BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Matematika
merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern,
mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya piker
manusia. Perkembangan pesat di bidang tekonologi informasi dan komunikasi
dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan,
aljabar, analisis, teori peluang, dan matematika diskrit.
Menurut
Holmes (dalam Wardhani et al.,
2010:7) yang pada intinya menyatakan bahwa latar belakang atau dasar seseorang
perlu belajar memecahkan masalah matematika adalah adanya fakta bahwa dalam abad duapuluh satu ini orang harus mampu
memecahkan masalah hidup dengan produktif. Menurut Holmes, orang yang terampil
memecahkan masalah akan mampu berpacu dengan kebutuhan hidupnya, menjadi
pekerja yang lebih produktif, dan memahami isu-isu kompleks yang berkaitan
dengan masyarakat global. Sehubungan dengan itu, Abidin (dalam Oktaviyanto,
2009) menyatakan pentingnya pemecahan masalah yaitu dapat membentuk sikap
positif pada diri siswa untuk dapat mengambil keputusan yang tepat dalam
situasi tertentu.
Terkadang dalam pendidikan
matematika SD ada masalah bagi kelas rendah namun bukan masalah bagi kelas
tinggi. Masalah merupakan suatu konflik, hambatan bagi siswa dalam menyelesaikan
tugas belajarnya di kelas. Namun masalah harus diselesaikan agar proses
berpikir siswa terus berkembang. Semakin banyak siswa dapat menyelesaikan
setiap permasalahan matematika, maka siswa akan kaya akan variasi dalam
menyelesaikan soal-soal matematika dalam bentuk apapun.
Pada umumnya soal-soal matematika
dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu soal rutin dan soal nonrutin. Soal
rutin adalah soal latihan biasa yang dapat diselesaikan dengan prosedur yang
dipelajari di kelas. Soal jenis ini banyak terdapat dalam buku ajar dan
dimaksudkan hanya untuk melatih siswa menggunakan prosedur yang sedang
dipelajari di kelas. Sedangkan soal nonrutin adalah soal yang untuk
menyelesaikannya diperlukan pemikiran lebih lanjut karena prosedurnya tidak
sejelas atau tidak sama dengan prosedur yang dipelajari di kelas. Dengan kata
lain, soal nonrutin ini menyajikan situasi baru yang belum pernah dijumpai oleh
siswa sebelumnya. Dalam situasi baru itu, ada tujuan yang jelas yang ingin
dicapai, tetapi cara mencapainya tidak segera muncul dalam benak siswa.
Berdasarkan uraian dia atas, maka
penulis membuat makalah ini untuk memaparkan gambaran tentang beberapa soal
nonrutin yang nantinya diharapkan dapat ditemukan penyelesaiannya yang lebih
sederhana.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas maka dirumuskan permasalahan “Bagaimana bentuk dan
contoh masalah nonrutin?”
C.
Tujuan
Berdasarkan
rumusan masalah, maka makalah ini bertujuan untuk memaparkan : Bentuk dan
contoh masalah nonrutin.
BAB II
BENTUK SOAL NON-RUTIN
A.
Problem atau Masalah
Masalah
merupakan sebuah kata yang sering terdengar oleh kita. Namun sesuatu menjadi
masalah tergantung bagaimana seseorang mendapatkan masalah tersebut sesuai
kemampuannya. Misalnya seseorang yang baru pertama kali mengunjungi sebuah kota
ingin mencari sebuah Panti Pijat. Hal ini tentu merupakan masalah baginya,
karena dia tidak tahu di mana ada Panti Pijat dan bagaimana mencapainya,
walaupun tujuannya mencari Panti Pijat sudah jelas. Tetapi ada beberapa
alternatif yang bisa ditempuh oleh orang ini untuk mencapai tujuannya, yaitu
(1) melihat peta kota di mana ada Panti Pijat dan mengikuti jalan yang ada di
peta itu, (2) bertanya kepada orang lain yang ditemuinya di jalan di mana Panti
Pijat dan bagaimana mencapainya, atau (3) memanggil taksi dan minta
diantar ke sebuah Panti Pijat.
Secara umum orang juga memahami masalah
(problem) sebagai kesenjangan antara kenyataan dan harapan. Namun dalam
matematika, istilah “problem” memiliki makna yang lebih khusus. Kata “Problem”
terkait erat dengan suatu pendekatan pembelajaran yaitu pendekatan problem
solving. Dalam hal ini tidak setiap soal dapat disebut problem atau
masalah. Ciri-ciri suatu soal disebut “problem” dalam perspektif ini
paling tidak memuat 2 hal yaitu:
1.
soal tersebut menantang
pikiran (challenging),
2.
soal tersebut tidak
otomatis diketahui cara penyelesaiannya (nonroutine).
Masalah
bersifat relatif. Artinya, masalah bagi seseorang pada suatu saat belum tentu
merupakan masalah bagi orang lain pada saat itu atau bahkan bagi orang itu
sendiri beberapa saat kemudian. Secara lebih khusus, masalah bagi siswa kelas 1
Sekolah Dasar belum tentu merupakan masalah bagi siswa kelas 4 Sekolah Dasar.
Pada contoh di atas, menemukan sebuah Panti Pijat tentu bukan masalah bagi
orang yang tinggal di kota itu dan tidak lagi menjadi masalah bagi orang itu
sendiri pada kunjungannya yang kedua di kota itu. Pemecahan masalah pada dasarnya adalah proses yang ditempuh oleh
seseorang untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya sampai masalah itu tidak
lagi menjadi masalah baginya (Hudojo, 1988). Memilih salah satu di
antara tiga alternatif dan melaksanakannya hingga tiba di sebuah Panti Pijat
adalah pemecahan masalah pada contoh di atas.
B.
Masalah
atau Soal Nonrutin
Departemen
Matematika dan Ilmu Komputer di Saint Louis University (dalam Department
of Mathematics and Computer Science, 1993) mengemukakan lima tipe soal
matematika:
1. Soal-soal
yang menguji ingatan (memory).
2. Soal-soal
yang menguji keterampilan (skills).
3. Soal-soal
yang membutuhkan penerapan keterampilan pada situasi yang biasa (familiar).
4. Soal-soal
yang membutuhkan penerapan keterampilan pada situasi yang tidak biasa (unfamiliar)
– mengembangkan strategi untuk masalah yang baru.
5. Soal-soal
yang membutuhkan ekstensi (perluasan) keterampilan atau teori yang kita kenal
sebelum diterapkan pada situasi yang tidak biasa (unfamiliar).
Soal tipe 1, 2, dan 3 termasuk pada
kelompok soal rutin (routine problems). Soal tipe inilah yang sering
kita berikan kepada siswa, walaupun harus kita sadari bahwa dengan hanya
memberi soal-soal tipe ini, tidak dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam
pemecahan masalah. Soal-soal dengan tipe 4 dan 5 merupakan soal-soal dalam
kelompok non-rutin (non-routine problems) yang banyak mengasah kemampuan
dalam pemecahan masalah.
Semakin
banyak siswa dapat menyelesaikan setiap permasalahan matematika, maka siswa
akan kaya akan variasi dalam menyelesaikan soal-soal matematika dalam bentuk
apapun. Bentuk soal matematika dalam SD berbentuk rutin atau pun tidak rutin.
Contoh 3×3=9 merupakan soal rutin bagi siswa SD kelas 2 karena siswa tidak
berpikir tinggi dalam menyelesaikan soal tersebut. Jika kelas 2 diberikan soal
33×33=…. Mungkin menjadi suatu masalah bagi siswa SD, inilah suatu bentuk soal
yang tidak rutin. Sehingga kita bisa memberikan pemisahan bahwa soal yang tidak
rutin merupakan masalah bagi siswa.
Soal nonrutin adalah bentuk soal yang untuk menyelesaikannya
diperlukan pemikiran lebih lanjut karena prosedurnya tidak sejelas atau tidak
sama dengan prosedur yang dipelajari di kelas. Dengan kata lain, soal nonrutin
ini menyajikan situasi baru yang belum pernah dijumpai oleh siswa sebelumnya.
Dalam situasi baru itu, ada tujuan yang jelas yang ingin dicapai, tetapi cara
mencapainya tidak segera muncul dalam benak siswa.
Memberikan
soal-soal nonrutin kepada siswa berarti melatih mereka menerapkan berbagai
konsep matematika dalam situasi baru sehingga pada akhirnya mereka mampu
menggunakan berbagai konsep ilmu yang telah mereka pelajari untuk memecahkan
masalah dalam kehidupan sehari-hari. Jadi soal nonrutin inilah yang dapat
digunakan sebagai soal pemecahan masalah. Dan pemecahan masalah dalam
pengajaran matematika dapat diartikan sebagai penggunaan berbagai konsep,
prinsip, dan keterampilan matematika yang telah atau sedang dipelajari untuk
menyelesaikan soal nonrutin.
C.
Contoh Masalah Soal Non-Rutin
Untuk
lebih memahami perbedaan soal rutin dan soal non-rutin, berikut diberikan
beberapa contoh soal.
3.
1 + 2
+ 3 + 4 + 5 + 6 + 7 + 8 x 9 = . . . .
4. Gunakan tanda operasi hitung biasa
pada rangkaian angka-angka 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 sehingga hasilnya adalah
100.
Contoh (1) dan (3) adalah contoh
soal rutin. Karena dalam contoh ini tidak ada situasi baru yang membutuhkan
pemikiran lebih lanjut untuk menyelesaikannya. Apa yang harus dikerjakan untuk
menyelesaikan soal ini segera muncul begitu soal ini selesai dibaca, yaitu
menjumlahkan dan mengalikan bilangan bulat. Lain halnya dengan contoh (2) dan
(4), apa yang harus dikerjakan untuk menjawab pada soal ini tidak sejelas pada
contoh (1) dan (3), karena memerlukan strategi lain yaitu menebak dan menguji
jawaban. Oleh karena itu, untuk menyelasikan soal ini diperlukan pemikiran yang
mendalam. Contoh soal (2) dan (4) inilah yang disebut soal pemecahan masalah
matematika atau secara sederhana disebut sebagai masalah matematika.
Di samping contoh di atas, kita juga dapat membuat soal-soal
pemecahan masalah dengan mempertimbangkan beberapa karakteristik soal-soal
pemecahan masalah berikut.
1.
Memiliki lebih dari satu cara penyelesaian. Misalnya: Ahmad memiliki uang Rp 50.000,- Dia menggunakan uang
tersebut untuk membayar tiket menonton pertandingan bola sebesar Rp 30.000,-
dan membeli minuman ringan sebesar Rp 7.000,-. Berapa sisa uang yang
dimilikinya sekarang?
2.
Memiliki lebih dari satu jawaban. Misalnya : Selisih kuadrat dua buah bilangan bulat adalah 48.
Tentukan bilangan-bilangan tersebut!
3.
Melibatkan logika, penalaran, dan uji coba. Misalnya: Tiga orang anak menebak banyaknya permen yang terdapat
dalam plastik. Mereka menebak 20, 23, dan 21. Anak pertama tebakannya keliru 1
angka, anak kedua keliru 3 angka, dan anak ketiga jawabannya tepat. Berapa
banyak permen tersebut?
4.
Sesuai dengan situasi nyata dan minat siswa. Misalnya: Beberapa siswa
berlatih futsal setiap hari Sabtu. Jika hari ini adalah Ahad 16 Oktober 2011,
pada tanggal berapa mereka akan berlatih kembali.
BAB III
PENUTUP
Berdasarkan
pemaparan singkat pada bab II di atas, maka dapat disimpulkan beberapa hal
berikut.
1. Masalah
adalah kesenjangan antara kenyataan dan harapan, kesenjangan antara kenyataan
dan harapan. Namun dalam matematika, istilah “problem” memiliki makna
yang lebih khusus.
2. Kata
“Problem” terkait erat dengan suatu pendekatan pembelajaran yaitu
pendekatan problem solving. Dalam hal ini tidak setiap soal dapat
disebut problem atau masalah.
3. Ciri-ciri
suatu soal disebut “problem” dalam pendekatan problem solving paling tidak memuat 2 hal yaitu :
a. soal
tersebut menantang pikiran (challenging),
b. soal
tersebut tidak otomatis diketahui cara penyelesaiannya (nonroutine).
4. Pemecahan masalah dalam pengajaran
matematika dapat diartikan sebagai penggunaan berbagai konsep, prinsip, dan
keterampilan matematika yang telah atau sedang dipelajari untuk menyelesaikan
soal nonrutin.
5. Beberapa
pertimbangan dapat digunakan untuk mengkategorikan sebuah soal menjadi soal
non-rutin, antara lain :
a.
Soal
tersebut memiliki lebih dari satu cara penyelesaian.
b.
Soal
tersebut memiliki lebih dari satu jawaban.
c.
Soal
tersebut melibatkan logika, penalaran, dan uji coba
d.
Soal
tersebut sesuai dengan situasi nyata dan minat siswa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar