   telah dilakukannya dalam pembelajaran. Hal ini dapat meningkatkan prestasi belajar.

2.     Langkah-langkah dalam pembelajaran dengan pendekatan metakognitif

Adapun sintaks-sintaks dalam pembelajaran dengan pendekatan metakognitif adalah sebagai berikut:

Sintaksis dalam Pembelajaran Metakognitif
Fase
Kegiatan Guru
Kegiatan Siswa
Pendahuluan
üMenyampaikan kompetensi dasar, indikator, dan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan.
üMemotivasi siswa agar terlibat pada aktivitas pemecahan masalah dilakukan dengan menyampaikan
manfaat/kegunaan materi yang
akan dipelajari.
üMemfasilitasi siswa mengingat kembali materi yang telah dipelajari dengan melakukan tanya jawab.
ü  Mencermati kompetensi dasar,
indikator dan kegiatan pembelajaran

ü  Mencermati manfaat/ kegunaan materi yang akan dipelajari.

ü  Mencermati, mengingat kembali dan menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru.
Pengembangan
kemampuan kognitif
üMemfasilitasi siswa untuk
membentuk kelompok diskusi.
üMengorganisasikan siswa untuk mendiskusikan materi sesuai kelompoknya masing-masing.
üMembimbing siswa secara kelompok jika mengalami kesulitan.
üMengarahkan siswa untuk mengerjakan LKS tipe kognitif pada masing-masing kelompok.
üMenginisiasi siswa untuk menyelesaikan masalah-masalah matematika tipe kognitif yang terdapat pada LKS secara berkelompok.
ü  Mempersiapkan diri membentuk
kelompok diskusi.
ü  Mendiskusikan materi yang dibahas.

ü  Bertanya jika ada yang belum dimengerti mengenai materi yang dibahas.
ü  Mencermati LKS yang diberikan.

ü  Mencermati dan menyelesaikan masalah matematika tipe kognitif yang terdapat pada LKS.
üMembimbing siswa secara
berkelompok menyelesaiakan
masalah matematika tipe   kognitif.
üMembuka kesempatan bagi siswa untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya.
üMengajak siswa untuk memcermati dan merenungkan kembali kegiatan yang telah dilakukan dalam menyelesaikan masalah.
ü  Meminta bimbingan jika mengalami
kesulitan.

ü  Mempresentasikan hasil diskusi kelompok.

ü Merenungkan kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan dalam menyelesaikan masalah dan kesulitan-kesulitan yang dialami.






Fase
Kegiatan Guru
Kegiatan Siswa
Pengembangan
kemampuan metakognitif

1.      Perencanaan












2.      Pemantauan








3.      Refleksi
üMenginisiasi siswa untuk
menyelesaikan masalah-masalah tipe metakognitif  yang terdapat pada LKS.

üGuru membimbing siswa dalam merencanakan dan melaksanakan prosedur penyelesaian, strategi kognitif yang digunakan, dan pengetahuan awal yang relevan dalam menyelesaikan masalah yang diberikan.

üMembimbing siswa memantau prosedur penyelesaian, pengetahuan awal yang relevan, dan strategi kognitif yang digunakan.

üMembimbing siswa merefleksi kembali proses, pemahaman konsep yang telah dilakukan dalam kegiatan menyelesaikan masalah matematika tipe metakognitif. Hal ini dilakukan dengan cara membandingkan hasil yang telah diperoleh siswa dengan pernyataan yang diberikan sehingga dalam hal ini akan terjadi proses kontrol dan refleksi terhadap kegiatan kognitif yang telah dilakukan
üMembuka kesempatan bagi siswa untuk mengkomunikasikan hasil diskusi kelompoknya dan ditanggapi oleh siswa lain
ü Mencermati dan menyelesaikan
masalah-masalah matematika tipe metakognitif yang terdapat pada LKS.

ü Merencanakan dan melaksanakan prosedur penyelesaian, strategi kognitif yang digunakan, dan pengetahuan awal yang relevan dalam menyelesaikan masalah yang diberikan

ü Memantau prosedur penyelesaian yang telah dilakukan, pengetahuan awal yang relevan, strategi kognitif yang digunakan.

ü Merefleksi proses pemahaman konsep yang telah dilakukan dalam menyelesaikan masalah. Ini dilakukan dengan cara membandingkan hasil yang telah diperoleh dengan pernyataan yang telah diberikan, sehingga dalam hal ini terjadi proses kontrol dan refleksi terhadap kegiatan kognitif yang telah dilakukan


ü Mengkomunikasikan hasil diskusi kelompoknya dan memberikan tanggapan terhadap unjuk kerja kelompok lainnya
Penutup
üMemfasilitasi siswa membuat simpulan terhadap pembelajaran
yang telah dilakukan.
üMemberikan tugas rumah
ü Membuat simpulan terhadap pembelajaran yang telah
dilaksanakan.
ü Menerima tugas rumah yang diberikan oleh guru

d.     Hasil belajar matematika

Hasil belajar merupakan suatu perwujudan perilaku belajar yang biasanya terlihat dalam perubahan kebiasaan, keterampilan, sikap, pengamatan dan kemampuan. Hasil belajar dapat dilihat dan diukur. Keberhasilan dalam proses belajar dapat dilihar dari hasil belajarnya.

Hasil belajar adalah prestasi aktual yang ditampilkan oleh anak, hasil belajar dipengaruhi oleh besarnya usaha (perbuatan yang terarah pada penyelesaian tugas-tugas belajar) yang dilakukan oleh anak (Abdurrahman dalam Rudiyanto, 2012 : 20)

Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor dari dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar siswa atau lingkungan. Faktor yang datang dari dalam diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Selain itu ada juga factor lain seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, social ekonomi, faktor fisik dan psikis.
Hasil belajar yang dicapai juga dipengaruhi oleh lingkungan. Artinya ada faktor-faktor di luar dirinya yang dapat menentukan atau mempengaruhi hasil belajar yang dicapai. Salah satu lingkungan belajar yang paling dominan mempengaruhi hasil belajar di sekolah adalah kualitas pengajaran. Kualitas pengajaran ialah tinggi rendahnya atau efektif tidaknya proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan pengajaran.
Motivasi belajar juga mempengaruhi hasil belajar siswa, salah satunya dijelaskan pada teori Victor H. Vroom (Teori Harapan). Victor H. Vroom dalam bukunya yang berjudul “Work and Motivation” mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai “Teori Harapan”. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seseorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya. Teori harapan berkata bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untukmemperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya itu rendah (http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/06/teori-teori-motivasi/).

Berdasarkan beberapa defenisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika adalah ukuran kemampuan siswa atau nilai yang diperoleh siswa sebagai gambaran atas hasil usaha yang dicapai dalam proses pembelajaran Matematika yang dapat diketahui melalui tes yang diberikan.

3.     Kerangka Pikir

Salah satu tujuan yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran matematika adalah kemampuan siswa dalam memahami konsep matematika yang kemudian dapat digunakannya dalam proses pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan dalam pemecahan masalah termasuk suatu ketrampilan, karena melibatkan segala aspek pengetahuan (ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi).
Melihat hal tersebut dapat dipahami bahwa seorang guru bertanggung jawab untuk menciptakan kondisi belajar yang dapat membuka wawasan berfikir yang beragam dari siswa, sehingga siswa dapat menyerap konsep matematika secara optimal. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan suatu pendekatan pembelajaran yang tepat dan menarik. Salah satu cara mengembangkan pembelajaran Matematika adalah dengan menggabungkan konsep dan keterampilan dasar Matematika melalui pendekatan metakognitif.
Pembelajaran matematika dengan pendekatan metakognitif yang dimaksud merupakan pembelajaran yang meliputi kegiatan merencanakan, memonitoring, dan merefleksi bagaimana menyelesaikan suatu masalah. Hal ini menyebabkan siswa memiliki kebermaknaan yang dalam terhadap apa yang dipelajari dan dapat memudahkan siswa dalam memahami konsep matematika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar