BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Istilah Rational-Emotive Behavior
Therapy sukar diganti dengan istilah bahasa indonesia yang mengena:
Paling-paling dapat dideskripsikan dengan mengatakan: Corak konseling yang
menekankan kebersamaan dan interaksi antara berfikir dan akal sehat (Rational
Thingking), Berperasaan (emotion), dan berperilaku (acting), Serta sekaligus
menekankan bahwa suatu perubahan yang mendalam dalam cara berfikir dapat
menghasilkan perubahan yang berarti dalam cara berperasaan dan berperilaku.
Pendekatan Rational-Emotive Behavior Therapy (REBT) adalah pendekatan behavior
kognitif yang menekankan pada keterkaitan antara perasaan, tingkah laku dan
pikiran. pendekatan Rational-Emotive Behavior Therapy (REBT) di
kembangkan oleh Albert Ellis melalui beberapa tahapan. pandanagan dasar
pendekatan ini tentang manusia adalah bahwa individu memiliki tendensi untuk
berpikir irasional yang salah satunya didapat melalui belajar social. Di
samping itu, individu juga memiliki kapasitas untuk belajar kembali untuk
berpikir rasional. pendekatan ini bertujuan untuk mengajak individu mengubah
pikiran-pikiran irasionalnya ke pikiran yang rasional melalui teori ABCDEF.
Penulis memilih REBT yang
dikembangkan oleh Albert Ellis ini sebagai bahan pembahasan berdasarkan
pemikiran bahwa REBT bisa menantang para mahasiswa untuk berfikir tentang
sejumlah masalah dasar yang mendasari konseling. REBT terpisah secara radikal
dari beberapa sistem lain yang disajikan didalam makalah ini, yakni
pendekatan-pendekatan psiko analitik, eksistensial-humanistik, client centered
dan gestal. REBT lebih banyak kesamaannya dengan terapi-terapi yang berorientasi
kognitif-tinngkah laku-tindakan dalam arti menitik beratkan berfikir, menilai,
memutuskan, menganalisis, dan bertindak. REBT sangat didaktif dan sangat
direktif serta lebih banyak berurusan dengan dimensi-dimensi fikiran dari
pada dengan dimensi-dimensi perasaan.
Dengan mengingat hal itu, kami dari
penulis ingin mengupas teori REBT lebih mendalam. Namun kami tetap memahami
bahwa dalam penulisan ini banyak mempunyai kekurangan, oleh karenanya kami
tetap mengharap kritik dan saran dari semua pihak.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari
latar belakang tersebut maka yang menjadi rumusan masalahnya yaitu:
1. Bagaimana Sejarah Perkembangan Rational
Emotive Behavior Therapy (REBT)?
2. Bagaimana hakikat manusia pada Rational
Emotive Behavior Therapy (REBT)?
3. Bagaimana tahap perkembangan
perilaku pada Rational
Emotive Behavior Therapy (REBT)?
4. Bagaimana Kondisi Pengubahan pada Rational
Emotive Behavior Therapy (REBT)?
5. Bagaimana Mekanisme Pengubahan pada Rational
Emotive Behavior Therapy (REBT)?
6. Apa
kelebihan dan kekurangan dari Rational Emotive Behavior Therapy (REBT)?
C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan
dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui:
1. Sejarah Perkembangan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT)
2. Hakikat manusia pada Rational Emotive Behavior Therapy (REBT)
3. Tahap perkembangan perilaku pada Rational Emotive Behavior Therapy (REBT)
4. Kondisi Pengubahan pada Rational Emotive Behavior Therapy (REBT)
5. Mekanisme Pengubahan pada Rational Emotive Behavior Therapy (REBT)
6. Kelebihan dan kekurangan dari Rational Emotive Behavior Therapy (REBT)
BAB II
PEMBAHASAN
A. SEJARAH PERKEMBANGAN
Rational Emotive Behavior Therapy (REBT)
sebagai salah satu pendekatan dalam konseling individu dan kelompok,
dikembangkan oleh Alber Ellis sejak tahun 1955. Albert Ellis lahir di
Pittsburg, Pensylvania tahun 1913. Sebagai pakar psikologis klinis, ia memulai
karirnya di bidang konseling perkawinan, keluarga dan seks. Rational Emotive
Behavior Therapy lahir dari ketidakpuasan Ellis terhadap praktek konseling
tradisional yang dinilai kurang efisien, khususnya psikoanalitik klasik yang
pernah ditekuni. Berdasarkan temuan-temuan eksperimen dan klinisnya, Ellis
memperkenalkan pendekatan baru yang lebih praktis, yaitu Rational Emotive
Behavior Therapy. Pendekatan ini menjadi popular bersamaan dengan dipublikasian
buku perdanya ”Reason an Emotion in Psychotherapy” pada tahun 1962.
Albert Ellis (2 September 1913 – 24 Juli 2007) adalah seorang psikolog Amerika,
ia dilahirkan dari keluarga Yahudi dan merupakan anak pertama dari tiga
bersaudara. Ayah Ellis adalah seorang pengusaha yang sering melakukan
perjalanan bisnis dan kurang memberikan kasih sayang kepada anak-anaknya.
Dalam otobiografinya, Ellis menyebutkan
ibunya sebagai perempuan yang tenggelam dalam kesibukannya sendiri dan
merupakan pengoceh yang tidak pernah mendengar orang lain. Seperti ayahnya,
ibunya mempunyai jarak emosional dari anak-anaknya. Ellis mengatakan bahwa pada
saat dia pergi sekolah, ibunya masih tidur dan pada saat pulang sekolah ibunya
sudah tidak ada di rumah. Kepahitan tentang kedua orang tuanya itu, Ellis harus
mengambil tanggung jawab untuk mengurus saudara-saudaranya. Sebagai anak-anak,
Ellis sering sakit dan menderita berbagai masalah kesehatan pada masa
remajanya. Pada umur 5 tahun, dia dirawat di rumah sakit karena penyakit
ginjal, kemudian juga karena penyakit amandel yang menyebabkan infeksi
kerongkongan yang parah sehingga memerlukan operasi. Orang tuanya hampir tidak
memberikan dukungan emosional dan jarang sekali menjenguknya. Ellis mengatakan
bahwa dia belajar berkonfrontasi dengan penderitaannya itu.
Pada tahun 1947 Ellis memperoleh gelar
Doktor kehormatan di Columbia dan pada saat itu dia meyakini bahwa
psikoanalisis merupakan bentuk terapi yang sangat mendalam dan sangat efektif.
Seperti halnya dengan para psikolog di saat itu, dia sangat tertarik dengan
teori Sigmund Freud. Kemudian lama kelamaan kesetiannya kepada psikoanalisis
memudar.
Dalam formasi awalnya, Ellis menekankan
terapi rasional, yaitu unsur kognitif dari perilaku manusia, asumsi ini sangat
bertentangan dengan asumsi yang popular pada pertengahan tahun 1950-an.
Kemudian pendekatannya itu diperluas dengan memasukkan unsur perilaku disamping
unsur kognitif. Modifikasi selanjutnya Rational Emotive Behavior Therapy ini
mencakup teknik-teknik konseling perilaku seperti relaksasi, metode khayal,
latihan menyerang perasaan malu. Dengan demikian, Rational Emotive Behavior
Therapy ini dapat dipandang sebagai model terapi perilaku yang berorientasi
kognitif. Pendekatan ini telah mengalami evolusi sedemikian rupa, yang pada
akhirnya menjelma menjadi pendekatan yang komprehensif dan ekletik yang
menekankan unsur-unsur berpikir, menimbang, memutuskan dan melakukan.
Rational Emotive Behavior Therapy
tergolong pada ancangan konseling yang berorientasi kognitif. Pendekatan ini
merupakan salah satu bentuk konseling aktif-direktif yang menyerupai proses
pendidikan (education) dan pengajaran (teaching) dengan mempertahankan dimensi
pikiran daripada perasaan. Perkembangan dan modifikasi selalu terjadi, semula
Ellis menekankan unsur rasional-kognitif, kemudian diperluas dengan memasukkan
unsur perilaku.
Rational Emotive Behavior Therapy
tergolong pada ancangan konseling yang berorientasi kognitif-sejajar dengan
konseling realitas yang dikembangkan oleh Glesser-dengan beberapa ciri
menonjol, yaitu: bersifat didaktis, aktif, direktif, menekankan situasi
sekarang dan berfikir yang lebih rasional serta menekankan pada segi aksi
konseli. Dari situlah maka Rational Emotive Behavior Therapy tak ubahnya
merupakan proses pemerolehan pemahaman yang sekaligus tampak pada perbuatan
atau perilaku konseli.
B.
HAKIKAT MANUSIA
Menurut Corey (2009: 276) Rational
Emotive Behavior Therapy memandang manusia pada dasarnya adalah memiliki
kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Manusia memiliki
kecenderungan untuk self-preservation, kebahagiaan, berpikir dan mengucapkan
dengan kata-kata, mencintai, berkumpul dengan yang lain, tumbuh dan aktualisasi
diri. Manusia juga memiliki kecenderungan untuk self-destruction, menghindari
buah pikiran, prokantinasi, memiliki kepercayaan di luar kenyataan,
perfeksionis dan mencela diri sendiri, kurang bertoleransi, menghindari potensi
aktualisasi diri.
Ketika berpikir dan bertingkahlaku
rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten. Ketika berpikir dan
bertingkahlaku irasional individu itu menjadi tidak efektif. Reaksi emosional
seseorang sebagian besar disebabkan oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi
yang disadari maupun tidak disadari. Hambatan psikologis atau emosional adalah
akibat dari cara berpikir yang tidak logis dan irasional. Emosi menyertai
individu yang berpikir dengan penuh prasangka, sangat personal, dan irasional.
Berpikir irasional diawali dengan belajar secara tidak logis yang diperoleh
dari orang tua dan budaya tempat dibesarkan. Berpikir secara irasional akan
tercermin dari verbalisasi yang digunakan. Verbalisasi yang tidak logis
menunjukkan cara berpikir yang salah dan verbalisasi yang tepat menunjukkan
cara berpikir yang tepat. Perasaan dan pikiran negatif serta penolakan diri
harus dilawan dengan cara berpikir yang rasional dan logis, yang dapat diterima
menurut akal sehat, serta menggunakan cara verbalisasi yang rasional.
Ellis (dalam Dryden & Neenan,
2006: 2) membagi empat tipe berpikir rasional adalah sebagai berikut:
1.
Flexible preferences (saya ingin diakui, tetapi saya tidak
terlalu menginginkan)
2.
Anti-awfulizing beliefs (ini buruk untuk tidak diakui,
tetapi ini bukanlah akhir dari dunia)
3.
High frustration tolerance beliefs (ini sulit untuk
menghadapi bahwa saya tidak diakui, tetapi saya dapat menoleransinya)
4.
Acceptance beliefs (contohnya self-acceptance: saya menerima
diri saya jika saya tidak diakui ; other-acceptance: saya dapat menerima anda
jika anda tidak mengakui saya ; life-acceptance: hidup adalah perpaduan
kebaikan, keburukan, dan kejadian netral.
Selanjutnya
Ellis (dalam Dryden & Neenan, 2006: 2) membagi empat tipe berpikir
irrasional adalah sebagai berikut:
1.
rigid demands (saya harus diakui).
2.
awfulizing beliefs (jika saya tidak diakui, ini adalah akhir
dari dunia)
3.
low frustration tolerance beliefs (saya tidak dapat
menoleransi bahwa saya tidak diakui).
4.
depreciation beliefs (contohnya self-depreciation: saya
tidak berharga jika saya tidak diakui ; other-depreciation: anda mengerika jika
tidak mengakui saya ; life-depreciation: hidup semuanya buruk jika saya tidak
diakui).
Ellis
(dalam Flanagan & Flanagan, 2004: 260) menyatakan lima komponen dasar teori
konseling, yaitu sebagai berikut:
1. Manusia secara dogmatis menuruti
gagasan irasional dan filosofi personal.
2. Gagasan irasional menyebabkan
manusia mengalami kesedihan yang hebat dan kesengsaraan.
3. Gagasan ini dapat mendidih hingga
sampai kategori dasar.
4. Konselor dapat menemukan kategori
gagasan irasional ini dengan cukup mudah dalam logika konseli.
5. Konselor dapat mengajarkan konseli
dengan sukses bagaimana bangun dari kesengsaraan yang disebabkan oleh
kepercayaan irasionalnya.
Ellis mengidentifikasi sebelas keyakinan irrasional individu
yang dapat mengakibatkan masalah, yaitu:
1.
Saya yakin harus dicintai atau disetujui oleh hampir setipa
orang dimana saya menjalin kontak.
2.
Saya yakin mestinya harus benar-benar kompeten, adekuat dan
mencapai satu tingkat penghargaan yang diakui seutuhnya.
3.
Beberapa orang berwatak buruk, jahat dan kejam, karena itu
mereka layak disalahkan dan dihukum.
4.
Menjadi sebuah bencana besar ketika suatu hal terjadi
seperti yang tidak pernah saya inginkan.
5.
Ketidakbahagiaan disebabkan oleh situasi tertentu yang
berada diluar kemampuan saya mengendalikannya.
6.
Hal-hal yang berbahaya atau menakutkan adalah sumber
terbesar kekhawatiran, dan saya harus mewaspadai potensi destruktifnya.
7.
Lebih mudah menghindari kesulitan dan tanggung jawab
tertentu ketimbang menghadapinya.
8.
Saya meatinya bergantung pada beberapa hal dan orang lain,
dan mestinya memiliki orang-orang yang sungguh bisa diandalkan untuk
memperhatikan saya.
9.
Pengalaman dan kejadian masa lalu menentukan perilaku saya
saat ini; pengaruh masa lalu tidak pernah bisa dihapus.
10. Saya mestinya cukup kesal terhadap
problem dan gangguan yang ditimbulkan orang lain.
11. Selalu terdapat solusi benar atau
sempurna untuk setiap problem, dan itu mestinya bisa ditemukan, atau problemnya
tidak akan pernah selesai hingga tuntas.
C.
PERKEMBANGAN PERILAKU
1.
Struktur kepribadian
Pandangan
pendekatan Rational Emotif Behavior Therapy tentang kepribadian dapat dikaji
dari konsep-konsep kunci teori Albert Ellis. Menurut Ellis (2002: 9) ada tiga
pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu Antecedent event atau
Adversities (A), Belief (B), dan Emotional consequence (C). Kerangka pilar ini
yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC.
Adapun
kerangka kerjanya dapat digambarkan pada bagan di bawah ini.
Albert Ellis (2 September 1913 – 24 Juli 2007) adalah seorang psikolog Amerika, ia dilahirkan dari keluarga Yahudi dan merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Ayah Ellis adalah seorang pengusaha yang sering melakukan perjalanan bisnis dan kurang memberikan kasih sayang kepada anak-anaknya.
Bagan 1.1 : Bagan teori ABC
Menurut Dryden & Branch (2008: 4) antecedent event (A) biasanya
aspek situasi individu yang berpotensi mampu memicu keyakinannya (B).
Antecedent event (A) yaitu segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu.
Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap orang
lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi
calon karyawan merupakan antecendent event bagi seseorang.
Menurut Dryden & Branch (2008: 8) perbedaan utama antara
pendekatan Rational Emotif Behavior Therapy dan lainnya untuk terapi
kognitif-perilaku adalah dalam penekanannya pada belief (B). Dalam Rational
Emotif Behavior Therapy, belief (kepercayaan) adalah inti dari emosi dan
perilaku individu. Keyakinan tersebut adalah satu-satunya kognisi yang
merupakan B dalam teori ABC di Rational Emotif Behavior Therapy. Belief (B)
adalah keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap
suatu peristiwa.
Menurut Dryden & Branch (2008: 8) keyakinan seseorang ada dua
macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational belief) dan keyakinan yang tidak
rasional (irrasional belief). Keyakinan yang rasional memiliki karakteristik a)
fleksibel atau non-ekstrim, b) konsisten dengan kenyataan, c) logis, d)
sebagian besar fungsional dalam emosional, konsekuensi perilaku dan kognitif,
dan e) Sebagian besar membantu individu dalam mengejar tujuan dasar dan tujuan.
Keyakinan yang tidak rasional memiliki karakteristik a) kaku atau ekstrim, b)
tidak konsisten dengan kenyataan,
c)
tidak masuk akal, d) sebagian besar disfungsional dalam emosional, konsekuensi
perilaku dan kognitif, dan e) sebagian besar merugikan individu dalam mengejar
tujuan dasar.
Menurut Dryden & Branch (2008: 20) emotional and behavioral
consequence (C) merupakan konsekuensi dari akibat antecendent event (A).
Konsekuensi ini bisa berupa emosi, perilaku dam pemikiran. Konsekuensi ini
bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara
dalam bentuk keyakinan (B) baik yang keyakinan rasional maupun keyakinan
irasional.
Menurut Corey (2009: 278) disputing (D) merupakan penerapan
prinsip-prinsip ilmiah untuk menentang pikiran yang cenderung mengalahkan diri
sendiri dan kepercayaan-kepercayaan irasional yang dimiliki individu. Terdapat
tiga bagian dalam tahap disputing, yaitu sebagai berikut:
a.
Detecting irrational beliefs
Konselor menemukan keyakinan konseli yang irasional dan membantu
konseli untuk menemukan keyakinan irasionalnya melalui persepsinya sendiri.
b.
Debating irrational beliefs
Kemudian konseli berdebat dengan kepercayaan disfungsionalnya dengan
belajar bagaimana berpikir secara logis dan empiris. Selain itu juga dengan
cara belajar bagaimana berargumen dengan kuat dan bertindak sesuai dengan
kepercayaannya.
c.
Discriminating irrational
beliefs
Kemudian yang terakhir adalah konseli belajar membedakan kepercayaan
irasional (self-defeating) dan kepercayaan rasional (self-helping).
Menurut Corey (2009: 279) hasil akhir dari proses A-B-C-D berupa
Effect (E). Effect (E) adalah satu filosofi efektif yang memiliki sisi praktis.
Suatu sistem keyakinan yang baru dan efektif terdiri dari penggantian pemikiran
yang tidak sehat dengan pemikiran yang sehat. Jika berhasil melakukan hal
tersebut maka akan timbul new feeling (F) yaitu satu perangkat perasaan yang
baru.
1.
Pribadi
sehat dan bermasalah
a.
Pribadi bermasalah
Ellis
& Dryden (1997: 15-16) menyatakan pribadi bermasalah adalah sebagai
berikut:
Ø
All-or-none thinking: “Jika
saya gagal dalam beberapa tugas penting, saya mengalami kegagalan total.”
Ø
Jumping to conclusions and
negative non sequiturs: ”Sejak mereka melihat saya muram, mereka akan melihat
saya sebagai ulat yang tidak kompeten.”
Ø
Fortune-telling: ”Karena mereka
menertawakan kegagalan saya, mereka akan membenci saya selamanya.”
Ø
Focusing on the negative:
”Karena saya tidak dapat bertahan pada hal yang salah, saya tidak dapat melihat
sesuatu yang baik yang terjadi pada hidup saya.”
Ø
Disqualifying the positive:
”Ketika mereka memuji saya dalam kebaikan yang telah saya lakukan, mereka hanya
bersikap ramah kepada saya dan melupakannya.”
Ø
Allness and neverness: “Karena
kondisi kehidupan seharusnya baik dan sebetulnya buruk dan sangat tidak dapat
ditoleransi, mereka akan selalu menempuh jalan ini dan saya tidak akan pernah merasa
bahagia.”
Ø
Minimization: “Kebaikan saya
dibidik dalam permainan yang bersifat keberuntungan dan tidak penting. Tetapi
keburukanku dibidik, yang mana saya secara mutlak tidak pernah dibuat.”
Ø
Emotional reasoning: “Karena
saya pernah tampil buruk, saya merasa seperti orang tolol, dan kekuatan
perasaan saya membuktikan bahwa saya tidak ditakdirkan baik.”
Ø
Labeling and
overgeneralization: “Karena saya harus tidak gagal dalam pekerjaan penting dan
harus selesai, saya adalah pecundang.”
Ø
Personalizing: “Sejak saya
bertindak jauh lebih buruk bahwa saya secara mutlak harus bertindak dan mereka
menertawakan, saya yakin mereka hanya menertawakan saya, dan ini sangat
mengerikan.”
Ø
Phonyism: ”Ketika saya tidak
melakukan sebaik yang seharusnya saya lakukan dan mereka masih memuji dan
menerima saya, saya yakin itu palsu.”
Ø
Perfectionism: ”Dalam
menyelesaikan pekerjaan, saya harus menyelesaikannya secara sempurna.”
b.
Pribadi sehat
Ellis & Dryden (1997: 18-19) menyatakan pribadi sehat adalah
sebagai berikut:
Ø
Self-interest: Pribadi sehat
cenderung bijaksana dan menyenangkan untuk diri mereka sendiri dan menaruh diri
mereka sendiri menjadi pribadi yang menyenangkan bagi orang lain.
Ø
Social interest: Manusia
memilih hidup dan menikmati diri mereka sendiri dalam kelompok sosial atau
komunitas. Jika mereka tidak bertindak secara moral, menyembunyikan kebenaran
orang lain, dan menghasut kelompok masyarakat, hal ini tidak akan disukai.
Mereka akan menciptakan dunia yang ramah yang mana mereka dapat hidup dengan
nyaman dan senang.
Ø
Self-direction: Pribadi yang
sehat cenderung mengasumsikan tanggung jawab untuk kehidupan mereka ketika
secara simultan mengutamakan kerja sama dengan yang lain. Mereka tidak
membutuhkan atau menuntut banyak dukungan dari yang lain, meskipun mereka
mungkin mengutamakan dan bekerja untuk ini.
Ø
High frustration tolerance:
Pribadi yang sehat adalah mereka yang dapat mengubah kondisi yang memuakkan
pada diri mereka, menerima hal yang tidak bisa mereka lakukan, dan memiliki
kebijaksanaan dalam mehamai dua perbedaan.
Ø
Flexibility: Pribadi yang sehat
dan matang cenderung fleksibel dalam berpikir, terbuka terhadap perubahan, dan
tidak berprasangka buruk dan pluralistik dalam pandangan mereka terhadap orang
lain.
Ø
Acceptance of uncertainty:
Pribadi yang sehat cenderung mengakui dan menerima gagasan bahwa kita tampak
hidup di dunia yang penuh dengan kemungkinan dan perubahan dimana kepastian
mutlak tidak bisa dipastikan dan kemungkinan tidak pernah akan terus ada.
Ø
Commitment to creative
pursuits: Kebanyakan manusia cenderung menjadi pribadi sehat dan senang ketika
mereka secara krusial dapat berbaur dengan kelompok sosial atau komunitas dan
sedikitnya satu kreasinya dapat menjadi minat perhatian dari kelompok sosial
atau komunitas, seperti halnya kebanyakan manusia, bahwa mereka menganggap
penting mereka bisa menjadi bagian dari struktur yang baik dari kehidupan
disekitarnya.
Ø
Scientific thinking: Pribadi
yang sehat memiliki kecenderungan menjadi lebih objektif, realistis, dan
ilmiah.
Ø
Self-acceptance: Pribadi yang
sehat biasanya senang hidup dan menerima diri mereka sendiri karena mereka
hidup dan memiliki kapasitas untuk menikmati diri mereka sendiri.
Ø
Risk-taking: Emosi pribadi yang
sehat memiliki kecenderungan berani mengambil resiko dan mencoba melakukan apa
yang ingin dilakukan. Mereka menganggap itu adalah kesempatan baik meskipun
mungkin mereka gagal. Mereka memiliki kecenderungan menjadi petualang tetapi
tidak gegabah.
Ø
Long-range hedonism: Pribadi
yang sehat mencari ketenangan hidup untuk saat sekarang dan masa depan, dan itu
tidak didapatkan secara instan.
Ø
Nonutopianism: Pribadi yang
sehat menerima fakta bahwa tempat yang sempurna mungkin tidak dapat dicapai dan
mereka tidak pernah suka mendapatkan segala apa yang mereka inginkan dan
menghindari semua rasa sakit.
Ø
Self-responsibility for own
emotional disturbance: Pribadi yang sehat cenderung bertanggung jawab atas
kekacauan yang mereka buat daripada bertahan dengan tuduhan dan hujatan orang
lain.
D. KONDISI PENGUBAHAN
1. Tujuan konseling
Menurut
Corey (2009: 279) tujuan umum Rational Emotive Behavior Therapy adalah
mengajari konseli bagaimana cara memisahkan evaluasi perilaku mereka dari
evaluasi diri – esensi dan totalitasnya – dan bagaimana cara menerima dengan
segala kekurangannya. Sedangkan tujuan dasarnya adalah mengajarkan konseli
bagaimana merubah disfungsional emosi dan perilaku mereka menjadi pribadi yang
sehat. Selain itu dua tujuan terpenting Rational Emotive Behavior Therapy
menurut Ellis (dalam Corey, 2009: 279) adalah a) membantu konseli dalam proses
mencapai unconditional self-acceptance dan unconditional other acceptance, dan
b) melihat bagaimana kedua hal itu saling berkaitan.
Sedangkan
menurut Ellis (dalam Sharf, 2012: 339) tujuan umum Rational Emotive Behavior
Therapy adalah membantu konseli dalam meminimalisir gangguang emosi, menurunkan
self-defeating self-behaviors, dan membantu konseli lebih mengaktualisasikan
diri sehingga mereka bisa menuju ke kehidupan yang bahagia. Sedangkan tujuan
khususnya adalah membantu konseli berpikir lebih bersih dan rasional, memiliki
perasaan yang lebih layak, dan bertindak efisien dan efektif dalam mencapai
tujuan hidup yang bahagia.
2. Sikap, peran dan tugas konselor
Menurut
Corey (2009: 280) konselor yang menggunakan pendekatan Rational Emotive
Behavior Therapy memiliki tugas spesifik. Tahap pertama adalah konselor
menunjukkan pada konseli bahwa dalam pikirannya saat ini terlalu banyak
pikiran-pikiran yang irasional seperti “harus”, sebaiknya”, dan “seharusnya”.
Konselor mendorong dan sering membujuk konseli agar melakukan aktivitas yang
akan menyembunyikan keyakinan pengalahan diri mereka. Tahap kedua adalah
mendemonstrasikan bahwa konseli mempertahankan gangguan emosi mereka aktif
dengan meneruskan berpikir secara tidak logis dan realistis. Tahap ketiga
adalah membantu konseli memodifikasi pemikiran dan mengabaikan gagasan
irrasional mereka. Konselor membantu konseli memahami pikiran irasional yang
menyalahkan diri sendiri dan juga mengubah perilaku menyalahkan diri. Tahap
keempat adalah menantang konseli untuk mengembangkan filosofis hidup yang
rasional sehingga di masa depan mereka mampu menghindari diri agar tidak
menjadi korban keyakinan irasional yang lain.
2. Sikap, peran dan tugas konseli
Menurut
Ellis (dalam Corey, 2009: 280-281) sesekali konseli mulai menerima bahwa
keyakinan mereka merupakan penyebab utama emosi dan perilaku mereka, maka
mereka akan mampu berpartisipasi secara efektif dalam proses restrukturisasi
kognitif. Dalam sekala besar, peran konseli dalam proses konseling adalah sebagai
pembelajar dan pelaksana. Konseling dipandang sebagai proses reedukatif di mana
konseli belajar cara menerapkan pemikiran logis, latihan eksperimental dan
perkerjaan rumah perilaku untuk memecahkan masalah dan perubahan emosi. Proses
terapeutik berfokus pada pengalaman konseli di masa kini. Rational Emotive
Behavior Therapy utamanya menekankan pada pengalaman dan kemampuan konseli saat
ini untuk mengubah pola pemikiran dan emosi yang telah mereka konstruksi
sebelumnya. Konseli diharapkan untuk berpartisipasi aktif di luar sesi
konseling. Konseli belajar bahwa dengan melaksanakan pekerjaan rumah dapat
meminimalisir pemikiran yang salah. Pekerjaan rumah dirancang secara cermat
dengan tujuan untuk membuat konseli agar melaksanakan tindakan yang mendorong
perubahan emosi dan perilaku. Di akhir konseling, konseli mengulas kemajuan
mereka, membuat rencana dan mengidentifikasi strategi mengatasi masalah
potensial yang berkelanjutan.
3. Situasi hubungan
Menurut
Corey (2009: 281) pada dasarnya Rational Emotive Behavior Therapy merupakan
proses kognitif dan direktif, maka tidak perlu membutuhkan hubungan yang kuat
antara konselor dan konseli. Para praktisi Rational Emotive Behavior Therapy
secara tanpa syarat menerima semua konseli dan mengajari konseli untuk menerapkan
penerimaan tanpa syarat pada diri sendiri dan orang lain.
Ellis (dalam Corey, 2009: 281) meyakini bahwa hubungan yang terlalu hangat dan pemahaman yang terlalu banyak akan berakibat kontra produktif, memunculkan rasa ketergantungan dan persetujuan dari konselor. Praktisi Rational Emotive Behavior Therapy menerima konseli sebagai makhluk yang tidak sempurna yang bisa ditolong dengan menunjukkan bahwa konselor peduli kepada konseli, tanpa membuat konseli merasa didekte dan juga dengan menggunakan beragam teknik semisal mengajar, biblioterapi, dan memodifikasi perilaku. Ellis membangun hubungan dengan konselinya dengan cara menunjukkan pada mereka bahwa mereka memiliki keyakinan yang besar akan kemampuan mereka mengubah diri mereka sendiri dan mengatakan bahwa mereka mempunyai cara untuk membantu mereka melakukannya.
Ellis (dalam Corey, 2009: 281) meyakini bahwa hubungan yang terlalu hangat dan pemahaman yang terlalu banyak akan berakibat kontra produktif, memunculkan rasa ketergantungan dan persetujuan dari konselor. Praktisi Rational Emotive Behavior Therapy menerima konseli sebagai makhluk yang tidak sempurna yang bisa ditolong dengan menunjukkan bahwa konselor peduli kepada konseli, tanpa membuat konseli merasa didekte dan juga dengan menggunakan beragam teknik semisal mengajar, biblioterapi, dan memodifikasi perilaku. Ellis membangun hubungan dengan konselinya dengan cara menunjukkan pada mereka bahwa mereka memiliki keyakinan yang besar akan kemampuan mereka mengubah diri mereka sendiri dan mengatakan bahwa mereka mempunyai cara untuk membantu mereka melakukannya.
Menurut
Ellis (dalam Corey, 2009: 281) konseling dengan pendekatan Rational Emotive
Behavior Therapy sering terbuka dan mengarah dalam menyikap keyakinan dan nilai
mereka. Beberapa terapi berkeinginan berbagai kekurangan mereka sebagai cara
mempertanyakan gagasan tidak realistis konseli bahwa terapis merupakan orang
yang “lengkap”. Transference tidak didorong, dan apabila tidak ada, konselor
cenderung menghadapinya. Konselor ingin menunjukkan bahwa hubungan transference
didasarkan pada keyakinan irrasional bahwa konseli harus disukai dan dicintai
oleh konselor atau figur orang tua.
E. MEKANISME PENGUBAHAN
1. Tahap-tahap konseling
Menurut
Froggatt (2005) tahap-tahap Rational Emotive Behavior Therapy secara umum
adalah sebagai berikut.
a. Membantu
konseli memahami bahwa emosi dan perilaku disebabkan oleh kepercayaan dan
pikiran.
b. Menunjukkan
bagaimana kepercayaan dan pikiran seseorang mungkin tertutup. Format ABC sangat
berguna di sini. Konselor meminta konseli bercerita tentang Antecedent event
(A) seperti apa, Belief (B) seperti apa, dan Emotional consequence (C) seperti
apa.
c. Mengajarkan
konseli bagaimana melawan dan merubah kepercayaan irasional, menggantinya
dengan kepercayaan yang lebih rasional.
d. Membantu
konseli mengubah perilaku konseli.
Sedangkan
tahap-tahap Rational Emotive Behavior Therapy yang lebih rinci dan operasional menurut
Froggatt (2005) adalah sebagai berikut.
a. Melibatkan
konseli
-
Membangun hubungan
dengan konseli. Ini dapat dicapai menggunakan empati, kehangatan dan respek.
-
Melihat permasalahan
yang dialami dan datang karena ingin dibantu penyelesaian permasalahannya.
-
Mungkin cara terbaik
adalah melibatkan konseli dalam proses konseling dengan pendekatan Rational
Emotive Behavior Therapy.
b. Asesmen
masalah, pribadi, dan keadaan
-
Diawali dari apa yang
salah dalam pandangan konseli.
-
Memeriksa beberapa
gangguan sekunder: bagaimana perasaan konseli memiliki masalah?
-
Membawa ke asesmen
umum: menentukan kemunculan gangguan secara klinis, menggali cerita pribadi dan
sosial, asesmen kedalaman suatu masalah, mencatat beberapa faktor kepribadian
yang berhubungan, dan memeriksa faktor kausatif non-psikologis seperti kondisi
fisik, obat-obatan, gaya hidup/faktor lingkungan.
c. Menyiapkan
konseli dalam proses konseling
-
Klarifikasi tujuan
perlakuan untuk memastikan tujuan perlakuan konkrit, spesifik, dan disetujui
oleh konselor dan konseli serta menganalisis motivasi konseli untuk berubah.
-
Mengenalkan kaidah
dasar tentang Rational Emotive Behavior Therapy.
-
Mendiskusikan
pendekatan yang digunakan dan implikasinya dalam perlakuan, kemudian membangun
kontrak.
d. Implementasi program perlakuan
-
Menganalisis masalah
spesifik yang mana menjadi target masalah yang akan diselesaikan, memastikan
kepercayaan yang dilibatkan, merubahnya, dan mengembangkan home work.
-
Mengembangkan perilaku
yang fungsional untuk mengurangi kekhawatiran atau memodifikasi cara
berperilaku.
-
Menambah strategi dan
teknik yang sesuai seperti relaksasi, dan pelatihan keterampilan interpersonal.
e. Evaluasi
Sebelum
berakhirnya proses intervensi biasanya konselor melakukan evaluasi terhadap
perlakuan yang diberikan. Hal ini dilakukan untuk memeriksa apakah terjadi
peningkatan yang signifikan tentang perubahan konseli dalam berpikir.
f. Menyiapkan
pengakhiran untuk konseli
Sesi
konseling diakhiri jika konseli sudah merasa lebih baik terkait permasalahan
yang sedang dialaminya. Konselor juga akan mengakhiri konseling jika konseli
sudah benar-benar terentaskan masalahnya dan jika masalah itu hadir kembali,
konseli bisa dengan mandiri mengentaskan masalahnya sendiri.
2. Teknik-teknik konseling
Menurut
Corey (2009: 281) konselor yang menggunakan pendekatan Rational Emotive
Behavior Therapy harus menguasai berbagai macam metode dan bersifat integratif.
Pendekatan ini menggunakan berbagai teknik yang bersifat kogntif, afektif, dan
behavioral yang disesuaikan dengan kondisi konseli. Beberapa teknik dimaksud
antara lain adalah sebagai berikut.
a. Teknik-teknik
Kognitif
-
Disputing irrational
beliefs
Metode
kognitif dalam Rational Emotive Behavior Therapy yang paling umum adalah
konseling secara aktif mempersoalkan keyakinan tidak rasional dan konselor
mengajari konseli cara mengatasi tantangan ketidakrasionalanya sampai ia mampu
menghilangkan dan melunturkan kata “harus” dalam dirinya.
-
Doing cognitive
homework
Konseli
diharapkan membuat daftar masalah mereka, mencari keyakinan absolut mereka, dan
mempertentangkan keyakinan-keyakinan tersebut. Doing cognitive homework
merupakan cara melacak dimensi “keharusan” dan “sebaiknya” yang ada pada
kognisi konseli. Doing cognitive homework juga bisa terdiri dari penerapan
teori ABC terhadap permasalahan yang dialami oleh konseli. Dengan cara yang
perlahan dan yang dibagi ke dalam beberapa sesi, konseli belajar mengatasi
kecemasan dan mempertanyakan pemikiran tidak rasionalnya yang mendasar.
-
Changing one’s language
Rational Emotive
Behavior Therapy menyatakan bahasa yang tidak tepat adalah salah satu bentuk
penyebab proses pemikiran yang terdistorsi. Konseli mempelajari bagaimana
menyatakan bahasa yang tepat agar tidak terjadi pemikiran dan perilaku yang
disfungsional.
-
Psychoeducational
methods
Program Rational
Emotive Behavior Therapy dan sebagian besar konseling kognitif behavior
mengenalkan memperkenalkan konseli dengan berbagai macam komponen pendidikan.
Konselor membelajarkan konseli tentang hakikat permasalahan mereka dan
bagaimana proses mengatasinya. Konseli lebih suka bekerja sama dengan program
perlakuan jika mereka memahami pentingnya teknik yang digunakan.
b. Teknik-Teknik
Emotif (Afektif)
-
Rational emotive
imagery
Dalam
rational emotive imagery konseli didorong untuk membayangkan salah satu
kejadian pengaktif atau kesulitan terburuk yang dapat terjadi pada dirinya.
Misalnya ditolak oleh seorang wanita yang benar-benar diinginkannya. Konseli
mebayangkan dengan jelas kesulitan ini sedang terjadi dan membawa sejumlah
masalah ke dalam hidupnya. Setelah itu konseli didorong untuk menjalin hubungan
dengan konsekuensi emosional negatif yang tidak diinginkan yang dipicu oleh
kesulitan tersebut. Misalnya cemas, depresi, dan membenci diri. Konseli
merasakan secara spontan apa yang dirasakannya dan tetap bertahan dengan
perasaan itu dalam beberapa saat. Setelah itu konseli berusaha mengubah
perasaan terganggu yang tidak sehat tersebut dengan konsekuensi perasaan
negatif yang sehat. Misalnya sedih, kecewa, menyesal dan tidak senang. Cara
melakukannya adalah dengan mengatakan keyakinan rasionalnya yang masuk akal
kepada dirinya dengan kuat dan berulang-ulang. Misalnya, “Ya dia memang belum
bisa menerima saya dan itu sangat menyakitkan bagi saya. Dia belum bisa
menerima saya mungkin karena dia belum mengenal saya”. Konseli seharusnya tetap
dalam bayangan rasionalnya itu sampai konseli bisa mengubah perasaan negatif
tidak sehatnya menjadi pernyataan negatif yang lebih sehat.
-
Using humor
Penggunaan
humor dapat membantu mengurangi keyakinan-keyakinan irasional dan perilaku
self-defeating. Rational Emotive Behavior Therapy menyatakan bahwa gangguan
emosi sering disebabkan oleh terlalu seriusnya seseorang menanggapi sesuatu.
Humor bisa sangat berharga untuk membantu konseli lebih santai dan tidak
menganggap terlalu serius masalah hidup.
-
Role playing
Terdapat
komponen emosi dan perilaku dalam teknik bermain peran. Konselor sering
menginterupsi untuk menunjukkan pada konseli bahwa apa yang mereka katakan
sendiri pada konseli untuk mengubah perasaan yang tidak sehat menjadi perasaan
yang lebih sehat. Fokusnya adalah pada keyakinan yang tidak rasional yang
berhubungan dengan perasaan yang tidak menyenangkan diubah menjadi keyakinan
yang lebih rasional.
-
Shame-attacking
exercises
Ellis
mengembangkan latihan untuk membantu orang mengurangi perasaan malu dalam
melakukan sesuatu. Ellis berpikir bahwa kita bisa dengan keras kepala menolak rasa
maludengan berkata pada diri kita sendiri bahwa bukan hal yang menyedihkan jika
seseorang menganggap kita bodoh. Tujuan utama latihan ini yang secara khusus
melibatkan komponen emosi dan perilaku, konseli bekerja agar tidak malu ketika
orang lain tidak sependapat dengan konseli. Latihan ini ditujukan untuk
meningkatkan penerimaan diri dan tanggung jawab serta membantu konseli
memamndang bahwa sebagaian besar perasaan mereka tentang rasa malu berkaitan
dengan cara mereka mengenali kenyataan.
-
Use of force and vigor
Ellis
menyarankan penggunaan kekuatan dan energi sebagai salah satu cara untuk
membantu konseli berpindah dari berwawasan intelektual menjadi berwawasan
emosional. Konseli juga ditunjukkan caranya melakukan dialog memaksa diri
dimana mereka bisa mengekspresikan keyakinan irasional dan kemudian
mempertanyakan keyakinan tersebut. Konselor akan melakukan permainan peran
terbalik dengan secara keras berpegang teguh pada filosofi pengalahan diri
konseli. Selanjutnya konseli diminta untuk memperdebatkan dengan konselor dalam
upaya untuk membujuknya meninggalkan gagasan disfungsional tersebut.
c. Teknik-teknik
Behavioristik
Dalam
teknik ini konselor menggunakan prosedur behavioral standar, seperti
pengkondisian operant, prinsip manajemen diri, desensitisasi sistematis, teknik
relaksasi, dan permodelan.
F. KELEMAHAN DAN KELEBIHAN
1.
Kelebihan
a.
Pendekatan ini jelas,
mudah dipelajari dan efektif. Kebanyakan konseli hanya mengalami sedikit
kesulitan dalam mengalami prinsip ataupun terminologi Rational Emotive Behavior
Therapy.
b.
Pendekatan ini dapat
dengan mudahnya dikombinasikan dengan teknik tingkah laku lainnya untuk
membantu klian mengalami apa yang mereka pelajari lebih jauh lagi.
c.
Pendekatan ini relatif
singkat dan konseli dapat melanjutkan penggunaan pendekatan ini secara
swa-bantu.
d.
Pendekatan ini telah
menghasilkan banyak literatur dan penelitian untuk konseli dan konselor. Hanya
sedikit teori lain yang dapat mengembangkan materi biblioterapi seperti ini.
e.
Pendekatan ini
terus-menerus berevolusi selama bertahun-tahun dan teknik-tekniknya telah diperbaiki.
f.
Pendekatan ini telah
dibuktikan efektif dalam merawat gangguan kesehatan mental parah seperti
depresi dan kecemasan
2. Kelemahan
a.
Pendekatan ini tidak
dapat digunakan secara efektif pada individu yang mempunyai gangguan atau
keterbatasan mental, seperti schizophrenia, dan mereka yang mempunyai kelainan
pemikiran yang berat.
b.
Pendekatan ini terlalu
diasosiasikan dengan penemunya, Albert Ellis. Banyak individu yang mengalami
kesulitan dalam memisahkan teori dari keeksentrikan Ellis.
c.
Pendekatan ini langsung
dan berpotensi membuat konselor terlalu fanatik dan ada kemungkinan tidak
merawat konseli seideal yang semestinya.
d.
Pendekatan yang
menekankan pada perubahan pikiran bukanlah cara yang paling sederhana dalam
membantu konseli mengubah emosinya.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Rational
Emotive Behavior Therapy (REBT) sebagai salah satu pendekatan dalam konseling
individu dan kelompok, dikembangkan oleh Alber Ellis sejak tahun 1955. Albert
Ellis lahir di Pittsburg, Pensylvania tahun 1913. Sebagai pakar psikologis
klinis, ia memulai karirnya di bidang konseling perkawinan, keluarga dan seks.
Rational Emotive Behavior Therapy lahir dari ketidakpuasan Ellis terhadap
praktek konseling tradisional yang dinilai kurang efisien, khususnya
psikoanalitik klasik yang pernah ditekuni. Berdasarkan temuan-temuan eksperimen
dan klinisnya, Ellis memperkenalkan pendekatan baru yang lebih praktis, yaitu
Rational Emotive Behavior Therapy.Pendekatan Rational-Emotive Behavior Therapy (REBT) adalah
pendekatan behavior kognitif yang menekankan pada keterkaitan antara perasaan,
tingkah laku dan pikiran. pendekatan Rational-Emotive Behavior Therapy
(REBT) di kembangkan oleh Albert Ellis melalui beberapa tahapan.
Menurut
Corey (2009: 276) Rational Emotive Behavior Therapy memandang manusia pada
dasarnya adalah memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional.
Manusia memiliki kecenderungan untuk self-preservation, kebahagiaan, berpikir
dan mengucapkan dengan kata-kata, mencintai, berkumpul dengan yang lain, tumbuh
dan aktualisasi diri. Manusia juga memiliki kecenderungan untuk
self-destruction, menghindari buah pikiran, prokantinasi, memiliki kepercayaan
di luar kenyataan, perfeksionis dan mencela diri sendiri, kurang bertoleransi,
menghindari potensi aktualisasi diri.
Menurut Ellis
(dalam Sharf, 2012: 339) tujuan umum Rational Emotive Behavior Therapy adalah
membantu konseli dalam meminimalisir gangguang emosi, menurunkan self-defeating
self-behaviors, dan membantu konseli lebih mengaktualisasikan diri sehingga
mereka bisa menuju ke kehidupan yang bahagia. Sedangkan tujuan khususnya adalah
membantu konseli berpikir lebih bersih dan rasional, memiliki perasaan yang
lebih layak, dan bertindak efisien dan efektif dalam mencapai tujuan hidup yang
bahagia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar