A.PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Tidak
dapat diragukan lagi, bahwa sejak anak manusia yang pertama lahir ke dunia,
telah dilakukan usaha-usaha pendidikan. Manusia telah berusaha mendidik
anak-anaknya, kendatipun dalam cara yang sangat sederhana. Demikian pula
semenjak manusia saling bergaul, telah ada usaha dari orang yang lebih mampu
dalam hal tertentu untuk mempengaruhi orang lain untuk kepentingan kemajuan
tersebut. Dari uraian ini jelaslah kiranya bahwa masalah pendidikan adalah
tanggung jawab setiap orang dari dulu hingga sekarang dan yang akan datang.[1]
Dalam
arti sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina
kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai dalam masyarakat dan kebudayaan. Dalam
perkembangannya, istilah pendidikan atau paedogogie
berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang
dewasa agar ia menjadi dewasa. Selanjutnya, pendidikan diartikan sebagai usaha
yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa
atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti
mental.[2]
Peranan
lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat sangat berpengaruh terhadap
perkembangan pendidikan. Berdasarkan kenyataan dan peranan ketiga lembaga ini,
Ki Hajar Dewantara menganggap ketiga lembaga tersebut sebagai Tri Pusat Pendidikan.
Maksudnya, tiga pusat pendidikan yang secara bertahap dan terpadu mengemban
suatu tanggung jawab bagi generasi mudanya.[3] Siswa sebagai generasi
muda dalam mengemban pendidikan dipengaruhi oleh ketiga faktor tersebut.
Lembaga
pendidikan di sekolah merupakan pendidikan yang diperoleh seseorang di sekolah
secara teratur dan sistematis. Proses berlangsungnya pendidikan di sekolah
dipengaruhi oleh pendidik, peserta didik, bahan ajar, saran prasarana serta
keadaan lingkungan di sekolah tersebut. Lembaga pendidikan tersebut bertugas
mendidik dan mengajar siswa dalam
berbagai mata pelajaran. Salah satu mata pelajaran yang diajarkan kepada siswa
adalah mata pelajaran matematika.
Matematika
merupakan pengkajian logis mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep
yang berkaitan.[4]
Prestasi belajar matematika sangatlah penting bagi siswa. Prestasi selalu
dihubungkan dengan pelaksanaan suatu kegiatan atau aktivitas. Prestasi belajar
merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena kegiatan
belajar merupakan proses, sedangkan prestasi belajar merupakan output dari proses belajar.
Berdasarkan
hasil observasi awal, masalah prestasi belajar matematika pada siswa SMPN 1
Salomekko masih tergolong rendah. Hal ini ditandai dengan ketuntasan belajar
matematika yang masih belum maksimal. Selain itu sebagian besar siswa
menyatakan bahwa mata pelajaran matematika adalah mata pelajaran yang
menakutkan. Bagi peserta didik yang prestasi belajarnya kurang sebagian besar
menganggap matematika sebagai mata pelajaran yang sulit dan mereka merasa
matematika adalah kelemahan mereka. Disamping itu banyak anak yang tidak
percaya diri dalam mengikuti pelajaran matematika. Hal ini dapat dilihat
ketika mereka diminta untuk mengerjakan
soal, mereka dengan cepat mengatakan tidak mampu sebelum mencobanya atau bahkan
meminta teman lain yang mengerjakannya.
Dalyono
mengungkapkan ada 2 faktor utama yang mempengaruhi pencapaian prestasi belajar
siswa yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor
internal ialah faktor yang berhubungan
erat dengan segala kondisi siswa, meliputi kesehatan fisik, psikologis,
motivasi, kondisi emosional, konsep diri dan sebagainya. Faktor ekternal ialah
faktor yang berasal dari luar diri individu, berupa lingkungan sekolah,
keluarga dan masyarakat.[5]
Faktor internal yang menjadi fokus perhatian dalam penelitian ini
yaitu konsep diri. Konsep diri memiliki peranan yang penting dalam pencapaian
prestasi belajar siswa. Konsep diri yang dimaksud adalah cara siswa memandang
dirinya serta kemampuan yang dimilikinya.
Penelitian Rensi dan Lucia Rini Sugiarti tentang Hubungan Dukungan
Sosial, Konsep Diri, Dan Prestasi Belajar Siswa SMP Kristen YSKI Semarang
menujukkan bahwa siswa yang tergolong berprestasi tinggi mempunyai konsep diri
yang lebih positif, sebaliknya siswa yang tergolong berprestasi rendah
mempunyai konsep diri yang negatif. Siswa yang kurang berprestasi kurang
memandang diri mereka sebagai orang yang tidak mempunyai kemampuan dan kurang
dapat menyesuaikan diri dengan orang lain. Selain tanggapan positif guru dapat
membantu siswa bersikap positif terhadap dirinya dan akan mempengaruhi prestasi
belajar siswa. Berbagai studi yang telah dilaksanakan menunjukan bahwa konsep
diri mempunyai hubungan yang erat dengan prestasi belajar siswa. Prestasi belajar
siswa dapat diramalkan dengan melihat konsep diri siswa.[6]
Selain faktor internal yang mempengaruhi prestasi belajar, ada
pula faktor eksternal. Faktor ekternal yang mempengaruhi prestasi belajar siswa
diantaranya lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat. Di lingkungan sekolah,
faktor eksternal yang mempengaruhi prestasi belajar siswa yaitu berupa sarana
prasarana, guru mata pelajaran, teman sebaya, sistem yang diterapkan di sekolah
dan sebagainya. Pada penelitian ini lebih difokuskan kepada teman sebaya yang
memberikan dukungan sosial kepada siswa dalam kesehariannya yang berpengaruh
terhadap pencapaian prestasi belajarnya.
Dukungan
sosial adalah bantuan yang diterima individu dari orang lain atau kelompok di
sekitarnya, dengan membuat penerima merasa nyaman, dicintai dan dihargai.
Dukungan sosial yang diperoleh siswa di lingkungan sekolah yaitu dari guru,
kepala sekolah, teman sebaya dan sebagainya. Pada penelitian ini, dukungan
sosial lebih difokuskan kepada teman sebaya. Teman sebaya (peers) adalah anak-anak atau remaja yang memiliki usia atau tingkat
kematangan yang kurang lebih sama.[7] Interaksi yang dialami
siswa di sekolah dengan teman sebaya dapat memberikan umpan balik terhadap
prestasi yang akan dicapai siswa tersebut.
Penelitian yang dilakukan oleh Endang Sukawati tentang Hubungan
Antara Dukungan Sosial Teman Sebaya dan Disiplin Kuliah Dengan Prestasi Belajar
pada tahun 2012 di Semarang diperoleh hasil bahwa adanya hubungan positif yang
sangat signifikan antara hubungan sosial teman sebaya dan disiplin dengan
prestasi belajar.[8]
Berdasarkan
uraian di atas, penulis termotivasi melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh
Konsep Diri dan Dukungan Sosial Teman Sebaya Terhadap Prestasi Belajar
Matematika Siswa Kelas VIII
Tujuan Penelitian
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsep diri dan dukungan sosial teman
sebaya terhadap prestasi belajar matematika siswa kelas VIII
Manfaat Penelitian
Adapun
yang menjadi manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
:
1.
Manfaat Teoritis
Untuk
menambah khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang pendidikan matematika.
2.
Manfaat Praktis
a.
Bagi sekolah
Mengetahui
konsep diri dan dukungan sosial teman sebaya peserta didiknya sehingga
diharapkan mampu mengambil tindakan yang sesuai ke depan demi kemajuan bersama.
b.
Bagi guru
Mengetahui
konsep diri dan dukungan sosial teman sebaya yang yang berpengaruh pada
prestasi belajar peserta didik sehingga diharapkan mampu meningkatkan prestasi
peserta didik ke depan demi kemajuan peserta didik.
c.
Bagi peserta didik
Mengetahui
konsep diri dan dukungan sosial teman sebaya peserta didik masing-masing,
sehingga peserta didik serya pendidik dapat memperbaiki kualitas
pembelajarannya.
d.
Bagi peneliti selanjutnya
Sebagai
tambahan ilmu pengetahuan dan referensi bagi peneliti selanjutnya yang meneliti
hal yang relevan dengan penelitian ini.
B. TINJAUAN
PUSTAKA
Prestasi Belajar Matematika
Pengertian
Prestasi Belajar Matematika
Pengertian matematika berdasarkan
Kamus Matematika adalah pengkajian logis mengenai bentuk, susunan, besaran dan
konsep-konsep yang berkaitan. Matematika seringkali dikelompokkan ke dalam tiga
bidang yaitu aljabar, analisis, dan geometri, walaupun demikian tidak dapat
dibuat pembagian yang jelas karena cabang-cabang ini telah bercampur-baur.[9]
Sedangkan dalam arti kata, matematika berasal dari kata mathema dalam bahasa Yunani yang diartikan sebagai sains, ilmu,
pengetahuan atau belajar. Juga dari kata mathematikos
yang diartikan sebagai suka belajar.[10]
Sehingga dalam memahami matematika tidak lepas dari proses belajar.
Belajar adalah suatu serangkaian
kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil
dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut
kognitif, afektif dan psikomotorik.[11]
Dalam
agama islam perintah belajar sangatlah dianjurkan. Hal ini sangat berkenaan
dengan turunnya ayat pertama yang mengindikasikan pentingnya belajar. Dalam
surah Al’alq Allah berfirman:
1.
ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ ù&tø%$# y7/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷èt ÇÎÈ
Artinya:
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan
manusia dari segumpal darah.Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang
mengajar (manusia) dengan perantaran kalam,
Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Hasil yang diperoleh dalam pembelajaran
disebut hasil belajar. Kumpulan-kumpulan dari hasil belajar itulah yang disebut
dengan prestasi belajar. Prestasi selalu dihubungkan dengan pelaksanaan suatu
kegiatan atau aktivitas. Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat
dipisahkan dari kegiatan belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses,
sedangkan prestasi belajar merupakan output dari proses belajar.
Pengertian prestasi belajar dalam kamus
bahasa Indonesia adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang
dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai, tes atau
angka nilai yang diberikan guru dan departemen pendidikan.[12] Hal senada yang
diungkapkan oleh Sagita Adjani dan Helmy Adam yakni prestasi belajar adalah
hasil pencapaian seseorang dalam bidang pengetahuan, keterampilan, dan tingkah
laku yang ditunjukkan dengan dengan angka yang diberikan oleh pengajar.[13] Sedangkan menurut Agoes
Dariyo, prestasi belajar (achievement or
performance) ialah hasil pencapaian yang diperoleh seorang pelajar (siswa)
setelah mengikuti ujian dalam suatu pelajaran terstentu.[14]
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan
bahwa prestasi belajar adalah kumpulan dari hasil belajar yang diperoleh
seorang pelajar (siswa) setelah mengikuti ujian yang dalam bidang pengetahuan,
keterampilan dan tingkah laku yang ditunjukkan dengan nilai atau angka yang
diberikan guru dan departemen pendidikan. Dari beberapa pernyataan di atas
dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar matematika adalah kumpulan dari hasil
belajar yang diperoleh seorang pelajar (siswa) setelah mengikuti ujian yang
ditunjukkan dengan nilai diberikan guru.
Penilaian
Prestasi Belajar
Penilaian adalah istilah umum yang mencakup semua metode
yang digunakan untuk menilai kemampuan peserta didik. Dengan kata lain,
penilaian (assessment) adalah berarti
mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan dengan ukuran baik atau
buruk. Penilaian merupakan kegiatan yang dirancang untuk mengukur tingkat
pencapaian siswa dalam belajar yang diperoleh melalui penerapan program
pengajaran tertentu dalam tempo yang relatif singkat.[15]
Sedangkan prestasi belajar merupakan kumpulan dari hasil belajar siswa setelah mengikuti
ujian mata pelajaran tertentu. Maka dari itu hasil belajar merupakan sumber
dari prestasi belajar. Oleh karena itu untuk membahas tentang penilaian
prestasi belajar, terlebih dahulu diperlukan pemahaman tentang penilaian hasil
belajar itu sendiri.
Penilaian (asessment)
hasil belajar merupakan komponen penting dalam kegiatan pembelajaran. Upaya
meningkatkan kualitas pembelajaran dapat ditempuh melalui peningkatan kualitas
sistem penilaiannya. Menurut Djemari Mardapi, kualitas pembelajaran dapat dilihat
dari hasil penilaiannya. Sistem penilaian yang baik akan mendorong pendidik
untuk menentukan strategi mengajar yang baik dan memotivasi peserta didik untuk
belajar yang lebih baik.[16]
Setiap kegiatan yang berlangsung, pada akhirnya kita
ingin mengetahui hasilnya, demikian pula dalam pembelajaran. Untuk mengetahui
hasil kegiatan pembelajaran, harus dilakukan pengukuran dan penilaian.
Berkaitan dengan penilaian keberhasilan pembelajaran, beberapa konsep dasar
penilaian perlu dipahami, yaitu pengukuran dan penilaian.[17]
Pengukuran adalah suatu usaha untuk mengetahui keadaan
sesuatu seperti apa adanya. Dalam pelaksanaan pembelajaran, pengukuran hasil
belajar bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh perubahan tingkah laku pelajar
setelah selesai mengikuti suatu kegiatan belajar. Kegiatan pengukuran umumnya
guru menggunakan beberapa tes sebagai alat ukur. Hasil pengukuran itu berbentuk
angka yang dapat memberikan gambaran tentang tingkat penguasaan peserta didik
terhadap materi pembelajaran. Angka atau skor sebagai hasil pengukuran
mempunyai makna jika dibandingkan patokan sebagai batas yang menyatakan bahwa
pelajar telah menguasai secara tuntas materi pelajaran tersebut.[18]
Pada dasarnya pelaksanaan penilaian terlebih dahulu harus
didasarkan atas pengukuran. Penilaian merupakan penentuan keputusan atas hasil
pengukuran yang telah dilakukan. Dalam pelaksanaan pengukuran diperlukan alat,
alat yang digunakan dalam pengukuran hasil belajar yaitu berupa tes yang
disebut tes hasil belajar.
Tes hasil belajar (THB) merupakan tes penguasaan, karena
tes ini mengukur penguasaan siswa terhadap materi yang diajarkan oleh guru atau
dipelajari oleh siswa. Tes diujikan setelah siswa memperoleh sejumlah materi
sebelumnya dan pengujian dilakukan untuk mengetahui penguasaan siswa atas materi
tersebut.[19] Tes
hasil belajar dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kategori. Menurut peranan
fungsionalnya dalam belajar, THB dapat dibagi menjadi empat macam yaitu tes
formatif, tes sumatif, tes diagnostik, dan tes penempatan.[20]
Sedangkan berdasarkan bentuk pertanyaannya, THB dapat berbentuk objektif dan
esai.[21]
Pelaksanaan pengukuran menggunakan THB dapat dilakukan
dengan mengadakan pengamatan, wawancara, ujian tertulis atau pun analisis
dokumen.[22] Pada
penelitian ini THB yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu analisis
dokumen. Dokumen yang dianalisis berupa perolehan rapor yang menjadi tolak ukur
dalam penilaian prestasi belajar.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Prestasi
belajar merupakan salah satu wujud dari hasil usaha belajar yang dilakukan.
Hasil belajar dapat meningkat atau juga menurun yang dipengaruhi oleh sejumlah
faktor. Hal senada diungkapkan Suryabrata bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
prestasi belajar berasal dari dalam diri dan faktor dari luar pelajar.[23]
Dalyono juga mengungkapkan ada 2 faktor utama yang
mempengaruhi pencapaian prestasi belajar siswa yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal ialah faktor yang berasal dalam yang berhubungan
erat dengan segala kondisi siswa sedangkan faktor eksternal ialah faktor yang
berasal dari luar diri individu. Faktor internal yang mempengaruhi prestasi
belajar meliputi kesehatan fisik, motivasi, kondisi emosional, konsep diri,
minat dan sebagainya. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi prestasi
belajar meliputi lingkungan sosial terutama lingkungan keluarga, sekolah dan
masyarakat.[24] Di
lingkungan sekolah, faktor eksternal yang mempengaruhi prestasi belajar siswa
yaitu berupa sarana prasarana, guru mata pelajaran, teman sebaya, sistem yang
diterapkan di sekolah dan sebagainya.
Menurut Suryabrata, faktor-faktor yang mempengaruhi
prestasi belajar[25] antara
lain:
a. Faktor-faktor
dari luar diri (eksternal)
1) Faktor
eksternal nonsosial, misalnya keadaan udara, suhu, cuaca, waktu, tempat dan alat-alat
yang digunakan.
2) Faktor-faktor
eksternal sosial, misalnya kehadiran orang lain dan dukungan sosial.
b. Faktor-faktor
dari dalam diri (internal)
1) Fisiologis
misalnya keadaan jasmani, nutrisi, penyakit dan panca indra.
2) Psikologi
mislanya intelegensi, motivasi, minat, bakat, dan kepribadian.
Begitu pula dengan prestasi belajar matematika di
sekolah, siswa pun dipengaruhi oleh kedua faktor tersebut. Pajares dan Miller
menyebutkan bahwa performa matematika seseorang dipengaruhi oleh rasa mampu
diri matematika (math self effecacy),
konsep diri matematika (math self-consept),
kecemasan matematika (math anxiety)
rasa kurangnya kegunaan matematika (perseived
usefulness of mathematics), gender dan pengalaman sebelumunya dengan
matematika (prior experience with mathematics).[26]
Lien Chen dari Boston College telah menguji efek dari 6
variabel yang mempengaruhi prestasi matematika sebagaimana diukur oleh TIMSS (Third International Mathematics and Science
Study) yaitu lingkungan keluarga, pengaruh teman-teman sebaya, lingkungan
sekolah, aspirasi pendidikan, sikap terhadap matematika dan lingkungan belajar.
[27]
Faktor-faktor tersebut saling berkai6Ytan antara satu
dengan yang lainnya. Kelemahan salah satu faktor, akan dapat mempengaruhi
keberhasilan seseorang dalam belajar. Dengan demikian, tinggi rendahnya
prestasi belajar matematika yang dicapai siswa di sekolah di dukung oleh faktor
internal dan eksternal seperti yang disebutkan di atas.
Berdasarkan berbagai uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar matematika seorang siswa
meliputi faktor internal dan eksternal yang terdiri dari beberapa aspek. Dalam
penelitian ini difokuskan pada faktor internal yaitu konsep diri dan faktor
eksternal dukungan sosial teman sebaya
Konsep Diri
Pengertian
Konsep Diri
Konsep diri (self concept) merujuk pada evaluasi yang menyangkut bidang-bidang
tertentu dari dalam diri.[28]
Wiliarn D. Brooks mendefenisikan konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita
tentang diri kita.[29]
Senada
dengan pendapat di atas Chaplin mengartikan konsep diri sebagai evaluasi diri
mengenai diri sendiri, penilaian dan penaksiran mengenai diri sendiri, mengenai
individu yang bersangkutan.[30]
Black dan Bohrnhold menjelaskan bahwa konsep diri sebagai pandangan yang
dimiliki setiap orang mengenai dirinya sendiri yang terbentuk.[31]
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah pandangan,
penilaian, gagasan atau persepsi individu seseorang tentang dirinya sendiri
serta perasaanya tentang diri sendiri yang terbentuk.
Konsep
diri dalam matematika khusus dibuat karena berdasarkan hasil pengamatan yang
dilakukan menunjukkan bahwa konsep diri siswa pada mata pelajaran matematika
mempengaruhi prestasi belajar yang diraihnya. Konsep diri matematika menurut
pendapat Reyes dalam Townsend, dan kawan-kawan merujuk pada persepsi dari
kemampuan seseorang untuk belajar dan mengerjakan tugas-tugas matematika.[32]
Berdasarkan
seluruh uaraian di atas, disimpulkan
bahwa konsep diri pada mata pelajaran matematika adalah penilaian siswa terhadap
kemampuan mereka dan rasa suka atau ketertarikan terhadap matematika.
Aspek-aspek
Konsep Diri
Menurut Pudjijogyanti konsep diri
terbentuk atas dua komponen, yaitu sebagai berikut[33]:
a.
Komponen kognitif
Merupakan
pengetahuan individu tentang keadaan dirinya, misalnya: “Saya anak bodoh”. Jadi
komponen kognitif merupakan penjelasan dari “siapa saya” yang akan memberi
gambaran tentang diri seseorang (self-pictute).
Gambaran diri tersebut akan membentuk citra diri.
b.
Komponen afektif
Merupakan penilaian individu
terhadap diri. penilaian tersebut akan membentuk penerimaan terhadap diri
(self-acceptance) serta harga diri (self-esteem).
Calhoun dan Accocelia menyebutkan
tiga dimensi dari konsep diri yaitu[34]
sebagai berikut:
1) Dimensi
pengetahuan
Dimensi pengetahuan yaitu apa yang kita ketahui tentang
diri sendiri seperti usia, jenis kelamin, kebangsaan, suku, pekerjaan, dan lain
sebagainya. faktor dasar ini menempatkan seseorang dalam kelompok sosial,
kelompok umur, kelompok suku bangsa dan sebagainya. dalam membandingkan diri
sendiri dengan kelompok, seseorang menjuluki diri dengan istilah-istilah
kualitas. Seseorang mengkategorikan dirinya dengan anggota kelompoknya sebagai
orang yang spontan atau hati-hati, baik hati atau egois dan sebagainya.
seseorang dapat saja mengubah tingkahlaku atau mengubah kelompok pembandingnya.
Misalnya seseorang memberi julukan kepada dirinya “pandai” karena lulus nomor
satu dari suatu SMA yang terdiri dari 50 siswa. Namun jika ia memasuki suatu
perguruan tinggi yang sangat penuh persaingan dan merasakan dirinya dikelilingi
oleh siswa-siswi yang lulus nomor satu di kelas-kelas SMA yang terdiri dari 500
siswa, tiba-tiba ia mungkin merasa bahwa julukan yang seharusnya adalah “tidak
begitu pandai”.
2) Dimensi
harapan
Pada saat seseorang mempunyai satu set pandangan tentang
siapa dirinya, dia juga mempunyai satu set pandangan lain tentang kemungkinan
dirinya menjadi apa di masa mendatang. Setiap orang mempunyai pengharapan bagi
dirinya sendiri. Pengharapan ini menjadi diri ideal. Diri ideal sangat berbeda
untuk tiap individu. Apapun yang menjadi tujuan seseorang, hal itu
membangkitkan kekuatan yang mendorong seseorang menuju masa depan dan memadu
kegiatan dalam kehidupannya.
3) Dimensi
penilaian
Dimensi penilaian yaitu penilaian individu tentang diri
sendiri. Seseorang berkedudukan sebagai penilai bagi dirinya sendiri setiap
hari, mengukur apakah terjadi pertentangan antara (1) “saya dapat menjadi apa”,
yaitu pengharapan bagi diri sendiri dan (2) “saya seharusnya menjadi apa”,
yaitu standar seseorang bagi dirinya sendiri.
Sedangkan menurut Centi, terdapat tiga aspek konsep diri[35]
yaitu sebagai berikut:
a) Self-image
atau gambaran diri, merupakan gambaran yang dibentuk dan dimiliki oleh
seseorang tentang dirinya. Gambaran ini merupakan kesimpulan dari pandangan
individu dalam berbagai peran yang dipegang, misalnya sebagai orang tua, anak,
atau pelajar dan yang lainnya. Pandangan individu tentang watak kepibadian yang
ia rasa ada dalam dirinya, seperti jujur, setia, ramah. Pandangan individu
tentang sikap yang ada dalam dirinya dan kemampuan yang dimilikinya.
Penglihatan tentang diri ini tidaklah sama dengan diri individu sebagaimana
sesungguhnya ada. Penglihatan tentang diri merupakan rumusan, definisi atau
versi sebyaktif pribadi seseorang tentang dirinya sendiri.
b) Self-evaluation atau
penilaian diri, merupakan pandangan seseorang tentang harga atau kewajaran
dirinya sebagai pribadi. Bagaimana seseorang merasa tentang dirinya, apakah ia
suka atau tidak suka dengan pribadinya. Cara melihat diri yang memiliki
ciri-ciri positif dan negatif itu merupakan titik awal untuk menilai diri apa
adanya secara realistik.
C) Self-ideal atau
diri yang dicita-citakan, merupakan dambaan, aspirasi, harapan dan keinginan
bagi diri sendiri menjadi manusia sebagaimana yang diinginkan atau diimpikan.
Tiga aspek konsep diri menurut Gresham, dkk
dalam SCSS (Student Self Concept Scale)
adalah aspek Self Confidence (percaya
diri), Importance (kepentingan), dan Outcome Confidence (kepercaan akan
hasil).
a. Self Confidence
(percaya diri)
Percaya diri adalah merupakan rasa percaya akan kemampuan
yang dimiliki oleh diri sendiri. Percaya diri yang
merupakan salah satu modal dalam kehidupan yang harus ditumbuhkan pada diri
setiap siswa agar kelak mereka dapat menjadi manusia yang mampu mengontrol
berbagai aspek yang ada pada dirinya, dengan kemampuan tersebut siswa akan
lebih jernih dalam mengatur tujuan dan sasaran pribadi yang jelas, maka akan
lebih mampu dalam mengarahkan perilaku menuju keberhasilan.
b. Importance (kepentingan)
Kepentingan (importance)
merupakan keperluad dari dalam diri sehingga mendahulukan sesuatu yang menjadi
kebutuhan. Kepentingan dalam diri menyadari akan perlunya percaya diri itu.
Dengan menyadari akan perlunya percaya diri dalam diri akan mendukung konsep
diri yang positif yang stabil yang tertanam pada individu, sehingga jika konsep
diri positif terlah tertanam akan mendorong untuk meninngkatkan prestasi
akademiknya.
c. Outcome Confidence
(kepercaan akan hasil).
Kepercayaan akan hasil (outcome confidence) merupakan keyakinan akan hasil yang diperoleh.
Keyakinan akan hasil akan memotivasi individu untuk melakukan hal yang
maksimal, dikarenakan usaha yang maksimal akan membuahkan hasil akademis yang
maksimal.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan pada dasarnya
konsep diri memiliki tiga aspek, yaitu gambaran diri (self-image), aspek penilaian diri (self-evaluation), dan aspek diri yang dicita-citakan (self-ideal). Konsep diri yang diri yang
dimaksudkan dalam penelitian ini adalah konsep diri akademik yang mengarah pada
mata pelajaran matematika. Tiga aspek konsep diri akademik menurut Gresham, dkk
dalam SCSS (Student Self Concept Scale)
adalah aspek Self Confidence (percaya
diri), Importance (kepentingan), dan Outcome Confidence (kepercaan akan
hasil). Puspasari menyatakan bahwa anak yang memiliki tingkat kemampuan
akademis yang tinggi cenderung memiliki rasa percaya diri terhadap kemampuan
akadmisnya.[36]
Dari penjelasan tentang aspek-asplek konsep diri di atas,
penulis lebih mengacu pada aspek yang dikemukakan oleh Gresham, dkk dalam
mengukur konsep diri matematika siswa, yaitu aspek Self Confidence (percaya diri), Importance
(kepentingan) dan Outcome Confidence
(kepercayaan akan hasil).
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Perkembangan Konsep Diri
Secara umum, konsep diri sebagai gambaran tentang diri
sendiri dipengaruhi oleh hubungan atau interaksi individu dengan lingkungan
sekitar, pengamatan terhadap diri sendiri dan pengalaman dalam kehidupan
keseharian. Sebagaimana halnya dengan perkembangan dalam umumnya, keluarga,
khususnya orang tua berperan penting dalam perkembangan konsep diri anak.
Konsep diri terbentuk dan berkembang dalam proses pengasuhan termasuk interaksi
inerpersonal ibu-anak.[37]
Selanjutnya, Friedmen menjelaskan bahwa pengasuhan orang
tua berdampak pada konstruk psikologis anak. Model pengasuhan yang permisif dan
otoriter cenderung mengakibatkan konsep diri dan kompetensi sosial yang rendah.
Pengasuhan dengan model otoriter cenderung menghasilkan konsep diri, kompetensi
sosial, dan independensi yang tinggi. Hal ini dimungkinkan karena orang tua
yang otoratif di samping melakukan kontrol, namun juga memberikan kebebasan
sehingga anak dapat pula menerima dirinya dan mengembangkan konsep diri yang
positif. Sebaliknya, orang tua otoriter dan permisif tidak memberikan iklim
yang kondusif bagi perkembangan konsep diri yang positif bahkan mengarah pada
perkembangan konsep diri negatif. Konsep diri, dalam konteks sosial dipengaruhi
oleh evaluasi signifikan orang lain, pengalaman positif dan penguatan negatif (negatife reinforcement) baik diri
sendiri maupun orang lain, termasuk pengalaman perilaku kekerasan dalam
keluarga.[38]
Orang tua sebagai model berpengaruh terhadap perkembangan
konsep diri anak. Sebagai contoh, orang tua yang senantiasa memandang dirinya
secara negatif akan berpengaruh negatif pula terhadap perkembangan konsep diri
anak. Demikian pula jika orang tua sering memberikan label negatif seperti
jelek atau bodoh, maka anak pada akhirnya akan mempercayai penilaian negatif
tersebut dan memandang dirinya secara negatif. Sebaliknya orang tua yang
menekankan penilaian yang positif maka penilaian tersebut berpengaruh positif
pula terhadap konsep diri, bahkan dapan mereduksi sikap dan perilaku anak. Hal
ini dimungkinkan karena pada umumnya anak merasa akan lebih senang dengan diri
mereka apabila mereka mengetahui keberadaanya diterima dan menyenangkan dalam
kehidupan bersama orang tua.[39]
Berdasarkan telaah deskriptif dan analisis empirik
mengenai konsep diri dapat dikemukakana bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
konsep diri siswa mencakup keadaan fisik dan penilaian orang lain mengenai
fisik individu, faktor keluarga, termasuk pola asuh orang tua, pengalaman
perilaku kekerasan, sikap sodara, dan status sosial ekonomi, dan faktor
lingkungan sekolah.[40]
Selain itu pula konsep diri juga dipengaruhi oleh aspek lain berupa gambaran
diri (self-image), aspek penilaian
diri (self-evaluation), dan aspek
diri yang dicita-citakan (self-ideal).
Dukungan Sosial Teman Sebaya
Pengertian
Dukungan Sosial Teman Sebaya
Sarafino menggambarkan dukungan sosial sebagai suatu
kenyamanan, perhatian, penghargaan atau pun bantuan yang diterima individu dari
orang lain maupun kelompok. Dalam pengertian lain disebutkan bahwa dukungan
sosial adalah kehadiran orang lain yang dapat membuat individu percaya bahwa
dirinya dicintai, diperhatikan dan merupakan bagian dari kelompok sosial, yaitu
keluarga, rekan kerja dan teman dekat.[41]
Seiring anak-anak tumbuh dewasa, mereka menghabiskan
semakin banyak waktu dengan teman sebaya yang seusia atau tingkat kematangannya
hampir sama.[42] Teman
sebaya merupakan salah satu sumber dukungan sosial karena dapat memberikan rasa
senang, perhatian, dorongan serta motivasi kepada teman lain yang sebaya.
Bergaul dengan teman sebaya dapat memberikan bantuan serta dukungan kepada
orang lain yang berusia hampir sama pada proses pembelajaran.
Teman sebaya (peers)
adalah anak-anak atau remaja yang memiliki usia atau tingkat kematangan yang
lebih sama. Interaksi dia antara teman-teman sebaya yang berusia sama memiliki
peran yang unik dalam budaya Amerika Serikat. Pertemanan berdasarkan tingkat
usia dengan sendirinya akan terjadi meskipun sekolah tidak menetapkan sistem
usia. Remaja dibiarkan untuk menetukan sendiri komposisi masyarakat mereka. Bagaimanapun,
seseorang dapat menjadi seseorang dapat menjadi petarung yang baik hanya jika
berada di antara teman yang seusia. Salah satu fungsi dari kelompok teman
sebaya adalah sebagai sumber informasi mengenai dunia di luar keluarga. Remaja
memperoleh umpan-balik mengenai kemampuannya dari kelompok teman sebaya. Remaja
mempelajari bahwa apa yang mereka lakukan itu lebih baik, sama baik, atau
kurang baik, dibandingkan remaja-remaja lainnya. Mempelajari hal ini di rumah
tidak mudah dilakukan karena saudara kandung biasanya lebih tua atau lebih
muda.[43]
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
dukungan sosial teman sebaya adalah dukungan yang diterima dari orang-orang
yang memiliki usia hampir sama yang memberi dukungan berupa semangat, perhatian,
dorongan serta motivasi
Bentuk-bentuk
Dukungan Sosial Teman Sebaya
Menurut House dukungan teman sebaya dibedakan menjadi
beberapa bentuk, yakni[44]:
a. Dukungan
emosional mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap orang
yang bersangkutan.
b. Dukungan
penghargaan terjadi melalui ungkapan penghargaan positif untuk orang tersebut,
dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu.
c. Dukungan
instrumental mencakup bantuan langsung seperti memberikan bantuan berupa uang,
barang, dan sebagainya.
d. Dukungan
informatif mencakup pemberian nasihat, petunjuk-petunjuk, saran ataupun umpan
balik.
