BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kurikulum merupakan salah satu komponen yang
memiliki peran penting dalam sistem pendidikan, sebab dalam kurikulum bukan
hanya dirumuskan tentang tujuan yang harus sicapai sehingga memperjelas arah
pendidikan, akan tetapi juga memberikan pemahaman tentang pengalaman belajar
yang harus dimiliki setiap siswa.
Fungsi landasan pengembangan kurikulum adalah
seperti fondasi sebuah bangunan. Seller dan Miller (1985) mengemukakan bahwa
proses pengembangan kurikulum adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan secara
terus-menerus.
Kurikulum merupakan inti dari bidang
pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan.
Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka
penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Penyusunan
kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat dan didasarkan pada hasil
pemikiran dan penelitian mendalam. Jika kurikulum disusun tidak berdasarkan
landasan-landasan pengembangan kurikulum seperti landasan filosofis, landasan
psikologis, landasan sosiologi dan antropolgi serta landasan IPTEK maka akan
berakibat buruk kepada sistem pendidikan terutama berakibat buruk kepada proses
pengembangan kurikulum, karena hakikatnya kurikulum dibuat agar peserta didik
dapat terjun atau berpartisipasi langsung dalam dunia masyarakat dan kehidupan
nyata. Landasan filosofis berkaitan dengan filsafat yang merupakan unsur yang
cukup penting dalam mengembangkan kurikulum, landasan psikologis berkaitan
dengan psikolog perkembangan anak dan psikolog belajar. Landasan Sosiologis dan
Antropologis berkaitan dengan budaya-budaya dan nilai-nilai yang berkembang di
masyarakat sebagai acuan dalam mengembangkan kurikulum. Landasan IPTEKS
berkaitan dengan isi kurikulum yang menyelaraskan dengan perkembangan Ilmu
Pengetahuan, Teknologi dan Seni.
B.
Rumusan Masalah
Rumusan Masalah dari makalah ini
adalah sebagai berikut :
1. Menjelaskan mengenai landasan
filosofis dalam pengembangan kurikulum ?
2. Menjelaskan mengenai landasan
psikologis dalam pengembangan kurikulum ?
3. Menjelaskan mengenai landasan
sosilogis dan IPTEK dalam pengembangan kurikulum ?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah
agar mahasiswa mampu memahami mengenai landasan filosofis, psikologis dan
sosiologis dan IPTEK dalam pengembangan kurikulum.
BAB II
PEMBAHASAN
Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan
memiliki pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya
kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum
tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Penyusunan kurikulum membutuhkan
landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan
penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yang tidak didasarkan pada
landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap kegagalan pendidikan itu
sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat pula terhadap kegagalan proses
pengembangan manusia.
Dalam hal ini, Landasan pengembangan
kurikulum terdiri dari tiga landasan utama, yaitu: (1) filosofis; (2) psikologis;
(3) sosiologis dan ilmu pengetahuan dan teknologi..Untuk lebih jelasnya, di
bawah ini akan diuraikan secara ringkas ketiga landasan tersebut.
A.
Landasan Filosofis
Filsafat berasal dari
bahasa Yunani kuno, yaitu dari kata philos
dan sophia. Philos artinya cinta
yang mendalam dan sophia adalah
kearifan atau kebijaksanaan. Dengan demikian, filsafat secara harfiah dapat
diartikan sebagai cinta yang mendalam akan kearifan. Secara populer filsafat
sering diartikan sebagai pandangan hidup suatu masyarakat atau pendirian hidup
bagi individu. Filsafat sering diartikan sebagai pandangan hidup suatu
masyarakat atau pendirian hidip bagi individu.
Filsafat sebagai landasan
fundamenatal, filsafat memegang peranan penting dalam proses pengembangan
kurikulum. Ada empat fungsi filsafat dalam proses pengembangan kurikulum. Pertama, filsafat dapat menentukan arah
dan tujuan pendidikan. Kedua,
filsafat dapat menentukan isi atau materi pelajaran yang harus diberikan sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai. Ketiga,
filsafat dapat menentukan strategi atau cara pencapaian tujuan. Keempat, melalui filsafat dapat
ditentukan bagaimana menentukan tolak ukur keberhasilan proses pendidikan.
1. Filsafat dan Tujuan
Pendidikan
Dalam arti luas, pendidikan dapat diartikan sebagai proses pengembangan semua
aspek kepribadian manusia, baik aspek pengetahuan, nilai dan sikap, maupun
keterampilan. Tujuan pendidikan harus mengandung tiga hal yaitu:
Ø Autonomy, artinya memberi kesadaran, pengetahuan dan
kemampuan yang prima kepada setiap individu dan kelompok untuk dapat mandiri
dan hidup bersama dalam kehidupan yang lebih baik.
Ø Equity,
artinya pendidikan harus dapat memberi kesempatan kepada seluruh
warga masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam kebudayaan dan ekonomi.
Ø Survival, artinya pendidikan bukan saja harus dapat
menjamin terjadinya pewarisan dan memperkaya kebudayaan dari generasi ke
generasi akan tetapi juga harus memberikan pemahaman akan saling ketergantungan
antar manusia.
Filsafat sebagai sistem nilai harus menjadi
dasar dalam menentukan tujuan pendidikan, artinya pandangan hidup atau sistem
nilai yang dianggap baik oleh suatu masyarakat akan tercermin dalam tujuan
pendidikan yang harus dicapai. Manusia macam apa yang kita harapkan sebagai
akhir proses pendidikan? Hendak dibawa kemana anak yang kita didik itu? apa
yang harus dikuasai oleh mereka? Pertanyaan-pertanyaan semacam itu erat
kaitannya dengan filsafat sebagai sistem nilai.
Kurikulum pada hakikatnya berfungsi untuk
mempersiapkan aggota masyarakat yang dapat mempertahankan, mengembangkan dan
dapat hidup dalam system nilai masyaraktnya sendiri, oleh sebab itu laam proses
pengembangan kurikulum harus mencerminkan system nilai masyarakat.
Nilai-nilai atau norma yang diakui sebagai
pandangan hidup suatu bangsa, seperti Pancasila bagi bangsa Indonesia, bukan
hanya harus menjiwai isi kuri kulum yang berlaku, akan tetapi harus mewarnai
filsafat dan tujuan lembaga sekolah serta merembes ke dalam praktik pendidikan
oleh guru di dalam kelas.
Menurut
Bloom (1965), tujuan pendidikan dapat digolongkan ke dalam tiga domain
(bidang), yaitu domain kognitif, afektif dan
psikomotor. Domain kognitif
berhubungan dengan pengembangan intelektual atau kecerdasan. Bidang afektif
berhubungan dengan pengembangan sikap dan bidang psikomotor berhubungan dengan
keterampilan.
1.
Filsafat sebagai Tujuan Berpikir
Berpikir filosofis adalah berpikir yang memiliki ciri-ciri
tertentu. Sidi Gazalba seperti yang dikutip Uyoh Sadulloh (2004) mengemukakan
ciri-ciri berpikir filosofis sebagai berpikir yang radikal, sistematis dan
universal. Berpikir yang radikal yaitu berpikir sampai ke akarnya, tidak tanggung-tanggung
sampai pada konsekuensi yang terakhir. Berpikir sistematis adalah berpikir
logis yang bergerak selangkah demi selangkah dengan penuh kesadaran dengan
urutan yang bertanggung jawab dan saling berhubungan. Berpikir universal,
artinya tidak berpikir secara khusus, yang terbatas kepada bagian-bagian
tertentu. Orang yang berfilsafat adalah orang yang berpikir secara mendalam
tentang masalah secara menyeluruh sebagai upaya mencari dan menemukan
kebenaran.
Menurut
Nasution (1989), ada empat aliran utama dalam filsafat yaitu idealisme,
realisme, pragmatisme dan eksistensialime.
Aliran idealisme memandang bahwa
kebenaran itu datangnya dari Yang Maha Kuasa. Manusia tidak dapat melihatnya
secara lengkap apalagi menciptakannya. Manusia hanya mampu menemukan kebenaran
yang sebetulnya sudah ada. Pandangan aliran idealisme tentang hakikat kenyataan
itu memiliki pengaruh tentang pengetahuan serta nilai-nilai atau norma serta
terhadap aspek-aspek lain.
Aliran realisme memandang, bahwa
manusia pada dasarnya dapat menemukan dan mengenal realitas sebagai hukum-hukum
universal, hanya saja dalam menemukannya itu dibatasi oleh kelambanan sesuai
dengan kemampuannya. Oleh karena itu, kemampuan dapat diperoleh secara ilmiah
melalui fakta dan kenyataan yang dapat diindra.
Aliran pragmatisme berpendapat bahwa
kenyataan itu pada hakikatnya berada pada hubungan sosial, antara manusia yang
satu dengan manusia lainnya. Berkat hubungan sosial itu, manusia dapat
memperbaiki mutu kehidupannya.
Aliran eksistensialisme mengakui bahwa sebagai
individu setiap manusia memiliki kelemahan-kelemahan, namun demikian setiap
individu itu dapat memperbaiki dirinya sendiri sesuai dengan norma-norma dan
keyakinan yang ditentukannya sendiri.
B.
Landasan Psikologis
Secara psikologis, anak didik memiliki keunikan
dan perbedaan-perbedaan baik perbedaan minat, bakat, maupun potensi yang
dimilikinya sesuai dengan tahapan perkembangannya. Dengan alasan itulah,
kurikulum harus memerhatikan kondisi psikologis perkembangan dan kondisi psikologis
belajar anak.
1.
Psikologi Perkembangan Anak
Untuk memahami perkembangan siswa, salah satu
teori yang banyak digunakan adalah seperti yang dikemukakan oleh Piaget yang
terkenal dengan teori perkembangan kognitif. Menurut Piaget, kemampuan kognitif
merupakan suatu yang fundamental yang mengarahkan dan membimbing perilaku anak.
Menurut Piaget, perkembangan intelektual (kognitif) setiap individu berlangsung
dalam tahapan-tahapan tertentu. Tahapan-tahapan tertentu itu menurut Piaget
terdiri dari 4 fase, yaitu:
Sensorimotor (0-2 tahun), pada fase ini kemampuan kognitif anak sangat
terbatas. Piaget mengistilahkannya dengan kemampuan yang bersifat primitif,
artinya masih didasarkan kepada perilaku yang terbuka. Intelegensi sensorimotor
juga dinamakan intelegensi praktis. Dikatakan demikian, oleh karena pada masa
ini anak hanya belajar bagaimana mengikuti dunia kebendaan secara praktis dan
belajar bagaimana menimbulkan efek tertentu tanpa memahami apa yang sedang ia
lakukan kecuali hanya mencari cara melakukan perbuatan itu. dari proses
interaksi, anak memperoleh pengalaman fisik dan pengalaman mental. Piaget
percaya, bahwa asal mula tumbuhnya struktur mental adalah aksi atau tindakan.
Artinya, apabila seorang anak melihat, merasakan, atau mengerakkan suatu benda,
maka ia akan memaksa otaknya untuk membangun program-program mental untuk
menguasai dan menanganinya.
Praoperasional
(2-7 tahun), menurut Piaget, fase ini
ditandai dengan beberapa ciri. Pertama, adanya kesadaran dalam diri anak
tentang suatu objek. Kedua, pada fase ini kemampuan anak dalam berbahasa mulai
berkembang. Melalui pengalamannya anak dapat mengenal objek dan anak akan mampu
mengekspresikan sesuatu dengan kalimat pendek namun efektif. Ketiga, fase
praoperasional ini juga dinamakan fase intuisi, sebab pada masa ini anak mulai
mengetahui perbedaan antara objek-objek sebagai suatu bagian dari individu atau
kelasnya. Keempat, pandangan terhadap dunia, pada fase ini bersifat animistic, artinya bahwa segala sesuatu
yang bergerak di dunia ini adalah hidup. Keliama, pada fse ini pengamatan dan
pemahaman sangat dipengaruhi oleh sifatnya yang egocentric. Ia akan beranggapan bahwa cara pandanag orang lain
terhadap objek sana seperti dirinya.
Operasional Konkret (7-11 tahun), pada masa ini pikiran anak terbatas pada
objek-objek yang ia jumpai dari pengalaman-pengalaman langsung. Pada masa ini,
selain kemampuan-kemampuan yang telah dimiliki pada masa sebelumnya, anak
memperoleh tambahan kemampuan yang disebut dengan system of operations. Kemampuan kognitif yang dimiliki anak pada
fase ini meluputi conservation, addition
of classes dan multiplication of
classes. Dengan munculnya kemampuan-kemampuan di atas, maka kemampuan
operasi kognitif ini juga meliputi kemampuan melakukan berbagai macam
operasional secara matematika, seperti menambah, mengurang, mengalikan dan
membagi.
Operasional Formal (12-14 tahun ke atas), Piaget menanamkan fase ini sebagai fase formal
operational, karena pada masa ini pola berpikir anak sudah sistematik dan
meliputi proses-proses yang kompleks. Aktivitas proses berpikir pada fase ini
mulai menyerupai cara berpikir orang dewasa, karena kemampuannya yang sudah
berkembang pada hal-hal yang bersifat abstrak. Anak sudah mampu memprediksi
berbagai macam kemungkinan. Baik tujuan maupun isi kurikulum harus
mempertimbangkan taraf perkembangan anak. Tanpa pertimbangan psikologi anak,
maka dapat dipastikan kurikulum yang disusun tidak akan efektif.
2.
Psikologi Belajar
Pengembangan kurikulum tidak akan terlepas dari
teori belajar. Sebab, pada dasarnya kurikulum disusun untuk membelajarkan
siswa. Banyak teori yang membahas belajar sebagai proses perubahan tingkah laku.
Menurut John Locke, manusia itu merupakan organisme yang pasif. Dengan teori
tabularasanya, Locke menganggap bahwa manusia itu seperti kertas putih, hendak
ditulisi apa kertas itu bergantung pada orang yang menulisnya. Berbeda dengan
pandangan Locke, Leibnitz menganggap bahwa manusia itu adalah organisme yang
aktif. Manusia adalah sumber dari pada semua kegiatan. Pada hakikatnya, manusia
bebas untuk berbuat, manusia bebas untuk menentukan atau membuat pilihan dalam
setiap situasi.
Menurut aliran behavioristik, belajar pada hakikatnya adalah
pembentukan asosiasi antara kesan yang ditangkap pancaindra dengan
kecenderungan untuk bertindak atau hubungan antara Stimulus dan Respon.
C.
Landasan
Sosiologis dan IPTEK
Sekolah berfungsi untuk mempersiapkan anak didik
agar mereka dapat berperan aktif di masyarakat. Oleh karena itu, kurikulum
sebagai alat dan pedoman dalam proses pendidikan di sekolah harus relevan
dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Dengan demikian, dalam konteks ini
sekolah bukan hanya berfungsi untuk mewariskan kebudayaan dan nilai-nilai suatu
masyarakat, akan tetapi juga sekolah berfungsi untuk mempersiapkan anak didik
dalam kehidupan masyarakat. Kurikulum bukan hanya berisi berbagai nilai suatu
masyarakat akan tetapi bermuatan segala sesuatu yang dibutuhkan masyarakat.
Antropologi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan
sosial yang mempelajari tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu.
Antropologi lahir atau muncul berawal dari ketertarikan orang-orang Eropa yang
melihat ciri-ciri fisik, adat istiadat, budaya yang berbeda dari apa yang
dikenal di Eropa. Terbentuklah ilmu antropologi dengan melalui beberapa fase.
Antropologi lebih memusatkan pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal,
tunggal dalam arti kesatuan masyarakat yang tinggal daerah yang sama,
antropologi mirip seperti sosiologi tetapi pada sosiologi lebih menitik
beratkan pada masyarakat dan kehidupan sosialnya. Antropologi berasal dari kata
anthropos yang berarti
"manusia", dan logos yang
berarti ilmu. Antropologi mempelajari manusia sebagai makhluk biologis
sekaligus makhluk sosial.
Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan
pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat dan
diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala
karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi
pendidikan. Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia–manusia
yang menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui
pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan
masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus
disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan
yang ada di masyakarakat.
Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki
sistem-sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan
antar anggota masyarakat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial budaya
adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para
warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari agama, budaya,
politik atau segi-segi kehidupan lainnya.
Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka
nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga turut berkembang sehingga menuntut
setiap warga masyarakat untuk melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap
tuntutan perkembangan yang terjadi di sekitar masyarakat.
Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukamdinata, 1997)
mengemukakan bahwa melalui pendidikan manusia mengenal peradaban masa lalu,
turut serta dalam peradaban sekarang dan membuat peradaban masa yang akan
datang. Dengan demikian, kurikulum yang dikembangkan sudah seharusnya
mempertimbangkan, merespons dan berlandaskan pada perkembangan sosial–budaya
dalam suatu masyarakat, baik dalam konteks lokal, nasional maupun global.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi membawa manusia pada masa yang berbeda dengan masa sebelumnya, bahkan
masa yang tidak pernah terbayangkan di masa lalu. Munculnya hasil-hasil
teknologi seperti hasil teknologi transportasi, yang bukan hanya menyebabkan
manusia bisa menjelajah dunia, bahkan hingga luar angkasa. Demikian juga
kemajuan dalam teknologi informasi dan komunikasi, yang memungkinkan manusia
untuk mengetahui informasi dari berbagai belahan dunia dalam waktu singkat.
Namun demikian, kemajuan tersebut tidak hanya memunculkan dampak positif,
bersamaan dengan itu muncul pula berbagai dampak negatif kemajuan teknologi
yang sering membuat cemas.
Munculnya permasalahan-permasalahan tersebut
menyebabkan tugas-tugas pendidikan yang diemban sekolah menjadi kian kompleks.
Tugas sekolah menjadi semakin berat, dan kadang-kadang tidak mampu lagi
melaksanakan semua tuntutan masyarakat. Bahkan seiring dengan kemajuan zaman,
tugas-tugas yang dahulu bukan menjadi tanggung jawab sekolah kini menjadi tugas
sekolah. Sekolah tidak hanya bertugas menanamkan dan mewariskan ilmu
pengetahuan, tetapi juga harus memberi keterampilan, juga harus menanamkan budi
pekerti dan nilai-nilai.
Dengan tugas dan tanggung pendidikan yang demikian
berat, kurikulum sebagai alat pendidikan, harus selalu diperbarui menyesuaikan
dengan perubahan yang terjadi baik isi maupun prosesnya, mengikuti perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian cepat. Pendidikan merupakan usaha
menyiapkan anak didik agar siap menghadapi lingkungan yang senantiasa mengalami
perubahan. Kita maklumi bersama bahwa perubahan tersebut berjalan dengan pesat.
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran dan atau latihan, serta membekali anak didik dengan ilmu
pengetahuan guna perannya di masa datang. Sementara itu teknologi adalah
aplikasi dari ilmu pengetahuan ilmiah dan ilmu-ilmu lainnya untuk memecahkan
masalah-maslaah praktis.
Dengan demikian Ilmu dan teknologi tidak bisa
dipisahkan. Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang teramat pesat seiring
lajunya perkembangan masyarakat.
IPTEK dimiliki seluruh bangsa, dan senantiasa berkembang mengikuti perkembangan masyarakatnya. Perkembangan IPTEK memiliki pengaruh yang cukup luas, meliputi segala bidang kehidupan. Dalam bidang pendidikan, perkembangan teknologi industri mempunyai hubungan timbal balik dengan pendidikan. Industri dengan teknologi maju memroduksi berbagai macam alat-alat dan bahan yang secara langsung atau tidak langsung dibutuhkan dalam pendidikan. Sebaliknya kegiatan pendidikan membutuhkan dukungan dari penggunakan alat-alat yang dibutuhkan untuk menunjang pelaksanaan program pendidikan, apalagi di saat perkembangan produk teknologi komunikasi yang semakin canggih, tentu menuntut pengetahuan dan keterampilan yang perlu dikuasai oleh anak didik untuk mendapatkan informasi berkaitan dengan program yang harus dilaluinya.
IPTEK dimiliki seluruh bangsa, dan senantiasa berkembang mengikuti perkembangan masyarakatnya. Perkembangan IPTEK memiliki pengaruh yang cukup luas, meliputi segala bidang kehidupan. Dalam bidang pendidikan, perkembangan teknologi industri mempunyai hubungan timbal balik dengan pendidikan. Industri dengan teknologi maju memroduksi berbagai macam alat-alat dan bahan yang secara langsung atau tidak langsung dibutuhkan dalam pendidikan. Sebaliknya kegiatan pendidikan membutuhkan dukungan dari penggunakan alat-alat yang dibutuhkan untuk menunjang pelaksanaan program pendidikan, apalagi di saat perkembangan produk teknologi komunikasi yang semakin canggih, tentu menuntut pengetahuan dan keterampilan yang perlu dikuasai oleh anak didik untuk mendapatkan informasi berkaitan dengan program yang harus dilaluinya.
Mengingat pendidikan merupakan upaya menyiapkan siswa
menghadapi masa depan, di sisi lain perubahan masyarakat termasuk di dalamnya
perubahan ilmu pengetahuan teknologi yang semakin pesat, maka pengembangan
kurikulum haruslah berlandaskan IPTEK.
Perhatian terhadap IPTEK sebagai landasan kurikulum,
secara langsung adalah dengan menjadikannya isi/materi pendidikan. Sedangkan
secara tidak langsung memberikan kepada pendidikan untuk membekali masyarakat
dengan kemampuan untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi guna
menyelesaikan persoalan hidupnya. Khususnya perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi juga dimanfaatkan untuk memecahkan masalah pendidikan. Pendidikan
pada dasarnya adalah bersifat normatif, dengan demikian perubahan nilai-nilai
yang diakibatkan oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi perlu
diarahkan agar bisa menuju pada perubahan yang bersifat positif. Oleh karena itu
pengembangan kurikulum harus senantiasa menjadikan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi sebagai landasannya, sehingga menghasilkan kurikulum
yang memiliki kekuatan, dan juga bisa mengembangkan dan melahirkan ilmu
pengetahuan dan teknologi demi lebih memajukan peradaban manusia. Para
pengembang kurikulum, termasuk di dalamnya guru-guru, harus memahami perubahan
tersebut, agar isi dan strategi yang dikembangkan dalam kurikulum tidak menjadi
usang, atau ketinggalan zaman.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kesimpulan
dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Filsafat sebagai
landasan fundamenatal, filsafat memegang peranan penting dalam proses
pengembangan kurikulum. Ada empat fungsi filsafat dalam proses pengembangan
kurikulum. Pertama, filsafat dapat
menentukan arah dan tujuan pendidikan. Kedua,
filsafat dapat menentukan isi atau materi pelajaran yang harus diberikan sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai. Ketiga,
filsafat dapat menentukan strategi atau cara pencapaian tujuan. Keempat, melalui filsafat dapat
ditentukan bagaimana menentukan tolak ukur keberhasilan proses pendidikan.
2. kurikulum harus
memerhatikan kondisi psikologis perkembangan dan kondisi psikologis belajar
anak karena anak didik memiliki keunikan dan perbedaan-perbedaan baik perbedaan
minat, bakat, maupun potensi yang dimilikinya sesuai dengan tahapan
perkembangannya.
3. kurikulum sebagai alat
dan pedoman dalam proses pendidikan di sekolah harus relevan dengan kebutuhan
dan tuntutan masyarakat. Dengan demikian, dalam konteks ini sekolah bukan hanya
berfungsi untuk mewariskan kebudayaan dan nilai-nilai suatu masyarakat, akan
tetapi juga sekolah berfungsi untuk mempersiapkan anak didik dalam kehidupan
masyarakat. kurikulum sebagai alat pendidikan, harus selalu
diperbarui menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi baik isi maupun
prosesnya, mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian
cepat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar