A. Pendahuluan
1. Latar Belakang Masalah
Pendidikan pada hakekatnya adalah suatu usaha sadar yang
dilakukan dalam rangka menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga
dapat berguna bagi bangsa dan Negara, terutama sebagai penerus yang diharapkan
mampu meningkatkan taraf pendidikan khususnya.
Matematika sebagai salah satu bidang studi yang
dipelajari mulai dari jenjang Pendidikan Sekolah Dasar (SD) sampai pada perguruan
tinggi memegang peranan penting dalam menciptakan sumber daya manusia (SDM)
yang berkualitas, sebab dalam matematika terkandung berbagai konsep yang logis
dan realitas yang mampu membentuk pola pikir manusia dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi ini sejalan dengan yang telah dikemukakan oleh Djaali
(dalam Iswan 2004:1) bahwa:
“Matematika merupakan sarana berfikir ilmiah, memegang
peranan yang sangat penting dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi
untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa”.
Melihat pentingnya peranan matematika dalam
menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, maka berbagai hal telah
dilakukan dalam rangka meningkatkan hasil belajar matematika diantaranya,
penambahan fasilitas belajar, penataran guru matematika, pengadaan media
pelajaran dan sebagainya. Akan tetapi
kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa hasil belajar matematika siswa masih
sangat rendah.
Rendahnya hasil belajar matematika siswa, jika kita
lihat dengan serius dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: kurangnya
motivasi belajar siswa, rendahnya kualitas pengajar, kurangnya tenaga pengajar,
dan masih banyak lagi hal-hal lain yang sangat erat pengaruhnya terhadap hasil
belajar matematika.
Di lain pihak, prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran
matematika yang indikatornya berupa nilai dan skor yang dicapai siswa masih sangat rendah
bila dibandingkan dengan nilai atau skor pelajaran yang lain. Karena itu, diperlukan
upaya-upaya penelitian terkait model pembelajaran yang dapat menigkatkan hasil
belajar matematika. Variabel yang dapat mempengaruhi prestasi belajar
matematika perlu mendapat perhatian untuk dikaji lebih lanjut, selain guru yang
harus membenahi cara mengajarnya siswa juga tidak seharusnya tidak hanya
sekedar menirukan apa yang dilakukan oleh guru, tetapi harus secara aktif
berbuat atas dasar kemampuan dan keyakinannya, sehingga dapat mengantarkan
siswa menjadi manusia yang mandiri dan kreatif.
Demikian halnya dengan ketuntasan materi pelajaran yang
kurang memenuhi standar. Pada sisi yang lain, terdapat pula kenyataan bahwa
siswa kurang termotivasi mencapai peringkat di dalam kelas. Hal ini diukur oleh
adanya kecendrungan siswa bersikap pasif terhadap kegiatan belajar di sekolah
sehingga berdampak terhadap prestasi belajar siswa.
Kurangnya tenaga pengajar sangat berpengaruh terhadap
hasil belajar siswa, sebab siswa akan sulit memahami materi-materi yang ada
tanpa bimbingan dan arahan dari seorang guru, untuk memecahkan masalah ini kita
harus menciptakan dan menerapkan suatu model pembelajaran yang mampu melatih
siswa untuk belajar mandiri dan sekaligus mampu mempresentasikan hasil
pelajarannya kepada temannya yang lain.
Untuk menerapkan suatu model pembelajaran yang mampu
melatih siswa untuk belajar mandiri dibutuhkan persiapan yang mantap agar tidak
melenceng dari tujuan yang ingin dicapai. Apabila seorang guru mampu menerapkan
tutor-tutor sebaya yang dapat menggantikan posisi guru pada suatu kondisi yang
tidak memungkinkan.
Alternatif model pembelajaran yang dapat diterapkan
dalam pembelajaran terbalik (Reciprocal Teaching) dimana menurut Ann Brown
(dalam Ali, 2000 : 48). Pembelajaran terbalik kepada siswa diajarkan empat
strategi pemahaman, mandiri yang spesifik yaitu merangkum/meringkas, membuat
pertanyaan, mampu menjelaskan dan mampu memprediksi. Dalam hal ini pengajar
hanya memberikan dukungan, mengarahkan, memberikan umpan balik dan rangsangan
ketika peserta didik melakukan proses
pembelajaran.
2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka masalah
yang teridentifikasi adalah sebagai berikut:
a. Rendahnya hasil belajar siswa dalam mata pelajaran matematika
b. Kurangnya motivasi siswa dalam belajar
c. Kurangnya kemandirian siswa dalam belajar
3. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah tersebut maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan
sebagai berikut:
a.
Bagaimana proses
pembelajaran matematika?
b.
Bagaimana konsep
tentang reciprocal teaching?
B. Kajian Keoretik
1. Deskripsi Teoritik
a. Pengertian Belajar
Belajar merupakan suatu proses yang
ditandai dengan adanya perubahan yang terjadi pada individu tersebut. Belajar
banyak diartikan dan didefenisikan oleh
oleh para ahli dengan rumusan dan redaksi kalimat yang berbeda, tetapi
pada hakekatnya prinsip dan tujuannya sama. Sedangkan menurut Gagne (1976 : 3)
memberikan pengertian belajar yaitu:
Learning
is a change in human disposition or capability, which persists over a period of
time, and which is not simply ascribable to processes of growth.
Jadi Menurut Gagne bahawa belajar itu membawa perubahan
dalam diri individu, dimana perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkannya
kecakapan baru dalam jangka waktu tertentu serta perubahan itu terjadi karena
adanya usaha.
Hudoyo (1990 : 1) memberikan pengertian belajar
sebagai berikut:
”Pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, kegemaran dan
sikap seseorang terbentuk dimodifikasi dan berkembang disebabkan belajar,
karena itu seseorang dikatakan belajar bila dapat diasumsikan dalam diri orang
itu terjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah
laku”.
Slameto (1991 : 2)
menjelaskan bahwa:
”Belajar
adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman
individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.
Disamping
itu, Nana Sudjana (1989 : 5) mengatakan bahwa:
”Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya
perubahan pada diri seseorang”.
Wittig
(1954 : 7) dalam bukunya Psycologi of Learning mendefinisikan bahwa:
”Belajar
adalah perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala
macam/keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil pengalaman”.
Dari beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para
ahli, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa belajar akan membawa suatu
perubahan pada individu-individu yang belajar, perubahan tersebut tidak hanya
berkaitandengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga terbentuk kecakapan,
keterampilan, pengerian, harga diri, minat, penyesuian diri, sikap, dan
nilai-nilai moral yang akan membentuk pribadi seseorang sebagai hasil interaksi
terhadap lingkungan dan masyarakat sekitarnya.
b. Hakekat Belajar Matematika
Pada hakekatnya matematika itu berkenaan
dengan dengan ide-ide, struktur-struktur dan hubungan-hubungan yang diatur
menurut urutan logis. Ide-ide dan struktur dalam matematika itu merupakan suatu
konsep abstrak yang tersusun secara hakiki dan penalarannya
deduktif.
Mempelajari matematika memang tidak
mudah, namun dengan model dan strategi yang tepat akan mempermudah dalam
penguasaannya. Tidak jarang terjadi pemahaman yang keliru terhadap suatu konsep
akibat proses mempelajari matematika yang tidak kontinu.
Penguasaan yang maksimal terhadap materi
matematika dapat dicapai dengan kekontinuan dalam proses mempelajarinya
dipadukan dengan kesistematisannya dalam memahami. Matematika yang berkenaan
dengan ide-ide abstrak yang diberi simbol itu tersusun secara hirarkis,
sistematis, logis, dan penalarannya deduktif, sehingga belajar matematika
merupakan kegiatan mental yang tinggi. Karena matematika berkenaan dengan
konsep abstrak yang diberi symbol-simbol, maka sebelum kita mengerti
simbol-simbol itu terlebih dahulu kita memahami ide-ide yang terkandung
didalamnya.
Belajar matematika hakekatnya adalah
aktivitas mental yang tinggi untuk memahami arti struktur, hubungan-hubungan,
dan simbol-simbol kemudian menerapkan pada situasi nyata.
c. Model pebelajaran Terbalik (Reciprocal Theacing)
Pembelajaran terbalik (Reciprocal
Teaching) adalah suatu proses pembelajaran untuk mengajarkan kepada siswa,
empat strategi pemahaman mandiri yaitu merangkum, bertanya , menjelaskan dan
memprediksi. Pembelajaran terbalik lebih menghendaki guru menjadi model dan
pembantu dari pada penyaji pada proses pembelajaran, untuk mempelajari
strategi-strategi ini, guru dan siswa membaca bacaan yang akan dibahas,
kemudian guru memodelkan empat keterampilan tersebut dengan merangkum bacaan,
mengajukan pertanyaan, menjelaskan poin-poin yang sulit dan memprediksi apa
yang akan ditulis pada poin-poin selanjutnya. Pada saat pembelajaran
berlangsung situasinya terbalik, yaitu salah satu siswa menggantikan posisi
guru untuk mengajar temannya yang lain sementara guru hanya memberikan
dukungan, umpan balik dan semangat kepada siswa ketika pembelajaran
berlangsung.
Menurut Palinscar dan Brown seperti yang
dikutip oleh Slavin (1997), bahwa:
Strategi
Reciprocal Teaching adalah pendekatan
kontruktivis yang didasarkan pada prinsip-prinsip membuat pertanyaan,
mengajarkan keterampilan metakognitif melalui pengajaran, dan pemodelan oleh
guru untuk meningkatkan keterampilan
untuk membaca pada siswa berkemampuan rendah.
Palincsar dan Brown ( 1984 ) juga menggambarkan proses pengajaran timbal balik dengan cara
berikut: siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil, teks dibaca dalam segmen
diam-diam, secara lisan oleh siswa , atau secara lisan oleh guru tergantung
pada kemampuan decoding dari siswa. Setelah setiap segmen teks, pemimpin dialog
(dewasa atau mahasiswa) dalam kelompok menjadi diskusi dengan mengajukan
pertanyaan tentang konten. Sisa anggota kelompok membahas pertanyaan-pertanyaan
ini, menimbulkan pertanyaan tambahan, dan dalam hal perselisihan membaca teks .
Diskusi kemudian pindah ke mengidentifikasi inti dari apa yang telah dibaca dan
untuk sintesis membaca . Sekali lagi , pemimpin dialog menawarkan ringkasan
awal dan kemudian ada diskusi. Klarifikasi digunakan ketika pernah ada kata ,
konsep , atau frase yang telah disalahpahami atau asing bagi kelompok .
Akhirnya , pemimpin menghasilkan dan mengumpulkan sejumlah tions prediksi
tentang konten yang akan datang dalam teks . Awalnya, model pemimpin seluruh
proses menggunakan terstruktur dia Logue untuk mengidentifikasi dan memecah
proses yang terlibat siswa tentang bagaimana untuk meminta tions ques yang baik
, membangun ringkasan yang baik , dan sebagainya (Lederer, 2000 : 92).
Model pembelajaran terbalik sangat
membantu dalam pengembangan pendidikan terutama dalam peningkatan hasil belajar
siswa khususnya, pada bidang studi matematika, sebab dalam proses pembelajaran
dengan menerapkan model ini siswa dituntut untuk betul-betul memahami dan
mengkaji sendiri materi yang akan dibahas, kemudian setelah itu, dia akan
menjelaskan kepada temannya yang lain. Karena siswa harus menjelaskan kembali
hasil belajarnya, maka pada saat siswa belajar dia akan mempelajari
materi-materi yang akan dibahasnya dengan betul-betul memaknainya, bukan
menghafalnya. Dengan cara seperti ini siswa akan betul-betul serius dalam
mempelajari materi yang ditugaskan oleh pengajar, dan juga siswa tidak cepat
jenuh dalam proses pembelajarannya. Karena masing-masing siswa harus belajar
sendiri, kemudian kalau ada hal-hal yang mereka tidak dapat di pecahkan maka
mereka harus meminta petunjuk dari guru.
Dalam proses pembelajaran dengan model
ini siswa akan mampu memotivasinya untuk belajar dengan lebih giat lagi. Hal
ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Dick (dalam Iswan, 2004 : 9)
bahwa:Proses belajar akan lebih berhasil jika siswa berpartisipasi secara aktif
dan melakukan praktek saat latihan yang secara langsung berkaitan dengan tujuan
khusus pembelajaran.
Menurut Ann Brown (dalam Iswan 2004 : 9)
bahwa pada pembelajaran terbalik, siswa diajarkan empat strategi pemahaman
mandiri yang spesifik yaitu:
1.
Siswa mempelajari
materi yang ditugaskan oleh pengajar secara mandiri.
2.
Siswa membuat
pertanyaan yang berkaitan dengan materi
yang dipelajarinya.
3.
Siswa harus mampu
menjelaskan kembali isi materi yang telah dipelajarinya saat itu.
4.
Siswa dapat memprediksi
kemungkinan pengembangan materi yang
dipelajarinya saat itu.
Di lain pihak pengajar memberikan
dukungan, umpan balik dan ransangan pada saat siswa mempelajari materi tersebut
secara mandiri. Hal
ini menunjukkan bahwa aktivitas pengajar dan siswapada pembelajaran ini sangat
berbeda dengan kondisi pembelajaran yang menggunakan model ceramah,
demonstrasi, ekspositori, inkuiri dan lainnya. Namun model ini hamper sama
dengan model penemuan dan model belajar mandiri. Hanya yang membedakan adalah
kalau pada model pembelajaran terbalik, siswa dituntut untuk mengajarkan hasil
temuannya kepada orang lain.
Model pembelajaran terbalik sangat
erat kaitannya dengan model pembelajaran mandiri yakni siswa lebih aktif
mempelajari materi yang ada tanpa guru menjelaskan terlebih dahulu, akan tetapi
pengajar juga harus mempunyai persipan yang mantap sebelum pelaksanaan penbelajaran sebab
apabila terdapat materi yang yang tidak mampu dipecahkan oleh siswa, maka guru
harus membantu untuk menjelaskannya. Proses belajar mandiri adalah suatu model
yang melibatkan siswa dalam tindakan-tindakan yang meliputi beberapa langkah
dan menghasilkan baik hasil yang tampak maupun yang tidak tampak.
Adapun prosedur
pembelajaran terbalik menurut Muhkal (2002 : 22-23) sebagai berikut:
1)
Membagikan bacaan untuk
hari itu.
2)
Menjelaskan bahwa
siswa-siswi akan bertindak sebagai guru untuk bagian pertama bacaan.
3)
Meminta kepada siswa
untuk membaca didalam hati bagiam bacaan
4)
Pada saat setiap orang
telah menyelesaikan bagian pertama, siswa melakukan permodelan berikut ini :
-
Memperkirakan
pertanyaan yang akan ditanyakan guru
-
Memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menjawab pertain guru
-
Memprediksikan apa yang
akan dibahas oleh guru
-
Apabila cocok “ pada
saat siswa membaca bagian tersebut, siswa menyampaikan hal yang tidak jelas”.
5)
Mengundang siswa untuk
membuat komentar tentang pembelajaran yang
diterapkan
6)
Menugaskan bagian
bacaan berikutnya untuk di baca dalam hati dan memilih seorang siswa untuk
berperan sebagain guru.
7)
Latihlah guru siswa itu
disepanjang kegiatan tersebut
8)
Pada saat hari-hari
latihan berlalu, selanjutnya guru siswa itu harus berinisiatf sendiri untuk
menangani kegiatan tersebut.
d. Hasil Belajar Matematika
Belajar merupakan aktivitas utama bagi siswa. Winkel
(1996 : 53) mendefinisikan belajar sebagai berikut:”Suatu aktivitas mental atau
psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang
menghasilkan perubahan pengalaman, pemahaman, keterampilan, nilai dan sikap.
Perubahan bersifat secara relative konstans dan berbekas”.
Witherington
(dalam Salmah 2001 : 11) mendefenisikan belajar sebagai:”Suatu perubahan
kepribadian yang memfestasikan sebagai suatu pola baru dari respon-respon yang
menjadi suatu keterampilan, sikap, kebiasaan, kemampuan atau pemahaman”.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar adalah sesuatu yang dicapai seseorang melalui kegiatan belajar setelah
mengikuti suatu tes. Hasil belajar yang dicapai siswa tersebut dicirikan dengan
adanya perubahan kemampuan yang meliputi bidang kognitif, afektif dan
psikomotor. Hasil belajar yang dicapai seseorang setelah mengikuti tes pada
bidang studi matematika disebut hasil belajar matematika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar