Selasa, 09 Februari 2016

Jurnal Pengaruh Konsep Diri dan Dukungan Sosial Teman Sebaya







A.PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tidak dapat diragukan lagi, bahwa sejak anak manusia yang pertama lahir ke dunia, telah dilakukan usaha-usaha pendidikan. Manusia telah berusaha mendidik anak-anaknya, kendatipun dalam cara yang sangat sederhana. Demikian pula semenjak manusia saling bergaul, telah ada usaha dari orang yang lebih mampu dalam hal tertentu untuk mempengaruhi orang lain untuk kepentingan kemajuan tersebut. Dari uraian ini jelaslah kiranya bahwa masalah pendidikan adalah tanggung jawab setiap orang dari dulu hingga sekarang dan yang akan datang.[1]
Dalam arti sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai dalam masyarakat dan kebudayaan. Dalam perkembangannya, istilah pendidikan atau paedogogie berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Selanjutnya, pendidikan diartikan sebagai usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental.[2]
Peranan lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat sangat berpengaruh terhadap perkembangan pendidikan. Berdasarkan kenyataan dan peranan ketiga lembaga ini, Ki Hajar Dewantara menganggap ketiga lembaga tersebut sebagai Tri Pusat Pendidikan. Maksudnya, tiga pusat pendidikan yang secara bertahap dan terpadu mengemban suatu tanggung jawab bagi generasi mudanya.[3] Siswa sebagai generasi muda dalam mengemban pendidikan dipengaruhi oleh ketiga faktor tersebut.
Lembaga pendidikan di sekolah merupakan pendidikan yang diperoleh seseorang di sekolah secara teratur dan sistematis. Proses berlangsungnya pendidikan di sekolah dipengaruhi oleh pendidik, peserta didik, bahan ajar, saran prasarana serta keadaan lingkungan di sekolah tersebut. Lembaga pendidikan tersebut bertugas mendidik  dan mengajar siswa dalam berbagai mata pelajaran. Salah satu mata pelajaran yang diajarkan kepada siswa adalah mata pelajaran matematika.
Matematika merupakan pengkajian logis mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang berkaitan.[4] Prestasi belajar matematika sangatlah penting bagi siswa. Prestasi selalu dihubungkan dengan pelaksanaan suatu kegiatan atau aktivitas. Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan prestasi belajar merupakan output dari proses belajar.
Berdasarkan hasil observasi awal, masalah prestasi belajar matematika pada siswa SMPN 1 Salomekko masih tergolong rendah. Hal ini ditandai dengan ketuntasan belajar matematika yang masih belum maksimal. Selain itu sebagian besar siswa menyatakan bahwa mata pelajaran matematika adalah mata pelajaran yang menakutkan. Bagi peserta didik yang prestasi belajarnya kurang sebagian besar menganggap matematika sebagai mata pelajaran yang sulit dan mereka merasa matematika adalah kelemahan mereka. Disamping itu banyak anak yang tidak percaya diri dalam mengikuti pelajaran matematika. Hal ini dapat dilihat ketika  mereka diminta untuk mengerjakan soal, mereka dengan cepat mengatakan tidak mampu sebelum mencobanya atau bahkan meminta teman lain yang mengerjakannya.
Dalyono mengungkapkan ada 2 faktor utama yang mempengaruhi pencapaian prestasi belajar siswa yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal ialah  faktor yang berhubungan erat dengan segala kondisi siswa, meliputi kesehatan fisik, psikologis, motivasi, kondisi emosional, konsep diri dan sebagainya. Faktor ekternal ialah faktor yang berasal dari luar diri individu, berupa lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat.[5]
Faktor internal yang menjadi fokus perhatian dalam penelitian ini yaitu konsep diri. Konsep diri memiliki peranan yang penting dalam pencapaian prestasi belajar siswa. Konsep diri yang dimaksud adalah cara siswa memandang dirinya serta kemampuan yang dimilikinya.
Penelitian Rensi dan Lucia Rini Sugiarti tentang Hubungan Dukungan Sosial, Konsep Diri, Dan Prestasi Belajar Siswa SMP Kristen YSKI Semarang menujukkan bahwa siswa yang tergolong berprestasi tinggi mempunyai konsep diri yang lebih positif, sebaliknya siswa yang tergolong berprestasi rendah mempunyai konsep diri yang negatif. Siswa yang kurang berprestasi kurang memandang diri mereka sebagai orang yang tidak mempunyai kemampuan dan kurang dapat menyesuaikan diri dengan orang lain. Selain tanggapan positif guru dapat membantu siswa bersikap positif terhadap dirinya dan akan mempengaruhi prestasi belajar siswa. Berbagai studi yang telah dilaksanakan menunjukan bahwa konsep diri mempunyai hubungan yang erat dengan prestasi belajar siswa. Prestasi belajar siswa dapat diramalkan dengan melihat konsep diri siswa.[6]
Selain faktor internal yang mempengaruhi prestasi belajar, ada pula faktor eksternal. Faktor ekternal yang mempengaruhi prestasi belajar siswa diantaranya lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat. Di lingkungan sekolah, faktor eksternal yang mempengaruhi prestasi belajar siswa yaitu berupa sarana prasarana, guru mata pelajaran, teman sebaya, sistem yang diterapkan di sekolah dan sebagainya. Pada penelitian ini lebih difokuskan kepada teman sebaya yang memberikan dukungan sosial kepada siswa dalam kesehariannya yang berpengaruh terhadap pencapaian prestasi belajarnya.
Dukungan sosial adalah bantuan yang diterima individu dari orang lain atau kelompok di sekitarnya, dengan membuat penerima merasa nyaman, dicintai dan dihargai. Dukungan sosial yang diperoleh siswa di lingkungan sekolah yaitu dari guru, kepala sekolah, teman sebaya dan sebagainya. Pada penelitian ini, dukungan sosial lebih difokuskan kepada teman sebaya. Teman sebaya (peers) adalah anak-anak atau remaja yang memiliki usia atau tingkat kematangan yang kurang lebih sama.[7] Interaksi yang dialami siswa di sekolah dengan teman sebaya dapat memberikan umpan balik terhadap prestasi yang akan dicapai siswa tersebut.
Penelitian yang dilakukan oleh Endang Sukawati tentang Hubungan Antara Dukungan Sosial Teman Sebaya dan Disiplin Kuliah Dengan Prestasi Belajar pada tahun 2012 di Semarang diperoleh hasil bahwa adanya hubungan positif yang sangat signifikan antara hubungan sosial teman sebaya dan disiplin dengan prestasi belajar.[8]
Berdasarkan uraian di atas, penulis termotivasi melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Konsep Diri dan Dukungan Sosial Teman Sebaya Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas VIII
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsep diri dan dukungan sosial teman sebaya terhadap prestasi belajar matematika siswa kelas VIII
Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.       Manfaat Teoritis
Untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang pendidikan matematika.
2.       Manfaat Praktis
a.     Bagi sekolah
Mengetahui konsep diri dan dukungan sosial teman sebaya peserta didiknya sehingga diharapkan mampu mengambil tindakan yang sesuai ke depan demi kemajuan bersama.
b.     Bagi guru
Mengetahui konsep diri dan dukungan sosial teman sebaya yang yang berpengaruh pada prestasi belajar peserta didik sehingga diharapkan mampu meningkatkan prestasi peserta didik ke depan demi kemajuan peserta didik.
c.     Bagi peserta didik
Mengetahui konsep diri dan dukungan sosial teman sebaya peserta didik masing-masing, sehingga peserta didik serya pendidik dapat memperbaiki kualitas pembelajarannya.
d.     Bagi peneliti selanjutnya
Sebagai tambahan ilmu pengetahuan dan referensi bagi peneliti selanjutnya yang meneliti hal yang relevan dengan penelitian ini.

B. TINJAUAN PUSTAKA
Prestasi Belajar Matematika
Pengertian Prestasi Belajar Matematika
Pengertian matematika berdasarkan Kamus Matematika adalah pengkajian logis mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang berkaitan. Matematika seringkali dikelompokkan ke dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis, dan geometri, walaupun demikian tidak dapat dibuat pembagian yang jelas karena cabang-cabang ini telah bercampur-baur.[9] Sedangkan dalam arti kata, matematika berasal dari kata mathema dalam bahasa Yunani yang diartikan sebagai sains, ilmu, pengetahuan atau belajar. Juga dari kata mathematikos yang diartikan sebagai suka belajar.[10] Sehingga dalam memahami matematika tidak lepas dari proses belajar.
Belajar adalah suatu serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotorik.[11] Dalam agama islam perintah belajar sangatlah dianjurkan. Hal ini sangat berkenaan dengan turunnya ayat pertama yang mengindikasikan pentingnya belajar. Dalam surah Al’alq Allah berfirman:
1.       ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ   t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ   ù&tø%$# y7š/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ   Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ   zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷ètƒ ÇÎÈ     
Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam,  Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Hasil yang diperoleh dalam pembelajaran disebut hasil belajar. Kumpulan-kumpulan dari hasil belajar itulah yang disebut dengan prestasi belajar. Prestasi selalu dihubungkan dengan pelaksanaan suatu kegiatan atau aktivitas. Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan prestasi belajar merupakan output dari proses belajar.
Pengertian prestasi belajar dalam kamus bahasa Indonesia adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai, tes atau angka nilai yang diberikan guru dan departemen pendidikan.[12] Hal senada yang diungkapkan oleh Sagita Adjani dan Helmy Adam yakni prestasi belajar adalah hasil pencapaian seseorang dalam bidang pengetahuan, keterampilan, dan tingkah laku yang ditunjukkan dengan dengan angka yang diberikan oleh pengajar.[13] Sedangkan menurut Agoes Dariyo, prestasi belajar (achievement or performance) ialah hasil pencapaian yang diperoleh seorang pelajar (siswa) setelah mengikuti ujian dalam suatu pelajaran terstentu.[14]
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah kumpulan dari hasil belajar yang diperoleh seorang pelajar (siswa) setelah mengikuti ujian yang dalam bidang pengetahuan, keterampilan dan tingkah laku yang ditunjukkan dengan nilai atau angka yang diberikan guru dan departemen pendidikan. Dari beberapa pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar matematika adalah kumpulan dari hasil belajar yang diperoleh seorang pelajar (siswa) setelah mengikuti ujian yang ditunjukkan dengan nilai diberikan guru.
Penilaian Prestasi Belajar
Penilaian adalah istilah umum yang mencakup semua metode yang digunakan untuk menilai kemampuan peserta didik. Dengan kata lain, penilaian (assessment) adalah berarti mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan dengan ukuran baik atau buruk. Penilaian merupakan kegiatan yang dirancang untuk mengukur tingkat pencapaian siswa dalam belajar yang diperoleh melalui penerapan program pengajaran tertentu dalam tempo yang relatif singkat.[15] Sedangkan prestasi belajar merupakan kumpulan dari hasil belajar siswa setelah mengikuti ujian mata pelajaran tertentu. Maka dari itu hasil belajar merupakan sumber dari prestasi belajar. Oleh karena itu untuk membahas tentang penilaian prestasi belajar, terlebih dahulu diperlukan pemahaman tentang penilaian hasil belajar itu sendiri.
Penilaian (asessment) hasil belajar merupakan komponen penting dalam kegiatan pembelajaran. Upaya meningkatkan kualitas pembelajaran dapat ditempuh melalui peningkatan kualitas sistem penilaiannya. Menurut Djemari Mardapi, kualitas pembelajaran dapat dilihat dari hasil penilaiannya. Sistem penilaian yang baik akan mendorong pendidik untuk menentukan strategi mengajar yang baik dan memotivasi peserta didik untuk belajar yang lebih baik.[16]
Setiap kegiatan yang berlangsung, pada akhirnya kita ingin mengetahui hasilnya, demikian pula dalam pembelajaran. Untuk mengetahui hasil kegiatan pembelajaran, harus dilakukan pengukuran dan penilaian. Berkaitan dengan penilaian keberhasilan pembelajaran, beberapa konsep dasar penilaian perlu dipahami, yaitu pengukuran dan penilaian.[17]
Pengukuran adalah suatu usaha untuk mengetahui keadaan sesuatu seperti apa adanya. Dalam pelaksanaan pembelajaran, pengukuran hasil belajar bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh perubahan tingkah laku pelajar setelah selesai mengikuti suatu kegiatan belajar. Kegiatan pengukuran umumnya guru menggunakan beberapa tes sebagai alat ukur. Hasil pengukuran itu berbentuk angka yang dapat memberikan gambaran tentang tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi pembelajaran. Angka atau skor sebagai hasil pengukuran mempunyai makna jika dibandingkan patokan sebagai batas yang menyatakan bahwa pelajar telah menguasai secara tuntas materi pelajaran tersebut.[18]
Pada dasarnya pelaksanaan penilaian terlebih dahulu harus didasarkan atas pengukuran. Penilaian merupakan penentuan keputusan atas hasil pengukuran yang telah dilakukan. Dalam pelaksanaan pengukuran diperlukan alat, alat yang digunakan dalam pengukuran hasil belajar yaitu berupa tes yang disebut tes hasil belajar.
Tes hasil belajar (THB) merupakan tes penguasaan, karena tes ini mengukur penguasaan siswa terhadap materi yang diajarkan oleh guru atau dipelajari oleh siswa. Tes diujikan setelah siswa memperoleh sejumlah materi sebelumnya dan pengujian dilakukan untuk mengetahui penguasaan siswa atas materi tersebut.[19] Tes hasil belajar dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kategori. Menurut peranan fungsionalnya dalam belajar, THB dapat dibagi menjadi empat macam yaitu tes formatif, tes sumatif, tes diagnostik, dan tes penempatan.[20] Sedangkan berdasarkan bentuk pertanyaannya, THB dapat berbentuk objektif dan esai.[21]
Pelaksanaan pengukuran menggunakan THB dapat dilakukan dengan mengadakan pengamatan, wawancara, ujian tertulis atau pun analisis dokumen.[22] Pada penelitian ini THB yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu analisis dokumen. Dokumen yang dianalisis berupa perolehan rapor yang menjadi tolak ukur dalam penilaian prestasi belajar.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Prestasi belajar merupakan salah satu wujud dari hasil usaha belajar yang dilakukan. Hasil belajar dapat meningkat atau juga menurun yang dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Hal senada diungkapkan Suryabrata bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar berasal dari dalam diri dan faktor dari luar pelajar.[23]
Dalyono juga mengungkapkan ada 2 faktor utama yang mempengaruhi pencapaian prestasi belajar siswa yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal ialah faktor yang berasal dalam yang berhubungan erat dengan segala kondisi siswa sedangkan faktor eksternal ialah faktor yang berasal dari luar diri individu. Faktor internal yang mempengaruhi prestasi belajar meliputi kesehatan fisik, motivasi, kondisi emosional, konsep diri, minat dan sebagainya. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi prestasi belajar meliputi lingkungan sosial terutama lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.[24] Di lingkungan sekolah, faktor eksternal yang mempengaruhi prestasi belajar siswa yaitu berupa sarana prasarana, guru mata pelajaran, teman sebaya, sistem yang diterapkan di sekolah dan sebagainya.
Menurut Suryabrata, faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar[25] antara lain:
a.     Faktor-faktor dari luar diri (eksternal)
1)     Faktor eksternal nonsosial, misalnya keadaan udara, suhu, cuaca, waktu, tempat dan alat-alat yang digunakan.
2)     Faktor-faktor eksternal sosial, misalnya kehadiran orang lain dan dukungan sosial.
b.     Faktor-faktor dari dalam diri (internal)
1)     Fisiologis misalnya keadaan jasmani, nutrisi, penyakit dan panca indra.
2)     Psikologi mislanya intelegensi, motivasi, minat, bakat, dan kepribadian.
Begitu pula dengan prestasi belajar matematika di sekolah, siswa pun dipengaruhi oleh kedua faktor tersebut. Pajares dan Miller menyebutkan bahwa performa matematika seseorang dipengaruhi oleh rasa mampu diri matematika (math self effecacy), konsep diri matematika (math self-consept), kecemasan matematika (math anxiety) rasa kurangnya kegunaan matematika (perseived usefulness of mathematics), gender dan pengalaman sebelumunya dengan matematika (prior experience with mathematics).[26]
Lien Chen dari Boston College telah menguji efek dari 6 variabel yang mempengaruhi prestasi matematika sebagaimana diukur oleh TIMSS (Third International Mathematics and Science Study) yaitu lingkungan keluarga, pengaruh teman-teman sebaya, lingkungan sekolah, aspirasi pendidikan, sikap terhadap matematika dan lingkungan belajar. [27]
Faktor-faktor tersebut saling berkai6Ytan antara satu dengan yang lainnya. Kelemahan salah satu faktor, akan dapat mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam belajar. Dengan demikian, tinggi rendahnya prestasi belajar matematika yang dicapai siswa di sekolah di dukung oleh faktor internal dan eksternal seperti yang disebutkan di atas.
Berdasarkan berbagai uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar matematika seorang siswa meliputi faktor internal dan eksternal yang terdiri dari beberapa aspek. Dalam penelitian ini difokuskan pada faktor internal yaitu konsep diri dan faktor eksternal dukungan sosial teman sebaya
Konsep Diri
Pengertian Konsep Diri
Konsep diri (self concept) merujuk pada evaluasi yang menyangkut bidang-bidang tertentu dari dalam diri.[28] Wiliarn D. Brooks mendefenisikan konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita.[29]
                Senada dengan pendapat di atas Chaplin mengartikan konsep diri sebagai evaluasi diri mengenai diri sendiri, penilaian dan penaksiran mengenai diri sendiri, mengenai individu yang bersangkutan.[30] Black dan Bohrnhold menjelaskan bahwa konsep diri sebagai pandangan yang dimiliki setiap orang mengenai dirinya sendiri yang terbentuk.[31] Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah pandangan, penilaian, gagasan atau persepsi individu seseorang tentang dirinya sendiri serta perasaanya tentang diri sendiri yang terbentuk.
                Konsep diri dalam matematika khusus dibuat karena berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan menunjukkan bahwa konsep diri siswa pada mata pelajaran matematika mempengaruhi prestasi belajar yang diraihnya. Konsep diri matematika menurut pendapat Reyes dalam Townsend, dan kawan-kawan merujuk pada persepsi dari kemampuan seseorang untuk belajar dan mengerjakan tugas-tugas matematika.[32]
                Berdasarkan seluruh uaraian  di atas, disimpulkan bahwa konsep diri pada mata pelajaran matematika adalah penilaian siswa terhadap kemampuan mereka dan rasa suka atau ketertarikan terhadap matematika.
Aspek-aspek Konsep Diri
Menurut Pudjijogyanti konsep diri terbentuk atas dua komponen, yaitu sebagai berikut[33]:
a.   Komponen kognitif
                Merupakan pengetahuan individu tentang keadaan dirinya, misalnya: “Saya anak bodoh”. Jadi komponen kognitif merupakan penjelasan dari “siapa saya” yang akan memberi gambaran tentang diri seseorang (self-pictute). Gambaran diri tersebut akan membentuk citra diri.
b.   Komponen afektif
Merupakan penilaian individu terhadap diri. penilaian tersebut akan membentuk penerimaan terhadap diri (self-acceptance) serta harga diri (self-esteem).
Calhoun dan Accocelia menyebutkan tiga dimensi dari konsep diri yaitu[34] sebagai berikut:
1)   Dimensi pengetahuan
Dimensi pengetahuan yaitu apa yang kita ketahui tentang diri sendiri seperti usia, jenis kelamin, kebangsaan, suku, pekerjaan, dan lain sebagainya. faktor dasar ini menempatkan seseorang dalam kelompok sosial, kelompok umur, kelompok suku bangsa dan sebagainya. dalam membandingkan diri sendiri dengan kelompok, seseorang menjuluki diri dengan istilah-istilah kualitas. Seseorang mengkategorikan dirinya dengan anggota kelompoknya sebagai orang yang spontan atau hati-hati, baik hati atau egois dan sebagainya. seseorang dapat saja mengubah tingkahlaku atau mengubah kelompok pembandingnya. Misalnya seseorang memberi julukan kepada dirinya “pandai” karena lulus nomor satu dari suatu SMA yang terdiri dari 50 siswa. Namun jika ia memasuki suatu perguruan tinggi yang sangat penuh persaingan dan merasakan dirinya dikelilingi oleh siswa-siswi yang lulus nomor satu di kelas-kelas SMA yang terdiri dari 500 siswa, tiba-tiba ia mungkin merasa bahwa julukan yang seharusnya adalah “tidak begitu pandai”.
2)   Dimensi harapan
Pada saat seseorang mempunyai satu set pandangan tentang siapa dirinya, dia juga mempunyai satu set pandangan lain tentang kemungkinan dirinya menjadi apa di masa mendatang. Setiap orang mempunyai pengharapan bagi dirinya sendiri. Pengharapan ini menjadi diri ideal. Diri ideal sangat berbeda untuk tiap individu. Apapun yang menjadi tujuan seseorang, hal itu membangkitkan kekuatan yang mendorong seseorang menuju masa depan dan memadu kegiatan dalam kehidupannya.
3)   Dimensi penilaian
Dimensi penilaian yaitu penilaian individu tentang diri sendiri. Seseorang berkedudukan sebagai penilai bagi dirinya sendiri setiap hari, mengukur apakah terjadi pertentangan antara (1) “saya dapat menjadi apa”, yaitu pengharapan bagi diri sendiri dan (2) “saya seharusnya menjadi apa”, yaitu standar seseorang bagi dirinya sendiri.
Sedangkan menurut Centi, terdapat tiga aspek konsep diri[35] yaitu sebagai berikut:
a)   Self-image atau gambaran diri, merupakan gambaran yang dibentuk dan dimiliki oleh seseorang tentang dirinya. Gambaran ini merupakan kesimpulan dari pandangan individu dalam berbagai peran yang dipegang, misalnya sebagai orang tua, anak, atau pelajar dan yang lainnya. Pandangan individu tentang watak kepibadian yang ia rasa ada dalam dirinya, seperti jujur, setia, ramah. Pandangan individu tentang sikap yang ada dalam dirinya dan kemampuan yang dimilikinya. Penglihatan tentang diri ini tidaklah sama dengan diri individu sebagaimana sesungguhnya ada. Penglihatan tentang diri merupakan rumusan, definisi atau versi sebyaktif pribadi seseorang tentang dirinya sendiri.
b)   Self-evaluation atau penilaian diri, merupakan pandangan seseorang tentang harga atau kewajaran dirinya sebagai pribadi. Bagaimana seseorang merasa tentang dirinya, apakah ia suka atau tidak suka dengan pribadinya. Cara melihat diri yang memiliki ciri-ciri positif dan negatif itu merupakan titik awal untuk menilai diri apa adanya secara realistik.
C)  Self-ideal atau diri yang dicita-citakan, merupakan dambaan, aspirasi, harapan dan keinginan bagi diri sendiri menjadi manusia sebagaimana yang diinginkan atau diimpikan.
Tiga aspek konsep diri menurut Gresham, dkk dalam SCSS (Student Self Concept Scale) adalah aspek Self Confidence (percaya diri), Importance (kepentingan), dan Outcome Confidence (kepercaan akan hasil).
a.   Self Confidence (percaya diri)
Percaya diri adalah merupakan rasa percaya akan kemampuan yang dimiliki oleh diri sendiri. Percaya diri yang merupakan salah satu modal dalam kehidupan yang harus ditumbuhkan pada diri setiap siswa agar kelak mereka dapat menjadi manusia yang mampu mengontrol berbagai aspek yang ada pada dirinya, dengan kemampuan tersebut siswa akan lebih jernih dalam mengatur tujuan dan sasaran pribadi yang jelas, maka akan lebih mampu dalam mengarahkan perilaku menuju keberhasilan.
b.   Importance (kepentingan)
Kepentingan (importance) merupakan keperluad dari dalam diri sehingga mendahulukan sesuatu yang menjadi kebutuhan. Kepentingan dalam diri menyadari akan perlunya percaya diri itu. Dengan menyadari akan perlunya percaya diri dalam diri akan mendukung konsep diri yang positif yang stabil yang tertanam pada individu, sehingga jika konsep diri positif terlah tertanam akan mendorong untuk meninngkatkan prestasi akademiknya.
c.    Outcome Confidence (kepercaan akan hasil).
Kepercayaan akan hasil (outcome confidence) merupakan keyakinan akan hasil yang diperoleh. Keyakinan akan hasil akan memotivasi individu untuk melakukan hal yang maksimal, dikarenakan usaha yang maksimal akan membuahkan hasil akademis yang maksimal.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan pada dasarnya konsep diri memiliki tiga aspek, yaitu gambaran diri (self-image), aspek penilaian diri (self-evaluation), dan aspek diri yang dicita-citakan (self-ideal). Konsep diri yang diri yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah konsep diri akademik yang mengarah pada mata pelajaran matematika. Tiga aspek konsep diri akademik menurut Gresham, dkk dalam SCSS (Student Self Concept Scale) adalah aspek Self Confidence (percaya diri), Importance (kepentingan), dan Outcome Confidence (kepercaan akan hasil). Puspasari menyatakan bahwa anak yang memiliki tingkat kemampuan akademis yang tinggi cenderung memiliki rasa percaya diri terhadap kemampuan akadmisnya.[36]
Dari penjelasan tentang aspek-asplek konsep diri di atas, penulis lebih mengacu pada aspek yang dikemukakan oleh Gresham, dkk dalam mengukur konsep diri matematika siswa, yaitu aspek Self Confidence (percaya diri), Importance (kepentingan) dan Outcome Confidence (kepercayaan akan hasil).
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Konsep Diri
Secara umum, konsep diri sebagai gambaran tentang diri sendiri dipengaruhi oleh hubungan atau interaksi individu dengan lingkungan sekitar, pengamatan terhadap diri sendiri dan pengalaman dalam kehidupan keseharian. Sebagaimana halnya dengan perkembangan dalam umumnya, keluarga, khususnya orang tua berperan penting dalam perkembangan konsep diri anak. Konsep diri terbentuk dan berkembang dalam proses pengasuhan termasuk interaksi inerpersonal ibu-anak.[37]
Selanjutnya, Friedmen menjelaskan bahwa pengasuhan orang tua berdampak pada konstruk psikologis anak. Model pengasuhan yang permisif dan otoriter cenderung mengakibatkan konsep diri dan kompetensi sosial yang rendah. Pengasuhan dengan model otoriter cenderung menghasilkan konsep diri, kompetensi sosial, dan independensi yang tinggi. Hal ini dimungkinkan karena orang tua yang otoratif di samping melakukan kontrol, namun juga memberikan kebebasan sehingga anak dapat pula menerima dirinya dan mengembangkan konsep diri yang positif. Sebaliknya, orang tua otoriter dan permisif tidak memberikan iklim yang kondusif bagi perkembangan konsep diri yang positif bahkan mengarah pada perkembangan konsep diri negatif. Konsep diri, dalam konteks sosial dipengaruhi oleh evaluasi signifikan orang lain, pengalaman positif dan penguatan negatif (negatife reinforcement) baik diri sendiri maupun orang lain, termasuk pengalaman perilaku kekerasan dalam keluarga.[38]
Orang tua sebagai model berpengaruh terhadap perkembangan konsep diri anak. Sebagai contoh, orang tua yang senantiasa memandang dirinya secara negatif akan berpengaruh negatif pula terhadap perkembangan konsep diri anak. Demikian pula jika orang tua sering memberikan label negatif seperti jelek atau bodoh, maka anak pada akhirnya akan mempercayai penilaian negatif tersebut dan memandang dirinya secara negatif. Sebaliknya orang tua yang menekankan penilaian yang positif maka penilaian tersebut berpengaruh positif pula terhadap konsep diri, bahkan dapan mereduksi sikap dan perilaku anak. Hal ini dimungkinkan karena pada umumnya anak merasa akan lebih senang dengan diri mereka apabila mereka mengetahui keberadaanya diterima dan menyenangkan dalam kehidupan bersama orang tua.[39]
Berdasarkan telaah deskriptif dan analisis empirik mengenai konsep diri dapat dikemukakana bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri siswa mencakup keadaan fisik dan penilaian orang lain mengenai fisik individu, faktor keluarga, termasuk pola asuh orang tua, pengalaman perilaku kekerasan, sikap sodara, dan status sosial ekonomi, dan faktor lingkungan sekolah.[40] Selain itu pula konsep diri juga dipengaruhi oleh aspek lain berupa gambaran diri (self-image), aspek penilaian diri (self-evaluation), dan aspek diri yang dicita-citakan (self-ideal).
Dukungan Sosial Teman Sebaya
Pengertian Dukungan Sosial Teman Sebaya
Sarafino menggambarkan dukungan sosial sebagai suatu kenyamanan, perhatian, penghargaan atau pun bantuan yang diterima individu dari orang lain maupun kelompok. Dalam pengertian lain disebutkan bahwa dukungan sosial adalah kehadiran orang lain yang dapat membuat individu percaya bahwa dirinya dicintai, diperhatikan dan merupakan bagian dari kelompok sosial, yaitu keluarga, rekan kerja dan teman dekat.[41]
Seiring anak-anak tumbuh dewasa, mereka menghabiskan semakin banyak waktu dengan teman sebaya yang seusia atau tingkat kematangannya hampir sama.[42] Teman sebaya merupakan salah satu sumber dukungan sosial karena dapat memberikan rasa senang, perhatian, dorongan serta motivasi kepada teman lain yang sebaya. Bergaul dengan teman sebaya dapat memberikan bantuan serta dukungan kepada orang lain yang berusia hampir sama pada proses pembelajaran.
Teman sebaya (peers) adalah anak-anak atau remaja yang memiliki usia atau tingkat kematangan yang lebih sama. Interaksi dia antara teman-teman sebaya yang berusia sama memiliki peran yang unik dalam budaya Amerika Serikat. Pertemanan berdasarkan tingkat usia dengan sendirinya akan terjadi meskipun sekolah tidak menetapkan sistem usia. Remaja dibiarkan untuk menetukan sendiri komposisi masyarakat mereka. Bagaimanapun, seseorang dapat menjadi seseorang dapat menjadi petarung yang baik hanya jika berada di antara teman yang seusia. Salah satu fungsi dari kelompok teman sebaya adalah sebagai sumber informasi mengenai dunia di luar keluarga. Remaja memperoleh umpan-balik mengenai kemampuannya dari kelompok teman sebaya. Remaja mempelajari bahwa apa yang mereka lakukan itu lebih baik, sama baik, atau kurang baik, dibandingkan remaja-remaja lainnya. Mempelajari hal ini di rumah tidak mudah dilakukan karena saudara kandung biasanya lebih tua atau lebih muda.[43]     
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dukungan sosial teman sebaya adalah dukungan yang diterima dari orang-orang yang memiliki usia hampir sama yang memberi dukungan berupa semangat, perhatian, dorongan serta motivasi
Bentuk-bentuk Dukungan Sosial Teman Sebaya
Menurut House dukungan teman sebaya dibedakan menjadi beberapa bentuk, yakni[44]:
a.   Dukungan emosional mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan.
b.   Dukungan penghargaan terjadi melalui ungkapan penghargaan positif untuk orang tersebut, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu.
c.    Dukungan instrumental mencakup bantuan langsung seperti memberikan bantuan berupa uang, barang, dan sebagainya.
d.   Dukungan informatif mencakup pemberian nasihat, petunjuk-petunjuk, saran ataupun umpan balik.
Menurut Sarafino[45] terdapat lima bentuk dukungan sosial yang dapat mempengaruhi remaja yaitu:
a.   Dukungan emosional
Mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatin terhadap orang yang bersangkutan. Dukungan emosional merupakan ekspresi dari afeksi, keprcayaan, perhatian dan perasaan didengarkan. Kesediaan untuk mendengarkan keluhan seseorang akan memberikan dampak positif sebagai sarana pelepasan emosi, mengurangi keceasan, membuat individu merasa nyaman, tentram, diperhatikan, serta dicintai saat menghadapi berbagai tekanan dalam hidup mereka.
b.   Dukungan penghargaan
Terjadi lewat ungkapan penghargaan yang positif untuk individu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu, dan perbandingan positif individu dengan individu lain, seperti misalnya perbandingan dengan orang-orang yang kurang mampu atau lebih buruk keadaanya. Hal seperti ini dapat menambah penghargaan diri. Melalui interaksi dengan orang lain, individu akan dapat mengevaluasi dan mempertegas keyakinan dengan membandingkan pendapat, sikap, keyakinan, dan prilaku orang lain. Jenis dukungan ini membantu individu merasa dirinya berharga, mampu, dan dihargai.
c.    Dukungan instrumental
Mencakup bantuan langsung, dapat berupa jasa, waktu, atau uang. Misalnya, pinjaman uang bagi individu atau pemberian pekerjaan saat individu mengalami stres. Dukungan ini membantu individu dalam melaksanakan aktivitasnya.
d.   Dukungan informatif
Mencakup pemberian nasehat, petunjuk-petunjuk, saran-saran, informasi atau umpan balik. Dukungan ini membantu individu mengatasi masalah dengan cara memperluas wawasan dan pemahaman individu terhadap masalah yang dihadapi. Informasi tersebut diperlukan untuk mengambil keputusan dan pemecahan masalah secara praktis. Dukungan informatif ini juga membantu individu mengambil keputusan karena mencakup mekanisme penyediaan informasi, pemberian nasihat dan petunjuk.
e.   Dukungan sosial
Mencakup perasaan keanggotaan dalam kelompok. Dukungan jaringan sosial merupakan perasaan keanggotaan dala suatu kelompok, saling berbagi kesenangan dan aktivitas sosial.
Berdasarkan bentuk-bentuk dukungan sosial yang telah dipaparkan di atas, maka yang akan digunakan dalam pengukuran dukungan sosial teman sebaya adalah bentuk dukungan berdasarkan teori House yaitu dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukugan instrumental, dan dukungan informatif.

Hipotesis
Berdasarkan beberapa uraian dari teori-teori di atas, maka hipotesis yang penulis ajukan adanya pengaruh konsep diri dan dukungan sosial teman sebaya terhadap prestasi belajar matematika siswa kelas VIII
C. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian pengaruh. Penelitian pengaruh ditujukan untuk menguji variabel independen yang merupakan variabel bebas yang mempengaruhi timbulnya variabel dependen (terikat).[46] Adapun model desain dalam penelitian ini adalah paradigma ganda dengan dua variabel independen dan satu variabel dependen.
Populasi dalam penelitian ini  adalah semua peserta didik kelas VIII tahun ajaran 2013/2014 yang terdiri atas 6 kelas dengan jumlah 204 siswa. Merujuk pada penjelasan Arikunto maka peneliti menetapkan 25% dari populasi yakni sebanyak 51 peserta didik kelas VIII di SMPN sebagai sampel penelitian untuk mengeneralisasi hasil penelitian sampel.


D. HASIL PENELITIAN
Hasil Penelitian
Gambaran Konsep Diri Siswa Kelas VIII
Hasil Penelitian diperoleh bahwa terdapat 7 siswa atau 14% memiliki konsep diri yang rendah, 35 siswa atau 68% memiliki konsep diri yang sedang, dan 9 siswa atau 18%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa skor konsep diri pada seluruh subjek penelitian ini termasuk kategori sedang.
Gambaran Dukungan Sosial Teman Sebaya Siswa Kelas VIII SMPN
Berdasarkan tabel di atas, maka 5 siswa atau 10% memiliki dukungan sosial teman sebaya yang rendah, 40 siswa atau 78% memiliki dukungan sosial teman sebaya yang sedang, dan 6 siswa atau 12% memiliki dukungan sosial teman sebaya yang tinggi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa skor dukungan sosial teman sebaya pada seluruh subjek penelitian ini termasuk kategori sedang
Pengaruh Konsep Diri dan Dukungan Sosial Teman Sebaya Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas VIII SMPN
Pengujian normalitas dilakukan pada data konsep diri, dukungan sosial da prestasi belajar dengan taraf signifinikan yang ditetapkan adalah  = 0,05. Berdasarkan hasil pengolahan dengan SPSS 20 maka diperoleh sign konsep diri adalah 0,657, dukungan sosial teman sebaya adalah 0,586, dan perstasi belajar adalah 0,060. Hasil analisis diperoleh singnifikan ketiga data   lebih . Sehingga dapat disimpulkan bahwa ketiga data berdistribusi normal.
Uji linieritas adalah uji yang akan memastikan apakah data yang dimiliki sesuai garis linier atau tidak. Uji linier dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen memiliki hubungan yang linier dengan variabel dependen. Hasil uji linieritas konsep diri terhadap prestasi belajar diperoleh hasil sig.0,005 <  berarti data konsep diri linier. Sedangkan uji linieritas skala dukungan sosial teman sebaya diperoleh hasil sig. 0,047 <  sehingga data dukungan sosial teman sebaya linier.
Pada analisis regresi linier berganda ini digunakan untuk mengetahui pengaruh konsep diri dan dukungan sosial teman sebaya terhadap prestasi belajar matematika siswa kelas VIII SMPN. Rumus analisis regresi linier berganda dengan menggunakan SPSS versi 20 sebagai berikut:
Y = 47,103 + 0,382X1 + 0,061X2
Pengujian hipotesis pada penelitian ini dibagi atas 2 yaitu pengujian secara parsial dan simultan. Kriteria penentuan pengujian dilakuan dengan dua cara yaitu uji t dan signifikansinya. Pada pengujian koefisien variabel konsep diri diperoleh nilai –thitung < ttabel  (-2,174 < 1,678)atau thitung > ttabel (2,174 > 1,678) maka Ho ditolak. Jadi dapat disimpulkan bahwa konsep diri berpengaruh terhadap prestasi belajar. Pada pengujian koefisien variabel dukungan sosial teman sebaya diperoleh nilai –ttabel  thitung   ttabel (-1,678 ≤ 0,636 ≤ 1,678)maka Ho diterima. Jadi dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial teman sebaya tidak berpengaruh terhadap prestasi belajar. Pada pengujian simultan diperoleh Karena Fhitung  > Ftabel (4,566 > 3,2317) maka H0 ditolak. Jadi  dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh dari konsep diri dan dukungan sebaya terhadap prestasi belajar.

Pembahasan
Pengaruh Konsep Diri Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas VIII SMPN
Pada analisis deskriptif konsep diri diperoleh skor tertinggi 69, skor terendah 42 dan rata-ratanya 58,882. Gambaran konsep diri secara umum berada pada kategori sedang yaitu persentasenya sebesar 68% sedangkan selebihnya 18% pada kategori tinggi dan 14% berada pada kategori rendah.
Pada uji prasyarat analisis diperoleh data konsep diri berdistribusi normal karena nilai sig. >  (0,732 > 0,05). Pada uji lineritas konsep diri terhadap prestasi belajar diperoleh data linier karena nilai sig <  (0,005 < 0,05). Sehingga uji prasyarat normalitas dan linieritas terpenuhi untuk variabel konsep diri.
Pada hasil uji hipotesis parsial variabel konsep diri terhadap prestasi belajar dilakukan dengan uji t dan nilai signifikansinya. Hasil analisis diperoleh dari uji t dan nilai signifikansi disimpulkan bahwa konsep diri berpengaruh terhadap prestasi belajar. Hasil yang diperoleh sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rensi dan Lucia Rini Sugiarti yaitu adanya hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan prestasi belajar
Konsep diri adalah pandangan, penilaian, gagasan atau persepsi individu seseorang tentang dirinya sendiri serta perasaanya tentang diri sendiri yang terbentuk. Konsep diri dalam matematika khusus dibuat karena berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan menunjukkan bahwa konsep diri siswa pada mata pelajaran matematika mempengaruhi prestasi belajar yang diraihnya. Konsep diri matematika menurut pendapat Reyes dalam Townsend, dan kawan-kawan merujuk pada persepsi dari kemampuan seseorang untuk belajar dan mengerjakan tugas-tugas matematika.
Konsep diri berpengaruh tehadap matematika disebabkan oleh beberapa aspek-aspek dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Aspek-aspek konsep diri pada penelitian ini mengacu pada aspek yang dikemukakan oleh Gresham, dkk dalam mengukur konsep diri matematika siswa, yaitu aspek Self Confidence (percaya diri), Importance (kepentingan) dan Outcome Confidence (kepercayaan akan hasil). Aspek-aspek yang digunakan tersebut untuk mengukur konsep diri siswa pada mata pelajaran matematika diperoleh hasil bahwa konsep diri berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika.
Percaya diri merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi konsep diri siswa. Percaya diri (self confidence) merupakan rasa percaya akan kemampuan yang dimiliki oleh diri sendiri. Dengan adanya percaya diri pada diri seorang siswa akan menumbuhkkan kemampuan-kemampuan positif yang ada dalam diri serta akan menghilangkan keragu-raguan yang dimilikinya. kemampuan-kemamapuan positif yang dihasilkan dengan adanya percaya diri tersebut akan mendorong seorang siswa memiliki konsep diri positif. Konsep diri yang positif yang dihasilkan akan menumbuhkkan semangat dalam pencapaian prestasi belajanya, salah satunya dalam pembelajaran matematika.
Aspek yang kedua dalam konsep diri yaitu kepentingan. Kepentingan  (Importance) merupakan keperluan dari dalam diri sehingga mendahulukan sesuatu yang menjadi kebutuhan. Kepentingan dalam diri menyadari akan perlunya kepercayaan diri itu. Dengan menyadari akan perlunya kepercayaan diri yang positif dari siswa akan mendukung konsep diri yang positif yang stabil yang tertanam pada siswa. Sehingga jika konsep diri positif telah tertanam bagi siswa akan mendorong untuk selalu dan selalu berprestasi.
Aspek yang ketiga dalam konsep diri yaitu kepercayaan akan hasil. Kepercayaan akan hasil (outcome confidence) merupakan keyakinan akan hasil yang akan diperoleh. Dengan adanya keyakinan akan hasil akan memotivasi siswa untuk melakukan hal yang maksimal, dikarenakan usaha yang maksimal akan membuahkan hasil yang maksimal. Sehingga dengan adanya aspek keyakinan akan hasil yang positif yang ada pada diri siswa akan tertanam konsep diri positif dan mempengaruhi prestasi belajarnya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa konsep diri mempengaruhi prestasi belajar matematika siswa SMPN. Akan tetapi prestasi belajar matematika bukan hanya dipengaruhi oleh konsep diri, masih banyak variabel lain yang mempengaruhinya. Selain itu pula dalam konsep diri juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti interaksi dengan lingkungan, pengasuhan orangtua, interaksi dalam lingkungan keluarga, status ekonomi dan sebagainya.
Pengaruh Dukungan Sosial Teman Sebaya Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas VIII SMPN
Pada analisis deskriptif konsep diri diperoleh skor tertinggi 124, skor terendah 63 dan rata-ratanya 103,9609. Gambaran dukungan sosial teman sebaya secara umum berada pada kategori sedang yaitu persentasenya sebesar 78% seedangkan selebihnya 12% pada kategori tinggi dan 14% berada pada kategori rendah.
Pada uji prasyarat analisis diperoleh data dukungan sosial teman sebaya berdistribusi normal karena nilai sig. >  (0,586 > 0,05). Pada uji lineritas dukungan sosial teman sebaya terhadap prestasi belajar diperoleh data linier karena nilai sig <  (0,047 < 0,05). Sehingga uji prasyarat normalitas dan linieritas terpenuhi untuk variabel dukungan sosial teman sebaya.
Pada hasil uji hipotesis parsial variabel dukungan sosial teman sebaya terhadap prestasi belajar dilakukan dengan melihat nilai signifikansinya. Hasil analisis diperoleh hasil uji t dan signifikansi kesimpulan bahwa dukungan sosial teman sebaya tidak berpengaruh terhadap prestasi belajar. Hal ini terbukti dengan hasil uji hipotesis parsial dukungan sosial teman sebaya. Hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ruth Nathania Tirtosimono yaitu adanya hubungan yang signifikan antara dukungan sosial teman sebaya dengan prestasi belajar
Dukungan sosial adalah kehadiran orang lain yang dapat membuat individu percaya bahwa dirinya dicintai, diperhatikan dan merupakan bagian dari kelompok sosial, yaitu keluarga, rekan kerja dan teman dekat.[47] Sedangkan teman sebaya (peers) adalah anak-anak atau remaja yang memiliki usia atau tingkat kematangan yang lebih sama. Dukungan sosial teman sebaya adalah dukungan yang diterima dari orang-orang yang memiliki usia hampir sama yang memberi dukungan berupa semangat, perhatian, dorongan serta motivasi.
Dukungan sosial teman sebaya tidak berpengaruh terhadap prestasi belajar disebabkan oleh beberapa bentuk dukungan yang diberikan oleh teman sebaya tersebut. Bentuk dukungan sosial teman sebaya pada penelitian ini mengacu pada bentuk yang dikemukakan oleh House. Bentuk dukungan yang dikemukakan oleh House tersebut kemudian digunakan untuk mengukur dukungan sosial teman sebaya siswa terhadap pestasi belajar matematika. Bentuk dukungan menurut House yaitu dukunga emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dan dukungan informatif.[48]
Dukungan emosional mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan. Dukungan emosional merupakan ekspresi dari afeksi, keprcayaan, perhatian dan perasaan didengarkan. Kesediaan untuk mendengarkan keluhan seseorang akan memberikan dampak positif sebagai sarana pelepasan emosi, mengurangi kecemasan, membuat individu merasa nyaman, tentram, diperhatikan, serta dicintai saat menghadapi berbagai tekanan dalam hidup mereka. Dengan adanya dukungan emosional yang diperoleh siswa oleh teman sebaya akan memberikan semangat kepada siswa dalam kesehariannya di sekolah. Dukungan emosional tidak mempengaruhi prestasi belajar matematika disebabkan dukungan emosional memberikan dukungan secara umum, tidak mempengaruhi prestasi belajar matematika secara khusus.
Bentuk dukungan sosial yang kedua yaitu dukungan penghargaan. Dukungan penghargaan terjadi melalui ungkapan penghargaan positif untuk orang tersebut. Penghargaan yang diberikan berupa dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu, dan perbandingan positif individu dengan individu lain, seperti misalnya perbandingan dengan orang-orang yang kurang mampu atau lebih buruk keadaanya. Hal seperti ini dapat menambah penghargaan diri. Melalui interaksi dengan orang lain, individu akan dapat mengevaluasi dan mempertegas keyakinan dengan membandingkan pendapat, sikap, keyakinan, dan prilaku orang lain. Dengan adanya dukungan penghargaan ini siswa akan merasa dibantu, merasa dirinya berharga, mampu, dan dihargai sehingga berpengaruh terhadap pencapaian prestasinya. Akan tetapi dalam penelitian ini dukungan sosial teman sebaya yang menyangkut dukungan penghargaan ini tidak berpengaruh terhadap prestasi. Hal ini disebabkan penghargaan mencakup hal yang umum dalam pergaulan siswa, tidak mempengaruhi prestasi belajar matematika secara khusus.
Bentuk dukungan sosial teman sebaya yang ketiga yaitu dukungan instrumental. Dukungan instrumental adalah dukungan dalam bentuk penyediaan sarana yang dapat mempermudah tujuan yang ingin dicapai. Dukungan ini mencakup bantuan langsung seperti memberikan bantuan berupa uang, barang, dan sebagainya. Dengan adanya bentuk dukungan instrumental yang diperoleh siswa dari teman sebayanya akan membantu siiswa dalam kesehariannya dalam proses pembelajaran. Bentuk dukungan ini tidak mempenggaruhi prestasi belajar matematika, hal ini disebabkan karena dukungan ini bersifat umum dalam pergaulan siswa tidak memberikan sumbangsi khusus atau pengaruh yang dominan terhadap pencapaian prestasi belajar siswa.
Bentuk dukungan yang terakhir yatu dukungan informatif. Dukungan informatif merupakan dukungan untuk membantu individu mengatasi masalah dengan cara memperluas wawasan dan pemahaman individu terhadap masalah yang dihadapi. Dukungan ini mencakup pemberian nasihat, petunjuk-petunjuk, saran ataupun umpan balik. Informasi tersebut diperlukan untuk mengambil keputusan dan pemecahan masalah secara praktis. Dukungan informatif ini juga membantu individu mengambil keputusan karena mencakup mekanisme penyediaan informasi, pemberian nasihat dan petunjuk. Dengan adanya dukungan ini yang diperoleh siswa dari teman sebaya akan memudahkan siswa dalam pembelajaranya. Akan tetapi hasil penelitian manujjukkan bentuk dukungan ini yang termuat dalam dukungan sosial teman sebaya tidak mempengaruhi prestasi belajar siswa. Hal ini disebabkan dukungan tersebut memberikan sumbangsi secara luas dalam diri siswa tidak memberikan sumbangsi secara khusus dalam pencapaian prestasi belajar matematika yang diperoleh siswa tersebut.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian yang diperoleh adalah dukungan sosial teman sebaya tidak mempengaruhi prestasi belajar matematika siswa SMPN. Faktor ekternal prestasi belajar matematika bukan hanya dipengaruhi oleh dukungan sosial teman sebaya, akan tetapi masih banyak variabel lain yang mempengaruhinya. Selain itu pula dalam dukungan sosial teman sebaya juga dipengaruhi oleh beberapa faktor lain seperti dukungan keanggotaan dalam kelompok, dukungan jejaring sosial, dukungan aktivitas sosial dan sebagainya.
E.PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis statistik inferensial konsep diri dan dukungan sosial teman sebaya berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika siswa kelas VIII SMPN. Sumbangsi pengaruh variabel konsep diri dan dukungan sosial teman sebaya sebesar 16,3% sedangkan selebihnya 83,7% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar