A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan salah satu ilmu dasar
yang mempunyai peranan penting dalam dunia pendidikan. Matematika diberikan
kepada siswa untuk membantu siswa agar tertata nalarnya, terbentuk
kepribadiannya serta terampil menggunakan matematika dan penalaran-penalaran
dalam kehidupan kelak (Soedjadi dalam
Atma Murni dkk, 2010: 1).
Mengingat peranan matematika yang sangat penting, maka
siswa dituntut untuk dapat menguasai pelajaran matematika secara tuntas dengan
mengenal dan memahami konsep yang telah diajarkan. Untuk mencapai semua itu
proses belajar siswa, metode dan teknik mengajar harus dibenahi secara seksama
dalam hal ini adalah proses belajar mengajar matematika. Proses belajar
matematika terdiri atas beberapa komponen yang saling terkait satu sama lain
dalam usaha pencapaian usaha mengajar. Komponen yang di maksud adalah tujuan
yang dicapai, bahan yang dipelajari, bagaimana cara mempelajari alat yang
diperlukan.
Dalam proses
pembelajaran selama ini, pada umumnya guru senantiasa
mendominasi kegiatan dan segala
inisiatif datang dari guru, sementara siswa sebagai obyek untuk menerima apa-apa yang
dianggap penting dan menghafal materi-materi yang disampaikan oleh guru serta
tidak berani mengeluarkan ide-ide pada saat pembelajaran berlangsung. Guru yang baik tentu sudah memahami bahwa pembelajaran
yang dilakukan tidak sekedar menolong peserta didik untuk mendapat pengetahuan,
sikap dan keterampilan, tetapi lebih dari itu. Guru sebaiknya selalu
membangkitkan motivasi belajar peserta didik, meciptakan suasana agar peserta
didik senang belajar, mengarahkan peserta didik agar tekun belajar, sehingga
pada akhirnya peserta didik dapat memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan
yang optimal dan tingkah laku serta kepribadian yang baik.
Berkaitan
dengan hal tersebut, permasalahan yang sama juga terjadi di SD Inpres
Rappocini, khususnya di kelas VI kegiatan
pembelajaran matematika di kelas tersebut hanya berpusat
pada guru sehingga sebagian besar siswanya menjadi pasif dan tidak terlibat
secara aktif meskipun dibentuk dengan model koperatif. Secara keseluruhan, siswa cenderung
hanya mengikuti langkah-langkah yang diajarkan oleh guru setiap menyelesaikan
soal serta jarang memberikan respon apabila ada hal-hal yang masih belum
dimengerti. Siswa kurang termotivasi untuk mau memahami setiap pokok bahasan
pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Hal ini menjadikan pelajaran
matematika sebagai momok yang dianggap susah bagi sekian banyak siswa.
Melihat
permasalahan di atas, maka penulis berusaha memberikan solusi dengan menerapkan
salah satu teknik
pembelajaran yaitu
Membangkitkan Rasa Ingin
Tahu (Inquiring
Minds Want To Know), yang nantinya
diharapkan dapat memberikan
pengaruh positif dalam proses pembelajaran matematika yang pada akhirnya
memberikan kontribusi bagi peningkatan hasil belajar siswa.
Inquiring Minds Want To Know merupakan Teknik sederhana
merangsang rasa ingin tahu peserta didik
dengan mendorong spekulasi mengenai topik atau persoalan.
2. Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai bagrikut:
a. Bagaimana
konsep tentang belajar?
b. Bagaimana
Penerapan teknik Inquiring Minds Want To
Know dalam pembelajaran
matematika?
PEMBAHASAN
a. Pengertian Belajar
Belajar merupakan proses perubahan
tingkat siswa akibat adanya peningkatan pengetahuan, ketrampilan, kemauan,
minat, sikap, kemampuan untuk berpikir logis, praktis dan taktis (Depdikbud,
1998).
Selain itu belajar dapat juga
diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku dari tidak tahu menjadi tahu
dan belajar merupakan proses pengembangan pengetahuan. Sebagai upaya untuk
mencapai suatu perubahan, kegiatan belajar itu sendiri harus dirancang sedemikian
rupa sehingga seluruh siswa menjadi aktif, dapat merangsang daya cipta, rasa
dan karsa. Dalam hal ini, para siswa tidak hanya mendengarkan atau menerima
penjelasan guru secara sepihak tetapi dapat pula melakukan aktivitas-aktivitas
lain yang bermakna dan menunjang proses penyampaian yang dimaksud. Misalnya
melakukan percobaan, membaca buku, bahkan jika perlu siswa-siswa tersebut dibimbing menemukan masalah dan sekaligus
mencari upaya-upaya pemecahannya.
Setiap perilaku belajar selalu
ditandai oleh ciri-ciri perubahan yang spesifik. Di antara ciri-ciri perubahan
khas yang menjadi karakteristik perilaku belajar yang terpenting adalah:
1. Perubahan itu intensional
Perubahan yang terjadi dalam proses belajar dalah berkat
pengalaman atau praktik yang dilakukan dengan sengaja dan disadari atau dengan
kata lain bukan kebetulan. Karakteristik ini mengandung konotasi bahwa siswa
menyadari akan adanya perubahan yang dialami atau sekurang-kurangya ia
merasakan adanya perubahan dalam dirinya, seperti penambahan pengetahuan,
kebiasaan, sikap dan pandangan sesuatu, keterampilan dan seterusnya. Sehubungan
dengan itu, perubahan yang diakibatkan mabuk, gila, dan lelah tidak termasuk
dalam karakteristik belajar, karena individu yang bersangkutan tidak menyadari
atau tidak menghendaki keberadannya (Surya, 1982)
2. Perubahan itu positif dan aktif
Perubahan
yang terjadi karena proses belajar bersifat positif dan aktif. Positif artinya
baik, bermanfaat, serta sesuai dengan harapan. Hal ini juga bermakna bahwa
perubahan tersebut senantiasa merupakan penambahan, yakni diperolehnnya sesuatu
yang baru (seperti pemahaman dan keterampilan baru) yang lebih baik daripada
apa yang telah ada sebelumnya. Adapun perubahan aktif artinya tidak terjadi
dengan sendirinya seperti karena proses
kematangan (misalnya, bayi yang bisa merangkak setelah bisa duduk), karena
usaha siswa itu sendiri (Surya, 1982).
3. Perubahan itu efektif dan fungsional
Perubahan
yang timbul karena proses belajar bersifat efektif, yakni berdaya guna.
Artinya, perubahan tersebut membawa pengaruh, makna, dan manfaat tertentu bagi
siswa. Selain itu, perubahan dalam proses belajar bersifat fungsional dalam
arti bahwa ia relatif menetap dan setiap saat apabila dibutuhkan, perubahan
tersebut dapat direproduksi dan dimanfaatkan. Perubahan fungsional dapat
diharapkan memberi manfaat yang luas misalnya ketika siswa menempuh ujian dan
menyesuaikan diri dengan lingkungan kehidupan sehari-hari dalam mepertahankan
kelangsungan hidupnya (Surya,
1982).
Jadi bisa dikatakan bahwa belajar merupakan suatu proses
yang dilakukan seseorang untuk mencapai suatu perubahan yang lebih baik, dimana
tidak ada paksaan dan merupakan dorongan dari dalam dirinya. Perubahan tingkah laku menjadi salah satu indikator yang
bisa dijadikan untuk mengetahui kemajuan
individu (siswa) yang telah diperoleh setelah proses
belajar.
b. Asas-asas Belajar
Asas
yang ditarik kebanyakan
berasal dari pekerjaan
ahli psikologi perilaku, yang
menghubungkan rangsangan (stimulus) dan
jawaban (responses) dalam
belajar, Ada beberapa hal yang disetujui para ahli psikologi belajar, seperti:
1. Persiapan Prabelajar
Peserta didik harus mendapat kepuasan belajar yang menjadi
prasyarat untuk program bahasan yang dipelajari. Jika belajar terdahulu tidak
memuaskan, maka belajar berikutnya akan sulit dihubungkan dengan struktur
pelajaran berikutnya.
2. Dorongan, Motivasi
Perhatian peserta didik akan besar jika tugas belajar itu
mempunyai nilai pribadi atau minat untuk mempelajari besar. Hasilnya ialah
bahwa belajar dan mengajar peserta didik dapat bertanggung jawab untuk
melanjutkan belajar dengan bebas. Minat dapat dipertahankan dengan menyajikan
pengalaman belajar yang bervariasi.
3. Perbedaan
Peserta didik belajar dengan kecepatan yang berbeda.
Perancangan pengajaran adalah harus memungkinkan peserta didik melaju
dengankecepatan sendiri, sesuai arah kecakapannya, dan menggunakan bahan yang
paling sesuai dengan dirinya.
4. Kondisi Pengajaran
Peserta didik dapat memperoleh informasi lebih banyak dan
diingat lebih lama jika tujuan instruksional lebih bermakna dan ditata secara
sistematis. Hal ini berarti bahasa isi bahan isi bahan diorganisasikan
berurutan dari hal yang sederhana menuju yang kompleks, yakni mulai dari
belajar fakta, kemudian pembentukan konsep, prinsip, dan akhirnya arah yang
lebih tinggi, seperti pemecahan, masalah, meramalkan, dan menyimpulkan. Baik
metode deduktif maupun induktif.
5. Partisipasi Aktif
Belajar harus dilakukan sendiri oleh peserta didik dan bukan
oleh pengajar melalui cara penyebaran. Belajar yang berhasil harus dilakukan
peserta didik dengan partisipasi aktif. Fungsi utama pengajar ialah
mengorganisasikan dan menyajikan bahan dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
6. Prestasi Yang Berhasil
Belajar haruslah terstruktur sehingga peserta didik merasa
tertantang secara mental dan sering berhasil. Jika sering berhasil, mereka akan
mengalami kepuasan yang mendorong mereka untuk melanjutkan usahanya.
7. Praktek
Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menggunakan
pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh dalam banyak situasi. Jadi,
setelah prinsip perumusan diperoleh, latihan dan penerapan dalam praktek
haruslah ada.
8. Mengetahui Hasilnya
Peserta didik akan naik motivasi belajar jika diberitahu
hasilnya (hasil ujian, diskusi informal, latihan-latihan)
9. Kecepatan Menyajikan Materi
Kecepatan dan jumlah bahan yang harus dipelajari suatu saat
atau dalam suatu pelajaran, hendaknya ada kaitan dengan tingkat kesukaran dan
keruwetan bahan yang dapat dinyatakan dalam kecakapan peserta didik. Di sini
perlu diikuti dengan partisipasi aktif peserta didik, praktik, dan sebagainya.
10. Sikap Pengajar
Sikap pengajar dapat mempengaruhi sikap peserta didik
terhadap penerimaan prosedur pengajaran baru.
c. Proses Pembelajaran Matematika.
Menurut Freudental dalam Calder bahwa : Matematika
dan statistik memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan kehidupan
sehari-hari maka sangat penting pembelajaran matematika tersebut memberikan
kontribusi secara efektif dalam masyarakat. Matematika, statistik, dan
pemikiran probabilistik sering diambil dan diterapkan dalam praktis sehari-hari
situasi. Seringkali penerapan pengetahuan matematika dianggap sebagai sesuatu
yang terletak di ujung dari proses belajar, sebagai aplikasi dari keterampilan
yang dipelajari, tetapi juga harus menjadi aspek keterlibatan awal. Daripada
dimulai dengan abstraksi tertentu atau definisi yang akan diterapkan nanti,
beberapa pendidik matematika berpendapat bahwa pembelajaran harus mulai dengan
konteks yang kaya yang membutuhkan organisasi matematika atau, dengan kata
lain, konteks yang dapat dimatematisasi (Freudenthal, 1968; van den
Heuvel-Panhuizen 2010).
Pembelajaran matematika sebagai suatu proses
kegiatan, terdiri atas tiga fase atau tahapan. Fase-fase proses pembelajaran
matematika yang dimaksud meliputi tahap perencanaan pembelajaran, tahap
pelaksanaan pembelajaran, dan tahap evaluasi suatu tugas pekerjaan selama
proses pembelajaran. Adapun ketiganya dibahas secara terperinci sebagai
berikut.
1. Tahap
Perencanaan
Perencanaan pembelajaran perlu dilakukan
untuk mengkoordinasikan komponen pembelajaran yang meliputi identitas mata
pelajaran, standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator pencapaian
kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran,
kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar. Perencanaan
pembelajaran tersebut harus disusun secara lengkap dan sistematis sehingga
pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, serta memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif.
2. Tahap
Pelaksanaan Pembelajaran
Tahap ini merupakan tahap implementasi atau
tahap pelaksanaan atas perencanaan pengajaran yang telah dibuat oleh guru.Dalam
tahap ini, guru melakukan interaksi belajar mengajar melalui penerapan berbagai
strategi, metode, dan teknik pembelajaran, serta pemanfaatan seperangkat media
(SMK Darunnajah, 2011). Dengan demikian, pada pelaksanaan pembelajaran
guru hendaknya mengatur
kondisi yang mempengaruhi pembelajaran, antara lain tentang
isi, menetapkan sendi pengajaran untuk siswa yang menjadi objek pengajaran dan
menciptakan suasana yang menyenangkan dalam proses belajar mengajar. Adapun
langkah-langkah kegiatan pembelajaran melalui tiga tahapan pokok, yaitu tahap
prainstruksional, tahap instruksional, dan tahap penilaian. Salah satu dari
ketiga tahapan tersebut tidak boleh ditinggalkan karena merupakan rangkaian
dalam proses pembelajaran.
3. Tahap
Evaluasi dan Tindak Lanjut
Kegiatan evaluasi dan tindak lanjut dalam
pembelajaran tidak hanya diartikan sebagai kegiatan menutup pelajaran, tetapi
juga sebagai kegiatan akhir dalam pembelajaran. Kegiatan tindak lanjut harus
ditempuh berdasarkan proses dan evaluasi siswa. Kegiatan evaluasi dan tindak
lanjut harus dilakukan secara sistematis dan fleksibel, sehingga dalam
prosesnya akan dapat menunjang optimalisasi hasil belajar siswa.
d. Teknik Inquiring Minds Want To Know
Kita tahu bahwa peserta didik
belajar paling baik dengan cara terlibat langsung atau aktif dalam proses
pembelajaran. Suatu kegiatan belajar dikatakan aktif ketika peserta didik
melakukan sebagian besar pekerjaan yang harus dilakukan. Mereka menggunakan
otak mereka, mempelajari gagasan-gagasan, memecahkan berbagai masalah, dan
menerapkan apa yang mereka pelajari. Belajar aktif merupakan langkah cepat,
menyenangkan, mendukung, dan secara pribadi menarik hati.
Belajar aktif meliputi berbagai cara
untuk membuat peserta didik aktif sejak awal melalui aktivitas-aktivitas yang
membangun kerja kelompok dalam waktu singkat membuat mereka berfikir tentang
materi pelajaran. Juga terdapat teknik-teknik memimpin belajar bagi seluruh
kelas, bagi kelompok kecil, merangsang diskusi dan debat, mempraktikkan
keterampilan-keterampilan, mendorong adanya pertanyaan-pertanyaan, bahkan
membuat peserta didik dapat saling mengajar satu sama lain (Mel
Silberman, 2009).
Salah satu teknik yang digunakan
dalam proses pembelajaran aktif (Active
Learning) adalah teknik inquiring
minds want to know (membangkitkan rasa ingin tahu). Teknik sederhana ini
merangsang rasa ingin tahu peserta didik dengan mendorong spekulasi mengenai
topik atau persoalan. Para peserta didik lebih mungkin menyimpan pengetahuan
tentang materi pelajaran yang tidak tercakup sebelumnya jika mereka terlibat
sejak awal dalam sebuah pengalaman pengajaran kelas penuh (Mel
Silberman, 2009).
Prosedur dalam menggunakan teknik inquiring minds want to know adalah
sebagai berikut:
1. Tanyakan ke kelas, satu pertanyaan
pembangkit minat untuk merangsang keingintahuan tentang sebuah persoalan yang
ingin didiskusikan. Pertanyaan itu handaknya satu, yang dengan itu guru
berharap bahwa peserta didik tahu jawabannya. Inilah beberapa contoh pertanyaan
tersebut:
a. Pengetahuan sehari-hari (“Mengapa
kita memiliki pajak pendapatan?”)
b. Bagaimana (“Menurut para ahli, apa
cara terbaik memelihara mummi?”)
c. Defenisi (“Apa yang dimaksud dengan
garis?”)
d. Judul (“Apa yang kamu ketahui
tentang Peluang?”)
e. Cara sesuatu bekerja (“Apa yang
membuat mobil bisa berjalan?”)
f. Hasil-hasil (“Apa yang Anda kira
tentang akhir cerita ini?”)
(Mel Silberman, 2009).
2. Doronglah untuk berspekulasi dan
menebak dengan bebas. Gunakan frase seperti “tebaklah” atau “cobalah”.
3. Jangan memberi umpan balik dengan
segera. Terimalah semua tebakan. Bentuklah keingintahuan tentang jawaban yang
“sebenarnya”.
4. Gunakan pertanyaan sebagai petunjuk
ke arah yang sekiranya diajarkan. Sertakan jawaban terhadap pertanyaan dalam
setiap presentasi. Guru hendaknya tahu bahwa para peserta didik lebih
memberikan perhatian daripada biasanya
(Mel Silberman, 2009).
Adapun keunggulan dalam menggunakan
teknik inquiring minds want to know
adalah sebagai berikut:
1. Membangkitkan dorongan rasa ingin
tahu siswa.
2. Siswa dapat menghasilkan sendiri
“aturan” dan “model mental,” yang digunakannya untuk membangun pengalaman dan
memperoleh pengetahuan.
3. Melibatkan siswa untuk melakukan
penyelidikan, penelitian, atau investigasi yang dapat membangun pemahaman
mereka sendiri.
4. Siswa dapat menerapkan keterampilan
berpikir kritis yang dipadukan dengan metode ilmiah.
Adapun kelemahan teknik inquiring minds want to know adalah
sebagai berikut:
1. Guru
khawatir bahwa akan terjadi kekacauan dikelas sebab proses pembelajaran lebih
didominasi oleh siswa. Kondisi seperti ini dapat diatasi dengan guru
mengkondisikan kelas.
2. Siswa
yang memang terbiasa aktif akan mendominasi proses pembelajaran, sedangkan
siswa yang kurang aktif akan merasa tersisihkan. Dalam hal ini guru harus mampu
melibatkan semua siswa dalam pembelajaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar