I.
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Seiring dengan adanya
harapan akan peningkatan kualitas sumber daya manusia, pemerintah selalu
berusaha meningkatkan mutu pendidikan nasional melalui perbaikan sistem pendidikan
nasional dengan segala komponen yang terkait di dalamnya. Upaya-upaya ke arah mutu pendidikan
yang sedang dilaksanakan selalu
dikembangkan, jangkauannya semakin diperluas mencakup sasaran yang lebih
mendasar khususnya untuk bidang pendidikan matematika, seperti peningkatan keterampilan matematis,
perbaikan cara belajar matematika, dan lain-lain.
Matematika merupakan
sarana berfikir yang logis dan merupakan ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri
namun banyak terkait dengan ilmu pengetahuan lainnya. Tidak dapat dipungkiri,
bahwa kehidupan manusia selalu diperhadapkan dengan masalah-masalah yang
pemecahannya dilakukan dengan teknik matematika. Mulai dari kehidupan manusia
yang primitive sampai dengan kehidupan manusia yang bertaraf budaya tinggi. Hal
ini menunjukkan bahwa perkembangan matematika sejalan dengan arus perkembangan
kehidupan manusia.
Agar tujuan pendidikan
matematika dapat tercapai melalui pembelajaran matematika maka seyogianya
pembelajaran matematika tidak hanya mengutamakan penguasaan materi saja. Karena
itu dalam proses mengajar siswa harus benar-benar dilatih berfikir secara
mandiri.
Menyadari pentingnya
peranan matematika, maka peneliti mengambil salah satu cabang matematika yang
berperan dalam melatih kecermatan, mengurangi kesulitan dan ketetapan kerja, yang salah satu pokok
bahasan didalamnya adalah operasi hitung bilangan bulat.
Berdasarkan survei
yang dilakukan Sekolah Dasar Negeri 117 Sabbang, Kecamatan Sabbang Kabupaten Luwu
Utara pada Kelas V dengan jumlah siswa sebanyak 23 orang, diperoleh informasi
dari para pengajar bahwa prestasi belajar pada materi matematika umumnya dan
operasi hitung khususnya belum memuaskan. Hal ini dapat dilihat dari prestasi
yang dicapai siswa. Seorang siswa dapat dikatakan berprestasi pada pelajaran
matematika, apabila ia mampu menguasai materi pelajaran matematika yang
diberikan. Lazimnya ditunjukkan dengan nilai test. Tinggi rendahnya nilai test
tersebut menandakan sedikit banyaknya materi yang dikuasai.
Mengingat:
1.
Sekolah
dasar adalah lembaga pendidikan formal yang merupakan basis yang sangat
menentukan dalam pembentukan
sikap, kecerdasan dan pribadi siswa.
2.
Matematika
sekolah dasar menjadi dasar untuk belajar matematika di tingkat pendidikan yang
lebih tinggi.
3.
Materi
dalam buku-buku sekolah dasar, banyak topik
tentang pengoperasian bilangan bulat positif dan negatif.
4.
Berdasarkan
pengalaman sehari-hari sering terdengar keluhan dari guru tentang rendahnya
tingkat kemampuan siswa sekolah dasar dalam mengerjakan soal-soal operasi
hitung bilangan bulat.
Menurut pengamatan
yang dilakukan oleh peneliti bahwa terdapat anak-anak yang menyenangi
matematika hanya pada permulaan, mereka berkenalan dengan matematika yang
sederhana, semakin tinggi sekolahnya semakin “sukar” matematika yang dipelajari makin
kurang minatnya belajar matematika sehingga dianggap matematika itu sebagai
ilmu yang sukar, dan rumit.
Berdasarkan uraian di
atas, dengan menitik beratkan pada tingkat kesulitan siswa untuk menyelesaikan
operasi hitung bilangan bulat pada sekolah dasar, peneliti bermaksud mengadakan
penelitian tentang “Analisis kesulitan
siswa dalam menyelesaikan soal-soal operasi hitung bilangan bulat pada Siswa Kelas
V SDN N0.117 Sabbang Kecamatan
Sabbang Kabupaten Luwu Utara”.
Penelitian ini
dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana tingkat kesulitan siswa Sekolah Dasar Negeri
117 Sabbang Kecamatan Sabbang Kabupaten Luwu Utara dalam menyelesaikan
soal-soal operasi hitung bilangan bulat dalam soal sederhana. Adapun jenis
kesulitannya yang dianalisis adalah kesulitan konsep (k), kesulitan prinsip (p), dan kesulitan skill
(s).
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan dari latar
belakang yang dikemukakan di atas, maka masalah yang akan diteliti dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Seberapa
besar tingkat kesulitan konsep dalam menyelesaikan soal-soal operasi hitung
bilangan bulat yang dialami siswa kelas V SDN No.117 Sabbang, Kecamatan Sabbang
Kabupaten Luwu Utara.
2.
Seberapa
besar tingkat kesulitan prinsip dalam menyelesaikan soal-soal operasi hitung
bilangan bulat yang dialami siswa kelas V SDN No.117 Sabbang, Kecamatan Sabbang
Kabupaten Luwu Utara.
3.
Seberapa
besar tingkat kesulitan skill dalam menyelesaikan soal-soal operasi hitung
bilangan bulat yang dialami siswa siswa kelas V SDN No.117 Sabbang, Kecamatan Sabbang
Kabupaten Luwu Utara.
C. Tujuan
Penelitian
Pada dasarnya tujuan
penelitian ini adalah untuk mencari jawaban terhadap masalah yang dirumuskan.
Secara rinci tujuan penelitian ini adalah untuk:
1.
Mengetahui
besarnya tingkat kesulitan konsep dalam menyelesaikan soal-soal operasi hitung
bilangan bulat yang dialami siswa kelas V SDN No.117 Sabbang, Kecamatan Sabbang
Kabupaten Luwu Utara.
2.
Mengetahui
besarnya tingkat kesulitan prinsip dalam menyelesaikan soal-soal operasi hitung
bilangan bulat yang dialami siswa kelas V SDN No.117 Sabbang, Kecamatan Sabbang
Kabupaten Luwu Utara.
3.
Mengetahui
besarnya tingkat kesulitan skill dalam menyelesaikan soal-soal operasi hitung
bilangan bulat yang dialami siswa siswa kelas V SDN No.117 Sabbang, Kecamatan Sabbang
Kabupaten Luwu Utara.
D. Manfaat
Penelitian
Hasil penelitian ini
diharapkan dapat bermanfaat dan
memberi masukan yang berguna bagi dunia pendidikan matematika. Beberapa manfaat
yang diharapkan dapat diperoleh dari hasil penelitian adalah:
1.
Dengan
mengetahui penyebab kesulitan siswa dalam mengoperasikan bilangan bulat, maka
dapat diupayakan secara bertahap untuk dapat mengatasinya.
2.
Sebagai
bahan masukan bagi guru-guru khususnya guru matematika sekolah dasar untuk
mencari alternatif yang berkaitan dengan operasi hitung bilangan bulat sehingga
pengoperasian bilangan bulat dapat tertanam kuat dalam diri siswa.
3.
Sebagai
informasi awal bagi peneliti lain untuk mengadakan penelitian lebih lanjut
tentang upaya meningkatkan pengajaran konsep matematika umumnya dan operasi
bilangan bulat khususnya sehingga lebih menarik bagi siswa.
II.
TINJAUAN PUSTAKA DAN
KERANGKA BERFIKIR
A. Tinjauan
Pustaka
1.
Hakekat Belajar
Matematika
Keseluruhan proses
pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok,
ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak
bergantung kepada bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai anak
didik. Belajar banyak diartikan dan didefinisikan oleh para ahli dengan rumusan
dan redaksi kalimat yang berbeda, pada hakekatnya prinsip dan tujuannya sama.
Menurut Slameto (2003: 2) bahwa: “belajar adalah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dan interaksi dengan
lingkungannya”.
Menurut Hamalik (2001:
28) memberikan pengertian belajar sebagai berikut: “belajar adalah suatu proses
perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungannya”.
Witherington (Ngalim, 1990: 84) bahwa “belajar
adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai pola
baru daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian atau
suatu pengertian”.
Morgan (Ngalim, 1990: 84) bahwa “belajar
adalah setiap perubahan yang relative menetap dalam tingkah laku yang terjadi
sebagai suatu hasil dari latihan pengalaman”.
Dari beberapa batasan
yang dikemukakan oleh para ahli tentang definisi belajar, maka dapat
disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses dan usaha yang sadar yang
dilakukan oleh setiap individu yang menyebabkan perubahan tingkah laku menjadi
lebih baik sehingga tanggapan terakhir respon sebagai akibat interaksi antara
individu dengan lingkungannya.
Menurut Jerome Bruner
(Hudoyo, 1990: 48) menjelaskan bahwa
“belajar matematika adalah belajar tentang konsep-konsep dan struktur-struktur
dari matematika”.
Jadi belajar
matematika pada hakekatnya adalah suatu aktivitas mental untuk memahami arti
dalam hubungan-hubungan dan symbol-simbol kemudian menerapkan konsep-konsep
yang dihasilkan ke situasi nyata.
2.
Pengertian Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar
terdiri dari dua kata, yaitu: “kesulitan” dan “belajar”. Dalam kamus besar bahasa
Indonesia (Depdikbud, 1995: 971) dinyatakan bahwa
“kesulitan adalah keadaan yang sulit, dalam kesulitan, dalam kesusahan”. Hal
ini berarti kesulitan mengandung makna sulit berbuat sesuatu yang berartisuatu
kondisi yang memperlihatkan ciri-ciri hambatan dalam kegiatan untuk mencapai suatu
kegiatan, dimana kesulitan yang dimasud dalam kajian ini adalah kesulitan
belajar yang berarti kesulitan tersebut mengarah kepada aktivitas belajar.
Kesulitan belajar
menurut Abdurrahman (1996:6) merupakan terjemahan dari istilah bahasa inggris “learning disabilyti”. Terjemahan
tersebut sesungguhnya dipandang kurang tepat karena “learning” artinya belajar
dan “disability” artinya ketidakmampuan, sehingga terjemahan yang seharusnya
adalah ketidakmampuan belajar. Namun istilah kesulitan belajar digunakan karena
lebih optimistik.
Kesulitan belajar
menurut hammil (Abdurrahman, 1997:7-8)
adalah:
“Menunjuk
pada sekelompok kesulitan belajar yang memanifestasikan dalam bentuk kesulitan
yang nyata dalam kemahiran dan penggunaan kemampuan mendengarkan, bercakap-cakap,
membaca, menulis, menalar, atau kemampuan dalam bidang studi tertentu”.
Menurut Abdullah
(1992:63), kesulitan belajar adalah “suatu keadaan tertentu yang ditandai
adanya kesukaran dalam mencapai tujuan, sehingga memerlukan usaha yang lebih
keras lagi untuk mengatasinya”.
Batasan-batasan
tentang kesulitan belajar di atas
memberikan pemahaman bahwa kesulitan belajar adalah kesulitan mencapai tujuan
yang sekaligus merupakan gejala kegagalan. Kondisi yang terjadi dalam kesulitan
belajar terpisah dari kondisi lainnya karena memiliki gejala-gejala tersendiri.
Apabila dikaitkan dengan pengertian belajar secara umum maka dapat dikatakan
bahwa kesulitan belajar merupakan adanya kondisi penghambat untuk mengadakan
perubahan tingkah laku karena terjadi kesulitan dalam merespon setiap kondisi
yang terjadi dalam lingkungannya. Kaitannya dengan pengajaran di sekolah, maka
kesulitan belajar merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami hambatan
untuk mengetahui atau memahami suatu materi atau pelajaran.
Secara sederhana,
kesulitan belajar siswa di sekolah senantiasa diukur dengan melihat tingkat
pencapaian rata-rata prestasi belajarnya setelah melalui proses evaluasi atau
mengerjakan soal-soal. Apabila siswa memperoleh nilai prestasi belajar rendah,
maka dapat dinyatakan bahwa siswa tersebut mengalami kesulitan belajar.
Sebaliknya, apabila siswa rata-rataa memiliki prestasi belajar tinggi, maka
siswa secara umum dapat pula dinyatakan tidak mengalami kesulitan dalam
belajarnya atau mampu mengerjakan soal-soal dengan
baik. Dengan demikian, siswa yang mengalami kesulitan belajar di sekolah tidak
hanya ditandai dengan prestasi belajar rendah. Akan tetapi juga dapat dilihat
dari perubahan dari hal pengetahuan, pengalaman, sikap dan keterampilan yang
disebabkan karena beberapa hambatan tertentu. Selain itu, gejala kesulitan
belajar dapat pula diketahui karena tidak terpenuhinya harapan guru dan orang
tua terhadap hasil yang dicapai siswa setelah melalui tes, baik terhadap semua
pokok bahasan atau hanya pokok bahasan tertentu.
Beberapa ciri tingkah
laku yang merupakan manifestasi gejala kesulitan belajar siswa seperti yang
disebutkan Muhkal (Rizal, 1999: 12-13) antara lain:
a.
Menunjukkan
hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata yang dicapai oleh kelompok atau
potensi yang dimilikinya.
b.
Hasil
yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan.
c.
Lambat
dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajar, dan yang bersangkutan selalu
tertinggal dengan kawan-kawannya.
d.
Menunjukkan
sikap-sikap yang kurang wajar, seperti: membolos, datang terlambat, tidak
mengerjakan pekerjaan rumah, menggangu di dalam dan di luar kelas, tidak
mencatat pelajaran, tidak teratur dalam kegiatan belajar, mengasingkan diri,
tersisihkan serta tidak mau bekerja sama.
e.
Menunjukkan
gejala emosional yang kurang wajar seperti:
Pemurung,
mudah tersinggung, pemarah, tidak atau kurang gembira, dan menghadapi nilai
rendah, menunjukkan adanya perasaan sedih atau menyesal dan sebagainya.
3.
Pengertian Kesulitan
Belajar Matematika
Mata pelajaran
matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib diikuti atau
dipelajari siswa di sekolah. Mata pelajaran ini diharapkan mampu meningkatkan
kemampuan siswa dalam berhitung, berpikir, atau berkaitan dengan aspek
kuantitatif.
Johnson (Abdurrahman,
1999: 252) mengemukakan matematika adalah “bahasa simbolis yang fungsi
praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan.
Sedangkan fungsi teoritis adalah untuk memudahkan berpikir seseorang”.
Pernyataan yang sama
dikemukakan oleh Lerner (Abdurrahman, 1999: 252) bahwa “matematika adalah
bahasa simbolis sekaligus bahasa universal yang memungkinkan manusia
memikirkan, mencatat, dan mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan kuantitas”.
Berdasarkan kedua
pendapat diatas, jelas bahwa matematika juga merupakan suatu ilmu yang
mempelajari tentang kuantitas atau berhitung.
Berbagai alasan
sehingga mata pelajaran matematika diajarkan di sekolah mulai dari jenjang
pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Hal ini sesuai pendapat Cornelius
(Abdurrahman, 1999: 253) bahwa ada lima alasan sehingga matematika diajarkan di
sekolah yaitu:
a.
Sarana
berpikir yang jelas dan logis.
b.
Sarana
untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari.
c.
Sarana
mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman.
d.
Sarana
untuk mengembangkan kreativitas.
e.
Sarana
peningkatan kesadaran terhadap perkembangan budaya.
Cockroft (Abdurrahman,
1999: 253) memberikan enam alasan sehingga matematika diajarkan di sekolah
yaitu:
a.
Selalu
digunakan dalam segi kehidupan.
b.
Semua
bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai.
c.
Merupakan
sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas.
d.
Dapat
digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara.
e.
Meningkatkan
kemampuan dalam berpikir logis, ketelitian, dan kesadaran keruangan, serta
f.
Memberikan
kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.
Berdasarkan pendapat diatas, maka matematika
sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada jenjang pendidikan dasar
sampai perguruan tinggi memang merupakan salah satu mata pelajaran yang teramat
penting dalam mengembangkan kemampuan berpikir siswa secara kualitatif.
Matematika suatu
bidang ilmu, berbeda dengan ilmu-ilmu
lainnya, baik dari segi obyek maupun pencarian kebenarannya. Matematika adalah
ilmu yang bersifat deduktif. Semua hasil penalaran deduktif berupa generalisasi
adalah akibat logis dari alasan-alasan yang bersifat umum menjadi khusus.
Karena itu, dalam matematika tidak dapat menerima generalisasi yang diperoleh
melalui penalaran deduktif sehingga mempelajari materi matematika tidak cukup
hanya dengan membacanya tetapi perlu pemahaman.
Secara umum kesulitan
belajar matematika yang dialami siswa disebabkan karena kurangnya pemahaman
bahas dan simbol-simbol, tidak dapat menerapkan rumus-rumus serta kurang
memahami arti dan ide yang disimbolkan. Padahal membahas matematika adalah
simbol yang padat, ketat, akurat, abstrak, dan penuh arti.
Dalam penelitian ini,
peneliti mengkaji kesulitan-kesulitan belajar matematika yang dibagi atas tiga
kategori yaitu: kesulitan konsep, kesulitan prinsip, dan kesulitan skill
(keterampilan).
a. Kesulitan konsep
Mempelajari
konsep merupakan hal yang utama dalam pendidikan. Menurut Dahar (Sunarti, 1998:
15): “konsep-konsep
merupakan batu bangunan (building blocks). Konsep-konsep merupakan dasar bagi
proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip-prinsip dan
generalisasi untuk memecahkan masalah. Seorang siswa harus mengetahui
aturan-aturan itu didasarkan pada konsep-konsep yang diperolehnya”.
Menurut
Rosser (Sunarti, 1998 : 10) bahwa “konsep adalah suatu abstraksi yang memiliki
suatu objek-objek, kejadian-kejadian, atau hubungan yang mempunyai atribut yang
sama”. Sedangkan Hudoyo (1990: 3) mengatakan bahwa “konsep adalah suatu ide
gagasan yang diberikan dengan memandang sifat-sifat yang sama dari sekumpulan
contoh yang cocok”.
Konsep
pada hakikatnya menunjuk pada pemahaman dasar. Siswa mengembangkan suatu konsep
ketika mereka mampu mengklasifikasikan atau mengelompokkan benda-benda atau ketika mereka dapat
mengasosiasikan suatu nama dengan kelompok benda tertentu.
Contoh:
1)
Anak
mengenal konsep segitiga sebagai suatu bidang yang dikelilingi oleh tiga garis
lurus. Pemahaman anak tentang konsep segitiga dapat dilihat pada saat anak
mampu membedakan berbagai bentuk geometri lain dari segitiga.
2)
Ketika
anak menghitung perkalian 2 x 10 = 20, 3 x 10 = 30 dan 4 x 10 = 40, anak
memahami konsep perkalian 10.
Siswa
dikatakan mengalami kesulitan konsep, jika siswa tersebut tidak dapat menemukan
rumus-rumus dan menggunakannya dalam situasi tertentu.
b.
Kesulitan
prinsip
Prinsip
matematika sering juga disebut asas sebagai obyek yang menyatakan hubungan dari
dua obyek. Obyek itu dihubungkan dapat berupa fakta, konsep operasi atau asas
yang lain.
Kesulitan
prinsip dalam mengerjakan soal matematika khususnya sering juga disebut
kesulitan dalam menjalankan rumus-rumus atau menggunakan yang telah ada. Hal
ini penting mengingat dalam mempelajari dan mengerjakan sola-soal matematika
menggunakan rumus sangat diperlukan.
c.
Kesulitan
skill
Skill
(keterampilan) dalam matematika adalah operasi dan prosedur, pengerjaan dan
langkah-langkah pekerjaan dalam menyelesaikan suatu soal.
Kesulitan
keterampilan untuk mengoperasikan bilangan biasanya terjadi pada siswa yang
berkemampuan lemah sehingga mengalami kesulitan dan kurang terampil dalam
mengoperasikan bilangan. Hal ini terjadi disebabkan karena dalam mempelajari
materi pelajaran di sekolah dasar ternyata siswa tidak menguasai materi yang
telah diberikan. Ketidakmampuan dalam operasi bilangan dan perhitungan yang
tidak tepat, maka akan menghasilkan jawaban yang salah.
Contoh:
proses menggunakan operasi dasar dalam penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan
pembagian adalah suatu jenis keterampilan matematika. Suatu keterampilan dapat
dilihat dari kinerja anak secara baik, secara cepat atau lambat, dan secara
mudah atau sangat sukar. Keterampilan cenderung berkembang dan dapat
ditingkatkan melalui latihan.
Bagi siswa di sekolah, baik yang berkesulitan
belajar matematika maupun tidak berkesulitan matematika tentu bukanlah soal
yang mudah dalam menyelesaikan setiap soal matematika. Hal ini disebabkan
karena kemampuan dalam menganalisa soal-soal matematika sangat diperlukan,
kemampuan dalam berlatih menyelesaikan soal-soal matematika.
4.
Faktor-faktor Penyebab
Kesulitan Belajar
Kemampuan belajar pada
hakekatnya merupakan suatu potensi yang dimiliki oleh setiap individu yang
dibawa sejak lahir. Kemampuan belajar akan berkembang pada situasi dimana dia
berada. Menurut Syah (2005:144-155) secara global faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu faktor
intern dan faktor ekstern.
1.
Faktor
Intern siswa
Faktor yang berasal dari dalam diri siswa meliputi
dua aspek yaitu aspek fisiologis dan psikologis.
a.
Aspek
fisiologis
Komdisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang
menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya dapat
mempengaruhi semanagat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Misalkan
kondisi tubuh yang lemah apalagi disertai kepala pusing dapat menurunkan
kualitas ranah kognitif sehingga materi yang dipelajarinya kurang atau tidak
berbekas.
b.
Aspek
psikologis
1)
Inteligensi
siswa
Inteligensi sebenarnya bukan merupakan persoalan
kualitas otak saja, melainkan juga merupakan kualitas organ-organ tubuh
lainnya. Akan tetapi memang harus diakui bahwa peran otak dalam hubungannya
dengan inteligensi manusia lebih menonjol dari pada organ-organ tubuh lainnya,
lantaran otak merupakan pengontrol hampir seluruh aktivitas manusia. Ini
bermakna semakin tinggi kemampuan intelegensi seorang siswa maka semakin besar
peluangnya dalam meraih sukses.
2)
Sikap
siswa
Sikap adalah gejala internal berdimensi efektif yang
berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon (respons tendency) dengan
cara relatif tetap terhadap objek orang, barang, dan sebagainya baik secara
positif ataupun negatif. Sikap siswa yang positif, terutama kepada guru dan
bidang studi yang disajikan merupakan pertanda awal yang baik bagi proses
belajar siswa tersebut sedangkan sikap negatif siswa kepada guru dan bidang
studi yang diajarkan yang diiringi kebencian maka akan dapat menimbulkan
kesulitan belajar siswa tersebut.
3)
Bakat
siswa
Sebetulnya setiap orang pasti memiliki bakat dalam
arti berpotensi untuk mencapai prestasi sampai ke tingkat tertentu sesuai
dengan kapasitas masing-masing. Jadi secara global bakat itu mirip dengan
inteligensi. Itulah sebabnya seorang anak yang berinteligensi jsangat cerdas
(superior) atau cerdas luar biasa (very superior) disebut juga sebagai talented
child atau anak berbakat.
4)
Minat
siswa
Secara sederhana, minat berarti kecenderungan dan
kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Umpamanya
seorang siswa yang menaruh minat besar terhadap matematika akan memusatkan
perhatiannya lebih banyak dari pada siswa lainnya.
5)
Motivasi
siswa
Motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu
motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi yang mempengaruhu faktor intern
siswa adalah motivasi intrinsik. Motivasi intrinsik adalah hal dan keadaan yang
berasal dari dalam diri siswa yang dapat mendorongnya melakukan tindakan
belajar.
2.
Faktor
ekstern siswa
Faktor ekstern terdiri atas dua macam yakni faktor
lingkungan sosial dan .faktor lingkungan non sosial.
a.
Lingkungan
sosial
1)
Lingkungan
sosial sekolah seperti para guru, para staf administrasi, dan teman-teman
sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang siswa. Para guru yang
selalu menunjukkan perilaku yang simpatik dan memperlihatkan suri teladan yang
baik khususnya dalam hal belajar, misalnya rajin membaca dan berdiskusi, dapat
menjadi daya dorong yang positif bagi kegiatan belajar siswa.
2)
Lingkungan
sosial masyarakat adalah masyarakat dan tetangga juga teman-teman sepermainan
di sekitar perkampungan siswa tersebut. Misalnya kondisi masyarakat di lingkungan
kumuh yang serba kekurangan dan anak-anak pengangguran mempengaruhi aktivitas
belajar siswa. Paling tidak, siswa tersebut akan menemukan kesulitan ketika
memerlukan teman belajar atau berdiskusi.
3)
Lingkungan
sosial keluarga. Yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar adalah orang
tua dan keluarga siswa itu sendiri. Seperti kelalaian orang tua dalam memonitor
kegiatan anak, dapat menimbulkan dampak lebih buruk lagi. Dalam hal ini, bukan
saja anak tidak mau belajar melainkan juga ia cenderung berperilaku menyimpang.
b.
Lingkungan
non sosial
Faktor-faktor
yang termasuk lingkungan non sosial ialah gedung sekolah dan letaknya, rumah
tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca,
dan waktu belajar yang digunakan siswa. Faktor ini dipandang turut menentukan
tingkat keberhasilan belajar siswa.
Contoh:
kondisi rumah yang sempit dan berantakan serta perkampungan yang terlalu padat
dan tak memiliki sarana umum untuk kegiatan remaja seperti lapangan volli akan
mendorong siswa untuk berkeliaran ke tempat-tempat yang tak pantas dikunjungi.
Kondisi rumah dan perkampungan seperti ini jelas berpengaruh buruk terhadap
kegiatan belajar siswa.
5.
Bilangan Bulat dan
Operasi Hitung pada Bilangan Bulat
1.
Bilangan
Bulat
Himpunan
bilangan bulat adalah himpunan bilangan yang terdiri atas bilangan bulat
positif atau bilangan asli, nol, dan bilangan bulat negatif yaitu:
B = {..., -4, -3, -2, -1, 0, 1, 2,
3, 4,...}
Dari
pendapat di atas ditarik kesimpulan bahwa bilangan bulat adalah bilangan asli,
bilangan nol, dan bilangan bulat negatif.
Bilangan
bulat terdiri dari:
a)
Bilangan
bulat positif atau bilangan asli
Bilangan
bulat positif merupakan bilangan asli.
Contoh
bilangan bulat positif adalah 1, 2, 3,...
b)
Bilangan
bulat negatif
Bilangan
bulat negatif merupakan lawan dari bilangan asli.
Contoh
-1, -2, -3, ...
c)
Bilangan
nol
Bilangan
nol dinyatakan dengan suatu himpunan yang tidak mempunyai anggota sama sekali
atau himpunan kosong.
Dari
pernyataan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa bilangan bulat terdiri dari
bilangan asli atau bilangan bulat positif, bilangan nol, dan bilangan bulat
negatif.
A. Kerangka
Berpikir
Sekolah
dasar adalah lembaga pendidikan formal yang merupakan dasar dalam pembentukan
kepribadian dan kecerdasan seorang anak didik. Matematika dasar sangat
menentukan kemampuan dalam mempelajari matematika selanjutnya pada tingkat
pendidikan yang lebih tinggi.
Dengan
demikian, kenyataan menunjukkan bahwa banyaknya keluhan siswa terhadap
kurangnya kemampuan mereka dalam mempelajari konsep bilangan bulat, dikarenakan
kurangnya pemahaman dalam mengoperasikan bilangan bulat. Akibatnya siswa
kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal yang berkaitan pengoperasian bilangan
bulat pada Sekolah Dasar Negeri 117 Sabbang Sabbang kabupaten Luwu Utara. Dalam
penelitian ini peneliti mencoba menerapkan beberapa model dan pendekatan dalam
pengajaran konsep bilangan bulat pada Siswa Kelas V SDN 117 Sabbang Kecamatan
Sabbang Kabupaten luwu Utara.
B. Indikator
Kesulitan Konsep, Prinsip, dan Skill (Keterampilan)
1.
Menemukan
sifat-sifat komutatif dan asosiatif pada penjumlahan dan perkalian.
2.
Menemukan
sifat-sifat distributif perkalian pada penjumlahan dan perkalian pada
pegurangan.
3.
Menghitung
jumlah bilangan dengan cara sifat pertukaran (komutatif) pada penjumlahan dan
perkalian.
4.
Menghitung
jumlah bilangan dengan cara sifat pengelompokkan (asosiatif) pada penjumlahan
dan perngurangan.
5.
Menghitung
jumlah bilangan dengan cara sifat distributif perkalian pada penjumlahan dan
perkalian pada pengurangan.
6.
Menghitung
jumlah bilangan dengan
cara perkalian dan pembagian.
I. METODE
PENELITIAN
A. Jenis
Penelitian
Penelitian
ini bersifat deskriptif yang hanya menyajikan persentase banyaknya kesulitan
yang dialami siswa, seperti: kesulitan konsep, kesulitan prinsip, dan kesulitan
skill (keterampilan) Siswa Kelas V SDN 117 Sabbang Kecamatan Sabbang Kabupaten
Luwu Utara tahun pelajaran 2010/2011 dalam menyelesaikan soal operasi hitung
bilangan bulat. Melalui penyajian secara deskriptif diharapkan dapat menjawab
semua permasalahan yang telah dirumuskan pada rumusan masalah.
B. Defenisi
Operasional Variabel
Penelitian
ini mengkaji satu variabel yaitu “kesulitan siswa menyelesaikan soal-soal
operasi hitung bilangan bulat”. dengan demikian, penelitian ini tidak mengkaji
keterkaitan antara variabel melainkan hanya mengkaji satu variabel.
Kesulitan
siswa menyelesaikan soal-soal operasi hitung bilangan bulat merupakan
hambatan-hambatan yang dialami siswa dalam menyelesaikan soal-soal operasi
hitung bilangan bulat sehingga mempengaruhi kemampuannya dalam menyelesaikan
soal, meliputi: kesulitan konsep, kesulitan prinsip, dan kesulitan skill
(keterampilan).
Kesulitan
konsep, prinsip dan skill (keterampilan) yang dimaksud dalam penelitian aini
adalah sebagai berikut:
1.
Kesulitan
konsep adalah kesulitan dalam menemukan rumus-rumus dan menggunakannya dalam
situasi tertentu.
2.
Kesulitan
prinsip adalah kesulitan dalam menggunakan rumus-rumus atau menggunakan yang
telah ada.
3.
Kesulitan
skill (keterampilan) adalah kesulitan dalam proses perhitungan operasi bilangan
bulat.
Dengan
demikian, skor kesulitan konsep diperoleh dengan cara melihat kesalahan siswa
dalam memilih salah satu jawaban dari setiap soal dan setiap kesalahan diberi
skor 1 (satu), untuk skor kesulitan prinsip diperoleh dengan cara melihat
kesalahan siswa dalam menjalankan rumus-rumus dari setiap soal dan setiap
kesalahan diberi skor 1 (satu), untuk skor kesulitan skill diperoleh dengan
cara melihat kesalahan siswa dalam mengoprasikan bilangan bulat serta melihat
hasil yang salah dan setiap kesalahan diberi skor 1 (satu)
C. Subjek
Penelitian
Subjek penelitian ini adalah Siswa Kelas
V SDN 117 Sabbang Kecamatan Sabbang Kabupaten Luwu Utara yang berjumlah 23
siswa.
D. Instrumen
Penelitian
Instrument
penelitian ini berupa tes hasil belajar matematika pada pokok bahasan operasi
hitung bilangan bulat. tes di susun oleh peneliti dengan memperhatikan materi
yang dipelajari Siswa Kelas V SDN 117 Sabbang Kecamatan Sabbang Kabupaten Luwu
Utara.
Langkah-langkah
yang ditempuh dalam menyusun tes ini adalah memperhatikan materi pokok bahasan
operasi hitung bilangan bulat yang telah dipelajari Siswa Kelas V SDN 117
Sabbang Kecamatan Sabbang Kabupaten Luwu Uatra, kemudian dibuatkan dan diberikan
tes uraian materi tersebut. Penelitian ini hanya menganalisa kesulitan yang
mungkin terjadi saat siswa menyelesaikan soal-soal matematika pada pokok
bahasan operasi hitung bilanagan bulat. peneliti menganalisa rata-rata pada
setiap soal terdapat kesulitan, dan selanjutnya memberikan penjelsan pada siswa
tentang segi mana yang terdapat kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal
matematika pada pokok bahasan operasi hitung bilangan bulat.
E. Teknik
Pengumpulan Data
Adapun
teknik pengumpulan data pada penelitian terbagi atas dua tahap yaitu tahap
persiapan dan tahap pelaksanaan
a.
Tahap
persiapan
Langkah-langkahnya sebagai berikut:
1.
Pembuatan
dan validasi soal sebagai pemantapan akhir yang akan dijadikan
instrument penelitian, khususnya dalam hal redaksi soal penelitian simbol dan jumlah soal.
2.
Pengandaan
soal.
3.
Mengurus
surat penelitian untuk keperluan pengumpulan data.
4.
Menggadakan konsultasi
dengan guru pengasuh mata pelajaran tersebut, untuk waktu pengambilan data
tersebut.
b.
Tahap
pelaksanaan
Langkah-langkah pelaksanaannya:
1.
Berdasarkan
jadwal yang telah ditentukan, peneliti dan salah seorang staf pengajar
mendatangi ruangan tersebut.
2.
Sebelum
instrument dibagikan, peneliti memberikan penjelasan kepada siswa menyangkut
data penelitian yang diambil, setelah itu mengadakan pengaturan tempat duduk.
3.
Membagikan
instrument penelitian untuk dijawab. pengawasan dilakukan oleh peneliti.
4.
Setelah
pengambilan data, selanjutnya diadakan wawancara terhadap responden untuk
mengali lebih dalam tentang kesulitan mereka berdasarkan atas kesalahan yang
dilakukan pada lembar jawaban.
F. Teknik
Analisis Data
Untuk
menjawab masalah yang telah diajukan/dikemukakan, maka analisis data yang
digunakan adalah data penelitian yang berupa jawaban responden atas soal yang
telah diberikan kepada siswa kemudian diidentifikasi tingkat kesulitan
siswanya.
Selanjutnya
Kriteria yang digunakan untuk menentukan kategori skor kesulitan yang diadopsi
dari kategori penguasaan adalah skala tiga. menurut M. Darwis (Fitria, 2005:
19) skala tiga adalah suatu pembagian tingkatan yang terbagi atas tiga katagori
yaitu:
1.
Tingkat
kesulitan 0% - 54% dikategorikan rendah
2.
Tingkat
Kesulitan 55% - 84% dikategorikan sedang
3.
Tingkat
kesulitan 85% - 100% dikategorikan tinggi.
Menurut
Rahmi (2005: 28) cara menghitung kategori besarnya kesulitan untuk tiap
kategori yaitu dengan menggunakan rumus berikut:
P1 = pki x 100%
Tpi
Keterangan:
Pi
= Persentase kesulitan kategori ke-i
Pki
= Kesulitan siswa
Tpi
= Total kesulitan kategori ke-i
Tidak ada komentar:
Posting Komentar