Menurut Sarafino[45]
terdapat lima bentuk dukungan sosial yang dapat mempengaruhi remaja yaitu:
a. Dukungan
emosional
Mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatin
terhadap orang yang bersangkutan. Dukungan emosional merupakan ekspresi dari
afeksi, keprcayaan, perhatian dan perasaan didengarkan. Kesediaan untuk
mendengarkan keluhan seseorang akan memberikan dampak positif sebagai sarana
pelepasan emosi, mengurangi keceasan, membuat individu merasa nyaman, tentram,
diperhatikan, serta dicintai saat menghadapi berbagai tekanan dalam hidup
mereka.
b. Dukungan
penghargaan
Terjadi lewat ungkapan penghargaan yang positif untuk
individu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu,
dan perbandingan positif individu dengan individu lain, seperti misalnya
perbandingan dengan orang-orang yang kurang mampu atau lebih buruk keadaanya.
Hal seperti ini dapat menambah penghargaan diri. Melalui interaksi dengan orang
lain, individu akan dapat mengevaluasi dan mempertegas keyakinan dengan
membandingkan pendapat, sikap, keyakinan, dan prilaku orang lain. Jenis
dukungan ini membantu individu merasa dirinya berharga, mampu, dan dihargai.
c. Dukungan
instrumental
Mencakup bantuan langsung, dapat berupa jasa, waktu, atau
uang. Misalnya, pinjaman uang bagi individu atau pemberian pekerjaan saat
individu mengalami stres. Dukungan ini membantu individu dalam melaksanakan
aktivitasnya.
d. Dukungan
informatif
Mencakup pemberian nasehat, petunjuk-petunjuk,
saran-saran, informasi atau umpan balik. Dukungan ini membantu individu
mengatasi masalah dengan cara memperluas wawasan dan pemahaman individu
terhadap masalah yang dihadapi. Informasi tersebut diperlukan untuk mengambil
keputusan dan pemecahan masalah secara praktis. Dukungan informatif ini juga
membantu individu mengambil keputusan karena mencakup mekanisme penyediaan
informasi, pemberian nasihat dan petunjuk.
e. Dukungan
sosial
Mencakup perasaan keanggotaan dalam kelompok. Dukungan
jaringan sosial merupakan perasaan keanggotaan dala suatu kelompok, saling
berbagi kesenangan dan aktivitas sosial.
Berdasarkan bentuk-bentuk dukungan sosial yang telah
dipaparkan di atas, maka yang akan digunakan dalam pengukuran dukungan sosial
teman sebaya adalah bentuk dukungan berdasarkan teori House yaitu dukungan
emosional, dukungan penghargaan, dukugan instrumental, dan dukungan informatif.
Hipotesis
Berdasarkan beberapa
uraian dari teori-teori di atas, maka hipotesis yang penulis ajukan adanya
pengaruh konsep diri dan dukungan sosial teman sebaya terhadap prestasi belajar
matematika siswa kelas VIII
C. METODE
PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan pada
penelitian ini adalah penelitian pengaruh. Penelitian pengaruh ditujukan untuk
menguji variabel independen yang merupakan variabel bebas yang mempengaruhi
timbulnya variabel dependen (terikat).[46]
Adapun model desain dalam penelitian ini adalah paradigma ganda dengan dua
variabel independen dan satu variabel dependen.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua peserta didik kelas
VIII tahun ajaran 2013/2014 yang terdiri atas 6 kelas dengan jumlah 204 siswa.
Merujuk pada penjelasan Arikunto maka peneliti menetapkan 25%
dari populasi yakni sebanyak 51 peserta didik kelas VIII di
SMPN sebagai sampel penelitian
untuk mengeneralisasi hasil penelitian sampel.
D. HASIL
PENELITIAN
Hasil Penelitian
Gambaran
Konsep Diri Siswa Kelas VIII
Hasil Penelitian diperoleh bahwa terdapat 7 siswa atau 14% memiliki
konsep diri yang rendah, 35 siswa atau 68% memiliki konsep diri yang sedang,
dan 9 siswa atau 18%. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa skor konsep diri pada seluruh subjek
penelitian ini termasuk kategori sedang.
Gambaran
Dukungan Sosial Teman Sebaya Siswa Kelas VIII SMPN
Berdasarkan tabel
di atas, maka 5 siswa atau 10% memiliki dukungan sosial teman sebaya yang
rendah, 40 siswa atau 78% memiliki dukungan sosial teman sebaya yang sedang,
dan 6 siswa atau 12% memiliki dukungan sosial teman sebaya yang tinggi. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa skor dukungan sosial teman sebaya pada seluruh subjek
penelitian ini termasuk kategori sedang
Pengaruh Konsep Diri
dan Dukungan Sosial Teman Sebaya Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas VIII SMPN
Pengujian normalitas dilakukan pada data
konsep diri, dukungan sosial da prestasi belajar dengan taraf
signifinikan yang ditetapkan adalah = 0,05. Berdasarkan hasil pengolahan dengan SPSS 20 maka diperoleh sign konsep diri adalah 0,657, dukungan sosial teman sebaya adalah 0,586, dan perstasi belajar adalah 0,060. Hasil analisis
diperoleh singnifikan ketiga data lebih . Sehingga dapat disimpulkan bahwa ketiga data
berdistribusi normal.
Uji linieritas adalah uji yang akan memastikan apakah data yang dimiliki
sesuai garis linier atau tidak. Uji linier dilakukan untuk mengetahui apakah
variabel independen memiliki hubungan yang linier dengan variabel dependen.
Hasil uji linieritas konsep diri terhadap prestasi belajar diperoleh hasil
sig.0,005 < berarti data konsep diri linier. Sedangkan uji
linieritas skala dukungan sosial teman sebaya diperoleh hasil sig. 0,047 < sehingga data dukungan sosial teman sebaya
linier.
Pada analisis regresi
linier berganda ini digunakan untuk mengetahui pengaruh konsep diri dan
dukungan sosial teman sebaya terhadap prestasi belajar matematika siswa kelas
VIII SMPN. Rumus analisis regresi linier berganda dengan menggunakan SPSS versi 20 sebagai berikut:
Y = 47,103
+ 0,382X1 + 0,061X2
Pengujian hipotesis pada penelitian ini dibagi atas 2 yaitu pengujian
secara parsial dan simultan. Kriteria penentuan pengujian dilakuan dengan dua
cara yaitu uji t dan signifikansinya. Pada pengujian koefisien variabel konsep
diri diperoleh nilai –thitung
< ttabel (-2,174
< 1,678)atau thitung >
ttabel (2,174 > 1,678) maka Ho ditolak. Jadi
dapat disimpulkan bahwa konsep diri berpengaruh terhadap prestasi
belajar. Pada pengujian koefisien variabel dukungan sosial teman sebaya
diperoleh nilai
–ttabel thitung ≤ ttabel (-1,678
≤ 0,636 ≤ 1,678)maka Ho diterima. Jadi
dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial teman sebaya tidak
berpengaruh
terhadap prestasi belajar. Pada pengujian simultan diperoleh
Karena Fhitung > Ftabel
(4,566 > 3,2317) maka H0 ditolak. Jadi dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh dari
konsep diri dan dukungan sebaya terhadap prestasi belajar.
Pembahasan
Pengaruh
Konsep Diri Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas VIII SMPN
Pada analisis deskriptif konsep diri diperoleh skor tertinggi 69, skor
terendah 42 dan rata-ratanya 58,882. Gambaran konsep diri secara umum berada
pada kategori sedang yaitu persentasenya sebesar 68% sedangkan selebihnya 18%
pada kategori tinggi dan 14% berada pada kategori rendah.
Pada uji prasyarat analisis diperoleh data konsep diri berdistribusi normal
karena nilai sig. > (0,732 > 0,05). Pada uji lineritas konsep
diri terhadap prestasi belajar diperoleh data linier karena nilai sig < (0,005 < 0,05). Sehingga uji prasyarat
normalitas dan linieritas terpenuhi untuk variabel konsep diri.
Pada hasil uji hipotesis parsial variabel konsep diri terhadap prestasi
belajar dilakukan dengan uji t dan nilai signifikansinya. Hasil analisis
diperoleh dari uji t dan nilai signifikansi disimpulkan bahwa konsep
diri
berpengaruh terhadap prestasi belajar. Hasil yang diperoleh sesuai dengan
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rensi dan Lucia Rini Sugiarti yaitu
adanya hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan prestasi belajar
Konsep diri adalah pandangan, penilaian, gagasan atau persepsi individu
seseorang tentang dirinya sendiri serta perasaanya tentang diri sendiri yang
terbentuk. Konsep diri dalam matematika khusus dibuat karena berdasarkan hasil
pengamatan yang dilakukan menunjukkan bahwa konsep diri siswa pada mata
pelajaran matematika mempengaruhi prestasi belajar yang diraihnya. Konsep diri
matematika menurut pendapat Reyes dalam Townsend, dan kawan-kawan merujuk pada
persepsi dari kemampuan seseorang untuk belajar dan mengerjakan tugas-tugas
matematika.
Konsep diri berpengaruh tehadap matematika disebabkan oleh beberapa
aspek-aspek dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Aspek-aspek konsep diri
pada penelitian ini mengacu pada aspek yang dikemukakan oleh Gresham, dkk dalam
mengukur konsep diri matematika siswa, yaitu aspek Self Confidence (percaya diri), Importance
(kepentingan) dan Outcome Confidence
(kepercayaan akan hasil). Aspek-aspek yang digunakan tersebut untuk mengukur
konsep diri siswa pada mata pelajaran matematika diperoleh hasil bahwa konsep
diri berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika.
Percaya diri merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi konsep diri
siswa. Percaya diri (self confidence)
merupakan rasa percaya akan kemampuan yang dimiliki oleh diri sendiri. Dengan
adanya percaya diri pada diri seorang siswa akan menumbuhkkan
kemampuan-kemampuan positif yang ada dalam diri serta akan menghilangkan
keragu-raguan yang dimilikinya. kemampuan-kemamapuan positif yang dihasilkan
dengan adanya percaya diri tersebut akan mendorong seorang siswa memiliki
konsep diri positif. Konsep diri yang positif yang dihasilkan akan menumbuhkkan
semangat dalam pencapaian prestasi belajanya, salah satunya dalam pembelajaran
matematika.
Aspek yang kedua dalam konsep diri yaitu kepentingan. Kepentingan (Importance)
merupakan keperluan dari dalam diri sehingga mendahulukan sesuatu yang menjadi
kebutuhan. Kepentingan dalam diri menyadari akan perlunya kepercayaan diri itu.
Dengan menyadari akan perlunya kepercayaan diri yang positif dari siswa akan
mendukung konsep diri yang positif yang stabil yang tertanam pada siswa.
Sehingga jika konsep diri positif telah tertanam bagi siswa akan mendorong
untuk selalu dan selalu berprestasi.
Aspek yang ketiga dalam konsep diri yaitu kepercayaan akan hasil.
Kepercayaan akan hasil (outcome
confidence) merupakan keyakinan akan hasil yang akan diperoleh. Dengan
adanya keyakinan akan hasil akan memotivasi siswa untuk melakukan hal yang
maksimal, dikarenakan usaha yang maksimal akan membuahkan hasil yang maksimal.
Sehingga dengan adanya aspek keyakinan akan hasil yang positif yang ada pada
diri siswa akan tertanam konsep diri positif dan mempengaruhi prestasi
belajarnya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa konsep diri mempengaruhi prestasi
belajar matematika siswa SMPN. Akan tetapi prestasi belajar matematika bukan
hanya dipengaruhi oleh konsep diri, masih banyak variabel lain yang
mempengaruhinya. Selain itu pula dalam konsep diri juga dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti interaksi dengan lingkungan, pengasuhan orangtua,
interaksi dalam lingkungan keluarga, status ekonomi dan sebagainya.
Pengaruh
Dukungan Sosial Teman Sebaya Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas
VIII SMPN
Pada analisis deskriptif konsep diri diperoleh skor tertinggi 124, skor
terendah 63 dan rata-ratanya 103,9609. Gambaran dukungan sosial teman sebaya
secara umum berada pada kategori sedang yaitu persentasenya sebesar 78%
seedangkan selebihnya 12% pada kategori tinggi dan 14% berada pada kategori
rendah.
Pada uji prasyarat analisis diperoleh data dukungan sosial teman sebaya
berdistribusi normal karena nilai sig. > (0,586 > 0,05). Pada uji lineritas dukungan
sosial teman sebaya terhadap prestasi belajar diperoleh data linier karena
nilai sig < (0,047 < 0,05). Sehingga uji prasyarat
normalitas dan linieritas terpenuhi untuk variabel dukungan sosial teman
sebaya.
Pada hasil uji hipotesis parsial variabel dukungan sosial teman sebaya
terhadap prestasi belajar dilakukan dengan melihat nilai signifikansinya. Hasil
analisis diperoleh hasil uji t dan signifikansi kesimpulan bahwa dukungan
sosial teman sebaya tidak berpengaruh terhadap prestasi
belajar. Hal ini terbukti dengan hasil uji hipotesis parsial dukungan sosial
teman sebaya. Hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Ruth Nathania Tirtosimono yaitu adanya hubungan yang signifikan
antara dukungan sosial teman sebaya dengan prestasi belajar
Dukungan sosial adalah
kehadiran orang lain yang dapat membuat individu percaya bahwa dirinya
dicintai, diperhatikan dan merupakan bagian dari kelompok sosial, yaitu
keluarga, rekan kerja dan teman dekat.[47] Sedangkan teman sebaya (peers) adalah anak-anak atau remaja yang
memiliki usia atau tingkat kematangan yang lebih sama. Dukungan sosial teman
sebaya adalah dukungan yang diterima dari orang-orang yang memiliki usia hampir
sama yang memberi dukungan berupa semangat, perhatian, dorongan serta motivasi.
Dukungan sosial teman
sebaya tidak berpengaruh terhadap prestasi belajar disebabkan oleh beberapa
bentuk dukungan yang diberikan oleh teman sebaya tersebut. Bentuk dukungan
sosial teman sebaya pada penelitian ini mengacu pada bentuk yang dikemukakan
oleh House. Bentuk dukungan yang dikemukakan oleh House tersebut kemudian
digunakan untuk mengukur dukungan sosial teman sebaya siswa terhadap pestasi
belajar matematika. Bentuk dukungan menurut House yaitu dukunga emosional,
dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dan dukungan informatif.[48]
Dukungan emosional
mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap orang yang
bersangkutan. Dukungan emosional merupakan ekspresi dari afeksi, keprcayaan,
perhatian dan perasaan didengarkan. Kesediaan untuk mendengarkan keluhan
seseorang akan memberikan dampak positif sebagai sarana pelepasan emosi,
mengurangi kecemasan, membuat individu merasa nyaman, tentram, diperhatikan,
serta dicintai saat menghadapi berbagai tekanan dalam hidup mereka. Dengan
adanya dukungan emosional yang diperoleh siswa oleh teman sebaya akan
memberikan semangat kepada siswa dalam kesehariannya di sekolah. Dukungan
emosional tidak mempengaruhi prestasi belajar matematika disebabkan dukungan
emosional memberikan dukungan secara umum, tidak mempengaruhi prestasi belajar
matematika secara khusus.
Bentuk dukungan sosial
yang kedua yaitu dukungan penghargaan. Dukungan penghargaan terjadi melalui
ungkapan penghargaan positif untuk orang tersebut. Penghargaan yang diberikan
berupa dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu,
dan perbandingan positif individu dengan individu lain, seperti misalnya
perbandingan dengan orang-orang yang kurang mampu atau lebih buruk keadaanya.
Hal seperti ini dapat menambah penghargaan diri. Melalui interaksi dengan orang
lain, individu akan dapat mengevaluasi dan mempertegas keyakinan dengan
membandingkan pendapat, sikap, keyakinan, dan prilaku orang lain. Dengan adanya
dukungan penghargaan ini siswa akan merasa dibantu, merasa dirinya berharga,
mampu, dan dihargai sehingga berpengaruh terhadap pencapaian prestasinya. Akan
tetapi dalam penelitian ini dukungan sosial teman sebaya yang menyangkut
dukungan penghargaan ini tidak berpengaruh terhadap prestasi. Hal ini
disebabkan penghargaan mencakup hal yang umum dalam pergaulan siswa, tidak
mempengaruhi prestasi belajar matematika secara khusus.
Bentuk dukungan sosial
teman sebaya yang ketiga yaitu dukungan instrumental. Dukungan instrumental
adalah dukungan dalam bentuk penyediaan sarana yang dapat mempermudah tujuan
yang ingin dicapai. Dukungan ini mencakup bantuan langsung seperti memberikan
bantuan berupa uang, barang, dan sebagainya. Dengan adanya bentuk dukungan
instrumental yang diperoleh siswa dari teman sebayanya akan membantu siiswa
dalam kesehariannya dalam proses pembelajaran. Bentuk dukungan ini tidak
mempenggaruhi prestasi belajar matematika, hal ini disebabkan karena dukungan
ini bersifat umum dalam pergaulan siswa tidak memberikan sumbangsi khusus atau
pengaruh yang dominan terhadap pencapaian prestasi belajar siswa.
Bentuk dukungan yang
terakhir yatu dukungan informatif. Dukungan informatif merupakan dukungan untuk
membantu individu mengatasi masalah dengan cara memperluas wawasan dan
pemahaman individu terhadap masalah yang dihadapi. Dukungan ini mencakup
pemberian nasihat, petunjuk-petunjuk, saran ataupun umpan balik. Informasi
tersebut diperlukan untuk mengambil keputusan dan pemecahan masalah secara
praktis. Dukungan informatif ini juga membantu individu mengambil keputusan
karena mencakup mekanisme penyediaan informasi, pemberian nasihat dan petunjuk.
Dengan adanya dukungan ini yang diperoleh siswa dari teman sebaya akan
memudahkan siswa dalam pembelajaranya. Akan tetapi hasil penelitian manujjukkan
bentuk dukungan ini yang termuat dalam dukungan sosial teman sebaya tidak
mempengaruhi prestasi belajar siswa. Hal ini disebabkan dukungan tersebut
memberikan sumbangsi secara luas dalam diri siswa tidak memberikan sumbangsi
secara khusus dalam pencapaian prestasi belajar matematika yang diperoleh siswa
tersebut.
Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa hasil penelitian yang diperoleh adalah dukungan sosial teman
sebaya tidak mempengaruhi prestasi belajar matematika siswa SMPN. Faktor
ekternal prestasi belajar matematika bukan hanya dipengaruhi oleh dukungan
sosial teman sebaya, akan tetapi masih banyak variabel lain yang
mempengaruhinya. Selain itu pula dalam dukungan sosial teman sebaya juga
dipengaruhi oleh beberapa faktor lain seperti dukungan keanggotaan dalam
kelompok, dukungan jejaring sosial, dukungan aktivitas sosial dan sebagainya.
E.PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis statistik
inferensial konsep diri dan dukungan sosial teman sebaya berpengaruh terhadap prestasi
belajar matematika siswa kelas VIII SMPN. Sumbangsi pengaruh variabel konsep
diri dan dukungan sosial teman sebaya sebesar 16,3% sedangkan selebihnya 83,7%
dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar