BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pendidikan
memiliki peranan yang sangat sentral dalam meningkatkan kualitas sumber daya
manusia. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), misalnya,
menunjukkan akan peran strategis pendidikan dalam pembentukan SDM yang
berkualitas. Karakter manusia Indonesia yang diharapkan menurut undang-undang
tersebut adalah manusia yang beriman dan bertaqwa, berbudi pekerti luhur,
berkepribadian, maju, cerdas, kreatif, terampil, disiplin, profesional,
bertanggung jawab, produktif, serta sehat jasmani dan rohani. Upaya efektif
untuk membentuk karakter manusia seperti ini dapat dilakukan melalui
peningkatan kaulitas pendidikan.[1]
Secara etimologi arti pendidikan berasal dari
bahasa Yunani, terdiri dari kata “PAIS” artinya anak, dan “AGAIN” diterjermahkan
membimbing, jadi paedagogie yaitu bimbingan yang diberikan kepada anak. Secara
defenitif pendidikan (paedagogie) diartikan oleh tokoh pendidkan seperti John Dewey.
Menurut John Dewey, pendidikan adalah
proses pembentukan kecakapan-kecakapan fondamental secara intelektual dan
emosional ke arah alam dan sesama manusia.[2]
Arti sederhana pendidikan
sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai
dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Pendidikan diartikan
sebagai usaha yang dijalankan oleh seorang atau kelompok orang lain agar
menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi
dalam arti mental.[3]
Pendidikan pada dasarnya
merupakan usaha mencerdaskan dan membentuk pribadi sumber daya manusia yang
berkualitas, baik dari segi pola pikir maupun sikap. Perkembangan IPTEK yang
dinamis menuntut setiap individu mampu memilih, menerima dan mengelola
informasi agar dapat menguasai teknologi dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
Dalam upaya memilih, menerima, dan mengelola informasi dibutuhkan sarana
berfikir kritis, logis, sistematis, dan kreatif, salah satunya matematika.
Matematika adalah ilmu dasar yang mampu
mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan dan
menggunakan ketajaman penalaran untuk dapat menyelesaikan persoalan sehari-hari.[4]
Dalam
suatu pembelajaran, khususnya pembelajaran matematika. Tipe hasil belajar yang
lebih tinggi dari pada pengetahuan adalah pemahaman, misalnya menjelaskan
dengan susunan kalimatnya sendiri sesuatu yang sudah dibaca atau didengarnya,
memberi contoh lain dari yang telah dicontohkan, atau menggunakan petunjuk
penerapan pada kasus lain. Dalam taksonomi Bloom, kesanggupan memahami
setingkat lebih tinggi dari pada pengetahuan. Namun, tidaklah berarti bahwa
pengetahuan tidak perlu ditanyakan sebab, untuk dapat memahami, perlu terlebih
dahulu mengetahui atau mengenal.[5] Maksudnya bahwa
walaupun pengetahuan itu tingkatannya lebih rendah dari pemahaman, namun
pengetahuan itu penting karena tanpa mengetahui atau mengenal maka seseoarang
tidak bisa memahami suatu pembelajaran.
Pemahaman
berasal dari kata paham yang mempunyai arti mengerti benar akan suatu hal. Dalam agama Islam
perintah memahami sangatlah dianjurkan. Hal ini sangat berkenaan dengan
turunnya ayat yang mengindikasikan bahwa dalam belajar kita harus memahami apa
yang kita pelajari. Dalam surah Al-Alaq [96]: 1-3
Artinya: Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,dia telah menciptakan manusia
dari segumpal darah, bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,[6]
Ayat diatas menjelaskan bahwa cukup jelas
membaca adalah sarana mencapai ilmu. Dalam proses pembelajaran, membaca sangat
penting pada tahap awal, karena dengan membaca akan menanamkan pemahaman konsep
yang kuat pada diri pembaca. Manusia
diperintahkan oleh Pencipta untuk membaca agar dapat memahami konsep tentang
apa yang akan dipelajari.
Salah
satu cabang matematika yang diajarkan pada tingkat sekolah menengah adalah
geometri. Geometri menempati posisi khusus dalam kurikulum matematika, karena
banyaknya konsep-konsep yang termuat di dalamnya. Dari sudut pandang psikologi,
geometri merupakan penyajian abstraksi dari pengalaman visual dan vasial,
misalnya bidang, pola, pengukuran dan pemetaan. Sedangkan dari sudut pandang
matematika, geometri menyediakan pendekatan-pendekatan untuk pemecahan masalah,
misalnya gambar-gambar, diagram, sistem kordinat, vektor, dan transformasi.
Geometri juga merupakan lingkungan untuk mempelajari struktur matematika. Geometri
digunakan oleh setiap orang dalam kehidupan sehari-hari. Ilmuwan, arsitek,
artis, insinyur, dan pengembang perumahan adalah sebagian kecil contoh profesi
yang menggunakan geometri secara reguler. Dalam kehidupan sehari-hari, geometri
digunakan untuk mendesain rumah, taman, atau dekorasi [7]
Dalam
pengenalan geometri untuk siswa, terbagi atas pengenalan geometri datar dan
pengenalan geometri ruang. Pengenalan berbagai bentuk bangun datar bukan
merupakan topik yang terlalu sulit untuk diajarkan. Hanya saja, selama ini guru
sering kali kurang memperhatikan batasan-batasan sejauh mana materi yang perlu
diajarkan untuk pemahaman seorang siswa. Sedangkan dalam pengenalan geometri
ruang, selama ini guru sering kali langsung memberi informasi pada siswa
tentang ciri-ciri bangun geometri ruang tersebut.[8]
Konsep
konsep geometri bersifat abstrak. Contohnya dapat dilihat pada suatu bangun
ruang yang memiliki ruas garis, yang sudah diketahui pasti bahwa ruas garis
mempunyai panjang tapi tidak diketahui lebar dan tebalnya. Oleh karena itu,
para pendidik berusaha menyajikan konsep-konsep geometri tersebut dalam bentuk
konkret dengan menggunakan alat peraga dan mengaitkan konsep tersebut dengan
objek-objek nyata yang memiliki representasi geometris, misalnya bangun-bangun
geometri. Bentuk bangun-bangun geometri ini dapat dijumpai dengan mudah di
sekeliling kita, misalnya bentuk atap rumah, pintu, papan tulis, dan
sebagainya, sehingga bentuk bangun-bangun geometri tentunya akrab dengan siswa
usia sekolah.
Berdasarkan
uraian diatas, cukup memberikan alasan mengapa geometri menjadi bagian dari
matematika yang sangat penting untuk dipelajari. Pembelajaran geometri tidak
hanya mampu mengembangkan kemampuan berfikir dan keterampilan pemecahan
masalah, tetapi juga membantu siswa dalam memahami konsep lain dalam matematika
dan disiplin ilmu lainnya. Oleh karena itu, siswa diharapkan mampu memahami
konsep-konsep dasar geometri dengan baik.
Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa pemahaman konsep geometri siswa SMP belum sesuai
harapan. Abdussakkir mengungkapkan diantara berbagai cabang matematika,
geometri menempati posisi yang paling memprihatinkan. Kesulitan-kesulitan siswa
dalam belajar geometri terjadi mulai tingkat dasar sampai perguruan tinggi.
Kesulitan belajar ini menyebabkan pemahaman yang kurang sempurna terhadap
konsep-konsep geometri yang pada akhirnya menghambat proses belajar geometri
selanjutnya.[9]
Proses
mengungkapkan konsep dengan menggunakan kalimat baru tersebut membangun
persepsi siswa terhadap konsep tersebut. Persepsi yang dibangun siswa tersebut
berbeda-beda tergantung pada bentuk informasi yang diterimanya yang mengacu
pada fokus perhatian seseorang pada informasi tersebut. Tidak semua informasi
dapat diterima untuk diproses lebih lanjut, hanya informasi yang menjadi
perhatian utama seseorang yang dapat diproses lebih lanjut dan tersimpan dalam
bentuk pemahaman. Oleh karena itu, pemahaman dan persepsi seseorang terhadap
informasi yang sama dapat berbeda tergantung pada fokus perhatiannya pada
informasi yang diterimanya.
Kemampuan seseorang dalam
memfokuskan perhatiannya pada bentuk informasi yang diterimanya terkait dengan
kepribadian yang dimilikinya. Susan B. Bastable menyatakan bahwa karateristik
seseorang dalam memfokuskan perhatiannya pada bentuk informasi tertentu mengacu
pada fungsi psikologis seseorang yaitu sensing
dan intuition. Tipe sensing lebih fokus pada fakta yang
kongkrit, dan realistis/melihat apa adanya. Sementara tipe intuition fokus pada ide abstrak, pola/hubungan dan berbagai
kemungkinan yang bisa terjadi.[10]
Seorang sensing secara harfiah
mengumpulkan data menggunakan pancaindra mereka sedangkan intuition suka membaca yang tersirat dan mencari makna diantara
fakta-fakta.[11]
Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Immas
Metika, mahasiswi jurusan pendidikan matematika universitas negeri
Surabaya yang bernama dengan judul penelitian “Profil Pemecahan Masalah Open-Ended
Siswa SMP dengan Tipe STJ (Sensing-Thinking-Judging) dan NFJ (Intuition-Feeling-Judging)
dalam Kepribadian Myers-Briggs Type Indicator (MBTI) pada Materi Ukuran
Pemusatan Data”. Hasil dari penelitian tersebut bahwa setiap
siswa merupakan individu unik yang memiliki kepribadian berbeda. Perbedaan itu
berpengaruh pada cara siswa dalam memperoleh informasi, mengambil keputusan,
dan melaksanakan tugas dengan pola tertentu. Perbedaan tipe kepribadian Myers-Briggs
Type Indicator (MBTI) yang dimiliki siswa dimungkinkan mempengaruhi proses
pemecahan masalah open-ended. Pada tahap memahami masalah, kedelapan
subjek dapat menceritakan kembali masalah yang diberikan dengan kalimat
sendiri. Tetapi hanya enam dari delapan subjek yang menyadari ketentuan yang
tidak tertulis pada masalah. Dalam menyusun strategi, semua subjek mengaitkan
informasi yang diketahui dengan konsep rata-rata yang dimiliki dalam menyusun
strategi. Sementara itu, dua subjek menyusun strategi yang tidak sesuai dengan ketentuan
dikarenakan terdapat informasi yang tidak dimiliki. Sedangkan pada tahap
pelaksanaan strategi dan memeriksa kembali, dua dari delapan subjek yang
cenderung konsisten memeriksa kesesuaian pelaksanaan dan pemecahan masalah
dengan ketentuan atau informasi yang diketahui. [12]
Berdasarkan
hasil wawancara dengan seorang guru di SMP Negeri 33 Makassar atas nama Muliana
S.Ag mengatakan bahwa masalah yang sering dihadapi siswa dalam pembelajaran
geometri adalah rendahnya pemahaman dan pengetahuan siswa tentang konsep
geometri yang disebabkan oleh ketidakmampuan siswa dalam menggunakan
konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya. Banyak siswa yang berprestasi
dalam bidang matematika ternyata pemahaman geometrinya masih rendah. Rendahnya
pemahaman konsep itu yang akhirnya menghambat proses belajar geometri
selanjutnya.[13]
Dari
observasi awal yang dilakukan yaitu dengan membagikan skala kepribadian pada
salah satu kelas di SMP Negeri 33 Makassar dengan jumlah siswa 27 orang. Ditemukan
dua subjek dengan melihat hasil skala kepribadiannya berdasarkan kepribadian sensing dan intuition yang tertinggi.
Bertitik tolak dari uraian diatas,
peneliti ingin mengetahui lebih mendalam tentang bagaimana memahami masalah
dengan pemerolehan informasi berdasarkan kepribadian Sensing dan kepribadian intuition.
Berkaitan
dengan hal itu saya tertarik untuk melaksanakan penelitian di salah satu
sekolah dengan judul “Deskripsi Pemahaman Konsep Geometri Ditinjau dari
Kepribadian Sensing dan Intuition pada Siswa Kelas IX SMP
Negeri 33 Makassar”.
B.
Fokus
Penelitian
Untuk memberikan kejelasan dan menghindari penafsiran yang salah pada penelitian, maka fokus penelitian ini diuraikan sebagai berikut.
1.
Pemahaman Konsep
Pemahaman konsep yang menjadi fokus penelitian
adalah kemampuan siswa mengerti dan memahami betul tentang konsep materi
geometri khususnya pada pokok bahasan bangun ruang sisi datar subpokok bahasan
kubus dan balok.
2.
Kepribadian sensing
dan intuition
Kepribadian yang menjadi fokus penelitian
adalah cara siswa memandang informasi apakah lebih melalui panca indra (sensing) atau melalui kemungkinan dan
firasat (intuition) dalam memahami
konsep-konsep yang ada.
Tabel 1.1 Fokus Penelitian
No
|
Fokus Penelitian
|
|
Deskriptif
|
Indikator
|
|
1
|
Pemahaman Konsep
|
a. Menyatakan ulang konsep
b. Mengklasifikasikan objek menurut sifat-sifat tertentu
c. Memberi contoh dan noncontoh dari konsep
d. Menyatakan konsep dalam bentuk representasi matematis
e. Mengklasifikasikan konsep dalam pemecahan.
|
2
|
Kepribadian sensing dan intuition
|
a.
Konkret/abstrak
b.
Realistis/ imajinatif
c.
Praktis/konseptual
d.
Empiris/teoritis
e.
Konvensional/asli
|
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah :
1.
Bagaimanakah
pemahaman konsep geometri siswa yang memiliki kepribadian sensing ?
2.
Bagaimanakah
pemahaman konsep geometri siswa yang memiliki kepribadian intuition ?
D.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Mendeskripsikan
pemahaman konsep geometri siswa yang memiliki kepribadian sensing
2. Mendeskripsikan
pemahaman konsep geometri siswa yang memiliki kepribadian intuition
E. Manfaat
Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian antara lain, yaitu:
1.
Secara teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi
ilmu pengetahuan terutama dalam bidang pendidikan, khususnya pendidikan
matematika terkait dengan deskripsi pemahaman konsep geometri ditinjau dari
kepribadian sensing dan intuition
2.
Secara praktis, yaitu terdiri dari:
a.
Sekolah
Sebagai sarana
untuk mengenali atau mengetahui pemahaman konsep geometri siswa yang memiliki
kepribadian sensing dan intuition.
b.
Bagi Guru
Sebagai bahan masukan bagi guru mata
pelajaran dalam melaksanakan pembelajaran matematika, khususnya materi geometri
agar memperhatikan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran sehingga
pelaksanaan pembelajaran lebih efektif.
c.
Bagi Peneliti
Memberikan informasi dan pengetahuan bahwasannya setiap invividu
memiliki kemampuan yang berbeda dalam memahami konsep matematika.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Perkembangan
Konsep Menurut Psikologi Kognitif
Piaget
merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran
konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan
sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori
tentang tahapan perkembangan individu.[14]
Ada penahapan
Perkembangan kognitif anak mengalami perkembangan tahap demi tahap menuju
kesempurnaannya. Secara sederhana, kemampuan kognitif dapat dipahami sebagai
kemampuan anak untuk berfikir lebih kompleks serta kemampuan melakukan
penalaran dan pemecahan masalah. Dengan perkembangan kemampuan kognitif ini
akan memudahkan anak menguasai pengetahuan umum yang lebih luas, sehingga anak
mampu menjalankan fungsinya dengan wajar dalam interaksinya dengan masyarakat
dan lingkungan sehari-hari. Piaget dalam buku Desmita meyakini bahwa pemikiran
seseorang anak berkembang melalui
serangkain tahap pemikiran dari masa bayi hingga masa dewasa. Dalam hal ini
Pieget membagi tahap perkembangan kognitif manusia menjadi 4 tahap, yaitu :
1. Tahap Sensorimotor
Tahapan ini berlangsung
pada saat bayi baru lahir hingga mencapai usia 2 tahun. Pada rentang waktu
tersebut bayi dapat memahami lingkungannya dengan mengandalkan kemampuan
sensorik dan motoriknya misalnya dengan melihat, meraba, mengecap, mencium,
mendengarkan, dan mengerakkan anggota badannya. Pada tahapan ini anak mulai
memahami hubungan antara perilaku tertentu dan akibat dari perilaku tersebut
bagi dirinya. Kemampuan tersebut antara lain yaitu mengetahui bahwa dirinya
terpisah dengan objek yang ada disekitarnya dan mengenal dirinya sebagai
perilaku kegiatan dan mulai bertindak dengan tujuan tertentu.
2. Tahap Pra-operasional
Tahapan ini berlangsung
pada rentang usia 2 hinggaa 7 tahun. Pada tahapan ini anak mulai belajar
menggunakan bahasa dan menggambarkan objek dengan imajinasi dan kata-kata. Anak
sangat mengandalkan persepsinya terhadap realitas yang ada. Kemampuannya
cenderung dipengaruhi oleh kesan visual dan masih bersifat egosentris sehingga
kesulitan untuk menerima pandangan orang lain.
3. Tahap operasional konkret
Tahapan ini pada rentang
usia 7 hingga 12 tahun. Pada tahapan ini pikiran logis anak mulai berkembang
namun masih mengandalkan kemampuan inderanya. Anak mampu mengurutkan objek
menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda dengan
ukuran berbeda, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke
benda yang paling kecil, selain itu mereka juga mampu memberi nama dan
mengidentifikasi serangkian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau
karateristik lain.
4. Tahap operasional formal
Tahap operasional formal
dimulai pada saat anak berusia sekitar 12 keatas. Pada tahap ini anak mulai
memahami hal-hal abstrak, menyampaikan ide-ide, dan mampu memberikan beberapa
alternatif dalam menyelesaikan masalah tertentu. Mereka telah mampu membuat
pernyataan-pernyataan yang bersifat abstrak, menarik kesimpulan, dan berfikir
induktif.[15]
B. Konsep
Dalam Matematika
Secara umum
konsep dapat diartikan sebagai sifat atau hubungan yang umum untuk sekelompok
benda atau gagasan tertentu, sedangkan untuk konsep matematika berkaitan dengan
sekelompok gagasan yang digunakan untuk menjelaskan istilah matematika. Konsep
matematika adalah ide abstrak yang memungkinkan kita mengklasifikasikan
objek-objek dan peristiwa serta mengklasifikasikannya apakah objek dan
peristiwa itu termasuk atau tidak termasuk dalam ide abstrak tersebut.[16]
Sudjana mengemukakan
bahwa konsep diperoleh melalui interaksi dengan lingkungan dan banyak terjadi
dalam realitas kehidupan. Konsep matematika terbentuk sebagai hasil abstraksi
dan generalisasi dari suatu pengamatan, sehingga dapat dikatakan bahwa konsep
matematika dapat dipelajari melalui defenisi dan observasi langsung.[17]
Soedjaji
menyatakan bahwa defenisi adalah ungkapan yang membatasi suatu konsep. Defenisi
memiliki peranan penting dalam mengungkapkan dan membatasi suatu konsep. Dengan
adanya defenisi, seorang dapat membuat ilustrasi atau gambar atau lambang dari
konsep yang didefenisikan. Sehingga menjadi semakin jelas apa yang dimaksud
dengan konsep tetrtentu.[18]
C. Pemahaman
Konsep Geometri
Pada umumnya
para siswa belajar dengan cara menghafalkan defenisi tanpa memperhatikan
hubungan antara konsep dengan konsep lainnya sehingga konsep yang baru
dipelajarinya tidak tersimpan dan tergabung dalam jaringan pemahaman siswa,
tetapi konsep tersebut berdiri sendiri tanpa hubungan dengan konsep lainnya.
Maka konsep yang baru tersebut tidak tersimpan dengan baik dalam ingatan siswa
sehingga tidak dapat digunakan oleh siswa dan tidak mempunyai arti, sebab arti
konsep berasal dari hubungan dengan konsep-konsep lain. Misalnya, jika siswa
hanya menghapalkan luas suatu bentuk geometri, siswa belum tau apa-apa dan
belum mampu menggunakan kemampuannya. Oleh karena itu, pemahaman konsep sangat
penting.
Pemahaman
berasal dari kata “paham” yang berarti mengerti dan menguasai benar tentang
sesuatu. Pemahaman berarti proses, perbuatan, cara memahami atau memahamkan.[19]
Pemahaman
dapat pula didefenisikan sebagai kemampuan seseorang dalam mengartikan,
menafsirkan, menerjemahkan dan menyatakan sesuatu dengan caranya sendiri
tentang pengetahuan yang pernah diterimanya. Kemampuan tersebut dapat diperoleh
melalui proses belajar, baik disengaja maupun tidak. Kegiatan belajar dapat
dikatakan berhasil ketika seseorang mampu mengulangi kembali materi yang telah
dipelajarinya (rote learning) dan mampu menyampaikan serta mengekspresikannya
dalam bahasa sendiri (over learning).
Pemahaman
berada ditingkatan kedua pada domain kognitif. Menurut Bruner aspek kognitif
pemahaman mengacu pada kemampuan seseorang untuk mengerti dan memahami sesuatu
setelah mengetahui dan mengingatnya kemudian memaknai arti dari materi yang
dipelajari. Unsur pemahaman menyangkut kemampuan menangkap makna suatu konsep
dengan kata-kata sendiri.[20]
Anderson
menyatakan bahwa siswa dapat dikatakan memahami sesuatu apabila mereka mampu
mengkontruksi makna dari pesan-pesan pengajaran seperti komunikasi lisan,
tulisan dan grafik. Siswa mampu memahami suatu pengetahuan baru ketika mampu
membangun hubungan antara pengetahuan yang baru diintegrasikan dengan skema dan
kognitif yang sudah ada padanya.[21]
Gestalt dalam
buku Sagala menyatakan bahwa pemahaman merupakan hasil belajar tidak diperoleh
seketika, tetapi berlangsung melalui proses yang menimbulkan makna berarti.
Lebih lanjut dinyatakan proses belajar merupakan proses pengamatan yang terjadi
pada diri manusia melalui sensornya kemudian bergabung dengan respon dan
diproses melalui kecerdasan sehingga menimbulkan suatu pemahaman/pengertian
terhadap sesuatu. Dengan kata lain pemahaman dapat terbentuk melalui proses
pemaknaaan terhadap sesuatu hal yang menarik bagi seseorang untuk diketahui
sehingga memunculkan pengetahuan yang mendalam terhadap hal tersebut. Belajar
pada tahap pemahaman adalah belajar bermakna. Dalam tahap ini siswa mengaitkan
gagasan yang baru dengan pengetahuan yang terdahulu yang relevan. Perilaku dicontohkan
dengan kemampuan siswa dalam membandingkan dan mempertentangkan, membuat
analogi, membuat simpulan dan lain-lain. Bruner dalam buku Sagala membedakan
tiga fase dalam proses belajar yaitu: (1) Proses perolehan informasi. Perolehan
informasi dilakukan melalui kegiatan membaca, mendengarkan penjelasan
guru/orang lain, berdiskusi dan sebagainya. Informasi yang diperoleh dapat
menambah pengetahuan yang telah dimiliki, dapat memperdalamnya, dan dapat pula
bertentangan dengan informasi yang kita peroleh sebelumnya; (2) proses mentransformasi
informasi yang diterima. Pada tahap transformasi, informasi yang diterima
dianalisis, diperoleh atau diubah menjadi konsep yang abstrak agar pengetahuan
yang diterimah dapat dipergunakan sesuai dengan kebutuhan; (3) Evaluasi. Proses
evaluasi merupakan suatu proses menilai seberapa besar pengetahuan yang
diperoleh dan ditransformasikan tersebut dapat dimamfaatkan untuk memahami
gejala-gejala lain.[22]
Ruseffendi
membedakan pemahaman menjadi tiga bagian, yaitu: (a) pemahaman translasi
(terjemahan) digunakan untuk menyampaikan informasi dengan bahasa dan bentuk
yang lain dan menyangkut pemberian makna dari suatu informasi yang bervariasi;
(b) Pemahaman interpretasi (penjelasan) digunakan untuk menafsirkan maksud dari
bacaan, tidak hanya dengan kata-kata dan frase, tetapi juga mencakup pemahaman
suatu informasi dari sebuah ide; (c) Ekstrapolasi (perluasan) mencakup etimasi
dan prediksi yang didasarkan pada sebuah pemikiran, gambaran dari suatu
informasi, juga mencakup pembuatan kesimpulan dengan konsekuensi yang sesuai
dengan informasi jenjang kognitif yang ketiga yaitu penerapan suatu bahan yang
sudah dipelajari ke dalam situasi baru, yaitu berupa ide, teori atau petunjuk
teknis.[23]
Van Hiele
menyatakan bahwa siswa melalui beberapa tahapan dalam memahami geometri, yakni
: (0) tahap pengenalan; (1) tahap analisis; (2) tahap pengurutan; (3) tahap
deduksi; (4) keakuratan. Tahap pemahaman geometri tersebut yaitu :
1. Tahap 0
(Pengenalan/Visualisasi)
Tahap pertama
dalam memahami geometri adalah tahap pengenalan/visualisasi. Pada tahap ini
siswa memperhatikan dan mengidentifikasi bentuk geometri sebagai keseluruhan
yang tampak sehingga siswa dapat mengenali dan menamai bentuk-bentuk geometri
secara fisik berdasarkan apa yang diamatinya dengan memandang objek secara
keseluruhan. Namun, pada tahap ini siswa belum mengetahui dan menentukan sifat
geometri atau karateristik bangun yang ditunjukkan.
2. Tahap 1 (Analisis)
Tahap kedua
adalah tahap analisis. Pada tahap ini siswa mulai menganalisis bentuk bangun
geometri melalui pengamatan, pengukuran dan membuat model geometri sehingga
siswa dapat menyatakan sifat-sifat dari bangun geometri tersebut. Misalnya
ketika siswa diberikan sebuah kubus, siswa menganalisis bangun kubus tersebut
sehingga siswa tersebut dapat memahami bahwa kubus memiliki 6 sisi berbentuk
persegi yang kongruen, 6 diagonal ruang, 12 rusuk.
3. Tahap 2
(Pengurutan/Deduksi Informal)
Tahap ketiga
adalah tahap deduksi informal. Pada tahap ini siswa membandingkan sifat-sifat
bangun geometri dengan bangun geometri lainnya, kemudian mengklasifikasikan
berdasarkan sifatnya kemudian menyusun defenisi abstrak mengenai bangun
geometri tersebut. Misalnya siswa membandingkan sifat-sifat kubus dan balok
sehingga siswa dapat memahami bahwa kubus adalah balok.
4. Tahap 3 Deduksi
Tahap keempat
adalah tahap deduksi. Pada tahap ini siswa membuat kesimpulan deduktif melalui
pembuktian dalil/teorema dengan menggunakan prinsip-prinsip geometri. Misalnya
siswa membuktikan bahwa bidang diagonal pada kubus berbentuk persegi panjang
dengan menggunakan prinsip kesejajaran dan defenisi persegi.
5. Tahap 4 rigor/ Keakuratan
Tahap terakhir
adalah tahap rigor. Pada tahap ini siswa memahami penggunaan prinsip-prinsip
dasar pembuktian dengan tepat dan mengetahui mengapa suatu pernyataan tertentu
dapat dijadikan sebagai aksioma atau teorema.[24]
Berdasarkan
uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep geometri adalah
kemampuan seseorang dalam menerima dan memaknai konsep-konsep geometri kemudian
mengomunikasikannya secara lisan maupun tulisan dengan menggunakan
kalimat-kalimatnya sendiri.
D. Indikator
Pemahaman Konsep
Kurikulum 2004
standar kompetensi pembelajaran matematika SMP/MTs memuat tentang kemampuan
yang perlu diperhatikan dalam penilaian pembelajaran matematika antara lain
adalah pemahaman konsep, lebih jauh dinyatakan bahwa siswa dikatakan memahami
konsep bila siswa mampu mendefinisikan konsep, mengidentifikasi dan memberi
contoh atau bukan contoh dari konsep.[25]
Petunjuk
teknis peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas No.506/C/PP/2004 tanggal 11
November 2004 tentang penilaian perkembangan anak didik pada tingkat SMP
mencamtumkan indikator pemahaman konsep sebagai hasil belajar matematika yaitu:
1. Menyatakan ulang konsep;
2. Mengklasifikasikan objek
menurut sifat-sifat tertentu;
3. Memberi contoh dan non
contoh dari konsep;
4. Menyatakan konsep dalam
bentuk representasi matematis;
5. Mengaplikasikan konsep
dalam pemecahan masalah;
Indikator pemahaman
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Menyatakan ulang sebuah
konsep
Kemampuan
siswa untuk mengungkapkan kembali apa yang telah dikomunikasikan kepadanya.
Misalnya, setelah siswa mempelajari subpokok bahasan kubus dan balok, maka
siswa mampu menyatakan ulang defenisi dan unsur-unsur dari kubus dan balok.
b. Mengklasifikasikan objek
menurut sifat-sifat tertentu
Kemampuan
siswa untuk dapat mengelompokkan objek dengan mengidentifikasi sifat-sifat
objek tersebut. Misalnya, terdapat sebuah objek geometri. Siswa
mengidentifikasi objek tersebut dengan memperhatikan sifat-sifatnya kemudian
mengklasifikasikannya, apakah bangun tersebut merupakan bangun kubus atau
balok.
c. Memberi contoh dan non
contoh dari sikap
Kemampuan
siswa dalam membedakan contoh dan bukan contoh dari suatu materi yang telah
dipelajari. Siswa dapat menyebutkan contoh dan bukan contoh kubus dan balok yang
ada dalam kehidupan sehari-hari.
d. Menyatakan konsep dalam
bentuk representasi matematis
Kemampuan
siswa menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan konsep dalam bentuk
representasi matematis dengan menggambar/membuat grafik. Siswa mampu menggambar
kubus apabila diketahui sisi-sisinya dan persegi panjang bila diketahui
panjang, lebar, dan tingginya.
e. Mengaplikasikan konsep
dalam pemecahan masalah
Kemampuan
siswa menggunakan konsep-konsep tertentu dalam menyelesaikan suatu masalah.
Misalnya Andi ingin membuat kandang kelinci dari kardus bekas. Kandang tersebut
berbentuk kubus yang terbuka bagian atasnya dengan panjang sisi-sisinya 80 cm.[26]
E. Materi
Ajar Geometri
Konsep geometri
terhusus secara hirerarki yang berkaitan antara satu dengan yang lainnya.
Konsep lanjutan tidak mungkin dapat dipahami sebelum memahami dengan baik
konsep sebelumnya yang menjadi prasyarat. Oleh karena itu, untuk mempelajari
konsep geometri pada tingkatan selanjutnya, diperlukan pemahaman mengenai
konsep geometri bangun ruang sisi datar sebagai materi prasyarat, salah satunya
yaitu kubus dan balok.[27]
Salah satu
materi ajar geometri pada tingkat SMP kelas VIII yaitu pokok bahasan bangun
ruang sisi datar. Standar kompetensi yang harus dicapai pada materi tersebut
adalah memahami konsep bangun ruang sisi datar dan ukurannya. Subpokok bahasan
pada materi bangun ruang sisi datar dalam penelitian ini hanya dibatasi pada
subpokok bahasan kubus dan balok.
Kubus dan
balok merupakan bangun ruang atau dimensi tiga yang memiliki panjang, lebar,
dan tinggi. Unsur-unsur bangun ruang terdiri dari sisi, rusuk, titik sudut,
bidang diagonal, diagonal bidang, dan diagonal ruang.
Kepribadian
merupakan salah satu kajian psikologi yang lahir berdasarkan pemikiran, kajian
atau temuan-temuan (hasil praktik penanganan kasus) para ahli. Objek kajian
kepribadian adalah “human behavior”, perilaku manusia, yang
pembahasannya terkait dengan apa, mengapa, dan bagaimana perilaku tersebut.
Menurut Allport, kepribadian merupakan sistem organisasi jiwa raga yang dinamis
dalam diri individu yang menentukan penyesuaian dirinya yang unik terhadap
lingkungannya. Organisme yang dinamis dimaksudkan sebagai suatu keutuhan
komponen kepribadian yang bersifat mengikat dan mengalami dinamika perubahan
dan perkembangan, organisasi tersebut menentukan penyusaian dirinya yang unik
terhadap lingkungan menunjukkan bahwa kepribadian dibentuk oleh kecendrungan
yang berperan secara aktif dalam menentukan lingkah laku individu yang
berhubungan dengan dirinya sendiri.[1]
Pembahasan
pakar psikologi mengenai kepribadian terkait dengan perbedaan individual, yaitu
karateristik yang membedakan satu individu dengan individu lainnya. Menurut
Funder kepribadian mengacu pada
pola karakteristik pikiran individu, emosi, dan
perilaku, tersembunyi atau tidak,
di balik suatu pola.[2]
Menurut Cozta
dan Mecrae, kepribadian adalah hubungan antara faktor yang terdiri dari
berbagai sifat yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya,yang
kemudian mempengaruhi pola perilaku individu yang bersangkutan dalam menghadapi
masalah-masalah dalam lingkungan hidupnya.[3]
Sedangkan menurut Calvin, kepribadian adalah
organisme dinamik dalam individu atas sistem-sitem psikofisis yang menentukan
penyusaian dirinya yang khas terhadap lingkungannya.[4]
Berdasarkan beberapa pendapat diatas,
dapat disimpulkan bahwa kepribadian merupakan sebuah pola yang abstrak dalam
diri manusia, manusia hanya dapat melihat dan merasakan dampak yang
ditimbulkannya dalam bentuk karateristik individu yang berbeda berupa pikiran/aktivitas
mental, emosi/perasaaan, dan perilaku yang tersembunyi maupun yang nampak
dibalik pola tersebut dan mempengaruhi interaksinya dengan lingkungan.
A. Kepribadian
Sensing dan Intuition
Jung
menyatakan bahwa struktur kepribadian manusia dibentuk oleh fungsi
jiwa/psikologinya yaitu sensing dan intuition. Setiap individu
memiliki kedua fungsi jiwa/psikologis tersebut, namun berada pada tingkatan
yang berbeda. Fungsi jiwa yang dominan (kesadaran) disebut fungsi superior
sedangkan fungsi jiwa yang kurang berkembang (ketidaksadaran) disebut fungsi
inferior. Fungsi jiwa yaitu suatu bentuk aktifitas jiwa/mental yang secara
teori tidak mudah dalam lingkungan yang berbeda-beda.[5]
Sensing (pengindraan) atau
intuition berkaitan dengan
kecendrungan seseorang dalam menerima informasi, apakah lebih melalui panca
indra atau melalui kemungkinan dan firasat.[6] Sensing cenderung melihat langsung,
nyata, fakta praktis pengalaman dan kehidupan sedangkan intution cenderung melihat kemungkinan, hubungan, dan makna dari pengalaman.[7]
Kepribadian Sensing dan intuition membicarakan mengenai bentuk
informasi yang mudah ditangkap dan dipahami oleh seseorang. Tidak semua
Stimulus yang diberikan pada seseorang dapat diterimanya dengan baik, namun
terbatas pada apa yang dapat kita hayati pada suatu saat tertentu. Oleh karena
itu, stimulus yang mudah diterimah seseorang akan berbeda sesuai dengan
ketertarikannya pada stimulus tersebut. Ada orang yang lebih mudah menangkap
informasi langsung sesuai apa yang di inderanya, ada yang lebih tertarik pada
arti, hubungan-hubungan, dan kemungkinan berdasarkan fakta, ketimbang
fakta-faktanya sendiri. Dalam kehidupan sehari-hari kita menggunakan kedua
pendekatan ini terhadap informasi. Akan tetapi setiap orang cenderung lebih
memilih, lebih mudah atau lebih merasa nyaman menggunakan yang satu dari pada
yang lain, secara alamiah lebih mudah menggunakan yang satu dari pada lainnya,
dan lebih sering benar saat menggunakan satu pendekatan dari pada yang lain.
Seorang yang lebih mudah menangkap informasi melalui pancaindra biasanya cukup
cermat dengan fakta-fakta, namun harus berusaha keras saat menggunakan mencari
makna dibalik fakta tersebut. Sebaliknya seorang intuitif cepat menangkap makna
dari sebuah fakta, kadang-kadang kurang cermat dan keliru.[8] Karateristik kedua
fungsi psikologis tersebut dijelaskan sebagai berikut :
1. Sensing (pengindaraan)
Sensing (penginderaan) mengacu pada cara seseorang
memandang informasi yang diterimanya. Tyagi menyatakan bahwa sensing cenderung
untuk melihat fakta-fakta yang dapat diamati melalui panca indera dan
digambarkan sebagai seorang yang praktis.[9]
Seorang
sensing menilai bahwa apa yang
dilihat, didengar, dicium, dan diraba adalah dasar bagi dirinya untuk mencari,
menanggapi, atau memahami informasi yang didapatnya. Baginya, fungsi indrawi
menjadi alat ukur yang nyata dalam memandang situasi. Ia lebih yakin dengan bukti
konkret, fakta yang terlihat, dan apa yang dialaminya secara langsung. Ia lebih
suka dengan hal-hal praktis untuk menghasilkan sesuatu yang riil, sehingga
lebih cermat dalam mengamati hal-hal dari sebuah informasi. Apa yang dilihat
dan dialami, itu yang dikerjakan. Orang dengan kepribadian ini juga lebih
melihat pada hal-hal yang fisik dari pada metafisik.[10]
Seorang
sensing memiliki beberapa
karateristik antara lain yaitu: Menyakini sesuatu yang nyata, konkret dan
pasti, menyukai ide baru yang dapat digunakan dengan praktis, menghargai
realisme, menggunakan dan mengasah keterampilan yang telah dimilikinya,
cenderung spesifik dan harfiah, memberikan gambaran secara detail, cenderung
bertindak secara prosedural dengan cara konvensional, berorientasi masa lalu
dan masa kini.[11]
Myers
menggambarkan sensing sebagai seorang
yang realistis, lebih tertarik mengamati sesuatu yang nyata/konkret, menarik
kesimpulan dengan hati-hati berdasarkan situasi, lebih mudah memahami ide
melalui penerapan/aplikasinya, mengamati sesuatu secara mendetail, menggunakan
cara konvensional dan bertindak prosedural berdasarkan
pengalaman-pengalamannya.[12]
Dalam
menganalisis masalah, ia akan menguraikan berdasarkan pengamatan pada peristiwa
yang terjadi dilapangan dan selalu memperhatikan rambu-rambu atau tata tertib
yang berlaku pada lingkungan pekerjaan. Baginya, pengalaman menjadi pelajaran
dan pegangan yang kuat untuk menghadapi situasi. Seorang sensing juga sangat realistis dan cenderung tidak larut dalam
pandangan-pandangan imajinatif. Baginya, menghayal adalah sesuatu yang terlalu
dramatis dan melangit, sehingga ia tidak ingin menghabiskan waktu hanya dengan
merenung atau berefleksi. Dalam mempersepsi situasi, standar fisiklah yang
menjadi tolak ukurnya, sehingga tidak heran jika ia terkesan bersifat
materialistik.[13]
2. Intuition
Dalam
mencermati informasi, seorang intuition
cenderung menghubungkannya sesuatu yang dianggap memiliki keterkaitan atau
bersifat korelatif. Ia tidak melihat apa yang terjadi, tetapi cenderung mencari
fenomena apa yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Ia juga melihat gejala atau
kemungkinan yang akan terjadi, sehingga selalu mempersiapkan hal-hal tersebut
meskipun kemungkinannya belum tentu akan terjadi. Sosok yang imajinatif ini
bergairah dengan hal-hal yang abstrak, sehingga tidak heran jika ia sering
disebut dengan penghayal. Dalam menafsirkan sesuatu ia cenderung dramatis.
Pandangannya bersifat inovatif dengan melompat tanpa mengurut satu persatu;
serta mengabaikan ketentuan-ketentuan atau hal-hal yang bersifat mekanistik. [14]
Karateristik
intuition antara lain yaitu meyakini
sesuatu yang abstrak(ide) dan inspirasi, menyukai ide dan konsep baru,
menghargai imajinasi, inovasi dan kreatifitas, mempelajari keterampilan baru;
cepat bosan setelah menguasai sebuah keterampilan, cenderung general dan figuratif;
memberikan gambaran secara garis besar besar/umum, cenderung bertindak tanpa
prosedur dengan cara/idenya sendiri, berorientasi pada masa depan.[15]
Dalam
mengerjakan sesuatu, seseorang intuition
tidak mementingkan dari mana memulainya, yang terpenting baginya adalah
melakukan terobosan-terobosan dengan mencari kesempatan-kesempatan untuk
mendapatkan hal yang baru. Ia lebih mementingkan kebutuhan pada masa yang akan
datang, tetapi kurang peduli dengan proses pencapaian hari ini. Analogi,
pengalaman di luar dirinya, serta gambaran umum lain menjadi pegangan dalam
menyikapi situasi, sehingga ia suka membandingkan informasi yang diterimanya
dengan informasi yang lain. Perbandingan ini dilakukannya untuk menemukan
hubungan-hubungan yang menghasilkan ide atau gagasan baru yang belum pernah ia
peroleh sebelumnya. Tampaknya, ide yang menantang baginya lebih menarik,
sehingga ia senang berspekulasi. Baginya, fungsi indrawi hanya media atau pintu
untuk menyerap informasi, bukan untuk mempersepsi sebuah informasi. Pandangannya
terhadap dunia muncul lewat proses penghayatan. Ia juga kaya akan inspirasi dan
ide-ide yang berbau kreatif. Tantangan baginya adalah hal menarik, sebaliknya
ia jenu dengan kegiatan yang rutin dan menonton.[16]
Karateristik
fungsi jiwa/psikologis sensing dan intuition tersebut dapat
dijelaskan lebih lanjut pada tabel
sebagai berikut:
Tabel 2.1
Karateristik Kepribadian Sensing dan Intuition
Sensing
|
Intution
|
||
Indikator
|
Deskripsi
|
Deskripsi
|
Indikator
|
Konkret
|
Tertarik pada hal-hal yang nyata dan bersifat literal (leksikal)
|
Tertarik pada hal-hal abstrak, dan bersifat figuratif (Gramatikal)
|
Abstak
|
Realistis
|
Meyakini fakta, fokus pada masa kini dan masa lalu
|
Meyakini imajinasi, fokus pada masa depan
|
Imajinatif
|
Praktis
|
Memperhatikan manfaat/penerapan dan fokus pada hasil
|
Memperhatikan ide/inspirasi dan fokus pada proses
|
Konseptual
|
Empiris
|
Meyakini pengalaman dan menyukai praktik
|
Meyakini firasat, pendapat/teori dan menyukai aktivitas mental
|
Teoritis
|
Konvensional
|
Menggunakan cara yang sudah ada, menyukai rutinitas, melatih
kemampuan yang dimiliki
|
Menggunakan cara baru, bosan pada rutinitas tertarik mencoba
kemampuan baru
|
Asli
|
|
Berdasarkan
tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa
seorang yang sensing dan seseorang
yang Intuition mempunyai mempunyai
kepribadian yang saling bertolak belakang dalam mencari dan memperoleh
informasi . Seseorang yang berkepribadian sensing
mempunyai karateristik seperti konkret, realistis, praktis, empiris dan
konvensional, sedangkan seseorang yang berkepribadian intuition mempunyai karateristik seperti abstrak, imajinatif,
konseptual, teoritis dan konvensional.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Lokasi
Penelitian
Penelitian ini
merupakan jenis penelitian kualitatif dengan metode deskriptif yang dianalisis
dengan menggunakan pendekatan
fenomenalisme. Penelitian ini dilakukan dengan menghimpun data-data
berupa informasi-informasi yang diperoleh dari informan/subjek penelitian.
Penelitian ini dimaksudkan untuk menggambarkan atau mengungkapkan dengan
kata-kata (secara kualitatif), wujud atau sifat lahiriah dari suatu objek dan
menjelaskannya secara terperinci dan sistematis mengenai pemahaman konsep
geometri pada subpokok bahasan kubus dan balok dengan memperhatikan kepribadian
sensing dan intuition yang dimiliki siswa. Lokasi penelitian untuk menemukan data
yaitu dilakukan di SMP Negeri 33 Makassar.
B. Sumber Data
Sumber data merupakan subjek dari mana data dapat diperoleh. Suharsimi Arikunto mengklasifikasikan
sumber data menjadi tiga sumber yaitu (1) Person
yakni sumber data berupa orang, (2) Place
yakni sumber data berupa tempat dan (3) Paper
yakni sumber data berupa symbol, huruf, angka, atau gambar. Sumber data dalam penelitian
kualitatif utamanya adalah kata-kata dan tindakan, sedangkan yang lain seperti
dokumen dan lainnya hanyalah sebagai tanggapan atau pendukung.[17]. Subjek dalam penelitian ini diperoleh dari kelas IXh
SMP Negeri 33 Makassar. Pemilihan kelas pada sekolah tersebut dilakukan secara
acak (random). Subjek yang terpilih dalam penelitian ini adalah dua orang siswa
dari kelas IXh yang pernah diajarkan pokok bahasan bangun ruang sisi datar,
subpokok bahasan kubus dan balok, serta memiliki kepribadian Sensing dan intuition dengan skor tertinggi pada salah satu aspek kepribadian
yang diketahui dengan menggunakan skala kepribadian.
C. Metode Pengumpulan
Data
Metode
pengumpulan data dalam penelitian ini disesuaikan dengan fokus dan tujuan
penelitian. Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan oleh peneliti
sendiri, yaitu dengan menggunakan metode pengumpulan data, sebagai berikut:
1.
Pemberian
skala kepribadian
Skala adalah jumlah pernyataan
tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti
laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui.[18] Skala yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu skala kepribadian. Skala kepribadian
diberikan kepada 27 orang siswa kelas IXh SMP Negeri 33 Makassar, pemberian skala
ini dimaksudkan untuk mengetahui kepribadian yang dimiliki siswa yang digunakan
dalam memilih subjek penelitian. Subjek yang terpilih melalui tahapan pemberian
skala selanjutnya diwawancara untuk memperoleh data yang akurat mengenai
kepribadian subjek.
2.
Pemberian
tes pemahaman konsep geometri
Tes diagnostik pemahaman konsep
geometri diberikan kepada beberapa orang siswa yang telah dipilih sebagai subjek
penelitian berdasarkan skala kepribadian dan hasil wawancara kepribadian. Tes
pemahaman konsep geometri memuat 6 soal geometri yang dibuat berdasarkan
indikator-indikator pemahaman konsep dan indikator ketercapaian kompetensi.
Sebelumnya tes diagnostik pemahaman konsep geometri ini akan dikonsultasikan
dengan dosen pembimbing dan divalidasi oleh dosen yang berperan sebagai
validator.
3.
Wawancara
Wawancara merupakan tanya jawab
langsung yang dilakukan peneliti dengan subjek penelitian/informan. Wawancara
merupakan suatu metode atau cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari
responden dengan jalan tanya jawab sepihak[19]. Dalam
melakukan wawancara ini peneliti terlebih dahulu membuat pedoman wawancara
berdasarkan masalah yang ingin diungkap dan mendiskusikannya dengan dosen
pembimbing. Teknik wawancara digunakan untuk memperoleh informasi yang jelas
dan mendalam mengenai kepribadian siswa yang akan dipilih sebagai subjek
penelitian, selanjutnya teknik wawancara juga dilakukan untuk mengetahui
pemahaman subjek terhadap konsep-konsep geometri.
D. Istrumen
Penelitian
Untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap
konsep geometri dengan memperhatikan kecendrungan siswa dalam menerima bentuk
informasi tertentu yaitu sensing dan intuition pada siswa SMP kelas IX.
Digunakan instrumen kunci/utama yaitu peneliti sendiri. Peneliti sebagai
instrumen dalam hal ini terkait dengan peranan peneliti sebagai perencana,
pelaksana pengumpul data, penganalisis, penafsir data, dan akhirnya menjadi
pelapor hasil penelitian. Dalam penelitian kualitatif instrumen utamanya adalah
peneliti itu sendiri, Peneliti sebagai instrumen akan mempermudah menggali
informasi yang sesuai dengan tujuan penelitian sehingga tidak terjadi kelalaian
dalam pengumpulan informasi.[20]
Pada penelitian ini juga digunakan instrument pendukung yaitu:
1.
Skala
kepribadian
Instrumen
ini digunakan untuk memperoleh data mengenai kepribadian siswa, apakah siswa
cenderung memperhatikan informasi konkret (sensing)
ataukah siswa cenderung memperhatikan informasi abstrak (intuition). Skala ini terdiri atas 20 pernyataan yang diadaptasi
dari tes Briggs-Myers Types Indicators Test dengan dua pilihan jawaban yang
saling berlawanan (dikotomis). Myers-Briggs Type Indicator (MBTI) adalah
instrumen berupa kuesioner yang terdiri dari item-item yang disusun
dengan format forced-choice di mana untuk setiap item pertanyaan,
subyek menjawab dengan memilih salah satu dari dua jawaban yang tersedia[21]. Adapun
indikator yang dimaksud adalah:
a.
Konkret/ abstrak
b.
Realistis/ imajinatif
c.
Praktis/ konseptual
d.
Empiris/ teoritis
e.
Konvensional/ Asli
2.
Pedoman
wawancara
Pedoman
wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara berbasis
tugas. Wawancara dilakukan setelah diberikan skala kepribadian dan tes pemahaman
konsep. Wawancara yang dilakukan merupakan wawancara tak terstruktur artinya
pertanyaan yang diajukan sesuai dengan respon subjek, jika respon subjek
terhadap pertanyaan yang diajukan tidak sesuai dengan indikator penelitian,
maka diajukan pertanyaan dengan kalimat yang berbeda namun tetap dalam inti
permasalahan. Pertanyaan yang diajukan bersifat menggali dan menghindari sifat
menuntun yang bertujuan untuk memperoleh data tentang kepribadian subjek dan
pemahaman subjek mengenai konsep geometri.
Pedoman wawancara ini berisi item-item
pertanyaan kepada subjek/informan yang digunakan untuk mengetahui kepribadian
siswa secara mendalam dan untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap konsep
Geometri.
3.
Tes
pemahaman konsep geometri
Instrumen
ini berupa tes diagnostik yang digunakan untuk memperoleh data mengenai
pemahaman siswa terhadap konsep geometri yaitu kubus dan balok. Tes pemahaman
konsep geometri ini merupakan tes berbentuk uraian sebanyak 6 nomor soal yang
dibuat berdasarkan indikator ketercapaian kompetensi dan indikator-indikator
pemahaman konsep. Adapun indikator yang dimaksud adalah:
a.
Menyatakan
ulang konsep;
b.
Mengklasifikasikan objek menurut sifat-sifat
tertentu;
c.
Memberi contoh dan non contoh dari konsep;
d.
Menyatakan konsep
dalam bentuk representasi matematis;
e.
Mengaplikasikan
konsep dalam pemecahan masalah;
E. Keabsahan Data
Salah
satu cara yang digunakan untuk menjamin keabsahan data yaitu teknik uji
kredibilitas data. Uji kredibilitas data atau kepercayaan tehadap data hasil
penelitian kualitatif antara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan,
peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi (triangulasi sumber dan
triangulasi waktu), diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif, dan
member check.[22]
Namun
dalam penelitian ini yang digunakan hanya uji kredibilitas data yakni dengan
menggunakan triangulasi metode (teknik) yaitu teknik pemberian skala, pemberian
tes dan wawancara. Teknik ini dimaksudkan untuk memperoleh subjek penelitian
yang absah/valid, memperjelas dan memperdalam informasi yang diperoleh dari
subjek penelitian terkait dengan pemahamannya terhadap konsep-konsep geometri.
F. Teknik Analisis
Data
Teknik
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis
deskriptif-kualitatif. Analisis deskriptif – kualitatif merupakan suatu teknik
yang menggambarkan dan mengintrepretasikan arti data-data yang telah terkumpul
dengan memberikan perhatian dan merekam sebanyak mungkin aspek situasi yang
diteliti pada saat itu, sehingga memperoleh gambaran secara umum dan menyeluruh
tentang keadaan sebenarnya.
Data
skala kepribadian siswa digunakan untuk memilih subjek penelitian. Siswa yang
memiliki kepribadian paling tinggi pada salah satu aspek kepribadian pada skala
tersebut akan dipilih sebagai subjek penelitian. Data yang diperoleh akan
dianalisis secara kuantitatif dengan mengacu pada presentase jumlah jawaban
siswa pada setiap pernyataan aspek kepribadian.
Data
yang diperoleh dari hasil wawancara berdasarkan skala kepribadian dan tes
pemahaman konsep geometri selanjutnya akan dianalisis secara kualitatif dengan
menggunakan teknik analisis data seperti yang dikemukakan oleh Miles dan
Huberman bahwa analisis data secara kualitatif dilakukan dengan secara
interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya
sudah jenuh dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.
Reduksi
data
2.
Penyajian
data
3.
Menarik
kesimpulan dan verifikasi[23]
Reduksi data: Dalam
penelitian ini akan dilakukan dalam bentuk memilih, memusatkan perhatian,
menyederhanakan, mengabstasikan serta mentransformasikan data yang diperoleh
dari lapangan (membuat rangkuman, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada
hal-hal penting, serta membuang yang tidak perlu yaitu (1) memilih data yang
dianggap penting, (2) membuat kategori data, (3) Mengelompokkan data dalam
kategori. Pada penelitian ini, data hasil wawancara kata-kata tidak sesuai
dengan tujuan penelitian akan dihilangkan.
Display (pemaparan/penyajian data): Mengorganisasikan,
sehingga tersusun dalam pola hubungan (uraian naratif, bagan, hubungan antar
kategori, diagram alur). Peneliti berusaha menyusun data yang relevan sehingga
menjadi informasi yang dapat disimpulkan dan memiliki makna tertentu agar dapat
lebih mudah dipahami.
Verifikasi data dan menarik kesimpulan
sementara: Langkah
berikutnya adalah menarik kesimpulan berdasarkan temuan dan melakukan
verifikasi data. Kesimpulan dalam penelitian ini akan dideskripsikan secara
normatif. Dapat berubah jika ditemukan bukti kuat untuk mengumpulkan data
selanjutnya. Proses mendapatkan bukti-bukti ini disebut verifikasi data.[24]
Sedangkan
data hasil tes diagnostik pemahaman konsep siswa, penilaian masing-masing
indikator pemahaman yang dimiliki siswa dapat diukur dengan cara sebagai
berikut:
a.
Menyatakan
ulang konsep
Tabel
3.1 Kemampuan Menyatakan Ulang Konsep
NO
|
Kemampuan
|
Penjelasan
|
1.
|
Mampu
|
Mengetahui konsep dan mengetahui terbentuknya konsep/menyatakan ulang
konsep sesuai konsepnya
|
2.
|
Kurang
mampu
|
Mengetahui
konsep tetapi tidak mengetahui terbentuknya konsep/tidak menyatakan ulang
konsep sesuai konsepnya
|
3.
|
Tidak
mampu
|
Tidak
mengetahui konsep dan tidak mengetahui terbentuknya konsep/tidak menyatakan
ulang konsep sesuai konsepnya
|
b.
Mengklasifikasikan
objek berdasarkan sifat-sifatnya
Tabel 3.2
Kemampuan Mengklasifikasikan Objek Berdasarkan Sifat-sifatnya
NO
|
Kemampuan
|
Penjelasan
|
1.
|
Mampu
|
Mampu mengenali objek berdasarkan sifat-sifatnya dan menjelaskannya
|
2.
|
Kurang
mampu
|
Mampu mengenali objek berdasarkan sifat-sifatnya,
tetapi tidak mampu menjelaskannya
|
3.
|
Tidak
mampu
|
Tidak
mampu mengenali objek berdasarkan sifat-sifatnya
|
c.
Memberikan
contoh dan noncontoh
Tabel
3.3 Kemampuan Memberikan Contoh dan Noncontoh
NO
|
Kemampuan
|
Penjelasan
|
1.
|
Mampu
|
Mengenali
contoh dan noncontoh berdasarkan gambar yang diberikan, dan mampu memberikan
contoh lain yang ada dalam kehidupan sehari-hari
|
2.
|
Kurang
mampu
|
Mengenali
contoh dan noncontoh berdasarkan gambar yang yang diberikan, tetapi tidak
dapat memberikan contoh lain dari konsep yang ada dalam kehidupan sehari-hari
|
3.
|
Tidak
mampu
|
Tidak
mengenali contoh dan noncontoh berdasarkan gambar yang diberikan dan tidak
mampu memberikan contoh lain dari konsep yang ada dalam kehidupan sehari-hari
|
d.
Menyatakan
konsep dalam bentuk representasi matematis
Tabel
3.4 Kemampuan Menyatakan Konsep dalam Bentuk Representasi Matematis
NO
|
Kemampuan
|
Penjelasan
|
1.
|
Mampu
|
Mampu menggambarkan bentuk konsep berdasarkan
pemahamannya terhadap konsep tersebut
|
2.
|
Kurang mampu
|
Hanya dapat menggambarkan bentuk dari salah satu
konsep tersebut
|
3.
|
Tidak mampu
|
Tidak dapat menggambarkan bentuk konsep/salah dalam
menggambarkan konsep
|
e. Mengaplikasikan
konsep dalam pemecahan masalah
Tabel 3.5 Kemampuan Mengaplikasikan
Konsep dalam Pemecahan Masalah
NO
|
Kemampuan
|
Penjelasan
|
1.
|
Mampu
|
Memahami
permasalahan dan dapat menyelesaikannnya dengan menggunakan konsep yang tepat
|
2.
|
Kurang
mampu
|
Memahami
permasalahan tetapi tidak dapat menyelesaikann permasalahan tersebut
|
3.
|
Tidak
mampu
|
Tidak
memahami permasalahan dan tidak dapat menyelesaikan
permasalahan tersebut
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar