Jurnal: Kiswanto
A.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pendidikan
memiliki peranan yang sangat sentral dalam meningkatkan kualitas sumber daya
manusia. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), misalnya,
menunjukkan akan peran strategis pendidikan dalam pembentukan SDM yang
berkualitas. Karakter manusia Indonesia yang diharapkan menurut undang-undang
tersebut adalah manusia yang beriman dan bertaqwa, berbudi pekerti luhur,
berkepribadian, maju, cerdas, kreatif, terampil, disiplin, profesional,
bertanggung jawab, produktif, serta sehat jasmani dan rohani.[1]
Secara etimologi arti pendidikan berasal dari bahasa Yunani, terdiri
dari kata “PAIS” artinya anak, dan “AGAIN” diterjermahkan membimbing, jadi
paedagogie yaitu bimbingan yang diberikan kepada anak. Menurut John Dewey Pendidikan
dalam buku Abu Amadi adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fondamental
secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia.[2]
Dalam arti sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk
membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan
kebudayaan.[3]
Matematika
adalah ilmu dasar yang mampu mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan
menggunakan bilangan dan menggunakan ketajaman penalaran untuk dapat
menyelesaikan persoalan sehari-hari. Dengan kata lain belajar matematika adalah
mempelajari objek kajian yang abstrak dengan pola pendekatan deduktif dan
kebenaran absolut.[4]
Dalam suatu
pembelajaran, khususnya matematika. Tipe hasil belajar yang lebih tinggi dari
pada pengetahuan adalah pemahaman. Dalam taksonomi Bloom, kesanggupan memahami
setingkat lebih tinggi dari pada pengetahuan. Namun, tidaklah berarti bahwa
pengetahuan tidak perlu ditanyakan sebab, untuk dapat memahami, perlu terlebih
dahulu mengetahui atau mengenal.[5]
Pemahaman
berasal dari kata paham yang mempunyai arti mengerti benar akan suatu hal.
Dalam agama islam perintah memahami sangatlah dianjurkan. Hal ini sangat
berkenaan dengan turunnya ayat yang mengindikasikan bahwa dalam belajar kita
harus memahami apa yang kita pelajari. Dalam surah Al-Alaq [96]: 1-3, Allah
berfirman:
Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama
Tuhanmu yang Menciptakan,dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah,
bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,[6]
Ayat diatas menjelaskan bahwa cukup jelas
membaca adalah sarana mencapai ilmu. Dalam proses pembelajaran, membaca sangat
penting pada tahap awal, karena dengan membaca akan menanamkan pemahaman konsep
yang kuat pada diri pembaca. Kita
diperintahkan oleh Pencipta untuk membaca agar dapat memahami konsep tentang
apa yang akan dipelajari.
Salah satu
cabang matematika yang diajarkan pada tingkat sekolah menengah adalah geometri.
Geometri menempati posisi khusus dalam kurikulum matematika, karena banyaknya
konsep-konsep yang termuat didalamnya.[7]
Dalam pengenalan
geometri untuk siswa, terbagi atas pengenalan geometri datar dan pengenalan
geometri ruang. Pengenalan berbagai bentuk bangun datar bukan merupakan topik
yang terlalu sulit untuk diajarkan.[8]
Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa pemahaman konsep geometri siswa SMP belum sesuai
harapan. Abdussakkir mengungkapkan diantara berbagai cabang matematika,
geometri menempati posisi yang paling memprihatinkan. Kesulitan-kesulitan siswa
dalam belajar geometri terjadi mulai tingkat dasar sampai perguruan tinggi.
Kesulitan belajar ini menyebabkan pemahaman yang kurang sempurna terhadap
konsep-konsep geometri yang pada akhirnya menghambat proses belajar geometri
selanjutnya.[9]
Proses
mengungkapkan konsep dengan menggunakan kalimat baru tersebut membangun
persepsi siswa terhadap konsep tersebut. Persepsi yang dibangun siswa tersebut
berbeda-beda tergantung pada bentuk informasi yang diterimanya yang mengacu
pada fokus perhatian seseorang pada informasi tersebut.
Kecendrungan seseorang dalam memfokuskan
perhatiannya pada bentuk informasi yang diterimanya terkait dengan kepribadian
yang dimilikinya. Susan B. Bastable menyatakan bahwa karateristik seseorang
dalam memfokuskan perhatiannya pada bentuk informasi tertentu mengacu pada
fungsi psikologis seseorang yaitu sensing
dan intuition. Tipe sensing lebih fokus pada fakta yang
kongkrit, dan realistis/melihat apa adanya. Sementara tipe intuition fokus pada ide abstrak, pola/hubungan dan berbagai
kemungkinan yang bisa terjadi.[10] Seorang sensing secara harfiah mengumpulkan data
menggunakan pancaindra mereka sedangkan intuition
suka membaca yang tersirat dan mencari makna diantara fakta-fakta.[11]
Menurut penelitian yang
dilakukan oleh seorang mahasiswi jurusan pendidikan matematika
universitas negeri Surabaya yang bernama Immas Metika dengan judul penelitian “Profil Pemecahan Masalah Open-Ended
Siswa SMP dengan Tipe STJ (Sensing-Thinking-Judging) dan NFJ (Intuition-Feeling-Judging)
dalam Kepribadian Myers-Briggs Type Indicator (MBTI) pada Materi Ukuran
Pemusatan Data”. Hasil dari penelitian tersebut bahwa setiap siswa merupakan
individu unik yang memiliki kepribadian berbeda. Perbedaan itu berpengaruh pada
cara siswa dalam memperoleh informasi, mengambil keputusan, dan melaksanakan
tugas dengan pola tertentu. Perbedaan tipe kepribadian Myers-Briggs Type
Indicator (MBTI) yang dimiliki siswa dimungkinkan mempengaruhi proses
pemecahan masalah open-ended. [12]
Berdasarkan hasil wawancara
dengan seorang guru di SMP Negeri 33 Makassar atas nama Muliana S.Ag mengatakan
bahwa masalah yang sering dihadapi siswa dalam pembelajaran geometri adalah
rendahnya pemahaman dan pengetahuan siswa tentang konsep geometri yang
disebabkan oleh ketidakmampuan siswa dalam menggunakan konsep-konsep yang telah
dipelajari sebelumnya. Banyak siswa yang berprestasi dalam bidang matematika
ternyata pemahaman geometrinya masih rendah. Rendahnya pemahaman konsep itu
yang akhirnya menghambat proses belajar geometri selanjutnya.[13]
Berdasarkan observasi awal
yang saya lakukan yaitu dengan membagikan skala kepribadian pada salah satu
kelas di SMP Negeri 33 Makassar dengan jumlah siswa 27 orang. Saya menemukan
dua subjek dengan melihat hasil skala kepribadiannya berdasarkan kepribadian sensing dan intuition yang tertinggi.
Berdasarkan
penjelasan diatas, peneliti ingin
mengetahui lebih mendalam tentang bagaimana memahami masalah dengan pemerolehan
informasi berdasarkan kepribadian Sensing
dan kepribadian intuition. Berkaitan
dengan hal itu saya tertarik untuk melaksanakan penelitian di salah satu
sekolah dengan judul “Deskripsi Pemahaman Konsep Geometri Ditinjau dari
Kepribadian Sensing dan Intuition pada Siswa Kelas IX SMP Negeri
33 Makassar”.
Fokus Penelitian
Untuk
memberikan kejelasan dan menghindari
penafsiran yang salah
pada penelitian, maka fokus penelitian
ini diuraikan sebagai berikut.
1.
Pemahaman Konsep
Pemahaman
konsep yang menjadi fokus penelitian adalah kemampuan siswa mengerti dan
memahami betul tentang bagaimana konsep materi geometri khususnya pada pokok
bahasan bangun ruang sisi datar subpokok bahasan kubus dan balok.
2.
Kepribadian sensing
dan intuition
Kepribadian
yang menjadi fokus penelitian adalah cara siswa memandang informasi apakah
lebih melalui panca indra (sensing)
atau melalui kemungkinan dan firasat (intuition)
dalam memahami konsep-konsep yang ada.
Tabel 1.1 Fokus Penelitian
No
|
Fokus Penelitian
|
|
Deskriptif
|
Indikator
|
|
1
|
Pemahaman Konsep
|
a.
Menyatakan
ulang konsep
b.
Mengklasifikasikan
objek menurut sifat-sifat tertentu
c.
Memberi
contoh dan noncontoh dari konsep
d.
Menyatakan
konsep dalam bentuk representasi matematis
e.
Mengklasifikasikan
konsep dalam pemecahan.
|
2
|
Kepribadian sensing dan intuition
|
a. Konkret/abstrak
b. Realistis/ imajinatif
c. Praktis/konseptual
d. Empiris/teoritis
e. Konvensional/asli
|
Tujuan Penelitian
Tujuan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Mendeskripsikan pemahaman konsep geometri siswa
yang memiliki kepribadian sensing
2.
Mendeskripsikan pemahaman konsep geometri
siswa yang memiliki kepribadian intuition
Manfaat Penelitian
Manfaat yang
ingin dicapai dari penelitian antara lain, yaitu:
1.
Secara
teoritis
Hasil penelitian
ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan terutama dalam
bidang pendidikan, khususnya pendidikan matematika terkait dengan deskripsi
pemahaman konsep geometri ditinjau dari kepribadian sensing dan intuition
2.
Secara
praktis, yaitu terdiri dari:
a.
Sekolah
Sebagai sarana untuk mengenali atau
mengetahui pemahaman konsep geometri siswa yang memiliki kepribadian sensing dan intuition.
b.
Bagi
Guru
Sebagai
bahan masukan bagi guru mata pelajaran dalam melaksanakan pembelajaran
matematika, khususnya materi geometri agar memperhatikan pemahaman siswa
terhadap materi pelajaran sehingga pelaksanaan pembelajaran lebih efektif.
c.
Bagi
Peneliti
Memberikan
informasi dan pengetahuan bahwasannya setiap invividu memiliki kemampuan yang
berbeda dalam memahami konsep matematika.
B. TINJAUAN TEORITIS
Perkembangan
Konsep Menurut Psikologi Kognitif
Piaget merupakan salah seorang tokoh yang
disebut-sebut sebagai pelopor aliran konstruktivisme. Salah satu sumbangan
pemikirannya yang banyak digunakan sebagai rujukan untuk memahami perkembangan
kognitif individu yaitu teori tentang tahapan perkembangan individu.[14]
Ada penahapan Perkembangan kognitif anak
mengalami perkembangan tahap demi tahap menuju kesempurnaannya. Secara
sederhana, kemampuan kognitif dapat dipahami sebagai kemampuan anak untuk
berfikir lebih kompleks serta kemampuan melakukan penalaran dan pemecahan
masalah. Piaget dalam buku Desmita meyakini bahwa pemikiran seseorang anak berkembang melalui serangkain tahap
pemikiran dari masa bayi hingga masa dewasa. Dalam hal ini Pieget membagi tahap
perkembangan kognitif manusia menjadi 4 tahap, yaitu :
1.
Tahap Sensorimotor
Tahapan ini berlangsung pada saat bayi baru lahir hingga mencapai usia
2 tahun. Pada rentang waktu tersebut bayi dapat memahami lingkungannya dengan
mengandalkan kemampuan sensorik dan motoriknya misalnya dengan melihat, meraba,
mengecap, mencium, mendengarkan, dan mengerakkan anggota badannya.
2.
Tahap Pra-operasional
Tahapan ini berlangsung pada rentang usia 2 hinggaa 7 tahun. Pada
tahapan ini anak mulai belajar menggunakan bahasa dan menggambarkan objek
dengan imajinasi dan kata-kata.
3.
Tahap operasional konkret
Tahapan ini pada rentang usia 7 hingga 12 tahun. Pada tahapan ini
pikiran logis anak mulai berkembang namun masih mengandalkan kemampuan
inderanya. Anak mampu mengurutkan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri
lainnya. Contohnya, bila diberi benda dengan ukuran berbeda, mereka dapat
mengurutkannya dari benda yang paling besar ke benda yang paling kecil.
4.
Tahap operasional formal
Tahap operasional formal dimulai pada saat anak berusia sekitar 12
keatas. Pada tahap ini anak mulai memahami hal-hal abstrak, menyampaikan
ide-ide, dan mampu memberikan beberapa alternatif dalam menyelesaikan masalah
tertentu. Mereka telah mampu membuat pernyataan-pernyataan yang bersifat
abstrak, menarik kesimpulan, dan berfikir induktif.[15]
Konsep Dalam Matematika
Secara umum konsep dapat diartikan sebagai
sifat atau hubungan yang umum untuk sekelompok benda atau gagasan tertentu,
sedangkan untuk konsep matematika berkaitan dengan sekelompok gagasan yang
digunakan untuk menjelaskan istilah matematika. Konsep matematika adalah ide
abstrak yang memungkinkan kita mengklasifikasikan objek-objek dan peristiwa
serta mengklasifikasikannya apakah objek dan peristiwa itu termasuk atau tidak
termasuk dalam ide abstrak tersebut.[16]
Sudjana mengemukakan bahwa konsep diperoleh melalui interaksi dengan
lingkungan dan banyak terjadi dalam realitas kehidupan, sehingga dapat
dikatakan bahwa konsep matematika dapat dipelajari melalui defenisi dan
observasi langsung.[17]
Soedjaji menyatakan bahwa defenisi adalah ungkapan yang membatasi suatu
konsep yang memiliki peranan penting dalam mengungkapkan dan membatasi suatu
konsep.[18]
Pemahaman Konsep Geometri
Pada umumnya para siswa belajar dengan cara
menghafalkan defenisi tanpa memperhatikan hubungan antara konsep dengan konsep
lainnya sehingga konsep yang baru dipelajarinya tidak tersimpan dan tergabung
dalam jaringan pemahaman siswa, tetapi konsep tersebut berdiri sendiri tanpa
hubungan dengan konsep lainnya. Oleh karena itu, pemahaman konsep sangat
penting.
Pemahaman berasal dari kata “paham” yang
berarti mengerti dan menguasai benar tentang sesuatu. Pemahaman berarti proses,
perbuatan, cara memahami atau memahamkan.[19]
Pemahaman dapat pula didefenisikan sebagai
kemampuan seseorang dalam mengartikan, menafsirkan, menerjemahkan dan
menyatakan sesuatu dengan caranya sendiri tentang pengetahuan yang pernah
diterimanya. Pemahaman berada ditingkatan kedua pada domain kognitif. Menurut
Bruner aspek kognitif pemahaman mengacu pada kemampuan seseorang untuk mengerti
dan memahami sesuatu setelah mengetahui dan mengingatnya kemudian memaknai arti
dari materi yang dipelajari.[20]
Anderson menyatakan bahwa siswa dapat
dikatakan memahami sesuatu apabila mereka mampu mengkontruksi makna dari
pesan-pesan pengajaran seperti komunikasi lisan, tulisan dan grafik. Siswa
mampu memahami suatu pengetahuan baru ketika mampu membangun hubungan antara
pengetahuan yang baru diintegrasikan dengan skema dan kognitif yang sudah ada
padanya.[21]
Gestalt dalam buku Sagala menyatakan bahwa
pemahaman merupakan hasil belajar tidak diperoleh seketika, tetapi berlangsung
melalui proses yang menimbulkan makna berarti. Belajar pada tahap pemahaman
adalah belajar bermakna. Dalam tahap ini siswa mengaitkan gagasan yang baru
dengan pengetahuan yang terdahulu yang relevan. Bruner dalam buku Sagala
membedakan tiga fase dalam proses belajar yaitu: (1) Proses perolehan
informasi. Perolehan informasi dilakukan melalui kegiatan membaca, mendengarkan
penjelasan guru/orang lain, berdiskusi dan sebagainya. Informasi yang diperoleh
dapat menambah pengetahuan yang telah dimiliki, dapat memperdalamnya, dan dapat
pula bertentangan dengan informasi yang kita peroleh sebelumnya; (2) proses
mentransformasi informasi yang diterima. Pada tahap transformasi, informasi
yang diterima dianalisis, diperoleh atau diubah menjadi konsep yang abstrak
agar pengetahuan yang diterimah dapat dipergunakan sesuai dengan kebutuhan; (3)
Evaluasi. Proses evaluasi merupakan suatu proses menilai seberapa besar
pengetahuan yang diperoleh dan ditransformasikan tersebut dapat dimamfaatkan
untuk memahami gejala-gejala lain.[22]
Ruseffendi membedakan pemahaman menjadi tiga
bagian, yaitu: (a) pemahaman translasi (terjemahan) digunakan untuk
menyampaikan informasi dengan bahasa dan bentuk yang lain dan menyangkut
pemberian makna dari suatu informasi yang bervariasi; (b) Pemahaman
interpretasi (penjelasan) digunakan untuk menafsirkan maksud dari bacaan, tidak
hanya dengan kata-kata dan frase, tetapi juga mencakup pemahaman suatu
informasi dari sebuah ide; (c) Ekstrapolasi (perluasan) mencakup etimasi dan
prediksi yang didasarkan pada sebuah pemikiran, gambaran dari suatu informasi.[23]
Van Hiele menyatakan bahwa siswa melalui
beberapa tahapan dalam memahami geometri, yakni : (0) tahap pengenalan; (1)
tahap analisis; (2) tahap pengurutan; (3) tahap deduksi; (4) keakuratan. Tahap
pemahaman geometri tersebut yaitu :
1.
Tahap 0
(Pengenalan/Visualisasi)
Pada tahap ini siswa memperhatikan dan
mengidentifikasi bentuk geometri sebagai keseluruhan yang tampak sehingga siswa
dapat mengenali dan menamai bentuk-bentuk geometri secara fisik berdasarkan apa
yang diamatinya dengan memandang objek secara keseluruhan.
2.
Tahap 1 (Analisis)
Pada tahap ini siswa mulai menganalisis bentuk
bangun geometri melalui pengamatan, pengukuran dan membuat model geometri
sehingga siswa dapat menyatakan sifat-sifat dari bangun geometri tersebut.
3.
Tahap 2
(Pengurutan/Deduksi Informal)
Pada tahap ini siswa membandingkan sifat-sifat
bangun geometri dengan bangun geometri lainnya, kemudian mengklasifikasikan
berdasarkan sifatnya kemudian menyusun defenisi abstrak mengenai bangun
geometri tersebut. Misalnya siswa membandingkan sifat-sifat kubus dan balok
sehingga siswa dapat memahami bahwa kubus adalah balok.
4.
Tahap 3 Deduksi
Pada tahap ini siswa membuat kesimpulan
deduktif melalui pembuktian dalil/teorema dengan menggunakan prinsip-prinsip
geometri. Misalnya siswa membuktikan bahwa bidang diagonal pada kubus berbentuk
persegi panjang dengan menggunakan prinsip kesejajaran dan defenisi persegi.
5. Tahap 4 rigor/ Keakuratan
Pada tahap ini siswa memahami penggunaan
prinsip-prinsip dasar pembuktian dengan tepat dan mengetahui mengapa suatu
pernyataan tertentu dapat dijadikan sebagai aksioma atau teorema.[24]
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan
bahwa pemahaman konsep geometri adalah kemampuan seseorang dalam menerima dan
memaknai konsep-konsep geometri kemudian mengomunikasikannya secara lisan
maupun tulisan dengan menggunakan kalimat-kalimatnya sendiri.
Indikator Pemahaman Konsep
Kurikulum 2004 standar kompetensi pembelajaran
matematika SMP/MTs memuat tentang kemampuan yang perlu diperhatikan dalam
penilaian pembelajaran matematika.[25]
Petunjuk teknis peraturan Dirjen Dikdasmen
Depdiknas No.506/C/PP/2004 tanggal 11 November 2004 tentang penilaian
perkembangan anak didik pada tingkat SMP mencamtumkan indikator pemahaman
konsep sebagai hasil belajar matematika yaitu:
1.
Menyatakan ulang konsep;
2.
Mengklasifikasikan objek
menurut sifat-sifat tertentu;
3.
Memberi contoh dan non
contoh dari konsep;
4.
Menyatakan konsep dalam
bentuk representasi matematis;
5.
Mengaplikasikan konsep
dalam pemecahan masalah;
Indikator pemahaman tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.
Menyatakan ulang sebuah
konsep
Kemampuan siswa untuk mengungkapkan kembali
apa yang telah dikomunikasikan kepadanya. Misalnya, setelah siswa mempelajari
subpokok bahasan kubus dan balok, maka siswa mampu menyatakan ulang defenisi
dan unsur-unsur dari kubus dan balok.
b.
Mengklasifikasikan objek
menurut sifat-sifat tertentu
Kemampuan siswa untuk dapat mengelompokkan
objek dengan mengidentifikasi sifat-sifat objek tersebut. Misalnya, terdapat
sebuah objek geometri. Siswa mengidentifikasi objek tersebut dengan
memperhatikan sifat-sifatnya kemudian mengklasifikasikannya, apakah bangun
tersebut merupakan bangun kubus atau balok.
c.
Memberi contoh dan non
contoh dari sikap
Kemampuan siswa dalam membedakan contoh dan
bukan contoh dari suatu materi yang telah dipelajari. Siswa dapat menyebutkan
contoh dan bukan contoh kubus dan balok yang ada dalam kehidupan sehari-hari.
d.
Menyatakan konsep dalam
bentuk representasi matematis
Kemampuan siswa menyelesaikan masalah yang
berkaitan dengan konsep dalam bentuk representasi matematis dengan
menggambar/membuat grafik. Siswa mampu menggambar kubus apabila diketahui
sisi-sisinya dan persegi panjang bila diketahui panjang, lebar, dan tingginya.
e.
Mengaplikasikan konsep
dalam pemecahan masalah
Kemampuan siswa menggunakan konsep-konsep
tertentu dalam menyelesaikan suatu masalah. Misalny.[26]
Teori
Kepribadian
Kepribadian merupakan salah satu kajian
psikologi yang lahir berdasarkan pemikiran, kajian atau temuan-temuan (hasil
praktik penanganan kasus) para ahli. Objek kajian kepribadian adalah “human
behavior”, perilaku manusia, yang pembahasannya terkait dengan apa, mengapa,
dan bagaimana perilaku tersebut. Menurut Allport dalam buku Syamsu Yusuf dan
Junita Nurihsan, kepribadian merupakan sistem organisasi jiwa raga yang dinamis
dalam diri individu yang menentukan penyesuaian dirinya yang unik terhadap
lingkungannya.[27] Menurut Funder
kepribadian mengacu pada pola karakteristik pikiran individu, emosi, dan perilaku, tersembunyi
atau tidak, di balik suatu
pola.[28]
Menurut
cozta dan mecrae dalam buku Agus Dariyo, kepribadian adalah hubungan antara
faktor yang terdiri dari berbagai sifat yang saling berkaitan antara satu
dengan yang lainnya, yang kemudian mempengaruhi pola perilaku individu yang
bersangkutan dalam menghadapi masalah-masalah dalam lingkungan hidupnya.[29] Sedangkan
menurut Calvin, kepribadian adalah organisme dinamik dalam individu atas
sistem-sitem psikofisis yang menentukan penyusaian dirinya yang khas terhadap
lingkungannya.[30]
Berdasarkan
beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa kepribadian merupakan sebuah
pola yang abstrak dalam diri manusia, manusia hanya dapat melihat dan merasakan
dampak yang ditimbulkannya dalam bentuk karateristik individu yang berbeda
berupa pikiran mental, emosi/perasaaan, dan perilaku yang tersembunyi maupun
yang nampak dibalik pola tersebut dan mempengaruhi interaksinya dengan
lingkungan.
Kepribadian Sensing
dan Intuition
Jung dalam buku Syamsu Yusuf dan Junita
Nurihsan menyatakan bahwa struktur kepribadian manusia dibentuk oleh fungsi
jiwa/psikologinya yaitu sensing dan intuition. Setiap individu
memiliki kedua fungsi jiwa/psikologis tersebut, namun berada pada tingkatan yang
berbeda. Fungsi jiwa yaitu suatu bentuk aktifitas jiwa/mental yang secara teori
tidak mudah dalam lingkungan yang berbeda-beda.[31]
Sensing (pengindraan) atau
intuition berkaitan dengan
kecendrungan seseorang dalam menerima informasi, apakah lebih melalui panca
indra atau melalui kemungkinan dan firasat.[32] Sensing cenderung melihat langsung,
nyata, fakta praktis pengalaman dan kehidupan sedangkan intution cenderung melihat kemungkinan, hubungan, dan makna dari
pengalaman.[33]
Kepribadian Sensing dan intuition membicarakan mengenai bentuk
informasi yang mudah ditangkap dan dipahami oleh seseorang. Tidak semua
Stimulus yang diberikan pada seseorang dapat diterimanya dengan baik, namun
terbatas pada apa yang dapat kita hayati pada suatu saat tertentu. Oleh karena
itu, stimulus yang mudah diterimah seseorang akan berbeda sesuai dengan
ketertarikannya pada stimulus tersebut. Ada orang yang lebih mudah menangkap
informasi langsung sesuai apa yang di inderanya, ada yang lebih tertarik pada
arti, hubungan-hubungan, dan kemungkinan berdasarkan fakta, ketimbang
fakta-faktanya sendiri. Dalam kehidupan sehari-hari kita menggunakan kedua
pendekatan ini terhadap informasi. Akan tetapi setiap orang cenderung lebih
memilih, lebih mudah atau lebih merasa nyaman menggunakan yang satu dari pada
yang lain, secara alamiah lebih mudah menggunakan yang satu dari pada lainnya,
dan lebih sering benar saat menggunakan satu pendekatan dari pada yang lain.
Seorang yang lebih mudah menangkap informasi melalui pancaindra biasanya cukup
cermat dengan fakta-fakta, namun harus berusaha keras saat menggunakan mencari
makna dibalik fakta tersebut. Sebaliknya seorang intuitif cepat menangkap makna
dari sebuah fakta, kadang-kadang kurang cermat dan keliru.[34]
Karateristik kedua fungsi psikologis tersebut dijelaskan sebagai berikut :
1.
Sensing (pengindaraan)
Sensing (penginderaan) mengacu
pada cara seseorang memandang informasi yang diterimanya. Tyagi menyatakan bahwa
sensing cenderung untuk melihat fakta-fakta yang dapat diamati melalui
panca indera dan digambarkan sebagai seorang yang praktis.[35]
Seorang
sensing menilai bahwa apa yang
dilihat, didengar, dicium, dan diraba adalah dasar bagi dirinya untuk mencari,
menanggapi, atau memahami informasi yang didapatnya. Baginya, fungsi indrawi
menjadi alat ukur yang nyata dalam memandang situasi. Ia lebih yakin dengan bukti
konkret, fakta yang terlihat, dan apa yang dialaminya secara langsung. Ia lebih
suka dengan hal-hal praktis untuk menghasilkan sesuatu yang riil, sehingga
lebih cermat dalam mengamati hal-hal dari sebuah informasi. Apa yang dilihat
dan dialami, itu yang dikerjakan. Orang dengan kepribadian ini juga lebih
melihat pada hal-hal yang fisik dari pada metafisik.[36]
Seorang sensing memiliki beberapa karateristik
antara lain yaitu: Menyakini sesuatu yang nyata, konkret dan pasti, menyukai
ide baru yang dapat digunakan dengan praktis, menghargai realisme, menggunakan
dan mengasah keterampilan yang telah dimilikinya, cenderung spesifik dan
harfiah, memberikan gambaran secara detail, cenderung bertindak secara
prosedural dengan cara konvensional, berorientasi masa lalu dan masa kini.[37]
Myers
menggambarkan sensing sebagai seorang
yang realistis, lebih tertarik mengamati sesuatu yang nyata/konkret, menarik
kesimpulan dengan hati-hati berdasarkan situasi, lebih mudah memahami ide
melalui penerapan/aplikasinya, mengamati sesuatu secara mendetail, menggunakan
cara konvensional dan bertindak prosedural berdasarkan
pengalaman-pengalamannya.[38]
Dalam
menganalisis masalah, ia akan menguraikan berdasarkan pengamatan pada peristiwa
yang terjadi dilapangan dan selalu memperhatikan rambu-rambu atau tata tertib
yang berlaku pada lingkungan pekerjaan. Baginya, pengalaman menjadi pelajaran
dan pegangan yang kuat untuk menghadapi situasi. Seorang sensing juga sangat realistis dan cenderung tidak larut dalam
pandangan-pandangan imajinatif. Baginya, menghayal adalah sesuatu yang terlalu
dramatis dan melangit, sehingga ia tidak ingin menghabiskan waktu hanya dengan
merenung atau berefleksi. Dalam mempersepsi situasi, standar fisiklah yang
menjadi tolak ukurnya, sehingga tidak heran jika ia terkesan bersifat
materialistik.[39]
2.
Intuition
Dalam mencermati
informasi, seorang intuition
cenderung menghubungkannya sesuatu yang dianggap memiliki keterkaitan atau
bersifat korelatif. Ia tidak melihat apa yang terjadi, tetapi cenderung mencari
fenomena apa yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Ia juga melihat gejala atau
kemungkinan yang akan terjadi, sehingga selalu mempersiapkan hal-hal tersebut
meskipun kemungkinannya belum tentu akan terjadi. Sosok yang imajinatif ini
bergairah dengan hal-hal yang abstrak, sehingga tidak heran jika ia sering
disebut dengan penghayal. Dalam menafsirkan sesuatu ia cenderung dramatis.
Pandangannya bersifat inovatif dengan melompat tanpa mengurut satu persatu;
serta mengabaikan ketentuan-ketentuan atau hal-hal yang bersifat mekanistik. [40]
Karateristik intuition antara lain yaitu meyakini
sesuatu yang abstrak(ide) dan inspirasi, menyukai ide dan konsep baru,
menghargai imajinasi, inovasi dan kreatifitas, mempelajari keterampilan baru;
cepat bosan setelah menguasai sebuah keterampilan, cenderung general dan
figuratif; memberikan gambaran secara garis besar besar/umum, cenderung
bertindak tanpa prosedur dengan cara/idenya sendiri, berorientasi pada masa
depan.[41]
Dalam
mengerjakan sesuatu, seseorang intuition
tidak mementingkan dari mana memulainya, yang terpenting baginya adalah
melakukan terobosan-terobosan dengan mencari kesempatan-kesempatan untuk
mendapatkan hal yang baru. Ia lebih mementingkan kebutuhan pada masa yang akan
datang, tetapi kurang peduli dengan proses pencapaian hari ini. Analogi,
pengalaman di luar dirinya, serta gambaran umum lain menjadi pegangan dalam
menyikapi situasi, sehingga ia suka membandingkan informasi yang diterimanya
dengan informasi yang lain. Perbandingan ini dilakukannya untuk menemukan
hubungan-hubungan yang menghasilkan ide atau gagasan baru yang belum pernah ia
peroleh sebelumnya. Tampaknya, ide yang menantang baginya lebih menarik,
sehingga ia senang berspekulasi. Baginya, fungsi indrawi hanya media atau pintu
untuk menyerap informasi, bukan untuk mempersepsi sebuah informasi.
Pandangannya terhadap dunia muncul lewat proses penghayatan. Ia juga kaya akan
inspirasi dan ide-ide yang berbau kreatif. Tantangan baginya adalah hal
menarik, sebaliknya ia jenu dengan kegiatan yang rutin dan menonton.[42]
|
Sensing
|
Intution
|
||
Indikator
|
Deskripsi
|
Deskripsi
|
Indikator
|
Konkret
|
Tertarik pada hal-hal yang nyata dan
bersifat literal (leksikal)
|
Tertarik pada hal-hal abstrak, dan bersifat
figuratif (Gramatikal)
|
Abstak
|
Realistis
|
Meyakini fakta, fokus pada masa kini dan
masa lalu
|
Meyakini imajinasi, fokus pada masa depan
|
Imajinatif
|
Praktis
|
Memperhatikan manfaat/penerapan dan fokus
pada hasil
|
Memperhatikan ide/inspirasi dan fokus pada
proses
|
Konseptual
|
Empiris
|
Meyakini pengalaman dan menyukai praktik
|
Meyakini firasat, pendapat/teori dan
menyukai aktivitas mental
|
Teoritis
|
Konvensional
|
Menggunakan
cara yang sudah ada, menyukai rutinitas, melatih kemampuan yang dimiliki
|
Menggunakan
cara baru, bosan pada rutinitas tertarik mencoba kemampuan baru
|
Asli
|
Tabel 2.1 Karateristik Kepribadian Sensing dan Intuition
C. METODOLOGI
PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis
penelitian kualitatif-deskriptif yang dianalisis dengan menggunakan pendekatan fenomenalisme. Penelitian ini dilakukan
dengan menghimpun data-data berupa informasi-informasi yang diperoleh dari
informan/subjek penelitian. Penelitian ini dimaksudkan untuk menggambarkan atau
mengungkapkan dengan kata-kata (secara kualitatif), wujud atau sifat lahiriah
dari suatu objek dan menjelaskannya secara terperinci dan sistematis mengenai
pemahaman konsep geometri pada subpokok bahasan kubus dan balok dengan
memperhatikan kepribadian sensing dan
intuition yang dimiliki siswa. Lokasi
penelitian untuk menemukan data yaitu dilakukan di SMP Negeri 33 Makassar. Subjek
dalam penelitian ini diperoleh dari kelas IXh SMP Negeri 33 Makassar. Pemilihan
kelas pada sekolah tersebut dilakukan secara acak (random). Subjek yang
terpilih dalam penelitian ini adalah dua orang siswa dari kelas IXh yang pernah
diajarkan pokok bahasan bangun ruang sisi datar, subpokok bahasan kubus dan
balok, serta memiliki kepribadian Sensing
dan intuition dengan skor tertinggi
pada salah satu aspek kepribadian yang diketahui dengan menggunakan skala
kepribadian.
Metode
pengumpulan data dalam penelitian ini disesuaikan dengan fokus dan tujuan
penelitian. Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan oleh peneliti
sendiri, yaitu dengan Pemberian skala kepribadian, Pemberian tes pemahaman
konsep geometri, dan Wawancara
Dalam penelitian
ini teknik keabsahan data yang digunakan yaitu uji kredibilitas data yakni
dengan menggunakan triangulasi metode (teknik) yaitu teknik pemberian skala, pemberian
tes dan wawancara. Teknik ini dimaksudkan untuk memperoleh subjek penelitian
yang absah/valid, memperjelas dan memperdalam informasi yang diperoleh dari
subjek penelitian terkait dengan pemahamannya terhadap konsep-konsep geometri.
Teknik analisis
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis
deskriptif-kualitatif. Data skala kepribadian siswa digunakan untuk memilih
subjek penelitian. Siswa yang memiliki kepribadian paling tinggi pada salah
satu aspek kepribadian pada skala tersebut akan dipilih sebagai subjek
penelitian. Data yang diperoleh akan dianalisis secara kuantitatif dengan
mengacu pada presentase jumlah jawaban siswa pada setiap pernyataan aspek
kepribadian.
Data yang
diperoleh dari hasil wawancara berdasarkan skala kepribadian dan tes pemahaman
konsep geometri selanjutnya akan dianalisis secara kualitatif dengan
menggunakan teknik analisis data seperti yang dikemukakan oleh Miles dan
Huberman bahwa analisis data secara kualitatif dilakukan dengan secara
interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya
sudah jenuh dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.
Reduksi
data
2.
Penyajian
data
3.
Menarik
kesimpulan dan verifikasi[43]
Reduksi
data:
Dalam penelitian ini akan dilakukan dalam bentuk memilih, memusatkan perhatian,
menyederhanakan, mengabstasikan serta mentransformasikan data yang diperoleh
dari lapangan
Display
(pemaparan/penyajian data) : Mengorganisasikan, sehingga tersusun
dalam pola hubungan (uraian naratif, bagan, hubungan antar kategori, diagram
alur).
Verifikasi
data dan menarik kesimpulan sementara: Langkah berikutnya adalah menarik
kesimpulan berdasarkan temuan dan melakukan verifikasi data.[44]
Sedangkan data
hasil tes diagnostik pemahaman konsep siswa, penilaian masing-masing indikator
pemahaman yang dimiliki siswa dapat diukur dengan pengkatagorian mampu, kurang
mampu dan tidak mampu.
D.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1.
Hasil Penelitian
Dalam upaya
memperoleh data, penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu tahap
persiapan penelitian, tahap pelaksanaan penelitian, tahap validasi data, dan
analisis data. Tahapan-tahapan tersebut dijelaskan sebagai berikut :
Persiapan
Penelitian
Sebelum
melakukan penelitian, peneliti terlebih dulu melakukan observasi ke sekolah
untuk mengetahui keadaaan awal sekolah. Dalam observasi ini peneliti melakukan
wawancara dengan salah satu guru matematika di SMP Negeri 33 Makassar untuk
mengetahui masalah apa yang terjadi disekolah. Peneliti juga dalam observasinya
membagikan skala kepribadian untuk menentukan siswa yang nantinya akan
dijadikan subjek sementara penelitian. Peneliti juga harus terlebih dulu
melakukan kajian pustaka terkait dengan penelitian yang akan dilakukan. Sebelum
melakukan penelitian, peneliti juga telah mempersiapkan seluruh instrumen yang
digunakan untuk mengumpulkan data, yaitu tes pemahaman konsep geometri beserta
pedoman wawancara yang telah dikonsultasikan dengan dosen pembimbing beserta
validator dan perlengkapan lainnya yang dapat membantu dalam pelaksanaan
penelitian.
Pelaksanaan
penelitian
Pengumpulan data ini dilakukan dengan
tujuan memperoleh informasi tentang kemampuan siswa dalam memahami konsep
geometri yaitu pada pokok bahasan kubus dan balok dengan memperhatikan
kepribadian siswa dalam memperhatikan bentuk informasi yang diterimanya yaitu sensing dan intuition.
Dalam proses pengambilan data
penelitian, peneliti melewati beberapa langkah-langkah pengambilan data sebagai
berikut:
1)
Melakukan
koordinasi dengan guru matematika kelas IXh di SMP Negeri 33
Makassar yaitu Ibu Sardiaman S.Pd untuk menyampaikan dan mengumumkan hasil
skala kepribadian yang sudah dibagikan pada saat observasi awal untuk
memberitahukan siswa tentang siapa diantara siswa yang menjadi subjek terpilih.
2)
Melakukan
pendekatan dengan subjek terpilih selama beberapa hari (7 hari) untuk membangun
keakraban dan mengenal subjek lebih dekat kemudian membuat kesepakatan dengan
subjek yang dipilih berdasarkan hasil skala kepribadian tentang waktu dan
tempat pengambilan data (wawancara), namun sebelum wawancara dilakukan,
peneliti terlebih dahulu menanyakan kesiapan subjek.
3)
Memberikan
tes kemampuan pemahaman konsep geometri kepada 2 orang yang terpilih sebagai
subjek penelitian yang secara umum memiliki kemampuan matematika yang sama dan
memiliki kepribadian atau kecenderungan melihat informasi yang berbeda yaitu
S1/subjek yang memiliki kepribadian sensing
dan S2/subjek yang memiliki kepribadian intuition.
4)
Melakukan
wawancara setelah siswa menyelesaikan tes kemampuan pemahaman konsep geometri.
5)
Merekam
pernyataan-pernyataan subjek selama proses wawancara berlangsung. Dalam
menjelaskan data-data yang diperoleh dari hasil penelitian, digunakan
pengkodean untuk memudahkan dalam menganalisis data. Pengkodean dalam analisis
data penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 4.1 berikut:
Tabel 4.1 Kode Data Penelitian
Kode
|
Makna Kode
|
Sij-k-1
|
Subjek ke-i,
pengambilan data ke-j, indikator–k, pertanyaan ke-1
Contoh.
S11-4-2
Artinya subjek
ke-1, pengambilan data ke-1, indikator ke-4, pertanyaan ke-2
|
Sij-k-1
|
Subjek ke-i,
pengambilan data ke-j, indikator–k, pertanyaan ke-1
Contoh.
S11-4-2
Artinya subjek
ke-1, pengambilan data ke-1, indikator ke-4, jawaban ke-2
|
Pemilihan Subjek Penelitian
Pengelompokkan
kepribadian siswa yang dipilih sebagai subjek dalam penelitian ini diambil dari
kelas IXh SMP Negeri 33 Makassar. Pemilihan kelas tersebut dilakukan
secara random (acak). Pemilihan subjek penelitian didasarkan pada siswa yang
memiliki kepribadian sensing dan intuition dengan skor tertinggi pada
salah satu aspek kepribadian yang diketahui dengan menggunakan skala
kepribadian yang sudah dibagikan pada kelas tersebut. Berdasarkan hasil skala
kepribadian tersebut terpilih 2 (dua) orang siswa yang masing-masing siswa memiliki
kepribadian sensing dan intuition dengan skor tertinggi.
Persentase hasil skala kepribadian siswa yang terpilih sebagai subjek
penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.2 sebagai berikut:
Tabel 4.2 Subjek
yang terpilih berdasarkan hasil skala kepribadian
No.
|
Nama siswa
|
Persentase
|
Ket
|
|
Sensing
|
Intuition
|
|||
1.
|
SPA
|
70%
|
30%
|
S1
|
2.
|
WM
|
35%
|
65%
|
S2
|
Selanjutnya siswa dengan persentase nilai
hasil skala kepribadian tertinggi pada masing-masing aspek kepribadian tersebut
diwawancara untuk meyakinkan peneliti terkait dengan kepribadian yang
dimilikinya. Siswa yang sudah diyakini memiliki kepribadian sensing dan intuition berdasarkan hasil wawancara tersebut selanjutnya terpilih
sebagai subjek dalam penelitian ini
1) Subjek berkepribadian Sensing (S1)
Siswa yang memiliki kepribadian sensing yaitu SPA sebagai subjek pertama
(S1). Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terkait dengan skala
kepribadian yang telah diberikan sebelumnya diketahui bahwa S1 menyukai
menonton film. Ia menyatakan bahwa dengan menonton filmnya secara langsung, ia
dapat lebih mudah dalam memahami isi ceritanya karena ia dapat melihat dengan
jelas para pemain, karakter pemain dan gambar dalam film tersebut tanpa harus
membayangkannya lagi (lampiran C1:S12-2-9). S1 menyatakan bahwa ia tidak
memiliki kemampuan berkreasi karena ia tidak pernah tertantang untuk membuat
sesuatu yang baru (lampiran C1:S12-3-2).
Dalam proses
wawancara S1 cenderung menjelaskan sesuatu secara mendalam dengan menggunakan
kalimat-kalimat sederhana yang menurutnya kalimat sederhana lebih mudah untuk
dipahami dan lebih mudah untuk dijelaskan kembali, ia juga cenderung
mengungkapkan sesuatu berdasarkan kenyataan yang terjadi berdasarkan apa yang
pernah dialaminya (lampiran C1:S12-1-2, B1:S12-2-2 dan C1:S12-1-3). Zaman menyatakan bahwa orang dengan kepribadian
sensing melihat pada hal-hal yang
fisik dari pada metafisik. Ia lebih yakin dengan bukti konkret, fakta yang
telihat, dan apa yang dialaminya secara langsung.
S1 dapat
dipandang sebagai duplikator karena cenderung mengamati sesuatu untuk duplikasi,
mengandalkan dan mengikuti ide orang lain, hal tersebut diperkuat oleh
pernyataan S1 bahwa ia ingin menjadi dokter dan meniru tetangganya yang seorang
dokter yang pernah menanganinya ketika dia sedang sakit (lampiran B1:S12-2-12),
kemudian S1 juga memaparkan bahwa ia lebih senang membantu teman-temannya dalam
mengerjakan/menyelesaikan tugas dari pada memberikan ide-idenya (lampiran
C1:S12-3-5). Hal tersebut sesuai
dengan pernyataan Zaman yang menyatakan bahwa seseorang yang berkepribadian sensing cenderung untuk melihat
fakta-fakta yang dapat diamati melalui panca indera dan digambarkan sebagai
seorang yang praktis.
S1 lebih
menyukai kegiatan yang rutin karena menurutnya kegiatan yang rutin lebih mudah
ia kerjakan karena sudah terbiasa(lampiran
C1:S12-5-1), ia juga lebih menyukai
praktek daripada penjelasan, menurutnya belajar dengan melakukan praktek segala
sesuatu lebih mudah dipahami karena ada pembuktian yang nyata dan dapat dilihat
langsung(lampiran C1:S12-4-1). Berdasarkan hal tersebut, dapat
disimpulkan bahwa S1 cenderung mengandalkan pengalamannya dalam melakukan
sesuatu. Zaman menyatakan bahwa karateristik seseorang yang sensing yaitu lebih yakin dengan bukti
konkret, fakta yang terlihat, dan apa yang dialaminya secara langsung, ia lebih
suka dengan hal-hal praktis untuk menghasilkan sesuatu yang riil, sehingga
lebih cermat dalam mengamati hal-hal dari sebuah informasi. Apa yang dilihat
dan dialami, itu yang dikerjakan.
2) Subjek berkepribadian intuition (S2)
Siswa yang memiliki kepribadian intuition yaitu WM sebagai subjek kedua
(S2). Dari hasil wawancara yang dilakukan terkait skala kepribadian diketahui
bahwa S2 suka berhayal . Ia menyatakan bahwa ia pernah membayangkan akan
memiliki butik di Australia, paris dan Newyork(lampiranB2:S22-2-12). S2
mengakui bahwa ia terkadang merespon imajinasinya atau hayalannya dengan
berbicara sendiri akan adanya bumi, planet, angkasa dan kenapa ia bisa
hidup(lampiranC2-S22-2-13). Seseorang yang berkepribadian intuition memiliki imajinasi yang tinggi dan terkadang ia merasa
seolah-olah mengalami kejadian tersebut sehingga ia terkadang merespon
imajinasinya, salah satunya dengan berbicara sendiri.
Meskipun S2
menyatakan bahwa ia menyukai kata-kata sederhana karena lebih mudah dipahami,
namun dalam proses wawancara S2 sempat menggunakan istilah “time box”(lampiran B2:S22-2-4). Ia juga cenderung mengungkapkan
sesuatu dengan mengungkapkan garis besarnya saja dan lebih tertarik pada kalimat analogi (lampiran C2:S22-1-2). S2 menuturkan ia lebih suka penjelasan yang
menurutnya lebih mudah dipahami daripada praktek(lampiran C2:S22-4-1).
S2 juga
mengungkapkan bahwa ia lebih menyukai kegiatan yang baru dan tidak menyukai
kegiatan rutinitas karena menurutnya kegiatan yang baru lebih
menantang(lampiranC2:S22-5-1). Kemudian S2 mengungkapkan bahwa ia kadang-kadang
orang yang kreatif karena suka dengan hal dan kegiatan yang
baru(lampiranC2:S22-3-2). Zaman menyatakan bahwa seorang intuition merupakan sosok yang bergairah dengan hal-hal yang
abstrak dan jemu dengan kegiatan yang rutin, ia juga kaya akan inspirasi dan
ide-ide kreatif.
Validasi Data
Validasi data
pada penelitian ini, bertujuan untuk memperoleh data yang absah (valid). Suatu
data dapat dikatakan valid apabila tidak ada perbedaan antara data yang
dilaporkan peneliti dengan apa yang sesunguhnya terjadi pada subjek penelitian.
Sehingga dalam hal ini, peneliti melakukan pendekatan validasi untuk memperoleh
data yang valid terhadap pemilihan subjek penelitian dan pemahaman konsep
dengan melakukan triangulasi metode yaitu dengan membandingkan data yang
diperoleh melalui pemberian skala kepribadian dan tes diagnostik dengan hasil
wawancara.
Adapun
langkah-langkah validasi data yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan
untuk memperoleh subjek penelitian yang valid/absah dengan langkah-langkah
sebagai berikut;
a.
Hasil
skala kepribadian calon subjek pertama/S1 dibandingkan dengan transkip rekaman
hasil wawancara terkait kepribadiannya
b.
Hasil
skala kepribadian calon subjek kedua/S2 dibandingkan dengan transkip rekaman hasil
wawancara terkait kepribadiannya.
Sehingga
diperoleh subjek penelitian yang valid. Data yang dilampirkan pada C1 merupakan
hasil validasi data wawancara subjek pertama, dan data yang dilampirkan pada C2
merupakan hasil validasi data wawancara subjek kedua. Data tersebut selanjutnya
dianalisis, kemudian disimpulkan dan jadikan sebagai pedoman pemilihan subjek.
Kemampuan
pemahaman konsep geometri subjek yang terpilih tersebut selanjutnya dianalisis
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1)
Hasil
tes diagnostik subjek pertama/S1 dibandingkan dengan transkrip rekaman hasil
wawancara pemahaman konsep
2)
Hasil
tes diagnostik subjek kedua/S2 dibandingkan dengan transkrip rekaman hasil
wawancara pemahaman konsepnya.
Data yang
dilampirkan pada F1 merupakan hasil validasi data tes diagnostik dan wawancara
subjek pertama dan data yang dilampirkan pada F2 merupakan hasil validasi data
tes diagnostik dan wawancara subjek kedua. Data tersebut selanjutnya diperkuat
dengan data hasil wawancara yang mendalam terkait pemahaman konsep yang
dilampirkan pada E1 dan E2
Hasil temuan
yang diperoleh melalui hasil lembar jawaban tes diagnostik pemahaman konsep
yang diperkuat dengan hasil wawancara yang merupakan wujud temuan penelitian.
Temuan penelitian yang dimaksudkan sebagai jawaban dari pertanyaan penelitian.
Analisis Data
Pemahaman
Konsep Subjek Berkepribadian Sensing
(S1)
Pemahaman konsep geometri subjek yang
berkepribadian sensing (S1) diukur
berdasarkan indikator pemahaman konsep yang dipaparkan sebagai berikut:
1)
Menyatakan Ulang
Konsep
Berdasarkan data yang diperoleh
(lampiran E1 dan F1) memperlihatkan bahwa S1 cenderung menggunakan
kalimat-kalimat sederhana dan terlalu fokus pada sesuatu yang mudah diamatinya
(pengamatan viusual), sehingga ia belum menyadari bahwa kubus adalah balok
istimewa yang panjang rusuknya sama. Berdasarkan hasil wawancara dapat pula
diketahui bahwa S1 belum memahami konsep garis dan ruas garis serta diagonal.
Hal tersebut terlihat ketika S1 mendefinisikan ulang beberapa konsep, S1
cenderung menggunakan “garis” dan “diagonal” untuk menyatakan “ruas garis” (lampiran E1:S12-1-7, F1:S12-1-9, F1:S11-1-4,
F1:S11-1-5, dan F1:S11-1-6).
S1 mampu mendefinisikan konsep kubus dan
balok sesuai dengan konsepnya. S1 pada tes pemahaman mendefinisikan kubus
sebagai bangun ruang yang terbentuk dari 6 persegi yang berukuran sama yang
saling berhubungan(lampiran F1:S11-1-1)
sedangkan balok adalah bangun ruang yang terbentuk dari 6 persegi panjang yang
memiliki 3 pasang ukuran yang berbeda(lampiran
F1:S11-2-1). Dan pada saat wawancara S1 mendefinisikan kubus yaitu bangun
ruang yang berbentuk persegi sisinya dan terus sama besar semua juga sisinya,
terus 6 jumlah sisinya(lampiran F1:S12-1-1).
Sedangkan balok adalah bangun ruang yang sama dengan pengertian yang sama
dengan kubus tapi cuman sisinya berbentuk persegi panjang(lampiran F1:S12-1-2).
S1 kurang mampu memahami konsep terkait
unsur-unsur kubus dan balok. S1 mengetahui unsur-unsur kubus dan balok serta
mampu menyebutkan jumlah dan nama dari konsep tersebut, akan tetapi S1 belum
mampu mendefinisikan konsep tersebut sesuai dengan konsepnya. S1 mendefinisikan
rusuk sebagai garis yang menghubungkan satu titik sudut dengan titik sudut yang
lain(lampiran E1:S12-1-7), tetapi ia
mengetahui bahwa kubus dan balok memiliki 12 rusuk dan mampu menyebutkan
nama-nama rusuknya(lampiran E1:S12-1-8).
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa S1 tidak mampu membedakan sisi pada
bangun ruang dan bangun datar, ia menyatakan bahwa sisi pada bangun datar dan
bangun ruang memiliki bentuk yang sama yaitu bangun datar yang dijadikan sisi(lampiran E1:S12-1-4 dan lampiran E1:S12-1-5). S1 kurang mampu mendefinisikan
sisi sesuai konsepnya, ia mendefinisikan sisi sebagai bagian dari bangun ruang
yang seperti bangun datar(lampiran F1:S12-1-3),
akan tetapi S1 mengetahui bahwa kubus
memiliki 6 sisi dan mampu menyebutkan nama-nama sisi bangun kubus(lampiran E1:S12-1-6).
S1 kurang mampu mendefinisikan diagonal
bidang, ia mendefinisikan diagonal bidang sebagai diagonal yang terletak
disisinya bangun ruang(lampiran F1:S11-1-4
dan F1:S12-1-9), tetapi ia mengetahui
bahwa kubus dan balok memiliki 12 diagonal bidang dan mampu menyebutkan
nama-namanya(lampiran F1:S12-1-10).
S1 juga kurang mampu mendefinisikan diagonal ruang, ia mendefinisikan diagonal
ruang sebagai diagonal yang terbentuk didalam bangun ruang(lampiran F1:S11-1-5 dan lampiran
F1:S12-1-12). Tapi ia mengetahui bahwa kubus dan balok memiliki 4 diagonal
ruang(lampiran E1:S12-1-13). S1 mendefinisikan
bidang diagonal sebagai diagonal yang berupa sisi(lampiran F1:S12-1-15),dan tidak mampu menyatakan jumlah dari bidang
digonal yang sebenarnya, ia hanya mampu menyatakan dan menyebutkan 2 bidang
diagonalnya(lampiran E1:S12-1-16).
S1 kurang memahami konsep rumus yang
dipergunakannya. S1 mengetahui bahwa untuk menentukan diagonal bidang dan
diagonal ruang suatu kubus yang diketahui panjang rusuknya yaitu dengan
menggunakan rumus teorema phytagoras, tetapi tidak mengetahui tepat rumus yang
semestinya karena tidak menyebutkan rumus yang semestinya(lampiran E1:S12-1-11, E1:S12-1-14 ). S1 mengetahui bahwa bentuk
bidang diagonal pada kubus dan balok adalah persegi panjang karena tidak sama
dengan ukuran sisinya (Lampiran E1:S12-1-17).
Oleh karena itu, ia menggunakan rumus persegi panjang yaitu p x l untuk
menghitung luas daerah bidang diagonal kubus(Lampiran F1:S11-5-1).
Jadi, berdasarkan penjelasan tersebut
dapat disimpulkan bahwa S1 kurang mampu menyatakan ulang konsep geometri yang
telah dipelajarinya selama ini. S1 banyak mengetahui konsep yang dipelajarinya
tetapi tidak mampu menyatakan ulang konsep-konsep itu, seperti S1 tidak
mengerti konsep garis dan ruas garis serta diagonal, S1 tidak bisa mendefinisikan ulang konsep rusuk, diagonal bidang dan diagonal ruang, S1 tidak
bisa membedakan sisi pada bangun ruang dan bangun datar, dan S1 tidak
mengetahui terbentuknya jumlah dari bidang digonal yang sebenarnya.
2)
Mengklasifikasikan
objek berdasarkan sifat-sifatnya
Berdasarkan data yang diperoleh
(lampiran E1 dan F1) memperlihatkan bahwa S1 mampu mengenali kubus melalui
sifatnya yaitu memiliki satu ukuran panjang untuk semua rusuk yang dimiliki
bangun itu(lampiran F1:S11-2-1) dan
mengenali balok berdasarkan panjang rusuknya dengan 3 ukuran yang berbeda.(lampiranE1:S11-2-2).
Jadi, berdasarkan pemaparan diatas dapat
disimpulkan bahwa S1 mampu mengklasifikasikan objek
berdasarkan sifat-sifat yang dimiliki objek sesuai konsep yang diberikan
karena S1 mampu mengenali kubus dan balok berdasarkan sifat yang dimiliki dari
kedua bangun tersebut.
3)
Memberikan
contoh dan noncontoh
Berdasarkan data yang diperoleh
(lampiran E1 dan F1) memperlihatkan bahwa pada soal no.1, S1 memilih gambar 3
dan 4 sebagai contoh dari kubus dengan mengamati sifat-sifat kubus yang ada
pada gambar tersebut, S1 juga memberikan contoh lain dari bentuk kubus yang
pernah diamatinya seperti kotak amal(lampiran
E1:S12-3-3). S1 memilih gambar 1 dan 5 sebagai contoh balok, dan memberikan
contoh lain dari bentuk balok yang pernah diamatinya yaitu kotak bekal(lampiran E1:S12-3-4).
Jadi, berdasarkan pemaparan diatas dapat
disimpulkan bahwa S1 mampu mengenali gambar-gambar yang diberikan sebagai contoh
dan noncontoh karena S1 sudah mengenali contoh dan noncontoh dari kubus dan
balok serta dapat menunjukkan contoh lain yang ada dalam kehidupan
sehari-hati.
4)
Menyatakan
konsep dalam bentuk representasi matematis
Kemampuan menyatakan konsep dalam bentuk
representasi matematis adalah kemampuan subjek dalam menggambarkan objek-objek
geometri. S1 mampu menggambarkan jaring-jaring kubus dan balok(lampiranF1:S11-4-1 dan F1:S11-4-2),
dengan memahami bahwa kubus dan balok memiliki 6 sisi, semua sisi kubus
kongruen sedangkan pada balok hanya sisi yang berhadapan yang sama.
Jadi, berdasarkan pemaparan diatas dapat
disimpulkan bahwa S1 mampu menyatakan konsep dalam bentuk representasi
matematis, terbukti bahwa S1 dapat menggambarkan bentuk jaring-jaring kubus dan
balok sesuai dengan pemahamannya dari sifat kubus dan balok yang S1 ketahui.
5)
Mengaplikasikan
konsep dalam pemecahan masalah
Berdasarkan data yang diperoleh
(lampiran E1 dan F1) terlihat bahwa S1 kurang memahami permasalahan pada soal
nomor 5. S1 memahami bahwa bentuk air pada soal nomor 5 adalah kubus yang
berisi air hingga 2/3 tingginya, sehingga S1 mencari luas permukaan bak yang
tidak tersentuh air dengan mengurangkan luas permukaan bak air secara
menyeluruh dengan luas permukaan bak yang terisi air. Dimana S1 mengetahui
bahwa bentuk bak air secara menyeluruh berbentuk kubus, dan bentuk bak air yang
tidak tersentuh air tidak lagi berbentuk kubus melainkan berbentuk balok. S1
menggunakan rumus yang tidak tepat saat mencari luas permukaan bak yang terisi
air karena manurutnya S1 lupa rumus yang seharusnya. S1 juga tidak menyadari
bahwa permukaan alas balok yang tidak tersentuh air terendam air(lampiran F1:S11-5-7, F1:S12-5-7 dan
F1:S12-5-8).
Pada soal nomor 6, S1 mampu memahami
bahwa kandang kelinci yang ingin dibuat oleh Andi berbentuk kubus tanpa tutup.
Ia juga memahami bahwa untuk menentukan luas kawat kassa yang dibutuhkan
tersebut dapat digunakan aplikasi luas permukaan kubus. Oleh karena itu, S1
menggunakan rumus luas permukaan kubus kemudian mengurangi luas permukaan kubus
yang diperolehnya dengan luas sisi atas yang menurutnya terbuka(Lampiran F1:S11-5-8, F1:S12-5-9 dan
F1:S12-5-10).
Pada lembar jawaban S1, telihat pula
bahwa ia mengerjakan soal tersebut secara sistematik, S1 mencari dan
menyelesaikan terlebih dahulu semua hal yang perluh ditentukan pada soal
sebelum menyelesaikan jawaban akhir pada soal. Hal tersebut dapat terlihat
ketika S1 pada soal nomor 5 menentukan luas bak tanpa air secara menyeluruh
lalu menentukan tinggi bak air yang terkena air dan pada soal nomor 6
menentukan luas kawat kassa yang dibutuhkan Andi untuk membuat kandang
kelincinya.
Jadi,
berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa S1 kurang mampu
mengaplikasikan konsep dalam pemecahan masalah, terbukti bahwa S1 pada salah
satu soal pada indikator ini yaitu nomor
5 hanya dapat memahami permasalahan tetapi tidak dapat menyelesaikan
permasalahan soal dengan benar.
Pemahaman Konsep
Subjek berkepribadian Intuition (S2)
Pemahaman konsep geometri subjek yang
berkepribadian intuition (S2) diukur
berdasarkan indikator pemahaman konsep yang dipaparkan sebagai berikut:
1)
Menyatakan Ulang
Konsep
Berdasarkan data yang diperoleh dari
hasil tes diagnostik pemahaman terkait konsep-konsep geometri terhadap S2
(lampiran E2 dan F2) memperlihatkan bahwa S2 cenderung menggunakan
istilah-istilah geometri seperti kongruen. Hampir sama halnya dengan S1. S2 kurang
memahami mengenai konsep garis dan ruas garis sehingga S2 masih sering
menggunakan konsep “garis” untuk menyatakan “ruas garis” ( lampiran F2: S21-1-5 dan F2: S22-1-11),
sehingga dapat disimpulkan bahwa S2 memiliki pemahaman bahwa konsep garis dan
ruas garis adalah sama. S2 mampu mendefinisikan kubus tetapi kurang mampu mendefinisikan
balok sesuai dengan konsepnya, ia mendefinisikan kubus sebagai bangun ruang
yang dibatasi oleh 6 sisi berbentuk persegi yang kongruen(lampiran F2:S21-1-1 dan F2:S22-1-1); balok sebagai bangun ruang
yang dibatasi oleh 6 daerah persegi panjang(lampiran
F2:S21-1-2 dan F2:S22-1-2). S2 tidak menyebutkan bentuk 6 persegi panjang
yang ia maksudkan. S2 kurang memahami konsep sisi, ia mendefinisikan sisi
sebagai salah satu bagian yang membatasi bagian dalam dan luar(Lampiran F2:S21-2-3 dan F2:S21-2-3). Ia
tidak menjelaskan bagian yang seperti apa dan batasan bagian mana yang
dimaksudkan. Tapi S2 mengetahui bahwa kubus dan balok memiliki 6 sisi dan mampu
menyebutkan nama sisinya(lampiran E2:S22-1-5).
S2 kurang mampu membedakan sisi antara bangun datar dengan bangun ruang, ia
memank menyatakan bahwa sisi pada bangun datar tidak sama dengan bangun ruang.
Tapi ia menjelaskan bahwa bangun ruang memiliki banyak sisi seperti sisi atas,
sisi bawa, sisi depan, sisi belakang, sisi kanan dan sisi kiri sedangkan sisi
pada bangun datar hanya memiliki satu sisi(lampiran
E2:S22-1-4). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa S2 kurang
mampu memahami perbedaan antara konsep garis dan ruas garis, sehingga ia masih
sering menggunakan konsep garis untuk menyatakan ruas garis. S2 kurang memahami
konsep diagonal ruang, ia mendefinisikan diagonal ruang sebagai garis yang
menghubungkan titik sudut pada alas dengan titik sudut pada bidang atas yang
tidak berbentuk(lampiran F2:S21-1-5
dan F2:S22-1-11), akan tetapi ia mengetahui bahwa kubus dan balok memiliki 4
diagonal ruang dan mampu menyebutkan nama diagonal ruang tersebut (lampiran E2:S22-1-12).
S2 juga kurang memahami konsep diagoanl bidang
dan bidang diagonal, ia mendefinisikan diagonal bidang sebagai ruas garis yang
menghubungkan 2 titik sudut. S2 tidak menjelaskan 2 titik sudut yangmana yang
dimaksudkan. S2 dalam pernyataannya juga menjelaskan bidang diagonal adalah
bidang yang memuat diagonal bidang alas dan diagonal bidang atas serta keduanya
sejajar(lampiran F2:S21-1-6 dan
F2:S22-1-14), akan tetapi S2 mengetahui bahwa kubus dan balok memiliki 6 bidang
diagonal dan mampu menyebutkan namanya(lampiran
E2:S22-1-15).
S2 memahami proses terbentuknya konsep
rumus yang dipergunakannya. S2 memahami bahwa rumus diagonal bidang pada kubus
yang memiliki panjang rusuk adalah a dan diagonal ruang a diperoleh dengan menggunakan teorema
phytagoras(lampiran E2:S22-1-10 dan
E2:S22-1-13), S2 juga memahami bahwa bentuk bidang diagonal pada kubus dan
balok adalah persegi panjang(lampiranE2:S22-1-16),
sehingga untuk menghitung luas daerah bidang diagonal kubus dan balok digunakan
rumus luas persegi panjang yaitu p x l(lampiran
F2:S22-5-2 dan F2:S22-5-4). Dengan kata lain S2 memaknai setiap
informasi-informasi yang diterimanya.
Jadi, berdasarkan penjelasan tersebut
dapat disimpulkan bahwa S2, sama halnya dengan S1 yaitu kurang mampu menyatakan
ulang konsep geometri yang telah dipelajarinya. S2 banyak mengetahui konsep
yang dipelajarinya tetapi tidak mampu menyatakan ulang konsep-konsep itu,
seperti S2 tidak mengerti konsep garis dan ruas garis, S2 tidak bisa mendefinisikan ulang konsep rusuk, diagonal bidang dan diagonal ruang beserta
bidang diagonal
2)
Mengklasifikasikan
objek berdasarkan sifat-sifatnya
Berdasarkan data
yang diperoleh (lampiran E2 dan F2) memperlihatkan bahwa S2 mengenali kubus
berdasarkan sifatnya yang memiliki sisi dan rusuk yang sama panjang (lampiran F2:S22-2-2 dan F2:S21-2-1) dan
mengenali balok berdasarkan sifatnya pada proses wawancara yang memiliki
panjang rusuk dengan 3 ukuran yang berbeda(lampiran
F2:S22-2-4
Jadi, berdasarkan pemaparan diatas dapat
disimpulkan bahwa sama halnya dengan S1, S2 juga mampu mengklasifikasikan
objek berdasarkan sifat-sifat yang
dimiliki dan dapat menjelaskannya objek sesuai konsep yang diberikan karena disini
S2 mampu mengenali kubus dan balok berdasarkan sifat yang dimiliki dari kedua
bangun tersebut yaitu kubus dan balok.
3)
Memberikan
contoh dan noncontoh
Berdasarkan data
yang diperoleh (lampiran E2 dan F2) memperlihatkan bahwa S2 mampu mengenali
gambar yang diberikan sebagai contoh dan noncontoh dari kubus, tetapi kurang
mampu mengenali gambar yang diberikan sebagai contoh dan noncontoh dari kubus
balok. Berdasarkan soal no.1, S2 memilih gambar 3 dan 4 sebagai contoh dari
kubus dengan mengamati sifat-sifat kubus yang ada pada gambar tersebut. S2 juga
memberikan contoh lain dari bentuk kubus yang pernah diamatinya yaitu kotak
makanan(lampiran F2:S22-3-1,
F2:S21-3-1 dan E2:S22-3-3). S2 memilih gambar 1,2,5, dan 6 sebagai contoh dari
balok, yang seharusnya hanya gambar 1 dan 5 yang benar. Dan memberikan contoh
lain dari bentuk balok yang pernah diamatinya dalam kehidupan sehari-hari yaitu
buku(lampiran F2:S22-3-2, F2:S21-3-2
dan E2:S22-3-4).:
Pada jawaban S2 diatas terlihat pula
bahwa ia cenderung merasa nyaman menggunakan istilah-istilah geometri untuk
menyatakan/mendefinisikan konsep. Pada lembar jawaban tersebut dapat dilihat
bahwa ia menggunakan istilah kongruen untuk menggambarkan/menyatakan bahwa sisi
kubus memiliki bentuk dan ukuran yang sama.
Jadi, berdasarkan pemaparan diatas dapat
disimpulkan bahwa S2 kurang mampu mengenali gambar-gambar yang diberikan
sebagai contoh dan noncontoh karena S2 sudah mengenali contoh dan noncontoh
dari kubus, tetapi tidak mengenali contoh dan noncontoh dari balok. Walaupun S2
dapat menunjukkan contoh lain dari kubus dan balok yang ada dalam kehidupan
sehari-hari.
4)
Menyatakan
konsep dalam bentuk representasi matematis
Kemampuan menyatakan konsep dalam bentuk
representasi matematis adalah kemampuan subjek dalam menggambarkan objek-objek
geometri. S2 mampu menggambarkan jaring-jaring kubus dan balok(lampiran F2:S21-4-1,danF2:S21-4-2),
denganmemahami bahwa kubus dan balok memiliki 6 sisi, semua sisi kubus kongruen
sedangkan balok hanya sisi yang berhadapan yang sama.
Jadi, berdasarkan pemaparan diatas dapat
disimpulkan bahwa sama halnya dengan S1, S2 juga mampu menyatakan konsep dalam
bentuk representasi matematis, terbukti bahwa S2 dapat menggambarkan bentuk
jaring-jaring kubus dan jaring-jaring balok sesuai dengan apa yang dipahaminya
dari sifat kubus dan balok yang S2 ketahui.
5)
Mengaplikasikan
konsep dalam pemecahan masalah
Berdasarkan data yang diperoleh
(lampiran E2 dan F2) memperlihatkan bahwa S2 mampu menggunakan konsep-konsep
geometri dalam memecahkan masalah. S2 mampu memahami permasalahan pada soal
nomor 5 dan nomor 6, dan mengetahui konsep yang tepat digunakan berdasarkan
situasi yang ada pada permasalahan tersebut.
S2 memahami bahwa bentuk bak air pada
soal nomor 5 adalah kubus yang berisi air hingga 2/3 tingginya, sehingga S2
menyatakan bahwa bagian bak air yang tidak terisi air adalah 1/3 dari
tingginya. S2 memahami pertanyaan pada soal, dan menentukan luas permukaan bak
yang tidak tersentuh air. Ia memahami bahwa bentuk bak air yang tidak tersentuh
air tidak lagi berbentuk kubus melainkan balok tanpa alasnya. Oleh karena itu,
S2 menggunakan rumus luas permukaan balok untuk menyelesaikan permasalahan
bentuk, meskipun pada hasil akhirnya terdapat kesalahan perhitungan (lampiran F2:S21-5-7, F2:S22-5-7 dan
F2:S22-5-8). Pada soal nomor 6, S2 memahami bahwa kelinci yang ingin dibuat
oleh Andi berbentuk kubus tanpa tutup, sehingga S2 menggunakan rumus luas
permukaan kubus dengan mengurangi terlebih dahulu jumlah sisinya menjadi 5 sisi
(lampiran F2:S21-5-8, F2:S21-5-9, dan
F2:S22-5-10).
Pada jawaban S2
diatas terlihat pula bahwa ia tidak mengerjakan soal secara sistematik. S2
hanya menuliskan secara umum hal yang mendasari rumus yang digunakannya, tetapi
tidak menuliskan hal-hal yang diketahui dan ditanyakan pada soal tersebut dan
tidak juga menyelesaikan hal-hal yang perlu diketahui untuk menyelesaikan akhir
dari jawaban dari soal. S2 mengerjakannya secara langsung tanpa memperhatikan
sistematika penyelesaian, dan cenderung mengerjakannya berdasarkan apa yang
dipahaminya dan ada dipikirannya.
Jadi, berdasarkan pemaparan diatas dapat
disimpulkan bahwa S2 mampu mengaplikasikan konsep dalam pemecahan masalah,
terbukti bahwa S2 pada kedua soal pada indikator ini yaitu pada soal tes nomor 5 dan nomor 6, S2
dapat memahami permasalahan dari soal
dan dapat menyelesaikan permasalahan soal dengan benar.
2.
PEMBAHASAN
Berdasarkan data yang telah disajikan
terkait dengan data hasil penelitian terhadap pemahaman konsep geometri siswa
yang diukur berdasarkan beberapa indikator pemahaman yang telah dijelaskan
sebelumnya diperoleh beberapa perbedaan dan persamaan antara kedua subjek yaitu
S1 dan S2 sebagai berikut:
Kemampuan
Pemahaman Konsep Geometri S1
Kemampuan
pemahaman konsep geometri berkaitan dengan kemampuan yang dimiliki subjek
terhadap konsep-konsep geometri yang dipelajarinya. Dalam menyatakan ulang
konsep, S1 cenderung menggunakan kalimat-kalimat sederhana yang mudah untuk
dipahaminya melalui pengamatan visual, sehingga S1 belum memahami bahwa kubus
merupakan balok istimewa yang panjang rusuknya sama. S1 sangat sering
memperhatikan gambar yang dibuatnya ketika menghitung dan memaparkan
pemahamnnya tentang kubus dan balok berdasarkan pernyataan yang diajukan selama
proses wawancara. S1 kurang memahami
konsep-konsep rumus yang dipergunakannya, ia hanya mengetahui rumus phytagoras
tetapi tidak mengetahui tepat rumus yang digunakan dalam menyelesaikan diagonal
bidang dan diagonal ruang pada kubus. Berdasarkan hal tersebut, terlihat bahwa
S1 cenderung praktis dalam menggunakan rumus yang ada dan cenderung
menghapalkan rumus tanpa mengetahui seperti apa penggunaan rumus itu. Hal
tersebut sesuai dengan pernyataan Zaman yang menggambarkan Sensing sebagai seseorang yang
lebih yakin dengan bukti konkret, fakta yang terlihat, dan apa yang
dialaminya secara langsung. Ia lebih suka dengan hal-hal praktis untuk menghasilkan
sesuatu yang riil, sehingga lebih cermat dalam mengamati hal-hal dari sebuah
informasi. Apa yang dilihat dan dialami, itu yang dikerjakan.
S1 mampu mengenali objek berdasarkan sifat-sifat
yang ada pada objek tersebut. S1 dapat mengenali sifat-sifat bangun ruang
sesuai dengan konsep berdasarkan informasi yang diberikan pada soal. S1
mengenali kubus berdasarkan sifatnya yang memiliki satu ukuran panjang untuk
semua rusuk yang dimiliki bangun itu dan mengenali balok karena memiliki
panjang rusuknya dengan 3 ukuran yang berbeda. S1 dapat memberikan contoh dan
noncontoh dari kubus dan balok berdasarkan sifat-sifat yang ada pada gambar.
Selain itu, S1 juga mampu memberikan contoh benda yang berbentuk kubus yaitu
kotak amal. Ia juga memberikan contoh lain dari balok yaitu kotak bekal. S1
mampu menggambarkan jaring-jaring kubus dan balok, dengan memahami bahwa kubus
dan balok memiliki 6 sisi, semua sisi kubus memiliki ukuran yang sama sedangkan
pada balok hanya sisi yang berhadapan sama.
S1
kurang meemahami permasalahn yang diberikan dan cenderung menggunakan konsep
rumus yang sudah ada dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Hal
tersebut dapat terlihat pada jawaban S1 yang menggunakan rumus luas permukaan
balok pada soal no.5, ia tidak lagi menyadari bahwa bagian alas bak terendam
air dan tidak lagi diperhitungkan. Begitu pula pada soal no.6, S1 menggunakan
rumus untuk menghitung luas permukaan kubus secara keseluruhan, kemudian ia
mengurangkan dengan luas sisi atasnya. Dalam menyelesaikan permasalahan
tersebut, S1 menggambarkan sebuah kubus yang mempresentasikan bak air tersebut
untuk memudahkan memahami soal dan menyelesaikan permasalahan tersebut.
Selanjutnya dapat diungkapkan bahwa S1 cenderung menyelesaikan permasalahan
yang diberikan dengan mengikuti sistematika pengerjaan soal dan mengikuti
langkah-langkah penyelesaian secara bertahap-tahap dengan mengikuti konsep
rumus yang sudah ada. Dalam menyelesaikan permasalahan tersebut, S1 mencari dan
menyelesaikan terlebih dahulu semua hal yang perluh ditentukan pada soal
sebelum menyelesaikan jawaban akhir pada soal. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Atkinson yang menggambarkan karateristik seseorang yang memiliki
kepribadian Sensing, antara lain
yaitu; memperhatikan sesuatu yang nyata, konkret dan pasti, menyukai ide baru
yang dapat digunakan dengan praktis, menggunakan dan mengasah keterampilan yang
telah dimiliknya, cenderung spesifik dan harfiah, memberikan gambaran secara
prosedural(step-by-step) dengan cara konvensional.
Kemampuan Pemahaman Konsep Geometri S2
Kemampuan
pemahaman konsep geometri berkaitan dengan kemampuan yang dimiliki subjek
terhadap konsep-konsep geometri yang dipelajarinya. Dalam menyatakan ulang
konsep, S2 cenderung mengggunakan istilah-istilah geometri seperti kongruen untuk
menyatakan sisi kubus yang memiliki bentuk dan ukuran yang sama. Hal tersebut
Sesuai dengan pernyataan Atkinson yang menggambarkan karateristik intution
sebagai seorang yang general dan figuratif. Seorang intution cenderung
menggunakan istilah-istilah, analogi, dan kalimat gramatikal.
S2 menggambarkan
bentuk kubus satu kali selama proses wawancara, selebihnya ia hanya menghitung
dan memaparkan pemahamannya tentang kubus dan balok berdasarkan pertanyaan yang
diajukan. Hal tersebut terkait dengan pemaparan zaman bahwa intuition cenderung imajinatif dan
tertarik pada sesuatu yang abstrak. S2 memahami beberapa konsep rumus yang
dipergunakannya, seperti penggunaan teorema phytagoras dalam menentukan rumus
diagonal bidang dan diagonal ruang pada kubus, rumus luas permukaan kubus dan
balok yang dipengaruhi oleh jumlah dan bentuk sisi-sisinya. Berdasarkan hal
tersebut, terlihat bahwa S2 cenderung memaknai konsep, dan mengaitkan konsep
tersebut dengan konsep lainnya. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Zaman,
bahwa seseorang intuition cenderung
menghubungkan sesuatu yang memiliki keterkaitan.Ia tidak hanya melihat apa yang
ada, tetapi cenderung mencari fenomena yang menyebabkan hal itu terjadi.
S2 mampu
mengenali objek berdasarkan sifat-sifat yang ada pada objek tersebut. S2 dapat
mengenali sifat-sifat bangun ruang sesuai dengan konsep berdasarkan informasi
yang diberikan pada soal. S2 mengenali kubus berdasarkan sifatnya yang memiliki
sisi dan rusuk yang sama panjang dan mengenali balok berdasarkan sifatnya yang
memiliki panjang rusuk dengan 3 ukuran yang berbeda. S2 dapat memberikan contoh
dan noncontoh dari kubus tetapi kurang mampu memberikan contoh dan noncontoh
dari balok berdasarkan sifat-sifat yang ada pada gambar. S2 mampu memberikan
contoh benda yang berbentuk kubus yaitu kotak makanan dan balok yaitu buku.
Kemampuan menyatakan konsep dalam bentuk representasi matematis adalah
kemampuan subjek dalam menggambarkan objek-objek geometri. S2 mampu
menggambarkan jaring-jaring kubus dan balok, dengan memahami bahwa semua sisi
kubus dan balok memiliki 6 sisi, semua sisi kubus kongruen sedangkan balok
hanya sisi yang berhadapan yang sama.
S2 memahami
permasalahan yang diberikan dan mampu menggunakan konsep rumus yang tepat
berdasarkan situasi yang ada pada permasalahan yang diberikan, terlihat pula
pada lembar jawaban S2 bahwa ia cenderung mengubah konsep rumus yang
digunakannya sesuai dengan permasalahan, namun S2 kurang teliti terhadap
perhitungan yang dilakukan. S2 menggunakan rumus luas permukaan balok untuk menyelesaikan
permasalahan pada nomor 5, tetapi ia mengubah rumus tersebut dengan tidak
menghitung daerah alasnya, begitu pula pada soal nomor 6, S2 menggunakan rumus
luas permukaan kubus, tetapi tidak menghitung sisi atasnya sehingga ia mengubah
rumus tersebut menjadi 5S2. Dalam menyelesaikan permasalahan
tersebut, S2 juga menggunakan daya imajinasinya yang tinggi sehingga ia mampu
mengimajinasikan bentuk bangun dalam permasalahan tersebut tanpa
menggambarkannya. Hal itu sesuai dengan pernyataan Atkinson yang menyatakan
bahwa sesorang intuition meyakini
sesuatu yang abstrak (ide) dan isnpirasi, menyukai ide dan konsep baru.
Selanjutnya
dapat diungkapkan bahwa S2 cenderung menyelesaikan permasalahan yang diberikan
tanpa mengikuti sistematika penyelesaian soal. Dalam menyelesaiakn permasalahan
tersebut, S2 tidak menuliskan hal-hal yang diketahui dan ditanyakan pada soal
tersebut, tetapi S2 hanya menuliskan informasi pada soal berdasarkan
pemaknaannya terhadap permasalahan tersebut dan mengerjakannya secara langsung
tanpa memperhatikan sistematika penyelesaian. Dengan kata lain, S2 cenderung
mengerjakannya berdasarkan apa yang dipahaminya dan ada dipikirannya. Hal itu
sesuai dengan penyataan Atkinson bahwa seseorang intuition cenderung bertindak tanpa prosedur dengan caranya
sendiri.
Perbandingan
Kemampuan Pemahaman Konsep Geometri S1 dan Pemahaman Geometri S2
Tabel
4.4 Perbandingan Kemampuan Pemahaman Konsep Geometri S1 dan S2
No
1
|
Persamaan dan
perbedaaan
Persamaan
|
Subjek
Berkepribadian Sensing(S1)
a. Kurang mampu menyatakan ulang
konsep geometri
b. Mampu mengklasifikasikan objek
berdasarkan sifat-sifatnya:
c.
Mampu menyatakan konsep dalam bentuk representasi matematis
|
Subjek
Berkepribadian Intution(S2)
a. Kurang mampu
menyatakan ulang konsep geometri
b. Mampu
mengklasifikasikan objek berdasarkan sifat-sifatnya
c. Mampu
menyatakan konsep dalam bentuk representasi matematis
|
2.
|
Perbedaan
|
a.
Mampu memberi contoh dan noncontoh.
|
a.Kurang
mampu memberi contoh dan noncontoh.
|
b.Kurang
mampu mengaplikasikan konsep dalam pemecahan masalah.
|
b.Mampu
mengaplikasikan konsep dalam pemecahan masalah.
|
E.
PENUTUP
Kesimpulan
Pemahaman
konsep geometri siswa yang mempunyai kepribadian sensing (S1) berdasarkan indikator memperlihatkan bahwa S1 kurang
mampu menyatakan ulang konsep geometri yang telah dipelajarinya, S1 mampu
mengenali objek berdasarkan sifat-sifat yang dimiliki objek sesuai konsep yang
diberikan, S1 mampu memberikan contoh dan noncontoh dari konsep, S1 mampu
menyatakan konsep dalam bentuk
representasi matematis dan S1 kurang mampu mengaplikasikan konsep dalam bentuk
pemecahan masalah
Pemahaman konsep geometri siswa yang
mempunyai kepribadian intuition (S2)
berdasarkan indikator memperlihatkan bahwa S2 kurang mampu menyatakan ulang
konsep geometri yang telah dipelajarinya, S2 mampu mengenali objek berdasarkan
sifat-sifat yang dimiliki objek sesuai konsep yang diberikan, S2 kurang mampu
memberikan contoh dan noncontoh dari konsep, S2 mampu menyatakan konsep dalam
bentuk representasi matematis dan S1 mampu
mengaplikasikan konsep dalam bentuk pemecahan masalah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar